• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku Kolaborasi Triple Helix Inklusif untuk UMKM Daerah

N/A
N/A
rachmini saparita

Academic year: 2024

Membagikan "Buku Kolaborasi Triple Helix Inklusif untuk UMKM Daerah"

Copied!
194
0
0

Teks penuh

Kolaborasi Triple Helix: Suatu Keniscayaan

UMKM dan Kolaborasi Inklusif Triple Helix

UMKM sebagai Unsur Triple Helix yang Harus

Namun tingginya kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional tidak dibarengi dengan tingginya tingkat daya saing UMKM di Indonesia (Lantu et al., 2016; Radyanto & Prihastono, 2020). Lembaga penelitian dan pelaku usaha tidak memahami peran dan tanggung jawab masing-masing sehingga kolaborasi berakhir pada barang dan jasa yang tidak dapat diproduksi (Moeliodihardjo et al., 2012).

Konsep Kolaborasi Triple Helix

Model triple helix dalam hubungan universitas, industri dan pemerintah diteliti oleh Gachie (2020). Konsep triple helix telah mengalami perkembangan yang signifikan sejak pertama kali diperkenalkan oleh Etzkowitz dan Leydesdorff (2000).

Gambar 2.1 Perkembangan Model Triple Helix
Gambar 2.1 Perkembangan Model Triple Helix

Kolaborasi Triple Helix di Indonesia

Hal ini dilakukan sebagai dasar untuk menentukan model kolaborasi triple helix yang paling tepat untuk diterapkan. Di tingkat pemerintah pusat, model triple helix di Indonesia juga terus berkembang dan berkembang seiring berjalannya waktu.

Konsep Kolaborasi Triple Helix dalam Pengembangan

Kolaborasi triple helix yang dimunculkan oleh Kolade et al., Pangarso et al., dan Khan et al. Menurut Liyanage et al., transfer pengetahuan merupakan salah satu indikator keberhasilan proses difusi inovasi.

Kolaborasi Triple Helix di Daerah

Salah satu ukuran kuatnya kolaborasi antara lembaga penelitian dan pelaku usaha adalah terus menerusnya pemanfaatan teknologi yang diperkenalkan dalam kegiatan komersial. Faktanya, pengembangan UMKM yang dilakukan oleh lembaga penelitian (PRTTG) dan pemerintah daerah sebagian besar berada di luar wilayah Subang. Durasi kerjasama antara lembaga penelitian dan pemerintah daerah berkisar antara 1-15 tahun (Saparita et al., 2021), dengan rata-rata jangka waktu 2 tahun.

Buku ini tidak untuk dijual. . aspek yang menentukan keberhasilan kerjasama antara lembaga penelitian dan UMKM antara lain. Namun dengan adanya perubahan fungsi lembaga penelitian (PRTTG) yang hanya fokus pada pembangkitan/produksi ilmu pengetahuan, nampaknya proses pendefinisian permasalahan pengembangan inovasi di kalangan pelaku usaha tidak lagi diawasi secara intensif oleh manusia. sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi. dan pemerintah daerah, seperti yang direkomendasikan oleh Van De Ven (2007). Jika dikaitkan dengan konsep/teori difusi teknologi, maka kerjasama antara lembaga penelitian dengan pelaku usaha/UMKM (beserta pemerintah daerah) tidak lepas dari proses transfer teknologi dan transfer ilmu pengetahuan dari lembaga penelitian (produksi ilmu pengetahuan) dan UMKM ( teknologi pengguna).

Hubungan antara lembaga penelitian (dalam hal ini PRTTG) dengan pelaku usaha/UMKM diawali dengan kegiatan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi (termasuk unsur peralatan dan teknologi proses) (Gambar 4.1).

Gambar 2.2 Kerangka Pikir Kolaborasi Triple Helix untuk UMKM Berbasis Iptek Buku  ini  tidak  diperjualbelikan.
Gambar 2.2 Kerangka Pikir Kolaborasi Triple Helix untuk UMKM Berbasis Iptek Buku ini tidak diperjualbelikan.

Kolaborasi Triple Helix dalam Pengembangan UMKM Iptek di

Kolaborasi Triple Helix: Kasus PRTTG, Pemerintah

Kegiatan kolaborasi yang dilakukan PRTTG, pemerintah daerah dan UMKM (Gambar 3.6) sejalan dengan tipologi yang dijelaskan oleh Santoro dan Gopalkhrishnan (2001). Teknologi proses (pangan) dan bantuan produksi juga menjadi bagian dari transfer ilmu pengetahuan dan teknologi kepada UMKM (Gambar 3.11). Mayoritas UMKM menyatakan (implementasi iptek) sangat membantu meningkatkan kualitas produk di atas 75% kualitas sebelumnya (Gambar 3.15).

Faktanya, ada beberapa MSMV yang menyatakan bahwa iptek yang diterapkan tidak membantu meningkatkan produksi (Gambar 3.16). Hal ini terlihat dari mayoritas UMKM yang menyatakan (implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi) sangat membantu meningkatkan daya tahan produk melebihi 75% dari umur sebelumnya (Gambar 3.17). Sebagian besar MSMV menunjukkan bahwa (implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi) benar-benar membantu memperluas cakupan pasar hingga lebih dari 75% dari sebelumnya (Gambar 3.18).

Meskipun berbagai upaya terpadu telah dilakukan, namun masih terdapat UMKM yang belum mengalami perkembangan, baik dari sisi peningkatan kualitas produk maupun pemasarannya (Gambar 3.20). Lembaga penelitian diharapkan mempunyai tugas fungsional pokok (tupoxi) dalam melaksanakan kerjasama dengan UMKM dan didampingi oleh pemerintah daerah, khususnya terkait dengan pengembangan dan pemanfaatan teknologi (Gambar 3.21). Permasalahan yang ditemukan lembaga penelitian saat melakukan kerjasama dengan pemerintah daerah juga menunjukkan pola yang sama dengan permasalahan kerjasama UMKM (Gambar 3.26).

Gambar 3.1 Cakupan Wilayah Kolaborasi PRTTG dan Pemerintah Daerah  dalam Pengembangan UMKM
Gambar 3.1 Cakupan Wilayah Kolaborasi PRTTG dan Pemerintah Daerah dalam Pengembangan UMKM

Kolaborasi untuk Meningkatkan Adopsi Teknologi di

Jika dikaitkan dengan manfaat teknologi yang dirasakan oleh UMKM (Gambar 3.31), terlihat bahwa dengan tingkat adopsi (1) pun mereka merasakan manfaat dari penyebaran teknologi, seperti peningkatan produksi, kemudahan dan penghematan waktu. , serta perkembangan bisnis dan pasar. Berdasarkan hasil penelitian LIPI (2021), kemampuan adaptasi teknologi terhadap permintaan pengguna menjadi aspek yang paling menentukan dalam adopsi teknologi di masyarakat (Saparita et al., 2021). Selain faktor kemampuan beradaptasi, kemudahan memperoleh suku cadang dan bahan baku teknologi, kesederhanaan teknologi dan kemudahan pengoperasian juga menjadi faktor penting dalam adopsi teknologi di kalangan usaha kecil (UMKM) (Gambar 3.32).

Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan teknologi yang sejalan dengan permintaan pengguna merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan adopsi teknologi di masyarakat. Dalam hal alih teknologi yang dilakukan PRTTG, faktor utama penentu keberhasilan adalah kesesuaian dengan permintaan pengguna, kemudahan memperoleh suku cadang, serta kesederhanaan dan kemudahan pengoperasian teknologi (Gambar 3.32). Melihat ke belakang, sebagian besar kolaborator PRTTG adalah UMKM dengan modal dan kapasitas terbatas (kapasitas kelas menengah bawah) sehingga penguasaan mereka terhadap teknologi yang kompleks relatif kurang.

Oleh karena itu, kompatibilitas, yaitu teknologi yang nyaman dan mudah untuk dipertukarkan, menjadi kunci keberhasilan difusi teknologi.

Gambar 3.30 Keterkaitan antara Lamanya Kolaborasi LIPI & UMKM dengan  Tingkat Adopsi Teknologi
Gambar 3.30 Keterkaitan antara Lamanya Kolaborasi LIPI & UMKM dengan Tingkat Adopsi Teknologi

Engaged Scholarship dalam Kolaborasi PRTTG, Pemda,

Oleh karena itu, indikator ini dapat menjadi indikator keberhasilan kerjasama triple helix atau kerjasama yang efektif (efisien). Untuk mengantisipasi keadaan tersebut, pola kerja sama yang diusulkan adalah menjadikan Bappeda/Bapelitbangda/Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) sebagai titik awal kerja sama triple helix (Gambar 4.2). Berdasarkan penjelasan di atas, diusulkan mekanisme transfer dan pertukaran pengetahuan antara lembaga penelitian dan pelaku usaha untuk memperkuat kerja sama triple helix, seperti terlihat pada Gambar 4.3.

Untuk itu, dalam membangun mekanisme transfer ilmu pengetahuan dan teknologi antara lembaga penelitian dan pelaku usaha serta memperkuat kerja sama triple helix secara komprehensif, diperlukan hal-hal sebagai berikut. Konsep kolaborasi triple helix harus diperkuat untuk membangun ekosistem riset dan inovasi yang komprehensif di Indonesia di masa depan. Kolaborasi dengan triple helix menjadi landasan penting bagi UMKM di daerah agar bisa bertransformasi di masa depan.

Kolaborasi Triple Helix bertujuan tidak hanya untuk mengembangkan UMKM di masa depan, tetapi juga untuk mengembangkan perekonomian daerah.

Kolaborasi Triple Helix yang Inklusif untuk Pengembangan

Pola Kolaborasi Triple Helix yang Inklusif di Daerah

Faktor penentu keberhasilan kerjasama yang terungkap dalam penelitian LIPI adalah faktor keseriusan para pihak, baik dari pemerintah daerah maupun dari UMKM (Saparita et al., 2021). Jika ditelusuri kegiatan transfer teknologi yang dilakukan PRTTG, pada awalnya (sebelum menjadi BRIN), transfer teknologi dilakukan tanpa strategi perizinan HKI. Alih teknologi lebih ditujukan pada pemberian bantuan kepada UMKM dan kerjasama dengan pemerintah daerah untuk pendampingan di lapangan.

Dari pengalaman kerjasama dan keberhasilan transfer teknologi (iptek) di masyarakat (UMKM), tergambar pola kerjasama triple helix (lembaga penelitian, pemerintah daerah, pelaku usaha) dalam mendorong hasil produk berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. akibat pemanfaatan teknologi yang inklusif di kalangan pelaku usaha/UKM, seperti terlihat pada Gambar 4.1. Perbaikan UMKM: perekonomian, kualitas dan kuantitas produk, proses produksi, efisiensi waktu dan cakupan pasar produk berbasis iptek. Kegiatan alih teknologi yang dilakukan tidak hanya mendiseminasikan peralatan dan teknologi proses yang dikembangkan PRTTG, namun juga proses difusinya.

PRTTG sebagai lembaga penelitian melalui pemerintah daerah diperkenalkan kepada UMKM yang membutuhkan teknologi untuk mengembangkan produk berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.

Gambar 4.1 Pola Kolaborasi Triple helix yang Efektif dan Inklusif
Gambar 4.1 Pola Kolaborasi Triple helix yang Efektif dan Inklusif

Strategi Memperkuat Kolaborasi Triple Helix yang

Oleh karena itu diperlukan strategi yang dapat mengikat institusi, sehingga setiap pegawai pengganti tidak bisa memutuskan kerja sama begitu saja. BRIN dan OPD bersinergi merancang dan menyelenggarakan kegiatan transfer teknologi/pengetahuan kepada pelaku usaha secara inklusif, yang kemudian berpedoman pada OPD terkait.

Gambar 4.2 Kolaborasi Triple Helix melalui Bapeda/Bapelitbangda/BRIDA
Gambar 4.2 Kolaborasi Triple Helix melalui Bapeda/Bapelitbangda/BRIDA

Mekanisme Transfer Pengetahuan dalam Kolaborasi

Informasi yang diperoleh dari pelatihan in-situ menjadi masukan bagi tim peneliti untuk diolah bersama di laboratorium. Oleh karena itu perlu dibangun mekanisme tertentu yang dapat menjembatani lembaga penelitian/BRIN dengan UMKM. Mekanisme yang diusulkan pada Gambar 4.3 didasarkan pada banyaknya fasilitas yang dapat digunakan pemerintah daerah untuk mempromosikan, antara lain, para pelaku usaha.

Lembaga penelitian bekerjasama dengan perguruan tinggi dan lembaga penelitian lainnya serta bertanggung jawab melakukan transfer teknologi, ilmu pengetahuan, paten dan lisensi kepada pelaku usaha berdasarkan kemampuan dan kemampuan yang dimilikinya. Sedangkan pelaku usaha baik skala kecil, menengah, maupun mapan dapat didorong dengan melakukan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi, perizinan, dan paten untuk kegiatan komersial. Melalui mekanisme ini, lembaga penelitian (BRIN/PRTTG) akan memiliki pengalaman luas dalam mendukung keberhasilan penerjemahan ilmu pengetahuan dan teknologi ke tingkat praktis.

Melalui usulan mekanisme ini diharapkan para pelaku usaha daerah akan tumbuh dan berkembang menjadi pelaku usaha yang tidak hanya inovatif, namun juga mampu menciptakan lapangan kerja dan memberikan contoh sukses bagi pelaku usaha lainnya untuk menjadi wirausahawan yang handal sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

Gambar 4.3 Mekanisme Transfer Iptek dalam Memperkuat Kolaborasi Triple  Helix secara Inklusif
Gambar 4.3 Mekanisme Transfer Iptek dalam Memperkuat Kolaborasi Triple Helix secara Inklusif

Penguatan Kolaborasi Triple Helix yang Inklusif

Melalui usulan mekanisme ini, kami berharap para pelaku usaha daerah akan tumbuh dan berkembang menjadi pelaku usaha yang tidak hanya inovatif, namun juga mampu menciptakan lapangan kerja dan memberikan contoh sukses kepada pelaku usaha lainnya agar menjadi wirausahawan yang handal sehingga mampu menggerakkan perekonomian daerah. pertumbuhan. melakukan sosialisasi kepada masyarakat/UMKM melalui kegiatan alih teknologi khususnya pelatihan. Berdasarkan pengalaman PRTTG selama bertahun-tahun bekerja sama dengan pemerintah daerah, terdapat pula keterkaitan dan konsolidasi unsur triple helix, karena terdapat komunikasi yang cukup “mendalam”. dengan pemerintah daerah dalam pelaksanaan program pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan ekonomi masyarakat. Selain itu, lembaga penelitian juga menyelenggarakan pelatihan bagi pelatih sebagai media transfer ilmu kepada pegawai pemerintah daerah.

Hal ini bertujuan agar pegawai pemerintah dapat menjadi kader yang melakukan transfer teknologi kepada masyarakat luas/UMKM. Difusi/penyebaran teknologi di masyarakat memerlukan pemantauan yang terus menerus, oleh lembaga penelitian dan pemerintah daerah, sejak awal hingga penerapan teknologi tersebut. Adanya indikator-indikator tersebut berarti keterhubungan unsur-unsur triple helix memberikan manfaat yang besar bagi kinerja UMKM, baik dari segi ekonomi maupun penguasaan teknologi yang didistribusikan.

Keberadaan lembaga penelitian dan pemerintah pusat/daerah mendorong terselenggaranya pembangunan melalui peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masyarakat.

Kolaborasi Triple Helix ke Depan

CSR Tanggung Jawab Sosial Perusahaan HKI Hak Kekayaan Intelektual UKM Industri Kecil Menengah Iptek Iptek. Rachmini bekerja di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak tahun 1982, dan sejak tahun 2022 hingga sekarang, penulis bekerja di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Sejak tahun 2022, penulis bekerja di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan sejak tahun 2022 – saat ini, penulis bekerja di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Sejak tahun 2002, penulis bekerja sebagai peneliti di bidang pengembangan masyarakat pada Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPTTG-LIPI). Pada tahun 2019, penulis tergabung dalam kelompok penelitian pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam masyarakat di Pusat Penelitian Kebijakan dan Manajemen Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan Inovasi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPKMI-LIPI). Kemudian pada tahun 2019 penulis menjadi peneliti di Pusat Penelitian Kebijakan dan Manajemen Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Inovasi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan mulai tahun 2022-sekarang penulis bekerja di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Sejak tahun 2014, penulis bekerja di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada Pusat Penelitian Kebijakan dan Manajemen Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Inovasi (P2KMI), dan saat ini penulis telah bergabung dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional. Penulis awalnya bekerja di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sejak tahun 1986, dan kini bergabung dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional. Beliau sebelumnya bekerja di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sejak tahun 1986 dan terlibat dalam berbagai penelitian, pengembangan dan kegiatan.

Gambar

Gambar 2.2 Kerangka Pikir Kolaborasi Triple Helix untuk UMKM Berbasis Iptek Buku  ini  tidak  diperjualbelikan.
Gambar 3.1 Cakupan Wilayah Kolaborasi PRTTG dan Pemerintah Daerah  dalam Pengembangan UMKM
Gambar 3.2 Sebaran UMKM Binaan PRTTG dan Pemerintah Daerah Periode  2017–2019
Gambar 3.4 Kriteria Partner Kolaborasi Lembaga Riset dan Pemerintah Daerah
+7

Referensi

Dokumen terkait