LAPORAN KASUS
“BRONKOPNEUMONIA DAN DOWN SINDROM”
PEMBIMBING:
dr. Dian Rahma Ekowati, Sp.A
DISUSUN OLEH:
Kurrotul Aini 2019730054
KEPANITERAAN KLINIK STASE PEDIATRI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEKARWANGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2023
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kehadirat Allah Shubhanahuwaa Ta’ala yang telah memberikan rahmat, anugerah dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan topik yaitu “Bronkopneumonia dan Down Syndrom” dengan tepat waktu. Shalawat serta salam senantiasa terlimpah curah kepada junjungan kita yaitu Nabi Muhammad Shallahu’alaihi wasallam. Yang kita nanti- nantikan syafa’atnya diakhirat kelak.
Terselesaikannya laporan kasus ini tentu tidak terlepas dari dukungan, motivasi, saran, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya terutama kepada dr. Dian Rahma Ekowati, Sp.A sebagai dokter pembimbing yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk membimbing kami selama berlangsungnya kepaniteraan klinik stase pediatri ini.
Penulis tentu menyadari bahwa laporan ini masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun agar dapat lebih baik lagi kedepannya. Demikian laporan ini dibuat, semoga laporan ini dapat menambah wawasan terutama bagi penulis dan bagi para pembacanya. Terima kasih.
Sukabumi, 04 Oktober 2023
Kurrotul Aini
BAB I STATUS PASIEN
1. IDENTITAS
1.1. Identitas Pasien
Nama : An. D
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 28 Oktober 2021
Usia : 1 tahun – 11 bulan – 29 hari
Agama : Islam
N. Rekam Medis : 678xxx
Alamat : Cisarua, Mekarsari, Sukabumi
Tanggal Masuk RI : 24 Oktober 2023
Tanggal Pemeriksaan : 25 Oktober 2023
Ruang Rawat Inap : Ade Irma Suryani lantai 1
1.2. Identitas Orangtua Pasien
Ayah Ibu
Nama : Tn. Y
Usia : 37 tahun
Agama : Islam
Suku : Sunda
Hubungan : Ayah kandung
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Penghasilan : + 4000.000/bulan
Alamat : Cisarua, Mekarsari, Sukabumi
Nama : Ny. D
Usia : 30 tahun
Agama : Islam
Suku : Sunda
Hubungan : Ibu kandung
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Penghasilan : -
Alamat : Cisarua, Mekarsari, Sukabumi.
2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 25 Oktober 2023 serta mendapatkan data sekunder melalui data rekam medis Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sekarwangi.
KELUHAN UTAMA Demam
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Sekarwangi dibawa oleh ibunya dengan keluhan demam. Demam dirasakan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan naik turun sepanjang hari. Naik turunnya demam tidak spesifik . Demam tak kunjung membaik sehingga ibu pasien segera membawa pasien ke rumah sakit. Riwayat kejang, mual, muntah, nyeri menelan, mimisan, ruam pada kulit, keringat dimalam hari selama demam disangkal oleh ibu pasien.
Ibu pasien mengatakan keluhan demam disertai dengan batuk. Batuk berdahak terjadi terus menerus tanpa disertai dengan darah. Dahak sulit untuk dikeluarkan. Batuk disertai dengan pilek. Penurunan berat badan disangkal.
Setelah 2 hari demam, batuk dan pilek kemudian muncul keluhan sesak.
Pasien terlihat sesak dan nafasnya tidak teratur. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien sebelumnya pernah mengalami keluhan yang serupa kurang lebih satu tahun yang lalu tepatnya pada bulan Oktober. Riwayat penyakit kejang dan/atau disertai demam, asma, TB paru, disangkal oleh ibu pasien.
Kesan: pasien memiliki keluhan yang sama sebelumnya (+)
RIWAYAT PENGOBATAN
Pasien belum mendapatkan pengobatan apapupun terkait keluhannya. Saat ini pasien sedang dalam pengobatan thyroid serta sedang menjalankan fisioterapi untuk terapi bicara dan berjalan.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang serupa dengan pasien seperti demam, batuk, pilek dan sesak nafas. Riwayat TB atau sedang menderita TB disangkal oleh ibu pasien. Ibu pasien mengatakan saudara kandung dari pihak ayah pasien menderita down syndrom seperti anaknya saat ini.
Kesan : Dikeluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang serupa.
Pasie n me milik i ket urunan kela ina n genet ik dari pihak keluarga aya h.
RIWAYAT ALERGI
Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan, obat-obatan, cuaca maupun debu.
RIWAYAT MAKANAN / NUTRISI
Usia 0-6 bulan : ASI
Usia 6-12 bulan: ASI, Susu formula dan makanan pendamping ASI (MPASI) yaitu makanan instan SUN 3x sehari. Buah dan sayur jarang.
Usia 12 bulan - sekarang : Susu formula, minum air rumah, makanan seperti nasi dengan lauk tahu, tempe, telur dengan frekuensi 3x sehari namun porsi sedikit. Tidak suka makan daging seperti daging ayam.
Sebelum sakit : Makan 3x/hari dengan menu biasanya seperti nasi, bubur dengan lauk seperti tahu, tempe dan telor. Minum susu tidak terlalu banyak.
Saat sakit : Makan sedikit dan jarang minum bahkan 3 hari awal sakit tidak mau makan dan minum.
RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. Pasien tinggal dengan kedua orangtua, dan kakaknya. Ibu pasien seorang ibu rumah tangga sedangkan ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta dengan pendapatan perbulan ± 4000.000/ bulan dan tidak ada penghasilan tambahan.
Berdasarkan keterangan dari ibu pasien, pasien tinggal di lingkungan yang padat penduduk dimana antar rumah hanya berjarak kurang lebih 3-5 meter. Jalan menuju rumahnya hanya dapat dilalui dengan sepeda motor. Ibu pasien tidak mengetahui ukuran rumahnya namun dalam satu rumah tersebut terdapat 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, ruang tamu, dan dapur. Sumber air berasal dari sumur galian yang jaraknya kurang lebih 3 meter dari rumah pasien dan jarak septic tank yang jauh.
Ayah pasien merupakan perokok aktif. Merokok dengan 1 bungkus perharinya. Terkadang ayah pasien suka merokok di dalam rumah tapi lebih sering di luar rumah.
Kesan : Pasien termasuk dalam golongan ekonomi kebawah, sirkulasi rumah yang kurang baik, dan ayah perokok aktif.
RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN
Kehamilan
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Tidak terdapat riwayat keguguran sebelumnya. Ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya setiap satu bulan sekali ke bidan. Usia kehamilan 9 bulan. Sejak kehamilan ibu pasien mengatakan tidak memiliki keluhan apa-apa. Ibu pasien mengkonsumsi tablet tambah darah yang diberikan oleh bidan selama masa kehamilannya.
Persalinan
Pasien dilahirkan secara spontan di RS dengan posisi kaki bayi keluar duluan dengan usia kehamilan 9 bulan. Pasien lahir dengan berat badan normal 2700 gram dan panjang badan 51 cm.
Anak ke
Jenis kelamin
Tahun lahir
Jenis persalinan
Penolong persalinan
Berat badan
lahir
Panjang badan
2 Perempuan 2022 Normal RS 2700
gram
51 cm
Kesan : Kehamilan cukup bulan, selama hamil tidak memiliki keluhan apa-apa, persalinan normal.
RIWAYAT IMUNISASI
Berdasarkan keterangan ibu pasien, pasien sudah mendapatkan imunisasi Hepatitis B, polio, BCG, DPT dan campak. Namun ibu pasien lupa pada usia berapa saja anaknya sudah dilakukan imunisasi.
Kesan : Imunisasi pasien sudah lengkap.
RIWAYAT TUMBUH KEMBANG
Pasien saat ini berusia 24 bulan, tahapan perkembangan pasien berdasarkan anamnesis adalah belum mengeluarkan kata-kata, duduk, merangkak dan berdiri. Berdasarkan milestone Denver sesuai usianya adalah sebagai berikut:
Berdasarkan milestone Denver sesuai usianya adalah sebagai berikut:
Personal sosial Motorik halus Menyuapi boneka
Gosok gigi dengan bantuan
Menara dari 4 kubus
Bahasa Motorik kasar
Menunjuk gambar Kombinasi kata
Berjalan naik tangga Menendang bola kedepan
Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien terhambat, tidak sesuai usianya.
3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital
Denyut nadi : 120 x/menit
Laju pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 37°C
Saturasi O2 : 97%
Status Antropometri
Berat Badan : 7,5 kg
Tinggi Badan : 69 cm
IMT : BB = 7,5 = 15,7 kg/m2
TB2 0,692
Status Gizi
Status Gizi (interpretasi menggunakan kurva CDC-NCHS)
BB/U : 60-80% Berat badan kurang
TB/U : 70-89 Tinggi kurang
BB/TB : 90-110 Normal
Gambar 1.1 Kurva BB/U
Gambar 1.2 Kurva TB/U
Gambar 1.3 Kurva BB/TB
Status Generalisata
Kepala : Microcephaly, rambut rontok (-) Mata : Palpebra: Tidak ada edema
Konjungtiva: Anemis (-/-) Sklera: Ikterik (-/-)
Telinga : Normotia, sekret (-/-)
Hidung : Normonasi, sekret (-/-), perdarahan (-/-), hiperemis (-/-), pernapasan cuping hidung (-/-).
Mulut : Mukosa bibir basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-) Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Paru
Inspeksi : dinding thoraks simetris, retraksi (-) Palpasi : simetris
Perkusi : Tidak dilakukan dikarenakan anak tidak koperatif Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi (+/+), wheezing (-/-) Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Tidak dilakukan dikarenakan anak tidak koperatif Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : bising usus dalam batas normal
Perkusi : Tidak dilakukan dikarenakan anak tidak koperatif Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), turgor baik
Ektremitas Ektremitas (Superior &
Inferior)
: Akral dingin (-/-), CRT < 2 detik (+/+)
Kulit : Teraba hangat, tidak terlihat adanya ruam kemerahan
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 24 Oktober 2023
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal HEMATOLOGI
HB (Hemoglobin) 11,5 Gr% 12-14
Jumlah Leukosit 17,090 /mm3 4000-11000
Trombosit 516.000 /mm3 150000-400000
HITUNG JENIS LEUKOSIT/DIFF
Eosinofil 0
Basofil 0
Batang 0
Segmen 65
Limfosit 29
Monosit 4
Hematokrit/PVC 38 % 36-46
Hasil Pemeriksaan Rontgen Thorax Tanggal 24 Oktober 2023
Hasil Expertise:
o Trachea di tengah o Cor tidak membesar o Sinus tajam
o Pulmo hilli kasar
o Tampak infiltrat progresif baru pada kedua paru
Kesan Foto Thorax:
o Gambaran paru brochopneumonia o Tidak tampak kardiomegali 5. RESUME
An. D, Perempuan usia 2 tahun dibawa oleh ibunya ke IGD RSUD Sekarwangi pada tanggal 24 Oktober 2023 dengan keluhan demam sejak 1 minggu SMRS. Demam dirasakan naik turun sepanjang hari. Naik turunnya demam tidak spesifik . Demam tak kunjung membaik sehingga ibu pasien segera membawa pasien ke rumah sakit. Riwayat kejang, mual, muntah, nyeri menelan, mimisan, ruam pada kulit, keringat dimalam hari selama demam disangkal oleh ibu pasien. Keluhan demam disertai dengan batuk. Batuk berdahak terjadi terus menerus tanpa disertai dengan darah. Dahak sulit untuk dikeluarkan. Batuk disertai dengan pilek. Penurunan berat badan disangkal. Setelah 2 hari demam, batuk dan pilek kemudian muncul keluhan sesak. Pasien terlihat sesak dan nafasnya tidak teratur. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Pasien sebelumnya pernah mengalami keluhan yang serupa kurang lebih satu tahun yang lalu tepatnya pada bulan Oktober. Riwayat penyakit kejang dan/atau disertai demam, asma, TB paru, disangkal oleh ibu pasien.
Pasien belum mendapatkan pengobatan apapun terkait keluhannya. Saat ini pasien sedang dalam pengobatan thyroid serta menjalankan rehabilitasi terapi bicara dan berjalan. Dikeluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang serupa. Keluarga pihak ayah menderita down syndrom seperti pasien saat ini
Pasien termasuk dalam golongan ekonomi kebawah, sirkulasi rumah yang kurang baik, dan ayah perokok aktif. kehamilan cukup bulan, selama hamil tidak memiliki keluhan dan riwayat persalinan normal. Riwayat imunisasi pasien sudah lengkap. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien terhambat, tidak sesuai usianya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, pemeriksaan TTV didapatkan hasil dalam batas normal. Pada pemeriksaan status generalisata didapatkan kepala microchepaly (+), dan suara paru terdapat rhonki (+/+).
Pada pemeriksaan penunjang yaitu telah dilakukan pemeriksaan darah dan didapatkan Leukosit 17.090/mm3 dan trombosit 516.000/mm3. Pada pemeriksaan rongent thorax, didapatkan gambaran bronkopneumonia.
5.1. Diagnosis Diagnosis
Bronkopneumonia
Down Syndrom
1.1. Tatalaksana
Farmakologi Non Farmakologi
IGD (tanggal 24 October 2023)
D ½ 15 cc/jam
Paracetamol 3 x 80 mg (bila suhu
>38C)
Nebu Nacl + combivent / 8 jam
Cefotaxime 3 x 250 mg
Rawat inap
Observasi TTV dan KU
Edukasi orangtua pasien untuk memberikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering secara bertahap
Edukasi orangtua pasien untuk memberikan minuman sedikit demi sedikit
Edukasi orangtua pasien untuk Mencuci tangan dengan air dan sabun setiap hendak
memegang pasien
Jendela rumah dibuka setiap pagi hari agar udara segar masuk kedalam rumah
sehingga sirkulasi rumah baik
Hindari memberi minum anak dengan posisi tertidur karena dapat menyebabkan anak tersedak
Hindari anak dari asap rokok
dan dianjurkan untuk merokok diluar rumah Bangsal (tanggal 25 Oktober 2023)
Paracetamol 3 x 80 mg (bila suhu
>38C)
Nebu Nacl + combivent / 8 jam
Cefotaxime 3 x 250 mg
5.2. FOLLOW UP
SOAP 26 Oktober
2023
S: Ibunya mengatakan batuk ananknya berkurang, sudah tidak demam serta nafas sudah membaik.
O: - Keadaan Umum : Tampak sakit ringan - Kesadaran : Compos Mentis
- Denyut Nadi : 112x/menit - Laju pernafasan : 24x/menit - Suhu : 36,7°C
- SpO2 : 99%
- Status Generalisata : kepala microchpali (+), retraksi dada (-), suara rhonki (-)
A:
Diagnosis klinis : Bronkopneumonia, Down syndrom P:
Cefixim 2x30 mg
Paracetamol 4x80 mg
Pasien dibolehkan pulang
9. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.4. BONKOPNEUMONIA 1. Definisi
Bronkhopneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit Pneumonia. Bronchopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah dari parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing.
Bronkopenumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi pada bronkus sampai dengan alveolus paru. Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis atau peradangan pada parenkim paru yang terfokus pada area bronkiolus yang menyebabkan terbentuknya eksudat mukopurulen sehingga terjadi obstruksi saluran napas dan konsolidasi yang merata ke lobulus yang berdekatan.
Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer.
2. Epidemiologi
Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah 5 tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara.
Berdasarkan laporan UNICEF dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2015, ada sekitar 20.000 balita di Indonesia meninggal karena pneumonia.
Salah satu jenis pneumonia yang sering dialami anak adalah bronkopneumonia.
Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi, biasanya sering disebabkan oleh bakteri streptokokus pneumonia dan Hemofilus influenza yang sering ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi.
Berdasarkan data WHO, kejadian infeksi pneumonia di Indonesia pada balita diperkirakan antara 10-20% pertahun. Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan risiko kematian yang tinggi. Sedangkan di Amerika, pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak dibawah umur 2 tahun. Insiden pneumonia pada anak ≤5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun.
Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian pertahun pada anak balita dinegara berkembang.
Di Indonesia berdasarkan profil kesehatan Indonesia pada tahun 2021 pneumonia dan diare masih menjadi penyebab kematian terbanyak pada masa post neonatal (29 hari – 11 bulan) yaitu sebesar 14,4%. Sedangkan untuk kelompok anak balita (12-59 bulan) sebesar 9,4%.kematian karena pneumonia. Angka kematian akibat pneumonia pada kelompok bayi lebih tinggi hampir dua kali lipat dibandingkan pada kelompok anak umur 1 – 4 tahun.
Gambar 2.2 Penyebab kematian balita di Indonesia
Gambar 2.3 Penyebab kematian balita di Indonesia
3. Etiologi
Bronkopneumoni dapat disebabkan oleh beberapa factor penyebab diantaranya:
a. Faktor Infeksi
Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
Pada bayi: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus, Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
Pada anak-anak: Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV, Mycoplasma pneumonia, Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosi.
Pada anak besar – dewasa muda: Mycoplasma pneumonia, C.
trachomatis, Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis.
b. Faktor Non Infeksi
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi:
Bronkopneumonia hidrokarbon yang terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung
4. Klasifikasi
Berdasarkan bakteri penyebab:
Pneumonia bakteri/tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia.
Pneumonia virus
Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)
Berdasarkan predilkesi infeksi:
Pneumonia lobaris, merupakan pneumonia yang terjadi pada satu lobus
Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai dengan bercak- bercak infeksi pada berbagai tempat diparu, baik kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau atau bakteri dan sering terjadi pada anak-anak maupun dewasa.
Pneumonia interstitial 5. Patogenesis
Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, sel goblet akan menghasilkan mukus untuk menangkap kontaminan tersebut.
Silia yang berada diatas lapisan epitel akan membentuk system elevator siliar untuk mendorong partikel kontaminan kearah atas menuju saluran respiratori proksimal lalu ke tenggorokan agar kontaminan itu dapat dikeluarkan dari saluran respiratori. Reflex batuk dan mukosilier aparatus.
Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A local dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, immunoglobulin makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.
Sel-sel polimorfonuklear dalam darah dan makrofag jaringan akan mematikan kuman-kuman, serta IgA disekresikan dan dialirkan ke cairan saluran respiratori atas untuk perlindungan paru terhadap infeksi dan sebagai fasilitator pembentukan zat penetral virus. Ketika sistem imunitas sedang mengalami penurunan, mikroorganisme akan lebih mudah masuk dengan cara terhisap ke paru perifer melalui saluran napas dan jaringan saluran napas bereaksi dengan edema yang mempermudah proliferasi dan konsolidasi kuman. Secara patologis, bronkhopneumonia dalam perjalanan penyakitnya akan menjalani beberapa stadium, yaitu:
Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Yaitu hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator tersebut mencakup histamine dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamine dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen .
Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
6. Diagnosis
Bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan gejala klinik. Gejala-gejala klinis tersebut antara lain:
Adanya retraksi epigastrik, interkostal, suprasternal
Adanya pernapasan yang cepat dan pernapasan cuping hidung
Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari
Demam, dispneu, kadang disertai muntah dan diare
Batuk biasanya tidak pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk, beberapa hari yang mula-mula kering kemudian menjadi produktif
Pada auskultasi ditemukan ronkhi basah halus nyaring
Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan adanya leukositosis dengan predominan PMN
Pada pemeriksaan rontgen thoraks ditemukan adanya infiltrat interstitial dan infiltrat alveolar serta gambaran bronkopneumonia
WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan:
1) Bronkopneumonia sangat berat: bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.
2) Bronkopneumonia berat: bila dijumpai retraksi tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.
3) Bronkopneumonia: bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat yakni >60 x/menit pada anak usia kurang dari dua bulan; >50 x/menit pada anak usia 2 bulan-1 tahun; >40 x/menit pada anak usia 1-5 tahun.
4) Bukan bronkopneumonia: hanya batuk tanpa adanya gejala dan tanda seperti di atas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotik.
Diagnosis dapat ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala klinis berikut:
a) Trias bronkopneumonia:
o Sesak napas disertai dengan pernapasan cuping hidung dan retraksi dinding dada.
o Demam dengan suhu 39-400C
o Ronkhi basah, halus, nyaring (crackles)
b) Gambaran darah menunjukkan leukositosis umumnya 15.000- 40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri dan peningkatan LED.
c) Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus.
Pada pemeriksaan penunjang pasien pneumonia, dapat ditemukan leukosit normal ataupun meningkat. Pada pasien, leukosit ditemukan dalam batas normal.
Secara umum, gambaran foto toraks pasien pneumonia terdiri dari:
Infiltrat interstitial, ditandai dengan adanya peningkatan corakan bronkovaskuler, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.
Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai 1 lobus paru disebut pneumonia lobaris, atau dapat terlihat seperti bentuk tunggal dengan batas tidak terlalu tegas menyerupai tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.
Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata di kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrate yang dapat meluas hingga bagian perifer disertai dengan peningkatan corakan paru.
Diagnosis pasti dilakukan dengan idientifikasi kuman penyebab pneumonia.
Identifikasi kuman penyebab dapat dilakukan melalui:
1) Kultur sputum/bilasan cairan lambung
2) Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus 3) Deteksi antigen bakteri
7. Penatalaksanaan
Tatalaksana Suportif
Tindakan suportif seperti pemberian cairan IV, terapi oksigen, koreksi gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk demam diberikan antipiretik. Pasien dengan saturasi oksigen <92% harus diberikan terapi oksigen dengan nasal kanul atau sungkup untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%.
Pemberian Antibiotik. Usia Derajat
Pneumonia
Terapi Durasi
Anak- anak
Tidak ada retraksi dinding dada Tidak ada tanda
bahaya
Oral amoksisilin:
40mg/kgbb/12 jam (80mg/kgbb/hari), dosis maksimal 3 gram/hari
5 hari
3 hari di daerah prevalensi HIV rendah
2-59 bulan
Ada retraksi dinding dada
Oral amoksisilin:
40mg/kgbb/12 jam (80mg/kgbb/hari)
5 hari
2-59 bulan
Pneumonia berat HIV (-)
Lini pertama
Ampicillin: 50 mg/kg, atau benzyl penicillin: 50.000 unit/kgbb/6 jam IM/IV
Gentamicin: 7.5 mg/kgbb/24 jam IM/IV Lini kedua
Ceftriakson 50- 100 mg/kg/bb/hari tiap 12-24 jam, dosis maksimal 2 gram/hari
Minimal 5 hari
Kriteria pulang
o Gejala dan tanda pneumonia menghilang o Asupan peroral adekuat
o Pemberian antibitoik dapat diteruskan di rumah
o Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol o Kondisi dirumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan
8. Preventif dan Promotif
Mencegah pneumonia pada anak adalah komponen penting dalam strategi mengurangi mortalitas pada anak. Imunisasi Hib, pneumococcus, campak, dan pertusis merupakan tindakan efektif dalam mencegah pneumonia. Pemberian nutrisi adekuat meningkatkan dapat meningkatkan kekebalan tubuh, hal ini bisa dilakukan dengan pemberian ASI ekslusif.
Menghindari faktor lingkungan seperti polusi udara dan tetap menjaga higenitas terutama di rumah padat penduduk bisa dilakukan.15
9. Prognosis
Sebagian besar anak-anak sembuh dari pneumonia dengan cepat dan lengkap, meskipun kelainan radiografi dapat bertahan selama 6-8 minggu.
Pada beberapa anak, gejala dapat berlangsung lebih lama dari 1 bulan atau mungkin berulang. Dalam kasus seperti itu, kemungkinan penyakit yang mendasarinya harus diselidiki lebih lanjut.
2.4. Down Syndrom a. Definisi
Sindrom Down atau Down Syndrome merupakan kelainan genetik disebabkan oleh kelebihan kromosom 21 yang memiliki tiga kromosom (trisomi 21).
Kelebihan kromosom pada penderita Down Syndrome mengubah keseimbangan genetik tubuh dan mengakibatkan perubahan karakteristik fisik dan kemampuan intelektual, serta gangguan dalam fungsi fisiologi tubuh
b. Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa kejadian Down syndrome meningkat seiring bertambahnya usia ibu ketika hamil. Meski demikian, dengan perkembangan zaman dan dunia medis, tingkat disabilitas dan tingkat kematian pasien Down syndrome menurun secara bertahap dari tahun ke tahun. Di seluruh dunia, prevalensi kasus Down syndrome diperkirakan mencapai 1.579.784 pada tahun 2019. Menurut data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS), data kasus Down syndrome dari 2.488 rumah sakit ditemukan sebanyak 1.657 kasus pada tahun 2015. Data tahun 2016 dari 2.598 rumah sakit melaporkan terdapat 4.494 kasus. Pada tahun 2017 data dari 2.776 rumah sakit melaporkan terdapat 4.130 kasus.
c. Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi atau penyebab terjadinya Down syndrome dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya yaitu karena asupan obat tertentu atau kesalahan asupan saat kehamilan ibu, terpapar radiasi, kelainan kromosom saat pembuahan terjadi, dan karena faktor usia ibu, memiliki penderita down syndrome lain dalam keluarga atau keturunan beresiko melahirkan anak dengan Down syndrome.
d. Patofisiologi
Patofisiologi Down syndrome melibatkan defek genetik berupa trisomi 21.
Berdasarkan jumlah dan stuktur kromosom dibagi menjadi 3 kesalahan yang dapat menyebabkan terjadinya trisomi 21.
- Trisomi 21 Klasik
Terjadinya kegagalan kromosom 21 untuk berpisah (nondisjunction) selama gametogenesis sehingga menghasilkan kromosom ekstra di semua sel tubuh.
Merupakan tipe Down Syndrome yang paling umum terjadi membahayakan sekitar 95% dari semua kasus.
- Translokasi
Terjadi sebelum fertilisasi dimana bagian dari salinan extra kromosom 21 terputus selama pembelahan sel dan terjadi translokasi (menempel) pada kromosom lain dalam sel telur atau sperma. Individu yang terkena memiliki dua salinan normal kromosom 21 selain kromosom tambahan 21.
- Mosaic
Terjadi akibat zigot trisomik dengan hilangnya satu kromosom secara mitosis.
Akibatnya, dua garis sel ditemukan. Pada bentuk ini, terdapat sel yang mengandung kromosom ekstra dan ada yang tidak. Individu yang terkena akan memiliki beberapa sel dengan ekstra kromosom 21 sedangkan yang lainnya normal, hal ini akan menghasilkan beberapa sel tubuh yang mengandung 47 kromosom dan lainnya memiliki 46 kromosom biasa.
e. Diagnosis
Diagnosis Sindrom Down post natal didasarkan pada gabungan gambaran fisis yang khas dan konfirmasi dengan pemeriksaan kariotipe genetik. Seringkali tanda awal yang dapat dijumpai pada neonatus dengan SD adalah hipotoni.
Gambaran khas lainnya adalah brakisefal, fisura palpebra yang oblik, jarak antara jari kaki ke-1 dan ke-2 yang agak jauh, jaringan kulit yang longgar di belakang leher, hiperfleksibilitas, low set ears, protrusi lidah, depressed nasal bridge, lipatan epikantus, bercak Brushfield (titik-titik kecil pada pupil yang letaknya tidak beraturan dan berwarna kontras), jari ke-5 yang pendek dan melengkung, simian crease, dan didapatkan tanda-tanda penyakit jantung bawaan.
f. Tatalaksana
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah terapi. Intervensi adalah program terapi, latihan, dan aktivitas sistematis yang didesain untuk mengatasi keterlambatan perkembangan yang spesifik untuk anak dengan Sindrom Down.
Intervensi dini meliputi variasi dari program edukasi dan terapi yang ditujukan untuk keluarga dan anak dengan keterlambatan perkembangan, khususnya program intervensi dini yang ditujukan untuk bayi dan anak usia kurang dari 3 tahun dan beberapa intervensi dini hingga usia 6 tahun. Secara umum, intervensi dini menggunakan teknik yang diambil dari fisioterapi, terapi okupasional, psikologi perkembangan, dan pendidikan.
g. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering dijumpai akibat terganggunya perkembangan kognisi dan juga bahasa adalah anak akan lebih berisiko mengalami masalah sosial dan perilaku. Anak yang perkembangan kognisinya terganggu akan mengalami kesulitan dalam berhubungan sosial dan pengendalian diri terhadap perilakunya.
h. Prognosis
Dengan kemajuan terbaru dalam praktek medis, pengembangan teknik bedah untuk koreksi cacat bawaan dan perbaikan dalam perawatan umum telah terjadi peningkatan dalam kelangsungan hidup bayi dan harapan hidup pasien dengan sindrom down.
BAB III ANALISA KASUS
Dasar Diagnosis Bronkopneumonia
Teori Temuan pada pasien
Bronkopneumoni sering dialami anak di bawah umur 5 tahun dengan tingkat mortalitas dan morbiditas yang tinggi.
Bronchopneumonia atau disebut juga penumonia lobaris adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah dari parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak- bercak (patchy distribution) yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing.
Diagnosis dapat ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala klinis berikut:
a) Trias bronkopneumonia:
Sesak napas disertai dengan pernapasan cuping hidung dan retraksi dinding dada.
Demam dengan suhu 39-400C
Ronkhi basah, halus, nyaring (crackles)
b) Gambaran darah
menunjukkan leukositosis umumnya 15.000-40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri dan peningkatan LED.
c) Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus.
Faktor risiko terjadinya pneumonia adalah berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat atau tidak diberikan ASI eksklusif, malnutrisi, kepadatan penghuni rumah dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi
Anamnesis
An. D, Perempuan usia 2 tahun dibawa oleh ibunya ke IGD RSUD Sekarwangi pada tanggal 24 Oktober 2023 dengan keluhan
demam sejak 1 minggu SMRS.
Keluhan demam disertai dengan batuk. Batuk berdahak terjadi terus menerus tanpa disertai dengan darah.
Setelah 2 hari demam, batuk dan pilek kemudian muncul keluhan sesak.
Pemeriksaan Fisik :
Pada saat auskultasi paru ditemukan suara rhonkhi pada pasien.
Pemeriksaan Penunjang Laboratorium :
Ditemukan leukositosis dengan hasil 17.090
Foto thorax didapatkan :
- Tampak infiltra progresif baru pada kedua paru dengan kesan gambaran paru bronkopneumonia
Faktor Risiko yang ditemukan pada pasien:
Berdasarkan keterangan dari ibu pasien, pasien tinggal di lingkungan yang padat penduduk dimana antar rumah hanya berjarak kurang lebih 3-5 meter. Jalan menuju rumahnya hanya dapat dilalui
industri atau asap rokok) dengan sepeda motor. Ibu pasien tidak mengetahui ukuran rumahnya namun dalam satu rumah tersebut terdapat 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, ruang tamu, dan dapur. Ayah pasien perokok aktif.
Dasar terapi Bronkopneumonia
Teori Tatalaksana pada pasien
Tatalaksana
2A merupakan cairan rehidrasi yang mengandung Glucose Monohydrate dan Sodium Chloride. 2A digunakan pada pasien dengan kadar natrium yang rendah, tes toleransi glukosa, kadar magnesium yang rendah, kadar kalium rendah, tingkat kalsium yang rendah, dan kehilangan cairan.
Combivent memiliki kandungan Salbutamol dan Ipatropium Bromide dimana obat ini berfungsi untuk melonggarkan saluran nafas dengan cara merelaksasi bronkus. Terapi ini dapat diberikan pada pasien dengan keluhan sesak nafas.
Paracetamol merupakan obat antipiretik dan analgesik yang digunakan untuk mengatasi demam dan nyeri. Dosis paracetamol untuk anak adalah 10-15 mg/kgBB diberikan 3-4 kali sehari dengan dosis maksimal 60 mg/kgBB/hari.
Cefotaxime merupakan antibiotic golongan sefalosporin. Mekanisme kerja antibiotik golongan sefalosporin adalah dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri.
Antibiotik golongan sefalosporin ini akan merusak peptidoglikan yang menyusun dinding sel bakteri gram negatif dan gram positif, sehingga tekanan osmotik dalam sel bakteri lebih besar dibanding luar sel. Hal ini menyebabkan kerusakan dinding sel bakteri dan akan menyebabkan terjadinya lisis. Dosis 100-150 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-4 kali pemberian.
Farmakologi
IGD (tanggal 24 Oktober 2023)
D ½ 15 cc/jam
Paracetamol 3 x 80 mg
Nebu Nacl + combivent / 8 jam
Cefotaxime 3 x 250 mg
Bangsal (tanggal 25 Oktober 2023)
Paracetamol 3 x 80 mg
Nebu Nacl + combivent / 8 jam
Cefotaxime 3 x 250 mg
Down Syndrome
Teori Temuan pada pasien
Definisi
Sindrom Down atau Down Syndrome merupakan kelainan genetik disebabkan oleh kelebihan kromosom 21 yang memiliki tiga kromosom (trisomi 21). Kelebihan kromosom pada penderita Down Syndrome mengubah keseimbangan genetik tubuh dan mengakibatkan perubahan karakteristik fisik dan kemampuan intelektual, serta gangguan dalam fungsi fisiologi tubuh
Falrot Risiko
Etiologi atau penyebab terjadinya Down syndrome dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya yaitu karena asupan obat tertentu atau kesalahan asupan saat kehamilan ibu, terpapar radiasi, kelainan kromosom saat pembuahan terjadi, dan karena faktor usia ibu, memiliki penderita down syndrome lain dalam keluarga atau keturunan beresiko melahirkan anak dengan Down syndrome.
Diagnosis
Diagnosis Sindrom Down post natal didasarkan pada gabungan gambaran fisis yang khas dan konfirmasi dengan pemeriksaan kariotipe genetik
Tatalaksana
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah terapi.
Intervensi adalah program terapi, latihan, dan aktivitas sistematis yang didesain untuk mengatasi keterlambatan perkembangan yang spesifik untuk anak dengan Sindrom Down. Intervensi dini meliputi variasi dari program edukasi dan terapi yang ditujukan untuk keluarga dan anak dengan keterlambatan perkembangan, khususnya program intervensi dini yang ditujukan untuk bayi dan anak usia kurang dari 3 tahun dan beberapa intervensi dini hingga usia 6 tahun.
Secara umum, intervensi dini menggunakan teknik yang diambil dari fisioterapi, terapi okupasional, psikologi perkembangan, dan pendidikan.
Pasien saat ini berusia 24 bulan, tahapan perkembangan pasien berdasarkan anamnesis adalah pasien belum
mengeluarkan kata-kata, duduk, merangkak dan berdiri.
Ibu pasien mengatakan saudara kandung dari pihak ayah pasien menderita down syndrom seperti anaknya saat ini.
gambaran fisis yang khas
Saat ini pasien sedang dalam pengobatan thyroid serta sedang menjalankan fisioterapi untuk terapi bicara dan berjalan.
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan RI. 2018. Tatalaksana Pneumonia Balita di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta: Kemenkes R1.
Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. 2008. Buku Ajar Respirologi anak, edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Indri Damayanti, dkk. 2016. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Bronkopneumonia.
Jurnal Keperawatan Akper Pasar Rebo Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Buletin Epidemiologi Pneumonia Balita. Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2022 . Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2021. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
World Health Organization. Pneumonia [Internet]. WHO. 2022. Available from https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/pneumonia
Kementerian Kesehatan RI. 2019. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Down syndrome. Jakarta.
Irwanto, dkk. 2019. A-Z Sindrom Down. Surabaya. Airlangga University Press.
Latief A. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Standar WHO. Jakarta:
Depkes.
Ngastiyah. 2014. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Rahma, M. S., and Indrawati, E. S., 2018. PENGALAMAN PENGASUHAN ANAK DOWN SYNDROME (Studi Kualitatif Fenomenologis Pada Ibu Yang Bekerja). Jurnal EMPATI, [Online] Volume 6(3), pp. 223-232.