• Tidak ada hasil yang ditemukan

Budidaya-Padi.pptx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Budidaya-Padi.pptx"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BUDIDAYA TANAMAN PADI

Persemaian

Persemaian Kering

biasanya dilakukan pada tanah-tanah remah, (banyak terdapat didaerah sawah tadah hujan)

a. Tanah dibersihkan dari rumput clan sisa -sisa jerami yang masih tertinggal, agar tidak mengganggu pertumbuhan bibit.

b. Tanah dibajak atau dicangkul lebih dalam dari pada apa yang dilakukan pada persemaian basah, agar akar bibit bisa dapat memasuki tanah lebih dalam, sehingga dapat menyerap hara lebih banyak.

c. Selanjutnya tanah digaru

(2)

d. Ukuran persemaian panjang 500-600 cm, lebar 100- 150 cm, tinggi 20-30 cm

e. Luasan persemaian > 1/25 luas sawah

f. Pengairan pada pesemaian kering dilakukan dengan cara mengalirkan air keselokan yang berada diantara

bedengan, agar terjadi perembesan sehingga pertumbuh an tanaman dapat berlangsung.

• Pesemaian Basah

a. Sejak awal pengolahan tanah telah membutuhkan genangan air

b. Pengolahan tanah (dibajak dan garu masing-masing 2 kali)

c. Luas persemaian yang digunakan 1/20 dari areal pertanaman yang akan ditanami.

(3)

Pengairan pada pesemaian basah dilakukan dengan cara sebagai berikut :

o Bedengan digenangi air selama 24 jam

o Setelah genagan itu berlangsung selama 24 jam,

kemudian air dikurang hingga keadakan macak-macak ( nyemek-nyemek), kemudian benih mulai bisa disebar o Pengurangan air pada pesemaian hingga keadaan air menjadi macak-macak ini, dimaksudkan agar:

o Benih yang disebar dapat merata dan mudah melekat ditanah sehingga akar mudah masuk kedalam tanah.

o Benih tidak busuk akibat genagan air

o Memudahkan benih bernafas / mengambil oksigen langsung dari udara, sehingga proses perkecambahan lebih cepat

(4)

• Persemaian sistem dapog

a. Persiapan persemaian seperti pada persemai an basah

b. Petak yang akan ditebari benih ditutup dengan daun pisang

c. benih ditebarkan diatas daun pisang

d. Setiap hari daun pisang ditekan sedikit demi sedikit kebawah

e. Air dimasukan sedikit demi sedikit hingga cukup sampai hari ke 4

(5)

f. Pada umur 10 hari daun pisang digulung dan dipindahkan kepersemaian yang baru atau tempat penanaman disawah

Syarat -syarat bibit yang siap dipindahkan ke sawah : o Bibit telah berumur 17 -25 hari

o Bibit berdaun 5 -7 helai

o Batang bagian bawah besar, dan kuat

o Pertumbuhan bibit seragam (pada jenis padi yang sama)

o Bibit tidak terserang hama dan penyakit

o Bibit yang berumur lebih dari 25 hari kurang baik, bahkan mungkin telah ada yang mempunyai

anakan.

(6)

METODE SRI

(SYSTEM of RICE INTENSIFICATION)

KONSEP DAN PRINSIP SRI

salah satu inovasi metode budidaya padi yang diperkenalkan pada tahun 1983 di Madagaskar oleh pastor sekaligus agrikulturis asal Perancis, Fr. Henri de Laulanie, yang telah bertugas di Madagaskar sejak 1961.

Tahun 1997, Dr. Norman Uphoff memberikan presentasi SRI di Bogor, Indonesia; untuk pertama kalinya SRI dipresentasikan di luar Madagaskar. Tahun 1999, untuk pertama kalinya SRI diuji di luar Madagaskar yaitu di China dan Indonesia.

(7)

Pengujian SRI di Indonesia dilaksanakan oleh Badan Penelitian Tanaman Padi (Indonesian Agency for Agricultural Research and Development/IAARD) di pusat penelitiannya di Sukamandi, jawa Barat.

Hasil pengujian diperoleh bahwa, panen dengan metode SRI sebesar 6,2 ton/ha sedangkan hasil dari petak control sebesar 4,1 ton/ha, sehingga ada peningkatan hasil sebesar 66,12 persen. Sejak itu, SRI diuji coba di lebih dari 25 negara dengan hasil panen berkisar 7 – 10 ton/ha.

(8)

Prinsip budidaya

Tanam bibit muda berusia antara 7 – 12 hari setelah semai (HSS) ketika bibit masih berdaun 2 (dua) helai

Penggunaan bibit muda berkaitan dengan bahwa penggunaan bibit padi yang berumur 5 – 15 HSS menghasilkan pertumbuhan tanaman lebih cepat karena daya jelajah akar lebih jauh sehingga perkembangan akar menjadi maksimal pada akhirnya kebutuhan nutrisi tanaman tercukupi. Selain itu, penggunaan bibit berumur 10 hari, akan menghasilkan jumlah anakan maksimal 30 – 50 batang dalam setiap rumpunnya.

(9)

• Tanam tunggal atau tanam bibit satu lubang satu bibit

Penggunaan satu bibit per lubang tanam bermanfaat untuk mengurangi kompetisi serta meningkatkan potensi anakan produktif per rumpun.

• Jarak tanam lebar.

Jarak tanam yang lebar dengan lebar, yaitu: 25 x 25 cm, 30 x 30 cm, 40 x 40 cm atau bahkan lebih.

Penggunaan jarak tanam lebar bertujuan untuk meningkatkan jumlah anakan produktif.

(10)

• Pindah tanam harus segera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-hati agar akar tidak putus dan ditanam dangkal

• Sistem pengairan intermitten atau sistem pengairan berselang

air di areal pertanaman diatur pada kondisi tergenang dan kering secara bergantian dalam periode tertentu, dimana pemberian air

maksimum 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu dikeringkan sampai pecah

(11)

• Penyiangan sejak awal sekitar umur 10 hari dan diulang 2 - 3 kali dengan interval 10 hari

• Penggunaan pupuk organik dan pestisida organik.

(12)

PERBEDAAN BUDIDAYA PADI SAWAH DENGAN METODE SRI

PENGOLAHAN LAHAN

Pengolahan lahan untuk pertanian konvensional dan pertanian dengan metode SRI hampir sama dimana dengan menggunakan tenaga manusia, hewan atau traktor dengan urutan tanah dibajak, digaru dan diratakan. Perbedaanya yaitu, pada metode SRI saat digaru disebari dengan menggunakan pupuk organik.

(13)

BENIH

Pada pertanian konvensional tidak ada teknik khusus untuk menyeleksi benih. Benih hanya direndam di dalam air selama 1 hari 1 malam, selanjutnya benih diperam selama 2 hari 2 malam, dan benih siap untuk disemaikan. 

Pada metode SRI ada teknik khusus yaitu benih diseleksi dengan menggunakan larutan garam. Kemudian masukkan benih yang akan ditanam ke dalam larutan garam tersebut.

Benih yang tenggelam adalah benih yang kualitasnya baik. Benih yang baik diambil, disisihkan dan dibersihkan dengan air hingga larutan garam tidak menempel. Selanjutnya benih diperam selama 1 hari 1 malam (tidak lebih) dan benih siap untuk disemaikan.

(14)

PERSEMAIAN

• Pada pertanian konvensional persemaian dilakukan langsung di lahan sawah dengan kebutuhan benih yang banyak yaitu antara 35- 45 kg/ha.

• Pada metode SRI persemaian bisa dilakukan dengan menggunakan wadah dengan kebutuhan benih yang sedikit yaitu antara 5-10 kg/ha.

(15)

SEBELUM BIBIT DITANAM

• Pada pertanian konvensional bibit yang siap ditanam dicabut dan dibersihkan dari tanah yang melekat pada akar dan sebagian daun dipotong dan dibagi perikatan untuk ditanam.

Bibit juga harus diistirahatkan selama 1 jam hingga 1 hari sebelum ditanam.

• Pada metode SRI bibit diangkat (tidak dicabut) bersama tanah yang melekat pada akar dan langsung ditanam di sawah (kurang dari 30 menit).

(16)

PENANAMAN

• Pada pertanian konvensional umur bibit yang siap ditanam adalah 18-25 hari setelah semai.

Satu lubang tanam berisi 5-8 bibit tanaman.

Bibit ditanam dengan kedalaman 5 cm (lebih).

• Pada metode SRI mur bibit yang siap ditanam adalah 7-12 hari setelah semai. Satu lubang tanam berisi 1 bibit tanaman. Bibit ditanam dengan kedalaman 2-3 cm dengan bentuk perakaran horizontal berbentuk huruf L.

(17)

PENGAIRAN

Pada pertanian konvensional Lahan digenangi air sampai setinggi 5-7 cm di atas permukaan tanah secara terus menerus.

Pada metode SRI menggunakan pola pengairan intermitten/pola pengairan terputus (sawah tidak terus menerus digenangi air). Ada sistem drainase yang baik di tiap petak-petak sawah. Ketika padi mencapai umur 1-8 hari sesudah tanam (HST), keadaan air di lahan adalah

“macakmacak”. Sesudah padi mencapai umur 9- 10 HST air kembali digenangkan dengan ketinggian 2-3 cm selama 1 malam saja.

(18)

• Ini dilakukan untuk memudahkan penyiangan tahap pertama. Setelah selesai disiangi, sawah kembali dikeringkan sampai padi mencapai umur 18 HST. Pada umur 19-20 HST sawah kembali digenangi untuk memudahkan penyiangan tahap kedua. Selanjutnya setelah padi berbunga, sawah diairi kembali setinggi 1-2 cm dan kondisi ini dipertahankan sampai padi “masak susu” (± 15-20 hari sebelum panen). Kemudian sawah kembali dikeringkan sampai saat panen tiba.

(19)

PEMUPUKAN

• Pada pertanian konvensional menggunakan pupuk Urea, TSP, dan KCl.

• Pada metode SRI menggunakan pupuk kandang/bokashi yang diberi tambahan pupuk organik cair yang mengandung mikroorganisme lokal.

(20)

PENYIANGAN

• Pada pertanian konvensional hanya bertujuan membuang gulma dan dengan menggunakan herbisida

• Pada metode SRI selain bertujuan membersihkan gulma, teknik membenamkan gulma yang tercabut ke dalam tanah juga bertujuan memperbaiki struktur tanah dan dilakukan menggunakan tenaga manusia dan alat bantu .

(21)

PENGENDALIAN HAMA

• Pada pertanian konvensional menggunakan pestisida kimia.

• Pada metode SRI menggunakan pestisida organik.

(22)

HAMA PADI

Faktor Penyebab Ledakan Populasi Hama

• Perluasan areal pertanaman

• Perbaikan sistem irigasi

• Pengembangan varietas baru

• Peningkatan penggunaan pupuk

• Penggunaan pestisida

Faktor Penyebab Ledakan Populasi Hama

• Perluasan areal pertanaman

• Perbaikan sistem irigasi

• Pengembangan varietas baru

• Peningkatan penggunaan pupuk

• Penggunaan pestisida

(23)

Perluasan areal pertanaman Perluasan areal pertanaman

• Meningkatkan ketersediaan inang bagi hama

• Peningkatan jangkauan persebaran hama yang terisolasi

• Meningkatkan keragaman jenis hama karena musnahnya habitat alami

• Meningkatkan ketersediaan inang bagi hama

• Peningkatan jangkauan persebaran hama yang terisolasi

• Meningkatkan keragaman jenis hama karena musnahnya habitat alami

(24)

Perbaikan sistem irigasi

Memungkinkan periode tanam yang lebih panjang yang berakibat meningkatnya ketersediaan inang, contoh kasus : perubahan status hama penggerek batang padi Scirpophaga incertulas di areal

pertanaman padi di kawasan pantai utara jawa (pantura)

Meningkatnya hama-hama akuatik karena kestabilan pasokan air, contoh kasus : keong mas Pamacea

caniculata, hama putih Nymphulla depunctalis

Memungkinkan periode tanam yang lebih panjang yang berakibat meningkatnya ketersediaan inang, contoh kasus : perubahan status hama penggerek batang padi Scirpophaga incertulas di areal

pertanaman padi di kawasan pantai utara jawa (pantura)

Meningkatnya hama-hama akuatik karena kestabilan pasokan air, contoh kasus : keong mas Pamacea

caniculata, hama putih Nymphulla depunctalis

(25)

Pengembangan varietas baru

• Varietas unggul tipe baru (VUTB)

• Varietas unggul hibrida (VUH)

• Varietas unggul baru (VUB) spesifik lokasi Contoh : Varietas unggul tahan wereng (VUTW)

• Varietas unggul tipe baru (VUTB)

• Varietas unggul hibrida (VUH)

• Varietas unggul baru (VUB) spesifik lokasi Contoh : Varietas unggul tahan wereng (VUTW)

(26)

Peningkatan penggunaan pupuk kimia

• Ketidakseimbangan penggunaan pupuk menyebabkan peningkatan hama-hama tertentu

• Ketidakseimbangan penggunaan pupuk menyebabkan peningkatan hama-hama tertentu

(27)

Dampak peningkatan penggunaan pestisida

Resistensi : sebagai akibat penggunaan secara terus menerus

Resurgensi : sebagai akibat terbunuhnya musuh alami

Munculnya hama sekunder : efek kompetisi

Resistensi : sebagai akibat penggunaan secara terus menerus

Resurgensi : sebagai akibat terbunuhnya musuh alami

Munculnya hama sekunder : efek kompetisi

(28)

Pengelompokan Hama Padi

• Hama-hama berhabitat dalam tanah

• Hama-hama fase vegetatif

• Hama-hama fase generatif

• Hama-hama berhabitat dalam tanah

• Hama-hama fase vegetatif

• Hama-hama fase generatif

(29)

Hama-hama berhabitat dalam tanah (Soil Pests)

Hama-hama berhabitat dalam tanah (Soil Pests)

• Semut (ants)

• Rayap (termites)

• Uret (white grub), Philophaga helleri, Lepidiota stigma

• Anjing tanah (mole cricket), Grylotalpha sp.

• Kumbang mocong (rice weevils)

• Semut (ants)

• Rayap (termites)

• Uret (white grub), Philophaga helleri, Lepidiota stigma

• Anjing tanah (mole cricket), Grylotalpha sp.

• Kumbang mocong (rice weevils)

(30)

Hama-hama Fase Vegetatif

Lalat bibit (seedling maggots), Atherigona oryzae

Lalat pengorok pucuk (Rice world maggots), Hydrellia sp.

Hama putih (rice case worm), Nymphula depunctalis

Ganjur (rice gall midge), Orseolia oryzae

Penggerek batang (stem borrer), Sciprpophaga incertulas, S. innotata, Chilo supressalis, C.

polychrisus, Sesamia inferens

Ulat grayak (army worm), Mythimna separata

Kepinding tanah (Rice black bugs), Scotinophora sp.

Lalat bibit (seedling maggots), Atherigona oryzae

Lalat pengorok pucuk (Rice world maggots), Hydrellia sp.

Hama putih (rice case worm), Nymphula depunctalis

Ganjur (rice gall midge), Orseolia oryzae

Penggerek batang (stem borrer), Sciprpophaga incertulas, S. innotata, Chilo supressalis, C.

polychrisus, Sesamia inferens

Ulat grayak (army worm), Mythimna separata

Kepinding tanah (Rice black bugs), Scotinophora sp.

(31)

Hama-hama Fase Generatif

• Kepik padi (Rice bug), Leptocoriza sp.

• Wereng batang (plant hoppers), Nilaparvata lugens, dll

• Wereng daun (leaf hoppers), Nepotettix sp.

• Hama putih palsu (rice leaf folder), Cnaphalocrosis medinalis

• Kepik padi (Rice bug), Leptocoriza sp.

• Wereng batang (plant hoppers), Nilaparvata lugens, dll

• Wereng daun (leaf hoppers), Nepotettix sp.

• Hama putih palsu (rice leaf folder), Cnaphalocrosis medinalis

(32)

Pengelolaan Hama Padi

• Umur tanaman (sejak pratanam sampai panen)

• Identifikasi jenis hama

• Klarifikasi bagian tanaman yang diserang

• Biologi hama

• Ekologi hama

• Umur tanaman (sejak pratanam sampai panen)

• Identifikasi jenis hama

• Klarifikasi bagian tanaman yang diserang

• Biologi hama

• Ekologi hama

(33)

Target serangan hama pada padi

(34)

Biologi Hama Padi

(35)

Stadium Hama pada Padi

(36)

Ekologi Hama Padi

(37)

Komponen Pengendalian

• Pengendalian secara bercocok tanam

• Pengendalian dengan memanfaatkan tanaman tahan

• Pengendaian secara fisik

• Pengendalian secara mekanis

• Pengendalian secara hayati

• Pengendalian kimiawi

• Penerapan peraturan perundang-undangan

• Pengendalian secara bercocok tanam

• Pengendalian dengan memanfaatkan tanaman tahan

• Pengendaian secara fisik

• Pengendalian secara mekanis

• Pengendalian secara hayati

• Pengendalian kimiawi

• Penerapan peraturan perundang-undangan

(38)

Komponen pengendalian secara bercocok tanam

Pemilihan lokasi tanam : dataran rendah, dataran tinggi, lahan sawah, daerah pasang surut, jenis irigasi (sederhana, teknis, tadah hujan), jenis tanah, topografi wilayah

Penentuan waktu tanam : musim hujan (MH-1, MH-2), musim kemarau (MK-1, MK-2), gadu (peralihan MK-MH pada lahan irigasi teknis)

Penentuan pola tanam : padi-padi-padi, padi-padi-bero, padi- padi-palawija, padi-palawija-padi, padi-palawija-bero

Pengaturan jarak tanam : acak, legowo, 20 x 20 cm, 20 x 22 cm, 20 x 25 cm. Pertimbangan ??

Sistem tanam : tumpangsari, monokultur, tumpang gilir, surjan

Pemilihan jenis tanaman : tanaman pokok, tanaman perangkap, tanaman penolak hama

Pemupukan berimbang : TSP, KCl dan Urea

Pemilihan lokasi tanam : dataran rendah, dataran tinggi, lahan sawah, daerah pasang surut, jenis irigasi (sederhana, teknis, tadah hujan), jenis tanah, topografi wilayah

Penentuan waktu tanam : musim hujan (MH-1, MH-2), musim kemarau (MK-1, MK-2), gadu (peralihan MK-MH pada lahan irigasi teknis)

Penentuan pola tanam : padi-padi-padi, padi-padi-bero, padi- padi-palawija, padi-palawija-padi, padi-palawija-bero

Pengaturan jarak tanam : acak, legowo, 20 x 20 cm, 20 x 22 cm, 20 x 25 cm. Pertimbangan ??

Sistem tanam : tumpangsari, monokultur, tumpang gilir, surjan

Pemilihan jenis tanaman : tanaman pokok, tanaman perangkap, tanaman penolak hama

Pemupukan berimbang : TSP, KCl dan Urea

(39)

Pengendalian dengan memanfaatkan tanaman tahan

Ketahanan genetik : pemanfaatan varietas unggul tahan hama (misalnya VUTW)

Ketahanan ekologik : penanaman disesuaikan dengan waktu ketidakmunculan hama,

ketidaksesuaian habitat

Ketahanan genetik : pemanfaatan varietas unggul tahan hama (misalnya VUTW)

Ketahanan ekologik : penanaman disesuaikan dengan waktu ketidakmunculan hama,

ketidaksesuaian habitat

(40)

Pengendalian secara fisik dan mekanis Pengendalian secara fisik dan mekanis

Pengumpulan dan pemusnahan : kelompok telur, larva dan pupa hama, kasus penggerek batang padi kuning Scirpophaga incertulas

Penggunaan lampu perangkap : ngengat penggerek batang padi, hama uret Lepidiota stigma, Phillophaga helleri

Penggunaan trap barier system : untuk tikus

Gropyokan : untuk pengendalian tikus, hama uret Lepidiota stigma, Phillophaga helleri

Pengaturan air irigasi : penggerek batang padi putih, hama putih Nymphula depunctalis, nematoda puru akar Meloidogyne graminicola

Pengumpulan dan pemusnahan : kelompok telur, larva dan pupa hama, kasus penggerek batang padi kuning Scirpophaga incertulas

Penggunaan lampu perangkap : ngengat penggerek batang padi, hama uret Lepidiota stigma, Phillophaga helleri

Penggunaan trap barier system : untuk tikus

Gropyokan : untuk pengendalian tikus, hama uret Lepidiota stigma, Phillophaga helleri

Pengaturan air irigasi : penggerek batang padi putih, hama putih Nymphula depunctalis, nematoda puru akar Meloidogyne graminicola

(41)

Pengendalian secara hayati

Pemanfaatan parasitoid, pemangsa dan patogen hama :

Parasitoid Trichogramma sp.untuk penggerek batang padi

Pemanfaatan jamur Metarhizium anisopliae, Beauveria bassiana

Pemanfaatan ular dan burung hantu Tyto alba pemangsa tikus

Pemanfaatan parasitoid, pemangsa dan patogen hama :

Parasitoid Trichogramma sp.untuk penggerek batang padi

Pemanfaatan jamur Metarhizium anisopliae, Beauveria bassiana

Pemanfaatan ular dan burung hantu Tyto alba pemangsa tikus

(42)

Pengendalian kimiawi

• Penggunaan bahan kimia pestisida dalam pengendalian hama

• Cara kerja pestisida

Racun kontak, lambung, pernafasan

• Macam pestisida

Pestisida kimia sintetik Pestisida botanik

• Penggunaan bahan kimia pestisida dalam pengendalian hama

• Cara kerja pestisida

Racun kontak, lambung, pernafasan

• Macam pestisida

Pestisida kimia sintetik Pestisida botanik

(43)

Penerapan peraturan perundang-undangan

• Pengaturan pelepasan dan pemantauan varietas padi jenis baru

• Pengaturan pelepasan dan pemantauan varietas padi jenis baru

Referensi

Dokumen terkait

Furthermore, activities are to provide health promotion that is carried out, including conducting a pre-health promotion assessment of each student's knowledge, delivering material