• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KASUS “BRONKOPNEUMONIA DAN DOWN SINDROM”

N/A
N/A
faidah farihatul fajriyah

Academic year: 2023

Membagikan "LAPORAN KASUS “BRONKOPNEUMONIA DAN DOWN SINDROM”"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

“BRONKOPNEUMONIA DAN DOWN SINDROM”

PEMBIMBING:

dr. Dian Rahma Ekowati, Sp.A

DISUSUN OLEH:

Kurrotul Aini 2019730054

KEPANITERAAN KLINIK STASE PEDIATRI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEKARWANGI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2023

(2)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah Shubhanahuwaa Ta’ala yang telah memberikan rahmat, anugerah dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan topik yaitu “Bronkopneumonia dan Down Syndrom” dengan tepat waktu. Shalawat serta salam senantiasa terlimpah curah kepada junjungan kita yaitu Nabi Muhammad Shallahu’alaihi wasallam. Yang kita nanti- nantikan syafa’atnya diakhirat kelak.

Terselesaikannya laporan kasus ini tentu tidak terlepas dari dukungan, motivasi, saran, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya terutama kepada dr. Dian Rahma Ekowati, Sp.A sebagai dokter pembimbing yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk membimbing kami selama berlangsungnya kepaniteraan klinik stase pediatri ini.

Penulis tentu menyadari bahwa laporan ini masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun agar dapat lebih baik lagi kedepannya. Demikian laporan ini dibuat, semoga laporan ini dapat menambah wawasan terutama bagi penulis dan bagi para pembacanya. Terima kasih.

Sukabumi, 04 Oktober 2023

Kurrotul Aini

(3)

BAB I STATUS PASIEN

1. IDENTITAS

1.1. Identitas Pasien

 Nama : An. D

 Jenis Kelamin : Perempuan

 Tanggal lahir : 28 Oktober 2021

 Usia : 1 tahun – 11 bulan – 29 hari

 Agama : Islam

 N. Rekam Medis : 678xxx

 Alamat : Cisarua, Mekarsari, Sukabumi

 Tanggal Masuk RI : 24 Oktober 2023

 Tanggal Pemeriksaan : 25 Oktober 2023

 Ruang Rawat Inap : Ade Irma Suryani lantai 1

1.2. Identitas Orangtua Pasien

Ayah Ibu

 Nama : Tn. Y

 Usia : 37 tahun

 Agama : Islam

 Suku : Sunda

 Hubungan : Ayah kandung

 Pendidikan : SMA

 Pekerjaan : Wiraswasta

 Penghasilan : + 4000.000/bulan

 Alamat : Cisarua, Mekarsari, Sukabumi

 Nama : Ny. D

 Usia : 30 tahun

 Agama : Islam

 Suku : Sunda

 Hubungan : Ibu kandung

 Pendidikan : SD

 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

 Penghasilan : -

 Alamat : Cisarua, Mekarsari, Sukabumi.

(4)

2. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 25 Oktober 2023 serta mendapatkan data sekunder melalui data rekam medis Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sekarwangi.

KELUHAN UTAMA Demam

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Sekarwangi dibawa oleh ibunya dengan keluhan demam. Demam dirasakan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan naik turun sepanjang hari. Naik turunnya demam tidak spesifik . Demam tak kunjung membaik sehingga ibu pasien segera membawa pasien ke rumah sakit. Riwayat kejang, mual, muntah, nyeri menelan, mimisan, ruam pada kulit, keringat dimalam hari selama demam disangkal oleh ibu pasien.

Ibu pasien mengatakan keluhan demam disertai dengan batuk. Batuk berdahak terjadi terus menerus tanpa disertai dengan darah. Dahak sulit untuk dikeluarkan. Batuk disertai dengan pilek. Penurunan berat badan disangkal.

Setelah 2 hari demam, batuk dan pilek kemudian muncul keluhan sesak.

Pasien terlihat sesak dan nafasnya tidak teratur. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien sebelumnya pernah mengalami keluhan yang serupa kurang lebih satu tahun yang lalu tepatnya pada bulan Oktober. Riwayat penyakit kejang dan/atau disertai demam, asma, TB paru, disangkal oleh ibu pasien.

Kesan: pasien memiliki keluhan yang sama sebelumnya (+)

(5)

RIWAYAT PENGOBATAN

Pasien belum mendapatkan pengobatan apapupun terkait keluhannya. Saat ini pasien sedang dalam pengobatan thyroid serta sedang menjalankan fisioterapi untuk terapi bicara dan berjalan.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang serupa dengan pasien seperti demam, batuk, pilek dan sesak nafas. Riwayat TB atau sedang menderita TB disangkal oleh ibu pasien. Ibu pasien mengatakan saudara kandung dari pihak ayah pasien menderita down syndrom seperti anaknya saat ini.

Kesan : Dikeluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang serupa.

Pasie n me milik i ket urunan kela ina n genet ik dari pihak keluarga aya h.

RIWAYAT ALERGI

Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan, obat-obatan, cuaca maupun debu.

RIWAYAT MAKANAN / NUTRISI

 Usia 0-6 bulan : ASI

 Usia 6-12 bulan: ASI, Susu formula dan makanan pendamping ASI (MPASI) yaitu makanan instan SUN 3x sehari. Buah dan sayur jarang.

 Usia 12 bulan - sekarang : Susu formula, minum air rumah, makanan seperti nasi dengan lauk tahu, tempe, telur dengan frekuensi 3x sehari namun porsi sedikit. Tidak suka makan daging seperti daging ayam.

 Sebelum sakit : Makan 3x/hari dengan menu biasanya seperti nasi, bubur dengan lauk seperti tahu, tempe dan telor. Minum susu tidak terlalu banyak.

 Saat sakit : Makan sedikit dan jarang minum bahkan 3 hari awal sakit tidak mau makan dan minum.

(6)

RIWAYAT PSIKOSOSIAL

Pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. Pasien tinggal dengan kedua orangtua, dan kakaknya. Ibu pasien seorang ibu rumah tangga sedangkan ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta dengan pendapatan perbulan ± 4000.000/ bulan dan tidak ada penghasilan tambahan.

Berdasarkan keterangan dari ibu pasien, pasien tinggal di lingkungan yang padat penduduk dimana antar rumah hanya berjarak kurang lebih 3-5 meter. Jalan menuju rumahnya hanya dapat dilalui dengan sepeda motor. Ibu pasien tidak mengetahui ukuran rumahnya namun dalam satu rumah tersebut terdapat 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, ruang tamu, dan dapur. Sumber air berasal dari sumur galian yang jaraknya kurang lebih 3 meter dari rumah pasien dan jarak septic tank yang jauh.

Ayah pasien merupakan perokok aktif. Merokok dengan 1 bungkus perharinya. Terkadang ayah pasien suka merokok di dalam rumah tapi lebih sering di luar rumah.

Kesan : Pasien termasuk dalam golongan ekonomi kebawah, sirkulasi rumah yang kurang baik, dan ayah perokok aktif.

RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN

 Kehamilan

Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Tidak terdapat riwayat keguguran sebelumnya. Ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya setiap satu bulan sekali ke bidan. Usia kehamilan 9 bulan. Sejak kehamilan ibu pasien mengatakan tidak memiliki keluhan apa-apa. Ibu pasien mengkonsumsi tablet tambah darah yang diberikan oleh bidan selama masa kehamilannya.

(7)

 Persalinan

Pasien dilahirkan secara spontan di RS dengan posisi kaki bayi keluar duluan dengan usia kehamilan 9 bulan. Pasien lahir dengan berat badan normal 2700 gram dan panjang badan 51 cm.

Anak ke

Jenis kelamin

Tahun lahir

Jenis persalinan

Penolong persalinan

Berat badan

lahir

Panjang badan

2 Perempuan 2022 Normal RS 2700

gram

51 cm

Kesan : Kehamilan cukup bulan, selama hamil tidak memiliki keluhan apa-apa, persalinan normal.

RIWAYAT IMUNISASI

Berdasarkan keterangan ibu pasien, pasien sudah mendapatkan imunisasi Hepatitis B, polio, BCG, DPT dan campak. Namun ibu pasien lupa pada usia berapa saja anaknya sudah dilakukan imunisasi.

Kesan : Imunisasi pasien sudah lengkap.

RIWAYAT TUMBUH KEMBANG

Pasien saat ini berusia 24 bulan, tahapan perkembangan pasien berdasarkan anamnesis adalah belum mengeluarkan kata-kata, duduk, merangkak dan berdiri. Berdasarkan milestone Denver sesuai usianya adalah sebagai berikut:

(8)
(9)

Berdasarkan milestone Denver sesuai usianya adalah sebagai berikut:

Personal sosial Motorik halus Menyuapi boneka

Gosok gigi dengan bantuan

Menara dari 4 kubus

Bahasa Motorik kasar

Menunjuk gambar Kombinasi kata

Berjalan naik tangga Menendang bola kedepan

Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien terhambat, tidak sesuai usianya.

3. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda-tanda vital

Denyut nadi : 120 x/menit

Laju pernapasan : 24 x/menit

Suhu : 37°C

Saturasi O2 : 97%

Status Antropometri

Berat Badan : 7,5 kg

Tinggi Badan : 69 cm

IMT : BB = 7,5 = 15,7 kg/m2

TB2 0,692

(10)

Status Gizi

Status Gizi (interpretasi menggunakan kurva CDC-NCHS)

BB/U : 60-80%  Berat badan kurang

TB/U : 70-89  Tinggi kurang

BB/TB : 90-110  Normal

Gambar 1.1 Kurva BB/U

(11)

Gambar 1.2 Kurva TB/U

(12)

Gambar 1.3 Kurva BB/TB

(13)

Status Generalisata

Kepala : Microcephaly, rambut rontok (-) Mata : Palpebra: Tidak ada edema

Konjungtiva: Anemis (-/-) Sklera: Ikterik (-/-)

Telinga : Normotia, sekret (-/-)

Hidung : Normonasi, sekret (-/-), perdarahan (-/-), hiperemis (-/-), pernapasan cuping hidung (-/-).

Mulut : Mukosa bibir basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-) Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

Paru

Inspeksi : dinding thoraks simetris, retraksi (-) Palpasi : simetris

Perkusi : Tidak dilakukan dikarenakan anak tidak koperatif Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi (+/+), wheezing (-/-) Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat Palpasi : Nyeri tekan (-)

Perkusi : Tidak dilakukan dikarenakan anak tidak koperatif Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar

Auskultasi : bising usus dalam batas normal

Perkusi : Tidak dilakukan dikarenakan anak tidak koperatif Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), turgor baik

Ektremitas Ektremitas (Superior &

Inferior)

: Akral dingin (-/-), CRT < 2 detik (+/+)

Kulit : Teraba hangat, tidak terlihat adanya ruam kemerahan

(14)

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 24 Oktober 2023

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal HEMATOLOGI

HB (Hemoglobin) 11,5 Gr% 12-14

Jumlah Leukosit 17,090 /mm3 4000-11000

Trombosit 516.000 /mm3 150000-400000

HITUNG JENIS LEUKOSIT/DIFF

Eosinofil 0

Basofil 0

Batang 0

Segmen 65

Limfosit 29

Monosit 4

Hematokrit/PVC 38 % 36-46

Hasil Pemeriksaan Rontgen Thorax Tanggal 24 Oktober 2023

Hasil Expertise:

o Trachea di tengah o Cor tidak membesar o Sinus tajam

o Pulmo hilli kasar

o Tampak infiltrat progresif baru pada kedua paru

(15)

Kesan Foto Thorax:

o Gambaran paru brochopneumonia o Tidak tampak kardiomegali 5. RESUME

An. D, Perempuan usia 2 tahun dibawa oleh ibunya ke IGD RSUD Sekarwangi pada tanggal 24 Oktober 2023 dengan keluhan demam sejak 1 minggu SMRS. Demam dirasakan naik turun sepanjang hari. Naik turunnya demam tidak spesifik . Demam tak kunjung membaik sehingga ibu pasien segera membawa pasien ke rumah sakit. Riwayat kejang, mual, muntah, nyeri menelan, mimisan, ruam pada kulit, keringat dimalam hari selama demam disangkal oleh ibu pasien. Keluhan demam disertai dengan batuk. Batuk berdahak terjadi terus menerus tanpa disertai dengan darah. Dahak sulit untuk dikeluarkan. Batuk disertai dengan pilek. Penurunan berat badan disangkal. Setelah 2 hari demam, batuk dan pilek kemudian muncul keluhan sesak. Pasien terlihat sesak dan nafasnya tidak teratur. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Pasien sebelumnya pernah mengalami keluhan yang serupa kurang lebih satu tahun yang lalu tepatnya pada bulan Oktober. Riwayat penyakit kejang dan/atau disertai demam, asma, TB paru, disangkal oleh ibu pasien.

Pasien belum mendapatkan pengobatan apapun terkait keluhannya. Saat ini pasien sedang dalam pengobatan thyroid serta menjalankan rehabilitasi terapi bicara dan berjalan. Dikeluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang serupa. Keluarga pihak ayah menderita down syndrom seperti pasien saat ini

Pasien termasuk dalam golongan ekonomi kebawah, sirkulasi rumah yang kurang baik, dan ayah perokok aktif. kehamilan cukup bulan, selama hamil tidak memiliki keluhan dan riwayat persalinan normal. Riwayat imunisasi pasien sudah lengkap. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien terhambat, tidak sesuai usianya.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, pemeriksaan TTV didapatkan hasil dalam batas normal. Pada pemeriksaan status generalisata didapatkan kepala microchepaly (+), dan suara paru terdapat rhonki (+/+).

Pada pemeriksaan penunjang yaitu telah dilakukan pemeriksaan darah dan didapatkan Leukosit 17.090/mm3 dan trombosit 516.000/mm3. Pada pemeriksaan rongent thorax, didapatkan gambaran bronkopneumonia.

(16)

5.1. Diagnosis Diagnosis

Bronkopneumonia

Down Syndrom

1.1. Tatalaksana

Farmakologi Non Farmakologi

IGD (tanggal 24 October 2023)

 D ½ 15 cc/jam

 Paracetamol 3 x 80 mg (bila suhu

>38C)

 Nebu Nacl + combivent / 8 jam

 Cefotaxime 3 x 250 mg

 Rawat inap

 Observasi TTV dan KU

 Edukasi orangtua pasien untuk memberikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering secara bertahap

 Edukasi orangtua pasien untuk memberikan minuman sedikit demi sedikit

 Edukasi orangtua pasien untuk Mencuci tangan dengan air dan sabun setiap hendak

memegang pasien

Jendela rumah dibuka setiap pagi hari agar udara segar masuk kedalam rumah

sehingga sirkulasi rumah baik

 Hindari memberi minum anak dengan posisi tertidur karena dapat menyebabkan anak tersedak

 Hindari anak dari asap rokok

 dan dianjurkan untuk merokok diluar rumah Bangsal (tanggal 25 Oktober 2023)

 Paracetamol 3 x 80 mg (bila suhu

>38C)

 Nebu Nacl + combivent / 8 jam

 Cefotaxime 3 x 250 mg

(17)

5.2. FOLLOW UP

SOAP 26 Oktober

2023

S: Ibunya mengatakan batuk ananknya berkurang, sudah tidak demam serta nafas sudah membaik.

O: - Keadaan Umum : Tampak sakit ringan - Kesadaran : Compos Mentis

- Denyut Nadi : 112x/menit - Laju pernafasan : 24x/menit - Suhu : 36,7°C

- SpO2 : 99%

- Status Generalisata : kepala microchpali (+), retraksi dada (-), suara rhonki (-)

A:

 Diagnosis klinis : Bronkopneumonia, Down syndrom P:

 Cefixim 2x30 mg

 Paracetamol 4x80 mg

 Pasien dibolehkan pulang

9. PROGNOSIS

 Quo ad vitam : ad bonam

 Quo ad functionam : dubia ad bonam

 Quo ad sanationam : dubia ad bonam

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.4. BONKOPNEUMONIA 1. Definisi

Bronkhopneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit Pneumonia. Bronchopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah dari parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing.

Bronkopenumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi pada bronkus sampai dengan alveolus paru. Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis atau peradangan pada parenkim paru yang terfokus pada area bronkiolus yang menyebabkan terbentuknya eksudat mukopurulen sehingga terjadi obstruksi saluran napas dan konsolidasi yang merata ke lobulus yang berdekatan.

Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer.

2. Epidemiologi

Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah 5 tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara.

Berdasarkan laporan UNICEF dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2015, ada sekitar 20.000 balita di Indonesia meninggal karena pneumonia.

Salah satu jenis pneumonia yang sering dialami anak adalah bronkopneumonia.

(19)

Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi, biasanya sering disebabkan oleh bakteri streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza yang sering ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi.

Berdasarkan data WHO, kejadian infeksi pneumonia di Indonesia pada balita diperkirakan antara 10-20% pertahun. Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan risiko kematian yang tinggi. Sedangkan di Amerika, pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak dibawah umur 2 tahun. Insiden pneumonia pada anak ≤5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun.

Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian pertahun pada anak balita dinegara berkembang.

Di Indonesia berdasarkan profil kesehatan Indonesia pada tahun 2021 pneumonia dan diare masih menjadi penyebab kematian terbanyak pada masa post neonatal (29 hari – 11 bulan) yaitu sebesar 14,4%. Sedangkan untuk kelompok anak balita (12-59 bulan) sebesar 9,4%.kematian karena pneumonia. Angka kematian akibat pneumonia pada kelompok bayi lebih tinggi hampir dua kali lipat dibandingkan pada kelompok anak umur 1 – 4 tahun.

(20)

Gambar 2.2 Penyebab kematian balita di Indonesia

Gambar 2.3 Penyebab kematian balita di Indonesia

3. Etiologi

Bronkopneumoni dapat disebabkan oleh beberapa factor penyebab diantaranya:

a. Faktor Infeksi

 Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).

 Pada bayi: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus, Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.

 Pada anak-anak: Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV, Mycoplasma pneumonia, Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosi.

 Pada anak besar dewasa muda: Mycoplasma pneumonia, C.

trachomatis, Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis.

b. Faktor Non Infeksi

Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi:

 Bronkopneumonia hidrokarbon yang terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung

(21)

4. Klasifikasi

Berdasarkan bakteri penyebab:

 Pneumonia bakteri/tipikal.

Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.

 Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia.

 Pneumonia virus

 Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)

Berdasarkan predilkesi infeksi:

 Pneumonia lobaris, merupakan pneumonia yang terjadi pada satu lobus

 Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai dengan bercak- bercak infeksi pada berbagai tempat diparu, baik kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau atau bakteri dan sering terjadi pada anak-anak maupun dewasa.

 Pneumonia interstitial 5. Patogenesis

Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.

Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, sel goblet akan menghasilkan mukus untuk menangkap kontaminan tersebut.

(22)

Silia yang berada diatas lapisan epitel akan membentuk system elevator siliar untuk mendorong partikel kontaminan kearah atas menuju saluran respiratori proksimal lalu ke tenggorokan agar kontaminan itu dapat dikeluarkan dari saluran respiratori. Reflex batuk dan mukosilier aparatus.

Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A local dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, immunoglobulin makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.

Sel-sel polimorfonuklear dalam darah dan makrofag jaringan akan mematikan kuman-kuman, serta IgA disekresikan dan dialirkan ke cairan saluran respiratori atas untuk perlindungan paru terhadap infeksi dan sebagai fasilitator pembentukan zat penetral virus. Ketika sistem imunitas sedang mengalami penurunan, mikroorganisme akan lebih mudah masuk dengan cara terhisap ke paru perifer melalui saluran napas dan jaringan saluran napas bereaksi dengan edema yang mempermudah proliferasi dan konsolidasi kuman. Secara patologis, bronkhopneumonia dalam perjalanan penyakitnya akan menjalani beberapa stadium, yaitu:

 Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)

Yaitu hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator tersebut mencakup histamine dan prostaglandin.

Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.

Komplemen bekerja sama dengan histamine dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.

Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.

(23)

Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen .

 Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

 Stadium III (3-8 hari berikutnya)

Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

 Stadium IV (7-11 hari berikutnya)

Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

(24)

6. Diagnosis

Bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan gejala klinik. Gejala-gejala klinis tersebut antara lain:

 Adanya retraksi epigastrik, interkostal, suprasternal

 Adanya pernapasan yang cepat dan pernapasan cuping hidung

 Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari

 Demam, dispneu, kadang disertai muntah dan diare

 Batuk biasanya tidak pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk, beberapa hari yang mula-mula kering kemudian menjadi produktif

 Pada auskultasi ditemukan ronkhi basah halus nyaring

 Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan adanya leukositosis dengan predominan PMN

 Pada pemeriksaan rontgen thoraks ditemukan adanya infiltrat interstitial dan infiltrat alveolar serta gambaran bronkopneumonia

WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan:

1) Bronkopneumonia sangat berat: bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.

2) Bronkopneumonia berat: bila dijumpai retraksi tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.

3) Bronkopneumonia: bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat yakni >60 x/menit pada anak usia kurang dari dua bulan; >50 x/menit pada anak usia 2 bulan-1 tahun; >40 x/menit pada anak usia 1-5 tahun.

4) Bukan bronkopneumonia: hanya batuk tanpa adanya gejala dan tanda seperti di atas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotik.

(25)

Diagnosis dapat ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala klinis berikut:

a) Trias bronkopneumonia:

o Sesak napas disertai dengan pernapasan cuping hidung dan retraksi dinding dada.

o Demam dengan suhu 39-400C

o Ronkhi basah, halus, nyaring (crackles)

b) Gambaran darah menunjukkan leukositosis umumnya 15.000- 40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri dan peningkatan LED.

c) Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus.

Pada pemeriksaan penunjang pasien pneumonia, dapat ditemukan leukosit normal ataupun meningkat. Pada pasien, leukosit ditemukan dalam batas normal.

Secara umum, gambaran foto toraks pasien pneumonia terdiri dari:

Infiltrat interstitial, ditandai dengan adanya peningkatan corakan bronkovaskuler, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.

Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.

Konsolidasi dapat mengenai 1 lobus paru disebut pneumonia lobaris, atau dapat terlihat seperti bentuk tunggal dengan batas tidak terlalu tegas menyerupai tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.

Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata di kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrate yang dapat meluas hingga bagian perifer disertai dengan peningkatan corakan paru.

Diagnosis pasti dilakukan dengan idientifikasi kuman penyebab pneumonia.

Identifikasi kuman penyebab dapat dilakukan melalui:

1) Kultur sputum/bilasan cairan lambung

2) Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus 3) Deteksi antigen bakteri

(26)

7. Penatalaksanaan

 Tatalaksana Suportif

Tindakan suportif seperti pemberian cairan IV, terapi oksigen, koreksi gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk demam diberikan antipiretik. Pasien dengan saturasi oksigen <92% harus diberikan terapi oksigen dengan nasal kanul atau sungkup untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%.

 Pemberian Antibiotik. Usia Derajat

Pneumonia

Terapi Durasi

Anak- anak

Tidak ada retraksi dinding dada Tidak ada tanda

bahaya

Oral amoksisilin:

40mg/kgbb/12 jam (80mg/kgbb/hari), dosis maksimal 3 gram/hari

5 hari

3 hari di daerah prevalensi HIV rendah

2-59 bulan

Ada retraksi dinding dada

Oral amoksisilin:

40mg/kgbb/12 jam (80mg/kgbb/hari)

5 hari

2-59 bulan

Pneumonia berat HIV (-)

Lini pertama

 Ampicillin: 50 mg/kg, atau benzyl penicillin: 50.000 unit/kgbb/6 jam IM/IV

 Gentamicin: 7.5 mg/kgbb/24 jam IM/IV Lini kedua

 Ceftriakson 50- 100 mg/kg/bb/hari tiap 12-24 jam, dosis maksimal 2 gram/hari

Minimal 5 hari

(27)

 Kriteria pulang

o Gejala dan tanda pneumonia menghilang o Asupan peroral adekuat

o Pemberian antibitoik dapat diteruskan di rumah

o Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol o Kondisi dirumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan

8. Preventif dan Promotif

Mencegah pneumonia pada anak adalah komponen penting dalam strategi mengurangi mortalitas pada anak. Imunisasi Hib, pneumococcus, campak, dan pertusis merupakan tindakan efektif dalam mencegah pneumonia. Pemberian nutrisi adekuat meningkatkan dapat meningkatkan kekebalan tubuh, hal ini bisa dilakukan dengan pemberian ASI ekslusif.

Menghindari faktor lingkungan seperti polusi udara dan tetap menjaga higenitas terutama di rumah padat penduduk bisa dilakukan.15

9. Prognosis

Sebagian besar anak-anak sembuh dari pneumonia dengan cepat dan lengkap, meskipun kelainan radiografi dapat bertahan selama 6-8 minggu.

Pada beberapa anak, gejala dapat berlangsung lebih lama dari 1 bulan atau mungkin berulang. Dalam kasus seperti itu, kemungkinan penyakit yang mendasarinya harus diselidiki lebih lanjut.

(28)

2.4. Down Syndrom a. Definisi

Sindrom Down atau Down Syndrome merupakan kelainan genetik disebabkan oleh kelebihan kromosom 21 yang memiliki tiga kromosom (trisomi 21).

Kelebihan kromosom pada penderita Down Syndrome mengubah keseimbangan genetik tubuh dan mengakibatkan perubahan karakteristik fisik dan kemampuan intelektual, serta gangguan dalam fungsi fisiologi tubuh

b. Epidemiologi

Data epidemiologi menunjukkan bahwa kejadian Down syndrome meningkat seiring bertambahnya usia ibu ketika hamil. Meski demikian, dengan perkembangan zaman dan dunia medis, tingkat disabilitas dan tingkat kematian pasien Down syndrome menurun secara bertahap dari tahun ke tahun. Di seluruh dunia, prevalensi kasus Down syndrome diperkirakan mencapai 1.579.784 pada tahun 2019. Menurut data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS), data kasus Down syndrome dari 2.488 rumah sakit ditemukan sebanyak 1.657 kasus pada tahun 2015. Data tahun 2016 dari 2.598 rumah sakit melaporkan terdapat 4.494 kasus. Pada tahun 2017 data dari 2.776 rumah sakit melaporkan terdapat 4.130 kasus.

c. Etiologi dan Faktor Risiko

Etiologi atau penyebab terjadinya Down syndrome dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya yaitu karena asupan obat tertentu atau kesalahan asupan saat kehamilan ibu, terpapar radiasi, kelainan kromosom saat pembuahan terjadi, dan karena faktor usia ibu, memiliki penderita down syndrome lain dalam keluarga atau keturunan beresiko melahirkan anak dengan Down syndrome.

d. Patofisiologi

Patofisiologi Down syndrome melibatkan defek genetik berupa trisomi 21.

Berdasarkan jumlah dan stuktur kromosom dibagi menjadi 3 kesalahan yang dapat menyebabkan terjadinya trisomi 21.

(29)

- Trisomi 21 Klasik

Terjadinya kegagalan kromosom 21 untuk berpisah (nondisjunction) selama gametogenesis sehingga menghasilkan kromosom ekstra di semua sel tubuh.

Merupakan tipe Down Syndrome yang paling umum terjadi membahayakan sekitar 95% dari semua kasus.

- Translokasi

Terjadi sebelum fertilisasi dimana bagian dari salinan extra kromosom 21 terputus selama pembelahan sel dan terjadi translokasi (menempel) pada kromosom lain dalam sel telur atau sperma. Individu yang terkena memiliki dua salinan normal kromosom 21 selain kromosom tambahan 21.

- Mosaic

Terjadi akibat zigot trisomik dengan hilangnya satu kromosom secara mitosis.

Akibatnya, dua garis sel ditemukan. Pada bentuk ini, terdapat sel yang mengandung kromosom ekstra dan ada yang tidak. Individu yang terkena akan memiliki beberapa sel dengan ekstra kromosom 21 sedangkan yang lainnya normal, hal ini akan menghasilkan beberapa sel tubuh yang mengandung 47 kromosom dan lainnya memiliki 46 kromosom biasa.

e. Diagnosis

Diagnosis Sindrom Down post natal didasarkan pada gabungan gambaran fisis yang khas dan konfirmasi dengan pemeriksaan kariotipe genetik. Seringkali tanda awal yang dapat dijumpai pada neonatus dengan SD adalah hipotoni.

Gambaran khas lainnya adalah brakisefal, fisura palpebra yang oblik, jarak antara jari kaki ke-1 dan ke-2 yang agak jauh, jaringan kulit yang longgar di belakang leher, hiperfleksibilitas, low set ears, protrusi lidah, depressed nasal bridge, lipatan epikantus, bercak Brushfield (titik-titik kecil pada pupil yang letaknya tidak beraturan dan berwarna kontras), jari ke-5 yang pendek dan melengkung, simian crease, dan didapatkan tanda-tanda penyakit jantung bawaan.

(30)

f. Tatalaksana

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah terapi. Intervensi adalah program terapi, latihan, dan aktivitas sistematis yang didesain untuk mengatasi keterlambatan perkembangan yang spesifik untuk anak dengan Sindrom Down.

Intervensi dini meliputi variasi dari program edukasi dan terapi yang ditujukan untuk keluarga dan anak dengan keterlambatan perkembangan, khususnya program intervensi dini yang ditujukan untuk bayi dan anak usia kurang dari 3 tahun dan beberapa intervensi dini hingga usia 6 tahun. Secara umum, intervensi dini menggunakan teknik yang diambil dari fisioterapi, terapi okupasional, psikologi perkembangan, dan pendidikan.

g. Komplikasi

Komplikasi yang paling sering dijumpai akibat terganggunya perkembangan kognisi dan juga bahasa adalah anak akan lebih berisiko mengalami masalah sosial dan perilaku. Anak yang perkembangan kognisinya terganggu akan mengalami kesulitan dalam berhubungan sosial dan pengendalian diri terhadap perilakunya.

h. Prognosis

Dengan kemajuan terbaru dalam praktek medis, pengembangan teknik bedah untuk koreksi cacat bawaan dan perbaikan dalam perawatan umum telah terjadi peningkatan dalam kelangsungan hidup bayi dan harapan hidup pasien dengan sindrom down.

(31)

BAB III ANALISA KASUS

Dasar Diagnosis Bronkopneumonia

Teori Temuan pada pasien

Bronkopneumoni sering dialami anak di bawah umur 5 tahun dengan tingkat mortalitas dan morbiditas yang tinggi.

Bronchopneumonia atau disebut juga penumonia lobaris adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah dari parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak- bercak (patchy distribution) yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing.

Diagnosis dapat ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala klinis berikut:

a) Trias bronkopneumonia:

Sesak napas disertai dengan pernapasan cuping hidung dan retraksi dinding dada.

Demam dengan suhu 39-400C

Ronkhi basah, halus, nyaring (crackles)

b) Gambaran darah

menunjukkan leukositosis umumnya 15.000-40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri dan peningkatan LED.

c) Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus.

Faktor risiko terjadinya pneumonia adalah berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat atau tidak diberikan ASI eksklusif, malnutrisi, kepadatan penghuni rumah dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi

Anamnesis

An. D, Perempuan usia 2 tahun dibawa oleh ibunya ke IGD RSUD Sekarwangi pada tanggal 24 Oktober 2023 dengan keluhan

demam sejak 1 minggu SMRS.

Keluhan demam disertai dengan batuk. Batuk berdahak terjadi terus menerus tanpa disertai dengan darah.

Setelah 2 hari demam, batuk dan pilek kemudian muncul keluhan sesak.

Pemeriksaan Fisik :

Pada saat auskultasi paru ditemukan suara rhonkhi pada pasien.

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium :

Ditemukan leukositosis dengan hasil 17.090

Foto thorax didapatkan :

- Tampak infiltra progresif baru pada kedua paru dengan kesan gambaran paru bronkopneumonia

Faktor Risiko yang ditemukan pada pasien:

Berdasarkan keterangan dari ibu pasien, pasien tinggal di lingkungan yang padat penduduk dimana antar rumah hanya berjarak kurang lebih 3-5 meter. Jalan menuju rumahnya hanya dapat dilalui

(32)

industri atau asap rokok) dengan sepeda motor. Ibu pasien tidak mengetahui ukuran rumahnya namun dalam satu rumah tersebut terdapat 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, ruang tamu, dan dapur. Ayah pasien perokok aktif.

Dasar terapi Bronkopneumonia

Teori Tatalaksana pada pasien

Tatalaksana

 2A merupakan cairan rehidrasi yang mengandung Glucose Monohydrate dan Sodium Chloride. 2A digunakan pada pasien dengan kadar natrium yang rendah, tes toleransi glukosa, kadar magnesium yang rendah, kadar kalium rendah, tingkat kalsium yang rendah, dan kehilangan cairan.

 Combivent memiliki kandungan Salbutamol dan Ipatropium Bromide dimana obat ini berfungsi untuk melonggarkan saluran nafas dengan cara merelaksasi bronkus. Terapi ini dapat diberikan pada pasien dengan keluhan sesak nafas.

 Paracetamol merupakan obat antipiretik dan analgesik yang digunakan untuk mengatasi demam dan nyeri. Dosis paracetamol untuk anak adalah 10-15 mg/kgBB diberikan 3-4 kali sehari dengan dosis maksimal 60 mg/kgBB/hari.

 Cefotaxime merupakan antibiotic golongan sefalosporin. Mekanisme kerja antibiotik golongan sefalosporin adalah dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri.

Antibiotik golongan sefalosporin ini akan merusak peptidoglikan yang menyusun dinding sel bakteri gram negatif dan gram positif, sehingga tekanan osmotik dalam sel bakteri lebih besar dibanding luar sel. Hal ini menyebabkan kerusakan dinding sel bakteri dan akan menyebabkan terjadinya lisis. Dosis 100-150 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-4 kali pemberian.

Farmakologi

IGD (tanggal 24 Oktober 2023)

 D ½ 15 cc/jam

 Paracetamol 3 x 80 mg

 Nebu Nacl + combivent / 8 jam

 Cefotaxime 3 x 250 mg

Bangsal (tanggal 25 Oktober 2023)

 Paracetamol 3 x 80 mg

 Nebu Nacl + combivent / 8 jam

 Cefotaxime 3 x 250 mg

(33)

Down Syndrome

Teori Temuan pada pasien

Definisi

Sindrom Down atau Down Syndrome merupakan kelainan genetik disebabkan oleh kelebihan kromosom 21 yang memiliki tiga kromosom (trisomi 21). Kelebihan kromosom pada penderita Down Syndrome mengubah keseimbangan genetik tubuh dan mengakibatkan perubahan karakteristik fisik dan kemampuan intelektual, serta gangguan dalam fungsi fisiologi tubuh

Falrot Risiko

Etiologi atau penyebab terjadinya Down syndrome dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya yaitu karena asupan obat tertentu atau kesalahan asupan saat kehamilan ibu, terpapar radiasi, kelainan kromosom saat pembuahan terjadi, dan karena faktor usia ibu, memiliki penderita down syndrome lain dalam keluarga atau keturunan beresiko melahirkan anak dengan Down syndrome.

Diagnosis

Diagnosis Sindrom Down post natal didasarkan pada gabungan gambaran fisis yang khas dan konfirmasi dengan pemeriksaan kariotipe genetik

Tatalaksana

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah terapi.

Intervensi adalah program terapi, latihan, dan aktivitas sistematis yang didesain untuk mengatasi keterlambatan perkembangan yang spesifik untuk anak dengan Sindrom Down. Intervensi dini meliputi variasi dari program edukasi dan terapi yang ditujukan untuk keluarga dan anak dengan keterlambatan perkembangan, khususnya program intervensi dini yang ditujukan untuk bayi dan anak usia kurang dari 3 tahun dan beberapa intervensi dini hingga usia 6 tahun.

Secara umum, intervensi dini menggunakan teknik yang diambil dari fisioterapi, terapi okupasional, psikologi perkembangan, dan pendidikan.

Pasien saat ini berusia 24 bulan, tahapan perkembangan pasien berdasarkan anamnesis adalah pasien belum

mengeluarkan kata-kata, duduk, merangkak dan berdiri.

Ibu pasien mengatakan saudara kandung dari pihak ayah pasien menderita down syndrom seperti anaknya saat ini.

gambaran fisis yang khas

Saat ini pasien sedang dalam pengobatan thyroid serta sedang menjalankan fisioterapi untuk terapi bicara dan berjalan.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI. 2018. Tatalaksana Pneumonia Balita di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta: Kemenkes R1.

Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. 2008. Buku Ajar Respirologi anak, edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Indri Damayanti, dkk. 2016. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Bronkopneumonia.

Jurnal Keperawatan Akper Pasar Rebo Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. 2010. Buletin Epidemiologi Pneumonia Balita. Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2022 . Profil Kesehatan

Indonesia Tahun 2021. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

World Health Organization. Pneumonia [Internet]. WHO. 2022. Available from https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/pneumonia

Kementerian Kesehatan RI. 2019. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Down syndrome. Jakarta.

Irwanto, dkk. 2019. A-Z Sindrom Down. Surabaya. Airlangga University Press.

Latief A. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Standar WHO. Jakarta:

Depkes.

Ngastiyah. 2014. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Rahma, M. S., and Indrawati, E. S., 2018. PENGALAMAN PENGASUHAN ANAK DOWN SYNDROME (Studi Kualitatif Fenomenologis Pada Ibu Yang Bekerja). Jurnal EMPATI, [Online] Volume 6(3), pp. 223-232.

Gambar

Gambar 1.1 Kurva BB/U
Gambar 1.2 Kurva TB/U
Gambar 1.3 Kurva BB/TB
Gambar 2.2 Penyebab kematian balita di Indonesia
+2

Referensi

Dokumen terkait

Determination of optimal dose for the induction of memory deficits in mice: The frequency of working and reference memory errors in the vehicle control group showed lesser error than

"It is widely distributed in the south-eastern region of central South America comprising south-eastern Bolivia, Paraguay, southern Brazil, Uruguay, and southern and central Argentina"