1. Hidup dan Martabat Manusia Dicipta Secitra dengan Allah
Martabat manusia mendapat peran yang penting dalam pelbagai bidang kehidupan karena menjadi dasar filosofis dari hak manusia. Martabat manusia inilah yang membedakan manusia dari ciptaan lainnya sekaligus juga menjadi dasar bagi kesamaan antarmanusia. Maka, martabat manusia menjadi nilai dasar dan sumber yang mengalirkan nilai-nilai yang lainnya.1
Sampai sekarang, dasar martabat manusia yang paling banyak diterima berasal dari pandangan religius yaitu manusia adalah ciptaan Allah.2 Allah itu maha baik. Maka, pada dasarnya apa pun ciptaan-Nya itu, semuanya selalu baik karena karya Allah tidak mungkin bertentangan dengan diri-Nya sendiri. Sementara itu, semua manusia dipercaya sebagai ciptaan Allah yang paling luhur dibandingkan dengan ciptaan lainnya karena manusia diciptakan sebagai gambar dan citra Allah. Oleh karena itu, manusia memang mempunyai martabat yang lebih mulia dari ciptaan lainnya tetapi sama di antara sesama manusia.
Konsili Vatikan II mengemukakan gagasan tentang nilai dasar kemanusiaan dengan mengembangkan gagasan dasar manusia sebagai citra Allah. Gaudium et Spes mengungkapkan gagasan tentang kemanusiaan yang baru. Kemanusiaan menjadi takaran baru bagi sosialitas aktual dunia dewasa ini. Kemanusiaan di sini bukan hanya berdasarkan kemanusiaan biasa, melainkan berdasarkan keluhuran harkat dan martabat manusia. Kesatuan manusia dengan Sang Pencipta menyalurkan kekudusan dalam diri manusia. Manusia merupakan suatu kesatuan lahir dan batin, kesatuan antara tubuh, jiwa dan roh. Peran akal budi dan hati nurani manusia juga menyadarkan manusia akan tanggung jawabnya dalam hidup dan penunaian kewajiban keagamaannya.3
2. Sakralitas dan Kualitas Hidup
Hidup manusia dilukiskan sebagai anugerah istimewa dari Allah, Sang Pencipta. Manusia berada dalam perlindungan Pencipta dan diciptakan sesuai dengan citra-Nya. Sebagai citra Sang Pencipta, manusia bermartabat luhur. Hidup setiap manusia berharga di hadapan Allah. Hidup manusia itu menjadi berharga karena telah direncanakan dalam bingkai dan tatanan keselamatan.
Kehadiran ilahi Sang Pencipta tampak dalam diri manusia sebab hidup dianugerahkan oleh-Nya.
Maka dari itu, kemuliaan ditemukan pula dalam hidup manusia. Untuk itu, manusia diminta untuk tidak membunuh sesamanya (Kel 20:13). Dengan demikian, hidup manusia sebagai bentuk anugerah kasih dari Allah adalah kudus.4
Kenyataan bahwa hidup itu adalah milik Allah dan bukan milik manusia memberikan
‘hidup’ sifat yang tidak dapat diganggu gugat dan tidak dapat disentuh, yakni sakral. Untuk itu,
1 Kusmaryanto Bioetika, hlm. 55.
2 Kusmaryanto Bioetika, hlm. 53.
3 Konsili Vatikan II, “Konstitusi Pastoral Tentang Gereja di Dunia Dewasa Ini” Gaudium et Spes (GS), dalam Dokumen Konsili Vatikan II, diterjemahkan oleh R. Hardawiryana (Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI- Obor, 1993), no. 12-17.
4 Bioetika sebuah pengantar, hlm. 30.
dalam Piagam Bagi Pelayan Kesehatan dikatakan bahwa kegiatan medis dan reksa kesehatan merupakan pelayanan yang harus penuh dengan kewaspadaan dan sikap melindungi sifat sakral itu. Pelayan kesehatan ini adalah suatu profesi yang membela nilai non-instrumental (kesakralan hidup) hidup manusiawi dalam dirinya. Artinya, apa yang dilakukan bukan sehubungan dengan kepentingan lain, melainkan hanya dengan Allah.5
Pembicaraan tentang hidup manusia di sini tidak hanya menyangkut masalah tubuh.
Kualitas hidup manusia tidak dapat direduksi menjadi tubuh saja, sebab hidup manusia terpaut dengan keberadaan manusia sebagai ciptaan yang mampu bertanya apakah artinya memiliki hidup dan makna hidup di balik kematian. Hidup manusia juga mengenal etika, kebebasan, tanggung jawab, hati nurani, dan hidup bersama dengan yang lain sebagai makhluk sosial.
Anugerah yang diterima dari kebaikan Tuhan menuntut pertanggungjawaban dilihat dari seluruh kualitas hidup manusia itu dalam perjalanan hidupnya. Tanggung jawab merupakan salah satu kekhasan manusia sebagai makhluk yang berakal budi dan berhati nurani. Dengan pertanggungjawaban itu, yang ingin dicapai adalah pemenuhan sukacita dan kebahagiaan abadi bersama Sang Pencipta.6
5 Piagam Bagi Pelayan Kesehatan, no. 43.
6 Bioetika sebuah pengantar, hlm. 31.