Cara Mudah Memahami Hukum Media Massa
Oleh: Khairullah, S.I.Kom, M.I.Kom*
Hukum adalah sekumpulan regulasi (aturan) sebagai pedoman bagi media massa untuk menjalankan perilakunya. Seperti Pedoman Perilaku Penyiaran (P3), Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA), Pedoman Pemberitaan Media Siber, dan sebagainya.
Pedoman-pedoman ini lahir, karena adanya sokongan dari otoritas pemerintah.
Seperti P3 yang merupakan turunan dari UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, PPRA dan PPMS yang merupakan turunan dari UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Aturan-aturan tersebut berisikan pasal-pasal tentang apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh perusahaan media massa. Apabila melanggar, maka mereka akan mendapatkan sanksi-sanksi tertentu. Misalkan Pasal 55 ayat (2) UU Penyiaran, berbunyi: Sanksi administratif dapat berupa: a) teguran tertulis; b) penghentian sementara mata acara yang bermasalah setelah melalui tahap tertentu; c) pembatasan durasi dan waktu siaran; d) denda administratif; e) pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu; dan f) tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran; serta g) pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran.
Lantas, kenapa aturan-aturan tersebut dibuat? Bukankah menghambat kreativitas media massa? Jawabannya tentu tidak! Justru dengan hadirnya aturan, maka media massa terhindar dari bentuk penyalahgunaan wewenang mereka.
Contohnya seperti media penyiaran (tv dan radio) yang menggunakan frekuensi (sumber daya alam terbatas), sehingga harus benar-benar dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (ranah publik) (Pasal 6 ayat 2 UU Penyiaran).
Hukum Media Massa Secara Etimologi
Adapun rumusan pengertian hukum media massa setidaknya mengandung beberapa unsur, sebagai berikut:
 Hukum media massa mengatur tingkah laku media (cetak, elektronik, berjaringan) di masyarakat. Hukum media massa biasanya berisikan aturan; apa
yang harus dilakukan (perintah), dan apa yang tidak boleh dilakukan (larangan).
Hal ini dimaksudkan untuk mengatur perilaku media agar tidak merugikan kepentingan publik. Contoh Pasal 11 ayat (1) Standar Program Siaran (SPS) berbunyi, “Program siaran wajib dimanfaatkan untuk kepentingan publik dan tidak untuk kepentingan kelompok tertentu”. Pasal 14 SPS yang berbunyi,
“Masalah kehidupan pribadi dapat disiarkan dengan ketentuan, sebagai berikut:
c. tidak mendorong berbagai pihak yang terlibat dalam konflik mengungkapkan secara terperinci aib dan/atau kerahasiaan masing-masing pihak yang berkonflik”.
 Peraturan hukum media massa ditetapkan oleh lembaga Negara legislatif, seperti: DPR RI, DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota lewat Peraturan Daerah, atau lembaga Negara eksekutif, seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, atau pun Peraturan Wali Kota. Ataupun badan yang berwenang seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Dewan Pers, dan sebagainya. Contoh: UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran adalah undang-undang yang dibuat oleh Negara (dalam hal ini DPR-RI Tahun 2002) untuk mengatur penyiaran di Indonesia.
Begitu pula dengan UU No. 40 Tahun 1999 adalah undang-undang yang dibuat oleh Negara (dalam hal ini DPR-RI Tahun 1999) untuk mengatur pers di Indonesia, dan seterusnya. Adapun P3SPS, PPRA, PPMS, Kode Etik Jurnalistik, dan sebagainya adalah produk hukum turunan dari undang-undang, yang dibuat oleh Lembaga Negara Independen seperti KPI dan Dewan Pers. Pasal 15 ayat (2) UU Pers menyebutkan, “Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut: c. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik”.
Sedangkan Pasal 8 ayat (2) UU Penyiaran menyebutkan, “Dalam melaksanakan fungsinya, KPI mempunyai wewenang: c. mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran; dan d. memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran”.
 Penegakan aturan hukum media massa bersifat memaksa. Peraturan hukum sejatinya dibuat bukan untuk dilanggar, melainkan untuk ditaati. Untuk menegakkan aturan misalnya, KPI memiliki tim pendukung seperti pemantau
(monitoring) yang berwenang untuk mengawasi penyelenggaraan penyiaran.
Hasil temuan mereka + aduan masyarakat, nantinya akan digelar pada mekanisme rapat Focus Group Discussion (Diskusi Terpumpun) untuk memutuskan sanksi apa yang akan dikenakan. Meski demikian, terdapat pula aturan yang bersifat imbauan/edaran semata, menyesuaikan dengan peristiwa yang ada.
 Hukum memiliki sanksi dari setiap pelanggaran yang dilakukan secara tegas dan terukur. Sanksi juga dimuat dalam suatu peraturan hukum media massa, sebagaimana telah penulis sebutkan di atas.
Terlepas dari berbagai definisi yang kita bahas tadi, pengertian hukum media massa tidaklah begitu penting. Hal yang terpenting adalah bagaimana penegakannya, dan perlindungan literasi media yang diberikan kepada masyarakat. Seperti masih banyak terdapat tayangan akad nikah live streaming, mengumbar aib, sinetron Azab, banyaknya iklan, liputan acara suatu partai secara belebihan, dan tayangan yang tidak sehat lainnya. Tayangan yang mungkin menjadi alasan kapan terakhir kali kita menonton televisi.
*Penulis adalah Dosen Ilmu Komunikasi FISIP – UMA.
Soal:
1. Silahkan cek situs web resmi Dewan Pers, berapa banyak pedoman pemberitaan yang telah dikeluarkan oleh lembaga ini? Sebutkan!
2. Silahkan cek situs web resmi KPI, berikan satu contoh tayangan/siaran yang diberikan sanksi oleh KPI. Sertakan sanksi apa yang diberikan, dan apa landasan penjatuhan sanksi? Sertakan pula video terkait.
3. Sebutkan beberapa hal yang tidak boleh dilakukan di media online menurut aturan PPMS! Sertakan kasus terkait!
4. Bagaimana kabar sinetron Azab, apakah masih tayang sampai dengan saat ini?