• Tidak ada hasil yang ditemukan

BANDARA UDARA AHMAD YANI

N/A
N/A
rini purba 18-13

Academic year: 2023

Membagikan "BANDARA UDARA AHMAD YANI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BANDARA UDARA AHMAD YANI

A KEADAAN GEOGRAFIS

1. Keadaan Alam

Kota Semarang adalah ibu kota Provinsi Jawa Tengah, Indonesia sekaligus kota metropolitan terbesar kelima di Indonesia setelah Jakarta, Surabaya, Medan, dan Bandung. Sebagai salah satu kota paling berkembang di Pulau Jawa, Kota Semarang mempunyai jumlah penduduk lebih dari 1,7 juta jiwa dan siang hari bisa mencapai 2 juta jiwa. Kawasan mega-urban Semarang yang tergabung dalam wilayah metropolitan Kedungsepur (Kendal, Demak, Ungaran, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, Kota Semarang dan Purwodadi, Kabupaten Grobogan) berpenduduk mencapai 7,3 juta jiwa, sekaligus sebagai wilayah metropolitan terpadat keempat di Pulau Jawa, setelah Jabodetabek (Jakarta), Gerbangkertosusilo (Surabaya), dan Bandung Raya. Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan Semarang yang signifikan ditandai pula dengan munculnya beberapa gedung pencakar langit yang tersebar di penjuru kota. Perkembangan regional ini menunjukan peran strategis Kota Semarang terhadap roda perekonomian nasional.Kota ini terletak sekitar 558 km sebelah timur Jakarta, atau 312 km sebelah barat Surabaya, atau 621 km sebalah barat daya Banjarmasin (via udara).[8] Semarang berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Kabupaten Demak di sebelah timur, Kabupaten Semarang di sebelah selatan, dan Kabupaten Kendal disebelah barat. Kota Semarang memiliki luas wilayah administratif sebesar 373,70 km persegi, sekaligus merupakan administrasi kotamadya terluas di Pulau Jawa.

Secara topografi terdiri atas daerah pantai, dataran rendah bahwa perbukitan. Daerah pantai merupakan kawasan di bagian utara yang berbatasan langsung dengan lau jawa dengan kemiringan antara 0% sampai 2% dengan dataran redah merupakan kawasan di bagian tengah, dengan kemiringan antara 2-15% daerah perbukitan merupakan kawasan di bagian selatan dengan kemiringan antara 15- 40 % beberapa kawasan dengan kemiringan di atas 40%>40%

dijelaskan bahwa gambar tersebut tersebut merupakan peta Kota Semarang dimana Bandar Udara Ahmad Yani Berada di Semarang Barat.

2. Keadaan iklim

Sesuai dengan letak geografis, dimpengaruhi iklim daerah tropis yang di pengaruhi oleh angin muson dengan 2 musim, ya itu musim kemarau pada bulan april- September dan musim

(2)

penghujan antara bulan oktober- maret curah hujan tahun rata rata sebesar 2.790mm, suhu udara berkisar antara 230 c dengan kelembapan udara tahunan rata rata 77%

3. Topografi

Kota semarang dalam satu system hidrlogi, merupakan kawasan yang berada pada kaki bukit gunung unggaran, mengalir beberapa sungai yang tergolong besar .

Pola tata lahan terdiri dari perumahan, tegalan, kebun campuran, sawah, tambak, hutan, perusahaan, jasa, industry dan penggunan lainya dengan perumahan sebesar 33,70% tegalan sebesar 15,77% kebun campuran sebesar 13,47% sawah sebesar 8,25% tambak sebesar 6,96 % hutan sebesar 3, 69%, perusahaan 2,42 % jasa sebesar 1,52% dan industry sebesar 1,26%

4. Kondisi Ekonomi dan Pontensi Umum

Pembangunan di bidang ekonomi yang selama ini menjadi titik berat pembangunan di Kota Semarang dimana pembangunan di Kota Semarang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil makmur, merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dalam rangka mendukung pembangunan daerah Propinsi Jawa Tengah, serta bertujuan mengembangkan potensi perekonomian daerah secara optimal. Pertumbuhan ekonomi disamping dapat berdampak pada peningkatan pendapatan perkapita, pada akhirnya juga akan berpengaruh pada pendapatan Pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan oleh angka PDRB atas dasar harga konstan 2000 merupakan salah satu indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan. Pada tahun 2013, PDRB kota Semarang naik menjadi 24.196.487,72. Ini berarti daerah semakin mampu menggali potensi ekonomi yang ada, sehingga akan semakin besar PDRB dan PAD-nya. 85 BPS Kota Semarang 2015 57 Berdasarkan pada data yang bersumber dari BPS Kota Semarang tahun 2016 ada 2 sektor yang cukup besar sumbangannya dalam PDRB atas dasar harga berlaku, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran; serta sektor industri pengolahan. Sumbangan sektor perdagangan, hotel dan restoran sampai tahun 2013 cenderung naik yaitu dari 28,01 % pada 2012 menjadi 28,43 % pada tahun 2013 dengan laju pertumbuhan sebesar 10,03 %. Untuk sektor Industri pengolahan menyumbang 24,63 % pada tahun 2013 mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 24,36 % dengan pertumbuhan 13,46 %. Kota Semarang nampaknya akan terus berkembang, selain sebagai kota perdagangan juga menjadi kota jasa pariwisata. Oleh karena itu, di Semarang terus bertumbuh hotel-hotel dari kelas, melati hingga bintang. Perkembangan menjadi kota jasa tersebut akan ditunjang dengan sarana transportasi udara dengan Bandara Ahmad Yani yang ditingkatkan statusnya menjadi Bandara Internasional, maupun transportasi darat berupa Kereta Api (KA) dan bus dengan berbagai jurusan. Berikut tabel jumlah hotel, jumlah kamar dan jumlah tempat tidur pada hotel bintang dan non bintang di Kota Semarang tahun 2015.

(3)

5. Kondisi Sosial dan Budaya Kota Semarang

Kota Semarang memiliki penduduk sangat heterogen terdiri dari campuran beberapa etnis, Jawa, Cina, Arab dan Keturunan. Terdapat juga etnis lain dari berbagai daerah di Indonesia yang datang ke Semarang untuk berusaha, menuntut ilmu maupun menetap selamanya di Semarang.

Mengingat Kota Semarang memiliki universitas/ sekolah dan perguruan tinggi yang terkenal unggulan. Mayoritas penduduk di Kota Semarang 59 memeluk agama Islam, pemeluk agama lainnya seperti Kristen, Katholik, Hindu dan Budha juga cukup banyak. Berikut data jumlah pemeluk Agama dalam satuan Jiwa yang ada di Kota Semarang pada tahun 2015.

Walaupun warga Kota Semarang sangat heterogen, namun kehidupan sosial masyarakat Kota Semarang sangat damai. Toleransi kehidupan umat beragama terasa sangat tinggi. Inilah faktor yang sangat mendukung kondisi keamanan sehingga Semarang menjadi kota Indonesia yang sangat baik untuk pengembangan investasi dan bisnis.

Keragaman etnis yang ada di Kota Semarang juga melatar belakangi tagline dalam City Branding Kota Semarang yaitu “Variety of Culture”. "Variety of Culture" bermakna bahwa Kota Semarang mempercantik diri dan berkembang dengan tetap mempertahankan budayanya yang heterogen. Pesan yang disampaikan bahwa sentuhan harmonisasi berbagai budaya Jawa bersama budaya China, Arab, dan Belanda pasti dirasakan di Kota Semarang

Kota Semarang memiliki Keanekaragaman Budaya yang merupakan aset utama yang harus ditonjolkan, karena dari sudut pandang wisata hal itu merupakan daya tarik agar wisatawan tertarik berkunjung ke Kota 60 Semarang. Dampak dari keanekaragaman budaya ini memunculkan banyak jenis ragam variasi dalam banyak hal. Misalnya dilihat dari sudut kesenian, peninggalan bangunan/arsitektur, religi, kuliner dan event lainnya. Dari ragam variasi yang terasa di Kota Semarang tersebut dapat diketahui bahwa budaya yang ada di Kota Semarang antara lain budaya Jawa, Pesisir, Arab dan China.

Sebagai pelengkap branding Kota Semarang memiliki logo yang mencerminkan budaya Kota Semarang yaitu logo “Warak Ngendog”. “Warak Ngendog” merupokan binatang mitologis yang digambarkan sebagai simbol pemersatu tiga etnis mayoritas yang ada di Semarang. Bagian tubuh icon terdiri dari Naga (Cina), Buroq (arab) dan Kambing (Jawa). Hewan ini biasanya dijadikan maskot dalam festival dugderan yang dilaksanakan beberapa hari sebelum bulan puasa

Terlepas dari siapa pembuat pertama, Warak Ngendog memiliki makna filosofi yang selalu relevan sebagai pedoman hidup manusia pada zaman apapun. Wujud makhluk rekaan yang merupakan gabungan tiga simbol etnis mencerminkan persatuan atau akulturasi budaya di Semarang. Konon ciri khas bentuk yang lurus dari Warak Ngendog menggambarkan citra warga Semarang yang terbuka, lurus, dan berbicara apa adanya, sehingga tak ada perbedaan antara ungkapan hati dengan ungkapan lisan.

Pemilihan warna yang digunakan dalam City Branding ini adalah warna merah, jingga, hijau, dan biru.

Warna-warna tersebut melambangkan keragaman budaya di Kota Semarang : 61 1. Merah : melambangkan kebudayaan Cina.

2. Hijau : melambangkan budaya Arab.

3. Jingga : melambangkan budaya Jawa.

4. Biru : melambangkan budaya Pesisir.

(4)

Pembangunan budaya di Kota Semarang diupayakan untuk pembinaan, pengembangan dan kelestarian budaya daerah sebagai budaya integral nasional. Kelompok-kelompok seni budaya, termasuk budaya tradisional terus dimotivasi dan didorong semangatnya untuk menekuni seni yang diminatinya, dengan menonjolkan pengembangan kreasi dalam rangka memenuhi keinginan masyarakat yang haus akan inovasi. Bahkan Pemerintah Daerah Kota Semarang telah memberikan suatu tempat, yaitu Taman Raden Saleh kota Semarang, dimana di sana tersedia berbagai fasilitas, seperti panggung tertutup, sanggar terbuka dan lain-lain.

Pembangunan Kota Semarang pada sektor Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang cerdas dan terampil yang diikuti rasa percaya diri sendiri serta sikap dan perilaku inovatif, disamping itu merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang berlangsung seumur hidup dan di dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Sebagai ibukota provinsi, Kota Semarang dibanding kabupaten/kota lain di Jawa Tengah pada tahun 2015, penduduknya mengenyam pendidikan lebih lama. Hal ini ditunjukkan dengan indikator rata-rata lama sekolah yang mencapai 10.20 tahun, atau memutuskan berhenti ketika kelas 1 SMA

B. Karakteristik Bandara Eksikting

Sisi Depan Bandar Udara Internasional Ahmad Yani Semarang

(5)

Pada gambar di jelaskan lokasi tersebutmerupakan lokasi eksiting bandara Ahmad Yani

Tabel 3.3 Data Eksisting Bandara Husein Sastranegara, Bandung Bandara Husein Sastranegara Kode IATA : SRG

Kode ICAO : WAHS

Alamat : Central Java Semarang

Lokasi : Semarang

Negara :Indonesia Tipe :Sipil

Zona :Waktu UTC+8 Elevasi :3.9 m (13 kaki ) dpl

Koordinat : 06°58 17″ LS 110°22 27″ BT ′ ′

Arah Landasan Pacu permukaan

panjang

kaki m

Runway 13/13 8,398 x147,6 2,560 x 45 Asphal

(6)

1. Metode Proyyeksi

Meningkatnya jumlah pergerakan pesawat serta variasi pesawat yang bermacam-macam membuat pihak bandara udara Internasional Ahmad Yani perlu menganalisis geometrik fasilitas sisi udara (airside). Data yang dibutuhkan untuk analisis geometrik fasilitas sisi udara (airside) adalah data spesifikasi pesawat dan kondisi geografis Bandar Udara

Proyeksi lalu lintas udara dilakukan untuk memprediksi volume penumpang dan barang (kargo) yang akan dilayani oleh bandara pada tahun yang direncanakan. Proyeksi lalu lintas udara bergantung terhadap beberapa variabel, seperti keadaan perekonomian suatu daerah, jumlah penduduk, volume kargo, jumlah wisatawan, dan keadaan sosial lainnya dari suatu masyarakat.

Proyeksi lalu lintas udara dapat digunakan untuk rencana pengembangan sebuah lapangan udara, antara lain dalam hal:

 Menentukan kebutuhan kapasitas airfield, passenger terminal, general aviation area, dan ground access system.

 Menentukan ukuran bandara dan tipe pengembangan fasilitas eksisting atau fasilitas baru.

 Mengevaluasi potensi efek lingkungan, seperti kebisingan dan polusi udara, pada lokasi di sekitar lokasi operasi bandara.

 Mengevaluasi kelayakan finansial dari usulan alternatif pengembangan bandara.

Metode pengembangan proyeksi lalu-lintas yang dilakukan berupa analisis data dan diikuti dengan pengambilan keputusan. Umumnya, data aktivitas penerbangan terdahulu dianalisis untuk mengidentifikasi tren masa lalu untuk meramalkan (forecast) tren aktivitas di masa depan.

Selama proses analisis, kecenderungan pergerakan di masa lalu diteruskan ke masa depan dengan berbagai teknik dan asumsi sehingga keadaan di masa depan dapat diramalkan.

Pada tugas besar ini, data perencanaan diperoleh dengan mengambil data historis yang telah ada untuk selanjutnya dianalisis untuk mengetahui tren yang terjadi di masa lalu. Adapun data yang digunakan adalah sebagai berikut:

 Jumlah penumpang (datang)

 Volume kargo (muat)

 Jumlah penduduk

 Jumlah wisatawan

 PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)

Data yang digunakan diperoleh dari catatan Badan Pusat Statistik (BPS) selama beberapa tahun terakhir, yaitu dari tahun 2004 hingga tahun 2008. Analisis data dilakukan dengan membuat sejumlah korelasi antara data penumpang dan kargo dengan jumlah penduduk, jumlah wisatawan, dan PDRB. Hubungan korelasi ini kemudian dinyatakan dalam suatu persamaan regresi.

Ada tiga macam jenis regresi yang sering digunakan, yaitu:

(7)

1. Regresi linier, dimana sepasang variabel X,Y digambarkan pada grafik 2 dimensi, nilai dari satu variabel dapat bergantung pada variabel yang lain. Secara umum Y akan bergantung pada X.

E ( Y | X = x ) = α + β x

2. Regresi non-linier, dimana regresi didasarkan pada fungsi yang diasumsikan nonlinier dengan koefisien-koefisien tak tertentu yang akan dihitung dari data pengamatan. Tipe yang paling sederhana adalah:

E ( Y | X = x ) = α + β g ( x )

3. Regresi multilinier, dimana nilai dari suatu variabel rekayasa tergantung dari beberapa faktor. Asumsi- asumsi dasar yang digunakan adalah sebagai berikut: Nilai rata-rata Y merupakan fungsi linear dari x1, x2, …, xm. x1, x2, …, xm yang diketahui adalah konstan atau berbanding lurus terhadap 

fungsi yang diketahui. Maka analisis regresi menentukan taksiran untuk β1, β2, …, βm berdasarkan himpunan data pengamatan dapat dituliskan sebagai:

E ( Y | X = x1, x2, …, xm ) = α + β1 ( x1 ) + … + β1 ( xm )

Di dalam analisis data untuk mendapatkan proyeksi penumpang dan kargo pada Tugas Besar ini, regresi yang digunakan adalah regresi multilinier dengan variabel sebagai berikut:

Penumpang Kargo Penduduk Wisatawan PDRB Hotel

Y1 Y2 X1 X2 X3 X5

Faktor jumlah penduduk, jumlah wisatawan, PDRB, dan hotel diproyeksikan secara linier. Dalam perencanaan ini diambil tingkat pertumbuhan moderat. Selain itu, dilakukan pula perhitungan prediksi lalu-lintas pada jam puncak selama masa layan bandara untuk desain apron dan terminal penumpang.

Prediksi lalu lintas pergerakan pada jam puncak ini hanya memperhitungkan jumlah penumpang yang terjadi menurut rute yang dilayani pada masing-masing tahap perencanaan.

2. Proyeksi Penumpang Kargo

Pada analisis regresi multilinear, ada beberapa hal yang perlu dilakukan sebelum memperoleh proyeksi jumlah penumpang dan volume kargo di masa depan:

 Mengetahui hubungan antara masing-masing variabel. Pada analisis kali ini, korelasi antara variabel bebas tidak diperhitungkan. Korelasi hanya sebagai penunjuk adanya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Jika terdapat korelasi bernilai negatif, maka variabel bebas tersebut dianggap tidak memiliki hubungan dengan variabel terikat yang ditentukan.

 Mencari nilai koefisien untuk masing-masing variabel bebas pada fungsi untuk menentukan nilai variabel terikat (penumpang atau kargo). Variabel yang dimasukkan ke dalam fungsi adalah variabel yang nilai koefisiennya positif. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat adalah berbanding lurus.

(8)

 Menentukan formula untuk menentukan besarnya variabel terikat dengan menggunakan koefisien dan konstanta yang diperoleh saat menentukan nilai regresi.

 Memproyeksikan besar variabel-veriabel bebas yang digunakan. Pada proyeksi ini diasumsikan besar pertumbuhan adalah rata-rata dari angka pertumbuhan tiap tahun.

3. Proyekasi Jumalah Penumpang

Proyeksi penumpang dihitung dari tahun 2015 – 2046, yaitu dari masa perencanaan dan kosntruksi bandara sampai masa layannya. Proyeksi jumlah penumpang dilakukan dengan mencari model persamaan sesuai dengan korelasi antara jumlah penumpang sebagai variabel terikat dengan jumlah penduduk, jumlah wisatawan PDRB, dan hotel sebagai peubah.

C. Perencanaa Sisi Fasilitas Udara

Dalam melakukan perancangan geometri fasilitas sisi udara, perlu diketahui apa yang menjadi prasyarat dan kelengkapan dari landasan pacu (runway), tempat parkir pesawat (apron), dan juga landasan penghubung (taxiway). Pada tugas besar ini, perencanaan fasilitas sisi udara akan menggunakan International Civil Aviation Organization (ICAO), dan standar yang telah ditentukan oleh Indonesia. Aerodrome Reference Code (ARC) digunakan sebagai acuan dalam perencanaan, dimana ARC terdiri dari 2 elemen yaitu angka dan huruf untuk mengklasifikasi berbagai jenis pesawat yang akan beroperasi pada bandara yang direncanakan. Kode angka atau code number ditentukan berdasarkan aeroplane reference field length (ARFL) dari pesawat, kode huruf ditentukan berdasarkan dari panjang wingspan dan outer main gear dari pesawat terbang

1. Runway

(9)

Runway atau landasan pacu adalah area persegi panjang yang telah disediakan untuk pesawat untuk lepas landas (Take-off) maupun melakukan pendaratan (Landing) sehingga runway merupakan bagian terpenting dari fasilitas sisi udara. Dalam melakukan perencanaan runway sangatlah bergantung dari volume pesawat yang akan dilayani, arah angin yang dominan. Konfigurasi maupun layout dari runway sangat bergantung oleh lahan yang tersedia.

 Konfigurasi Runway

Konfigurasi runway bervariasi dan dapat digunakan sesuai kebutuhan dari perencana. Pada umumnya konfigurasi runway mengacu kepada beberapa bentuk sebagai berikut:

 Single Runway :

Terlihat pada gambar 2.2. Merupakan konfigurasi runway yang paling dasar.

Diperkirakan kapasitas setiap jam dari konfigurasi ini adalah 50 – 100 pesawat yang beroperasi dalam kondisi VFR (Visual Flight Rules) dan 50 – 70 pesawat dalam kondisi IFR (Instrument Flight Rules), tergantung dari komposisi jenis pesawat yang beroperasi dan bantuan alat navigasi yang tersedia. (Horonjeff & McKelvey, 2010)

 Runway Paralel:

Kapasitas landasan sejajar tergantung kepada jumlah landasan dan pemisahan/penjarakan antara dua landasan. Penjarakan landasan dibagi menjadi tiga:

- Berdekatan / rapat (Close) - Menengah (Intermediate) - Jauh /renggang (far)

Landasan sejajar berdekatan (Close) mempunyai jarak sumbu ke sumbu 700 ft (untuk lapangan terbang pesawat transport) sampai 2500 ft. Dalam kondisi IFR operasi penerbangan pada satu landasan tergantung kepada operasi pada landasan lain. (Horonjeff & McKelvey, 2010) Landasan sejajar menengah (Intermediate) mempunyai jarak sumbu kesumbu 2500 ft sampai 4300 ft. Dalam kondisi IFR kedatangan pada satu landasan tidak tergantung kepada keberangkatan pada landasan lain. (Horonjeff & McKelvey, 2010) Landasan sejajar jauh (far) mempunyai jarak sumbu kesumbu 4300 ft atau lebih. Dalam kondisi IFR dua landasan dapat dioperasikan tanpa tergantung kepada keberangkatan satu sama lain. (Horonjeff & McKelvey, 2010) Kapasitas landasan setiap jamnya dari pemisahan close, intermediate, dan far dapat bervariasi dari 100 gerakan pesawat sampai 200 gerakan VFR, tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang. (Horonjeff &

McKelvey, 2010) Dalam kondisi penerbangan IFR kapasitas landasan sejajar dengan pemisahan close bervariasi antara 50 sampai 60 gerakan tiap jam, tergantung kepada komposisi pesawat campuran. Untuk pemisahan

(10)

intermediate kapasitasnya 60 sampai 75 gerakan perjam, dan pemisahan jauh variasi antara 100 sampai 125 gerakan tiap jam. (Horonjeff & McKelvey, 2010)

Cross Runway

Cross runway atau landasan bersilangan digunakan apabila terdapat arah angin yang sama dominan nya menuju arah yang berbeda pada runway, jenis ini digunakan agar runway lainnya dapat beroperasi disaat angin satu sisi bertiup lebih kencang dan membahayakan pesawat. Bila angin yang bertiup lemah (kurang dari 20 knots atau 13 knots), maka kedua landasan pacu dapat digunakan bersama-sama. Kapasitas dari runway sangat bergantung dari jarak persilangannya, semakin jauh jaraknya maka kapasitasnya akan semakin besar. (Horonjeff & McKelvey, 2010

Runway V Terbuka:

Terlihat pada gambar 2.5. Konfigurasi runway V terbuka memiliki 2 arah yang berbeda akan tetapi tidak saling berpotongan, kapasitas penerbangan akan semakin banyak apabila jarak pemisahan semakin jauh.

17 Tujuan dari konfigurasi ini cukup sama dengan cross runway, untuk mengantisipasi angina yang mungkin aja terjadi dari satu sisi runway sehingga pesawat dapat beroperasi dengan aman. Kapasitas per jam dalam kondisi VFR adalah 80 – 200 pergerakan pesawat, sedangkan dalam kondisi IFR turun menjadi 60 - 70 pergerakan, semakin dekat jarak pemisahan antara dua runway ini maka pergerakan per jam yang mampu dilayani akan semakin kecil. (Horonjeff & McKelvey, 2010)

 Panjang runway harus cukup untuk memenuhi persyaratan dan tidak boleh kurang dari panjang runway yang telah dikoreksi terhadap kondisi lokal disekitarnya. (ICAO, 2016) Aeroplane Reference Field Length (ARFL) didefinisikan sebagai panjang field length minimum yang diperlukan oleh pesawat terbang yang bersangkutan untuk dapat take-off dengan 18 Maximum Take-off Weight, dimana kondisi lapangan terbang adalah Mean Sea Level (MSL), pada kondisi atmosfir standar, runwaynya tidak mempunyai kelandaian (Zero Runway Slope), serta tidak ada angina. ARFL setiap pesawat terbang dapat dilihat di flight manual yang diterbitkan oleh pabrik pesawat terbang yang bersangkutan. (ICAO, 2016) Panjang ARFL yang telah didapat dari flight manual harus dikoreksi terhadap keadaan sekitarnya, faktor koreksi tersebut diantara lain adalah:

 Elevasi Bandara

Semakin tinggi lokasi dari bandara, maka runway yang direncanakan akan semakin panjang, ARFL yang telah ditentukan akan bertambah 7% setiap kenaikan 300 m (1000 ft) terhitung dari atas permukaan air (ICAO), dengan persamaan sebagai berikut:

(11)

Keterangan : Fe : Faktor terkoreksi elevasi h : Elevasi lapangan terbang

 Temperatur Pada temperature yang lebih tinggi, dibutuhkan landasan yang lebih panjang, sebab temperature tinggi density udara rendah, menghasilkan output daya dorong yang rendah. Sebagai standard temperatur dipilih temperature diatas muka laut sebesar 590F = 150C. (Horonjeff & McKelvey, 2010) ICAO menjelaskan setiap kenaikan temperatur 1%, maka perlu dilakukan koreksi terhadap panjang runway atau ARFL yang telah diperoleh, dengan persamaan sebagai berikut: FT=1+0,01(T-(15-0,0065h) ... (Pers. 2.5)

Keterangan : Ft : Faktor terkoreksi temperature

T : Temperatur lapangan terbang h : Elevasi lapangan terbang

 Kemiringan Runway (Slope) Perencanaan lapangan terbang, FAA memperkenalkan “Efektive Gradient” yaitu beda tinggi antara titik terendah dari penampang memanjang landasan dibagi dengan panjang landasan yang ada. Faktor koreksi kemiringan (Fs) sebesar 10% setiap kemiringan 1%. (Horonjeff & McKelvey, 2010) Penambahan panjang terhadap kemiringan runway ditentukan oleh persamaan berikut:

FS = 1 + 0.1 S ... (Pers. 2.6) Keterangan : Fs : Faktor terkoreksi kemiringan

S : Gradien efektif (Sumber: ICAO, 2016)

Setelah panjang ARFL dari runway telah dikoreksikan, nilai ARFL dibandingkan dengan aerodrome reference code atau ARC untuk mengetahui klasifikasi landasan pacu yang akan di desain sesuai dengan tabel 2.1.

Dimana dari panjang runway yang telah dikoreksi, terdapat penentuan jarak yang harus ditetapkan, gambar 2.6 menunjukan jarak yang harus di tetapkan diantaranya adalah:

Take-off Run Availabe (TORA)  Take-off distance Availabe (TODA)

(12)

Accelerate Stop Distance (ASDA

2. Taxi Way

Taxiway merupakan suatu jalur yang telah dipersiapkan dimana pesawat dapat bergerak di permukaan bumi (taxiing) dari suatu tempat di lapangan terbang ke tempat lain di lapangan terbang tersebut. Fungsi utama taxiway adalah sebagai jalan penghubung antara runway dengan apron di daerah bangunan terminal, atau antara runway atau apron dengan hangar pemeliharaan. Taxiway harus direncanakan sedemikian rupa sehingga pesawat terbang yang baru mendarat tidak mengganggu pesawat lain yang sedang melakukan taxiing menuju ke ujung runway untuk keberangkatan.

 Dimensi Taxi Way

Faktor keamanan yang diijinkan juga perlu diperhatikan dalam mendesain taxiway, hal tersebut dikarenakan pergerakan pesawat sangat cepat, ketika cockpit menuju taxiway yang diperhatikan adalah garis tengah dan jarak diantaranya harus terbebas dari hambatan terutama di luar roda pesawat dan ujung dari taxiway. Lebar minimum taxiway dipengaruhi oleh Code Letter, dan untuk beberapa jenis pesawat tertentu dipengaruhi pula oleh wheelbase dan lebar main gear. Tujuan penentuan lebar minimum taxiway dengan memperhatikan wheelbase atau lebar main gear dimaksudkan agar roda main gear tidak keluar dari perkerasan di tikungan. Lebar minimum taxiway berbeda dengan lebar minimum runway dengan Code Letter yang sama. Lebar minimum taxiway lebih kecil dari lebar pada lebar minimum runway, karena di atas taxiway pesawat bergerak dengan kecepatan yang lebih rendah, sehingga pilot dapat lebih mudah untuk mengusahakan agar nose gear tetap berada di sumbu gear.

3. Exsit Taxsi Way

Fungsi dari exit taxiway adalah untuk meminimalkan waktu penggunaan runway oleh pesawat yang mendarat. Exit taxiway dapat ditempatkan dengan menyudutkan siku siku

(13)

terhadap landasan atau sudut lainnya pada runway juga bisa. Exit taxiway yang mempunyai sudut 30⁰ disebut “kecepatan tinggi” dimana taxiway dirancang penggunaannya untuk pesawat yang harus cepat keluar. (Horonjeff, 2010). Setelah pesawat melakukan pendaratan, pesawat tersebut akan diarahkan menuju exit taxiway. Kecepatan ini tergantung pada besar sudut exit taxiway. Semakin kecil sudut exit taxiway maka kecepatan keluar yang diizinkan semakin besar karena pesawat akan lebih mudah dalam melakukan manuver.

Sebaliknya exit taxiway bersudut besar akan memperlamban pesawat untuk keluar dari runway Terdapat 3 tipe sudut exit taxiway, yaitu 90°, 45°, 30°. Exit taxiway dengan sudut 30°

disebut rapid exit taxiway atau high speed exit taxiway. Pertimbangan yang perlu diperhatikan saat akan membangun exit taxiway adalah berapa banyaknya pesawat yang beroperasi pada bandara tersebut, ICAO menjelaskan bahwa rapid exit taxiway dapat dipertimbangkan apabila terdapat lebih dari 25 pergerakan pesawat dalam rentang waktu 1 jam. (ICAO, 2016)

4. Apron

Apron adalah daerah yang dimaksudkan untuk menempatkan pesawat terbang agar pesawat terbang tersebut dapat memuat atau menurunkan penumpang, angkutan surat, barang atau kargo, parkir, serta kegiatan pemeliharaan. Apron yang terletak dengan bangunan terminal (terminal apron) dirancang untuk mengakomodasi manuver dan parkir pesawat terbang. Apron ini berhubungan atau mudah terhubung dengan fasilitas-fasilitas terminal penumpang, sehingga di apron ini penumpang naik ke pesawat terbang atau turun dari pesawat terbang. Adapun beberapa factor yang mempengaruhi dimensi apron adalah sebagai berikut:

Jumlah aircraft gate  Ukuran gate

Luas areal yang diperlukan pesawat untuk manuver pesawat di gate

Sistem dan tipe parkir pesawat Ukuran dan letak gate harus didesain sesuai karakter pesawat

yang menggunakan gate tersebut.

Beberapa karakteristik yang dimaksud seperti lebar sayap, panjang, dan radius belok pesawat serta keperluan kendaraan – kendaraan yang menyediakan perawatan untuk pesawat selama berada di gate. Untuk jaminan keamanan pesawat di daratan, ICAO dan FAA memberikan

(14)

ketetapan jarak minimum antara pesawat terbang yang sedang parkir di apron satu sama lain dengan obyek – obyek yang ada di apron berdasarkan jarak sayap / wing tip clearance.

Referensi

Dokumen terkait

ICAO (International Civil Aviation Organization) Landside Maskapai Parking Penumpang Pengembangan Perencanaan Pesawat Potensi daerah Rencana induk Runway Taxiway Terminal

Pesawat rencana tersebut dijadikan sebagai acuan untuk analisis geometrik sisi udara yaitu landas pacu, landas hubung, dan landas parkir, dalam perencanaan perkerasan

Ruang tunggu merupakan sarana yang disediakan dalam rangka penumpang menuggu pelayanan keberangkatan pesawat terbang, di dalam ruang tunggu Bandara Internasional

Berdasarkan data pesawat komersil yang beroperasi di Bandara Husein Sastranegara, Pesawat rencana yang digunakan untuk merencanakan posisi parkir pesawat pada kondisi perencanaan

Berdasarkan data pesawat komersil yang beroperasi di Bandara Husein Sastranegara, Pesawat rencana yang digunakan untuk merencanakan posisi parkir pesawat pada kondisi perencanaan

Dengan menggunakan kurva normal sebagai distribusi probabilitas lokasi high speed exit taxiway ideal untuk setiap kategori pesawat didapatkan lokasi high speed exit taxiway

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah data hasil pengamatan langsung jumlah kedatangan dan jumlah pelayanan pesawat terbang setiap satu jam di

Equivalent Annual Departure Setelah menentukan pesawat kritis yang beroperasi di bandar udara maka langkah selanjutnya adalah mengkonversi semua roda pendaratan ke