• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sedangkan anak yang berusia 12 tahun tetapi belum mencapai 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana akan tetap dapat diadili di persidangan anak

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Sedangkan anak yang berusia 12 tahun tetapi belum mencapai 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana akan tetap dapat diadili di persidangan anak"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK SEBAGAI PELAKU DALAM TINDAK PIDANA KECELAKAAN LALU LINTAS

A. Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Anak Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Permasalahan anak yang berhadapan dengan hukum baik sebagai korban (victim) maupun anak sebagai pelaku (subjek) tindak pidana, merupakan permasalahan yang sering dihadapi oleh hampir semua negara. Peradilan anak adalah suatu bentuk peradilan yang secara khusus menangani perkara pidana anak dan tergabung dalam suatu sistem, dikenal dengan sistem peradilan pidana anak untuk mengakomodir dan melindungi hak anak dalam kasus anak yang berhadapan dengan hukum.

Undang-undang sistem peradilan pidana anak yang menggantikan undang-undang pengadilan anak memberikan definisi dari anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang sudah berusia 12 tahun tetapi belum mencapai usia 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Dari definisi tersebut terlihat jelas bahwa legislatif telah menyepakati usia 8 tahun adalah usia yang belum cocok untuk dapat diminta pertanggungjawaban atas perbuatan yang telah dilakukannya, karena anak yang berusia 8 tahun masih belum mengerti apa yang dilakukannya. Sedangkan anak yang berusia 12 tahun tetapi belum mencapai 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana akan tetap dapat diadili di persidangan anak.

(2)

Dalam hal penindakan anak ada batasan usia minimal dan maksimal anak tersebut dapat dijatuhi tindakan. Batas usia anak adalah pengelompokan usia maksimal seabagai wujud kemampuan anak dalam status hukum, sehingga anak tersebut beralih status menjadi usia dewasa atau menjadi seorang subjek hukum yang dapat bertanggungjawab secara mandiri terhadap perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakan hukum yang dilakukan oleh anak itu.36

Pada Pasal 20 UU SPPA menegaskan tentang batas usia anak bahwa :

“Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Anak sebelum genap berumur 18 (delapan belas) tahun dan diajukan ke sidang pengadilan setelah Anak yang bersangkutan melampaui batas umur 18 (delapan belas) tahun, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, Anak tetap diajukan ke sidang Anak.”

Namun pada Pasal 21 UU SPPA menegaskan bahwa :

(1) Dalam hal Anak belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk :

a. Menyerahkan kembali kepada orang tua/ Wali; atau

b. Mengikutsertakanya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan.

(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan ke pengadilan untuk ditetapkan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.

(3) Bapas wajib melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan kepada Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.

(4) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Anak diniliai masih memerlukan pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan lanjutan, masa pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan.

(5) Instansi pemerintah dan LPKS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib menyampaikan laporan perkembangan anak kepada Bapas secara berkala setiap bulan.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengambilan keputusan serta program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan

36 Maulana Hasan Wadong, op.cit, hal 24.

(3)

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pengelompokan anak berdasarkan pertimbangan umur sangat penting, mengingat pada tiap tingkatan usia anak berbeda dalam tingkat kematangan anak dalam berpikir sehingga akan berbeda cara memperlakukan anak tersebut, yang terpenting seseorang tergolong dalam usia anak dalam batas bawah usia seorang anak, yaitu 0 (nol) tahun batas penuntutan 8 (delapan) tahun sampai dengan batas atas 18 tahun dan belum pernah kawin.

Pengelompokan ini, dimaksud untuk mengenal secara pasti faktor-faktor yang menjadi sebab-sebab terjadinya tanggung jawab anak dalam hal-hal berikut ini :

1. Kewenangan bertanggung jawab terhadap anak.

2. Kemampuan untuk melakukan peristiwa hukum.

3. Pelayanan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana.

4. Pengelompokan proses pemeliharaan.

5. Pembinaan yang efektif.37

Batasan dari segi usia akan sangat berpengaruh pada kepentingan hukum anak yang bersangkutan. Pertanggungjawaban pidana anak diukur dari tingkat kesesuaian antara kematangan moral dan kewajiban anak dengan kenakalan yang dilakukan anak, keadaan kondisi fisik, mental dan sosial anak menjadi perhatian.

Adanya batasan usia dimaksudkan untuk memberikan perlindungan bagi anak, karena anak merupakan sumber daya manusia dan menjadi generasi penerus bangsa di kemudian hari.38

37 Ibid, hal 26.

38 Maidin Gultom, op.cit, hal 33.

(4)

Anak yang melakukan tindak pidana atau anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat bersangkutan. Mengenai sanksi hukumnya secara garis besar sanksi tersebut ada 2 (dua) macam, dalam Pasal 69 UU SPPA, Sanksi hukuman yang berupa pidana terdiri atas pidana pokok dan pidana tambahan.

Untuk pidana pokok terdiri dari 5 (lima) macam sebagaimana telah ditetapkan Pasal 71 ayat (1) dan sanksi pidana tambahan terdiri dari 2 (dua) macam dalam Pasal 71 ayat (2) UU SPPA yaitu :

Pasal 71 UU SPPA:

(1) Pidana pokok bagi Anak terdiri atas:

a. pidana peringatan;

b. pidana dengan syarat:

1. pembinaan di luar lembaga;

2. pelayanan masyarakat; atau 3. pengawasan.

c. pelatihan kerja;

d. pembinaan dalam lembaga; dan e. penjara.

(2) Pidana tambahan terdiri atas:

a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau b. pemenuhan kewajiban adat.

(3) Apabila dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja.

(4) Pidana yang dijatuhkan kepada Anak dilarang melanggar harkat dan martabat Anak

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 72 UU SPPA:

Pidana peringatan merupakan pidana ringan yang tidak mengakibatkan pembatasan kebebasan anak.

(5)

Pasal 73 UU SPPA:

(1) Pidana dengan syarat dapat dijatuhkan oleh Hakim dalam hal pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun.

(2) Dalam putusan pengadilan mengenai pidana dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan syarat umum dan syarat khusus.

(3) Syarat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Anak tidak akan melakukan tindak pidana lagi selama menjalani masa pidana dengan syarat.

(4) Syarat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam putusan hakim dengan tetap memperhatikan kebebasan Anak.

(5) Masa pidana dengan syarat khusus lebih lama daripada masa pidana dengan syarat umum.

(6) Jangka waktu masa pidana dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3 (tiga) tahun.

(7) Selama menjalani masa pidana dengan syarat, Penuntut Umum melakukan pengawasan dan Pembimbing Kemasyarakatan melakukan pembimbingan agar Anak menepati persyaratan yang telah ditetapkan.

(8) Selama Anak menjalani pidana dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Anak harus mengikuti wajib belajar 9 (sembilan) tahun.

Pasal 74 UU SPPA:

Dalam hal Hakim memutuskan bahwa Anak dibina di luar lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf b angka 1, lembaga tempat pendidikan dan pembinaan ditentukan dalam putusannya.

Pasal 75 UU SPPA:

(1) Pidana pembinaan di luar lembaga dapat berupa keharusan:

a. mengikuti program pembimbingan dan penyuluhan yang dilakukan oleh pejabat pembina;

b. mengikuti terapi di rumah sakit jiwa; atau

c. mengikuti terapi akibat penyalahgunaan alkohol, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.

(2) Jika selama pembinaan anak melanggar syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (4), pejabat pembina dapat mengusulkan kepada hakim pengawas untuk memperpanjang masa pembinaan yang lamanya tidak melampaui maksimum 2 (dua) kali masa pembinaan yang belum dilaksanakan.

\

(6)

Pasal 76 UU SPPA:

(1) Pidana pelayanan masyarakat merupakan pidana yang dimaksudkan untuk mendidik Anak dengan meningkatkan kepeduliannya pada kegiatan kemasyarakatan yang positif

(2) Jika Anak tidak memenuhi seluruh atau sebagian kewajiban dalam menjalankan pidana pelayanan masyarakat tanpa alasan yang sah, pejabat pembina dapat mengusulkan kepada hakim pengawas untuk memerintahkan Anak tersebut mengulangi seluruh atau sebagian pidana pelayanan masyarakat yang dikenakan terhadapnya.

(3) Pidana pelayanan masyarakat untuk Anak dijatuhkan paling singkat 7 (tujuh) jam dan paling lama 120 (seratus dua puluh) jam.

Pasal 77 UU SPPA:

(1) Pidana pengawasan yang dapat dijatuhkan kepada Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf b angka 3 paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun.

(2) Dalam hal Anak dijatuhi pidana pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anak ditempatkan di bawah pengawasan Penuntut Umum dan dibimbing oleh Pembimbing Kemasyarakatan.

Pasal 78 UU SPPA:

(1) Pidana pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf c dilaksanakan di lembaga yang melaksanakan pelatihan kerja yang sesuai dengan usia Anak.

(2) Pidana pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun.

Pasal 79 UU SPPA:

(1) Pidana pembatasan kebebasan diberlakukan dalam hal Anak melakukan tindak pidana berat atau tindak pidana yang disertai dengan kekerasan.

(2) Pidana pembatasan kebebasan yang dijatuhkan terhadap Anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum pidana penjara yang diancamkan terhadap orang dewasa.

(3) Minimum khusus pidana penjara tidak berlaku terhadap Anak.

(4) Ketentuan mengenai pidana penjara dalam KUHP berlaku juga terhadap Anak sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

(7)

Pasal 80 UU SPPA:

(1) Pidana pembinaan di dalam lembaga dilakukan di tempat pelatihan kerja atau lembaga pembinaan yang diselenggarakan, baik oleh pemerintah maupun swasta.

(2) Pidana pembinaan di dalam lembaga dijatuhkan apabila keadaan dan perbuatan Anak tidak membahayakan masyarakat.

(3) Pembinaan dalam lembaga dilaksanakan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

(4) Anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya pembinaan di dalam lembaga dan tidak kurang dari 3 (tiga) bulan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.

Pasal 81 UU SPPA:

(1) Anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan perbuatan Anak akan membahayakan masyarakat.

(2) Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.

(3) Pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai Anak berumur 18 (delapan belas) tahun.

(4) Anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya pembinaan di LPKA dan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.

(5) Pidana penjara terhadap Anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir.

(6) Jika tindak pidana yang dilakukan Anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.

(8)

B. Pertanggungjawaban Tindak Pidana Anak Sebagai Pelaku Dalam Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas.

Berdasarkan kutipan E.Y. Kanter, Dkk dalam bukunya menambahkan bahwa kemampuan bertanggung jawab didasarkan pada keadaan dan kemampuan

“jiwa” (geestelijke vermogens), dan bukan pada keadaan dan kemampuan

“berfikir” (verstandelijke vermogens), dari seseorang, walaupun dalam istilah yang resmi digunakan dalam Pasal 44 KUHP adalah verstandelijke vermogens39.

Pertanggungjawaban pidana terhadap seorang anak di bawah umur, sebagai subjek pelaku yang melakukan tindak pidana, bahwa anak tersebut dapat bertanggungjawab secara pidana dengan adanya suatu proses tersendiri yang tidak sama dengan memproses orang dewasa. Hal ini Berdasarkan ketentuan UU SPPA dalam Pasal 2, pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak dilakasanakan berdasarkan asas, perlindungan, keadilan, nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, penghargaan terhadap pendapat bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, pembinaan dan pembimbingan anak proposional, perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir, dan penghindaran pembalasan.

Dalam pertanggungjawaban pidana terhadap anak di bawah umur yang telah diatur dalam KUHPidana dan diluar KUHPidana. dalam pertanggungjawaban pidana anak yang diatur dalam KUHPidana dengan dilihatnya dengan suatu perbuatan yang diatur didalam undang-undang. Sebagai dasar tersebut telah didasarkan dalam asas-asas yang berkaitan dengan

39 E.Y. Kanter, Dkk, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya, Alumni, Jakarta 1982, hal 249-250.

(9)

pertanggungjawaban pidana, yaitu berupa, asas legalitas,dan asas kesalahan, sebagaimana Andi Hamzah yang mengutif pendapat Pompe dan Jonkers, memasukan juga “melawan hukum” sebagai kesalahan dalam arti luas di samping

“sengaja” atau “kesalahan” (schuld) dan dapat dipertanggungjawabkan (toereke ningsvatbaar heid) atau istilah Pompe (toerekenbaar)40.

berdasarkan kedua asas tersebut penulis mengartikan satu persatu, yang pertama dalam pengertiannya bahwa asas legalitas mengacu pada prinsip kepentingan Hukum Acara Pidana (formal) saja. Dengan adanya hukum yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, akan tetapi apabila tidak terdapat sebelumnya pada undang-undang, maka dengan sendirinya hukum tidak bisa berlaku dan ditegakkan. Dalam kesimpulan tersebut sependapat dengan Moeljatno yang menyatakan” Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, jika tidak ditentukan terlebih dahulu dengan perundang-undangan, dalam bahasa latin (Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali). Tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu41.

Pernyataan-pernyataan tersebut memberikan penjelasan bahwa suatu aturan yang ada dengan jelas, aturan tersebut dapat merugikan orang lain, tidak dilarang, sepanjang aturan tersebut tidak ditentukan terlebih dahulu dalam peraturan undang-undang. Demikian dapat dinyatakan bahwa undang-undang merupakan kekuatan sebuah aturan yang telah ada, sebagai ketentuan dalam perbuatan yang dikatakan sebagai tindak pidana. Terkait dengan pertanggungjawaban secara yuridis yang diatur dalam KUHPidana, terdapat

40 Andi hamzah , Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta 2010, hal 112.

41 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Cet. I, Jakarta 1983, hal 23.

(10)

aturan dalam pertanggungjawaban pidana, bahwa tidak semua orang dikatakan mampu bertanggungjawab.

Seseorang tidak mampu bertanggungjawab, yang terdiri dari dua aspek yang dapat dilihat, aspek pertana :

1. Keadaan jiwanya

a) Terganggu oleh penyakit, yang terus-menerus ( temporair ) b) Mengalami cacat dalam pertumbuhan (gagu, idiot, dungu dan

sebagainya)

c) Terganggu karna terkejut, hypnotisme, amarah, yang meluap, pengaruh bawah sadar, melindur, mengigau dan sebagainnya.

Dan aspek kedua 2. Kemampuan jiwanya

a) Tidak dapat menginsyafi hakekat tindakan yang dilakaukannya b) Tidak dapat menentukan kehendaknya atas tindakan yang akan

dilakukan, dan

c) Tidak dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut.

Aspek diatas merupakan dasar ketetapan didalam menentukan seseorang yang melakukan suatu tindak pidana yang tidak dapat dimintai pertanggungjawabkan. Dalam pengertianya bahwa seseorang untuk dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukannya, dengan kedua aspek terebut tidak mengalami permasalahan, baik keadaan jiwanya dan kemampuan jiwanya.

(11)

Berkaitan dengan persoalan pertanggungjawaban seorang anak yang masih di bawah umur selain menyangkut usia sebagai hal penting seorang anak dapat dimintai pertanggungjawaban, namun kedua aspek tersebut juga merupakan tolak ukur seorang anak yang melakukan perbuatan pidana dapat dimintai pertanggungjawaban. Sedangkan dilihat dari pertanggungjawaban pidana anak di bawah umur yang terdapat diluar KUHPidana, dalam hal peraturan tentang perbuatan pidana yang dilakukan oleh seseorang yang belum dewasa, dalam pemberian hukuman sanksi pidana, tidak hanya dapat dilihat dalam ketentuan hukuman yang terdapat dalam KUHPidana sebagai hukum materil.

Perbedaan dalam pemberian sanksi terhadap seseorang yang belum dewasa dangan orang dewasa yang melakukan perbuatan pidana, dengan perbedaan tersebut, sehingga dalam peradilan pidana terhadap seseorang yang masih di bawah umur terdapat aturan perbuatan yang oleh undang-undang lainnya yang telah diaturan mengenai asas (Lex Specialis Derogat Lex Generali) tindak pidana khusus mengenyampingkan tindak pidana umum, yang telah di jelaskan dalam KUHPidana Pasal 103” perbuataan yang oleh ketentuan perundang- undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain. Artinya bahwa terhadap hukuman pidana anak, telah diatur didalam undang-undang khusus anak yang digolongkan dalam beberapa diantaranya:

1) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 3) Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

(12)

Beberapa undang-undang khusus anak yang disebutkan manjadi landasan untuk mencari kebenaran dan keadilan terhadap anak dengan menitikberatkan kepada hukum materil. Olehnya hakim perlu memperhatikan serta mengkaji pada isi surat dakwaan jaksa penuntut umum yang akan disampaikan dalam peradilan anak, dengan memperhatikan unsur-unsur dalam Pasal yang didakwakan dan putusan yang dibuat oleh jaksa penuntut umum. Dalam menentukan seorang anak di bawah umur memiliki unsur-unsur tindak pidana dan tidak, perlu melihat dari beberapa aspek, yaitu;

(1). Dilihat dari kemampuan bertanggungjawab anak yang melakukan pidana, artinya bahwa apakah anak tersebut sudah memenuhi ketentuan usia anak yang telah diatur dalam undang-undang peradilan anak,

(2.) Unsur pertanggungjawaban pidana, artinya lebih mengacu pada unsur kesalahan yang menjadi unsur penting dalam tindak pidana, untuk menentukan apakah anak tersebut dapat dipidana atau tidak. Dan aspek terakhir,

(3). Pembuktian yang didasarkan pada bukti-bukti yang akan di buktikan dalam proses peradilan anak.

Pemberian hukuman atau sanksi dan proses hukum yang berlangsung dalam kasus pelanggaran hukum oleh anak memang berbeda dengan kasus pelanggaran hukum oleh orang dewasa, karena dasar pemikiran pemberian hukuman oleh negara adalah bahwa setiap warga negaranya adalah mahkluk yang bertanggungjawab dan mampu mempertanggungjawabkan segala perbuatannya.

Sementara anak diakui sebagai individu yang belum dapat secara penuh bertanggungjawab atas perbuatannya oleh sebab itulah dalam proses hukum dan

(13)

pemberian hukuman terhadap anak yang berhadapan dengan hukum harus mendapat perlakuan khusus yang membedakannya dari orang dewasa.

Terkait dengan sanksi yang dapat diberikan kepada seorang anak di bawah umur, sebagaimana perlu diketahui bahwa seorang anak yang belum berusia dua belas (12) tahun, belum dapat diajukan ke depan persidangan anak, walaupun seorang anak tersebut telah melakukan suatu perbuatan tindak pidana.

Dikarenakan hal ini didasarkan pada pertimbangan sosiologis, psikologis dan paedagogis, bahwa anak yang belum berumur 12 (dua belas) tahun itu belum dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.42 Anak yang melakukan perbuatan tindak pidana, tidak dapat diberikan berupa sanksi tindakan dan sanksi pidana, selama anak tersebut belum berusia 12 (dua belas) tahun.

Didalam ketentuan diberlakukannya sanksi tindakan dan sanksi pidana kepada seorang anak di bawah umur, hakim memiliki hak didalam penentuan berat tidaknya pidana yang telah dilakukan oleh seorang anak tersebut untuk menentukan apakah kepada anak akan dijatuhkan pidana atau tindakan, maka hakim mempertimbangkan berat ringannya tindakan pidana yang dilakukan.

Pertanggungjawaban pidana dari anak di bawah umur perlu juga diperhatikan keadaan anak, keadaan rumah tangga orang tua/wali/orang tua asuh, hubungan antara anggota keluarga dan keadaan lingkungannya. Dan juga hakim wajib memperhatikan laporan pembimbingan kemasyarakatan”.

Ketentuan pemberian sanksi tindakan, berdasarkan belum berusia 14 (empat belas) tahun sebagaimana diatur didalam Pasal 69 ayat (2) UU SPPA

42Abintoro Prakoso, Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana Anak, Laksbang Grafika, Yogyakarta 2013, hal 88.

(14)

bahwa anak yang belum berusia empat belas (14) tahun hanya dapat dikenai sanksi tindakan, sedangkan ketentuan sanksi pidana yang diberikan kepada anak berdasarkan usia diatas 12 (dua belas) tahun dan telah sampai 18 (delapan belas) tahun. Namun telah diatur dalam Pasal 70 terkait dengan sanksi tindakan dan pidana dalam pemberian ketentuan berat ringannya keputusan hakim didalam menjatuhkan pidana, sebagaimana penjelasan,

Pasal 70 UU SPPA:

Ringannya perbuatan, keadaan pribadi anak, atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.

Usia anak merupakan hal yang sangat diperlukan dalam proses perkara pidana anak, karena merupakan hal penting didalam penentuan sanksi yang akan diberikan sebagai bentuk pertanggungjawaban anak tersebut, serta usia anak sebagai tolak ukur yang disebut sebagai anak atau bukan. Terkait dengan sanksi hukuman, Berdasarkan UU SPPA, yang di jelaskan dalam Pasal 69 ayat (1), menjelaskan tentang penentuan sanksi terhadap anak di bawah umur, yaitu berupa sanksi Tindakan dan sanksi Pidana.

Dalam hal tentang pangaturan kedua sanksi tersebut, penulis memberikan penjelasan mengenai kedua sanksi yang telah diatur dalam UU SPPA. Diawali dengan sanksi pidana, perlu diketahui bahwa pidana merupakan hukuman yang di berikan kepada subjek hukum atau pelaku yang telah melakukan suatu kesalahan atas perbuatan tindak pidana yang dilakukan dan telah terbukti secara sah dan menyakinkan. Mengenai hukuman tersebut sebagaimana telah diatur dalam Pasal 10 KUHPidana tentang hukuman yang meberikan dua pembagian berdasarkan

(15)

ketentuan pidana pokok dan pidana tambahan, secara jelas dalam Pasal 10 KUHPidana tersebut di sebutkan yang masuk dalam :

a. pidana pokok:

1. pidana mati;

2. pidana penjara;

3. pidanakurungan;

4. pidanadenda;

5. pidana tutupan.

b. pidana tambahan

1. pencabutan hak-hak tertentu;

2. perampasan barang-barang tertentu;

3. pengumuman putusan hakim.

Adanya perbedaaan yang diatur dalam UU SPPA mengenai pidana pokok dan pidana tambahan dalam peradilan anak, dengan tidak mengikuti apa yang telah di tuangkan dalam Pasal 10 KUHPidana, melainkan memiliki ketentuan pidana pokok dan pidana tambahan sendiri. Adapun ketentuan pidana pokok dalam sistem peradilan anak yang diatur dalam Pasal 71 ayat (1) dan ayat (2) pidana pokok dan pidana tambahan bagi anak yaitu terdiri dari;

(1) Pidana pokok bagi Anak terdiri atas:

a. pidana peringatan;

b. pidana dengan syarat:

1. pembinaan di luar lembaga;

2. pelayanan masyarakat; atau 3. pengawasan.

c. pelatihan kerja;

d. pembinaan dalam lembaga; dan e. penjara.

(2) Pidana tambahan terdiri atas:

a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau b. pemenuhan kewajiban adat.

Adapun dari pidana pokok dan pidana tambahan yang diatur dalam UU SPPA, dijelaskan satu persatu dalam UU tersebut dengan sebagai berikut, dimulai

(16)

dengan penjelasan pidana pokok, Pidana peringatan yang diatur dalam Pasal 72 bahwa pidana peringatan merupakan pidana ringan yang tidak mengakibatkan pembatasan kebebasan anak.

Pidana dengan syarat diatur dalam Pasal 73 ayat (1) dan sampai Pasal 77, pidana bersyarat dapat dijatuhkan oleh hakim dalam hal pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun, Pelatihan kerja diatur dalam Pasal 78 dijelaskan dalam ayat (1) dan ayat (2), bahwa pelatihan kerja dilakukan di lembaga yang melaksanakan pelatihan dengan sesuai usia anak, dan dikenakan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun, Pembinaan dalam lembaga yang dijelaskan Pasal 80 ayat (1,2,3, dan 4) dengan kesimpulan pembinaan dalam lembaga, yaitu pidana yang di lakukan di tempat pelatihan kerja yang diselenggarakan, oleh pemerintah maupun swasta.

Dengan ketentuan apabila keadaan perbuatan anak tidak membahayakan masyarakat, serta dalam pelaksanaannya paling lama 3 (tiga) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dengan ketentuan anak telah menjalani ½ ( satu perdua) dari lamanya pembinaan di dalam lembaga dan tidak kurang dari tiga bulan berkelakuan baik, mendapatkan pembebasan bersyarat, pidana penjara dalam pengaturan penempatan pidana anak di tempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak selanjutnya di tulis (LKPA), sebagai mana telah di jelaskan dalam Pasal 81 ayat (1) UU SPPA,” Menjelaskan bahwa anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan perbuatan anak akan membahayakan masyarakat”.

LPKA merupakan tempat dimana seorang anak yang menjalani hukumn penjara, adapun terkait tidak adanya LPKA pada suatu daerah tempat seorang

(17)

anak menjalani pidana penjara, terkait dengan itu, maka seorang anak dapat ditempatkan ke Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) dewasa dengan berdasarkan rekomendasi dari pembibing kemasyarakatan. Dalam Pasal 86 ayat (3)”. Dalam hal tidak terdapat lembaga pemasyarakatan pemuda, kepala LPKA dapat memindahkan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) kelembaga pemasyarakatan dewasa berdasarkan rekomendasi dari pembimbing kemasyarakatan.

Terkait dengan ketentuan pidana pokok terhadap anak di bawah umur, yang diatur didalam UU SPPA, memberikan kejelasan terkait anak yang mendapatkan sanksi Pidana tambahan yang di atur dalam Pasal 71 ayat (2) yang terdiri dari;

a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, atau b. pemenuhan kewajiban adat

Setelah diatas telah dijelaskan sanksi pidana terhadap anak di bawah umur, selanjutnya penulis menjelaskan tentang sanksi yang kedua yaitu sanksi tindakan anak di bawah umur. Sebagaimana sanksi tindakan merupakan salah satu sanksi yang dapat diberikan kepada anak di bawah umur.

Sanksi tindakan telah diatur dalam UU SPPA, dalam Pasal 82 ayat (1) tindakan yang dapat dikenakan kepada anak meliputi:

a. pengembalian kepada orang tua /wali b. penyerahan kepada seseorang

c. perawatan di rumah sakit jiwa d. perawatan di LPKS

e. kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta.

f. Pencabutan surat izin mengemudi; dan/ atau g. Perbaikan akibat tindakan pidana.

(18)

Dalam penentuan sanksi tindakan anak di bawah umur yang disebutkan diatas telah dijelaskan dalam Pasal 82 dengan ketentuan yang di jelaskan dalam tindakan ayat (2) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, huruf f dikenakan paling lama 1 (satu) tahun. Sedangkan dalam penjelasan ayat (3) tindakan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh Jaksa penuntut umum dalam tuntutannya, kecuali tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun. Ayat (4), ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

Adapun tambahan tentang penjelasan mengenai yang diataur dalam Pasal 82 huruf b, huruf c, dan huruf g, yang di jelaskan dalam Pasal 82 ayat (1) huruf b menentukan bahwa seseorang tersebut adalah orang dewasa yang dinilai cakap, berkelakuan baik, dan bertanggungjawab dan dipercaya oleh anak dan penyerahan itu dilakukan oleh hakim.

Pasal 82 ayat (1) huruf c yang menyatakan bahwa anak diberikan perawatan di rumah sakit jiwa, memberikan artian bahwa anak tersebut mengalami gangguan jiwa atau penyakit jiwa. Sedangkan dalam huruf g, terhadap anak yang berkonflik dengan hukum diberikan sanksi tindakan, dengan perbaikan akibat tindak pidana, maksunya adanya perbaikan terhadap kerusakan yang disebabkan perbuatan yang dilakukan oleh anak dalam tindakannya, dan mengembalikan kondisi semula sebelum adanya tindak pidana yang terjadi.

Dari uraian di atas mengenai pertanggungjawban pidana oleh anak di bawah umur yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang dalam kecelakaan

(19)

lalulitas, serta beberapa bentuk sanksi yang dapat di terapkan berdasarkan ketentuan usia anak, yaitu berumur 14 tahun, sebagaimana adanya keharusan melihat usia dalam penentuan sanksi yang telah diatur dalam UU No 11 Tahun 2012, dalam Pasal 69 ayat (2) yang menentukan dua sanksi dalam penerapan pertanggungjawaban seseorang yang di sebut anak, berupa sanksi tindakan dan sanksi pidana ,yang masing-masing memiliki dasar berlakunya dengan ketetapan usia anak tersebut. Adapun dalam ketentuan pidana pokok dan pidana tambahan yang diatur dalam UU No 11 Tahun 2012, mengatur sebagai berikut;

Pidana pokok bagi Anak terdiri atas:

a. pidana peringatan;

b. pidana dengan syarat:

1. pembinaan di luar lembaga;

2. pelayanan masyarakat; atau 3. pengawasan.

c. pelatihan kerja;

d. pembinaan dalam lembaga; dan e. penjara.

Pidana tambahan terdiri atas:

a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau b. pemenuhan kewajiban adat.

Dengan demikian pertanggungjawaban pidana terhadap anak yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang dalam tindak pidana kecelakaan lalu lintas dapat diajukan ke depan peradilan dan dapat dimintai pertanggungjawaban dengan berdasarkan ketentuan yang telah diatur dalam UU No 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak dan, telah diatur ketentuan hukum pidana dengan ½ (satu perdua) hukuman dari orang dewasa.

Referensi

Dokumen terkait

Perkembangan psikologis pada anak usia dini adalah bahwa anak usia dini dapat menyalurkan kelebihan energi atau perasaan yang terpendam dalam dirinya dengan

Pembelajaran bahasa Arab dapat dimulai sejak usia dini karena anak usia dini cenderung lebih kuat ingatannya akan sesuatu. Anak usia dini secara umum adalah anak-anak