• Tidak ada hasil yang ditemukan

Case Series of Neurofibromatosis Management in Pediatric Patients

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Case Series of Neurofibromatosis Management in Pediatric Patients"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG

Laporan Kasus : Case Series of Neurofibromatosis Management

Penyaji : Marhaeni Pusposetyaningrum

Pembimbing :dr. Maya Sari Wahyu K., Sp.M (K)., M.Kes

Telah dikoreksi dan disetujui oleh : Pembimbing Pediatric Ophthalmology

dr. Maya Sari Wahyu K., Sp.M (K)., M.Kes

Senin, 4 Mei 2015 Pukul 07.00 WIB

(2)

Case Series of Neurofibromatosis Management ABSTRACT

Introduction :

Neurofibromatosis is genetic disorder of the nervous system. This disorders are known as neurofibromatosis type 1 (NF1) and neurofibromatosis type 2 (NF2).

NF1 is common autosomal dominantly inherited tumour, predisposition syndrome affecting 1/4000 birth, for NF2 is tumour-prone disorder characterised by developmentof multiple schwannomas and meningiomas, with predisposition syndrome affecting 1/60.000 birth.

Objective :

To report case series of 5 years old girl and 13 years old boy who presented to Pediatric Ophthalmology Unit Cicendo Eye Hospital with Neurofibromatosis type 1 (NF1) with different chief complain.

Case Report :

First case is a 5 years old girl presented to Pediatric Ophthalmology Unit Cicendo Eye Hospital. The patient presented with chief complain cafe-au-lait spots and proptosis on oculi sinistra. Her intraocular pressure was within normal limit, then she underwent examination and enucleation procedure on March 12th 2015. After surgery, she got protesa for oculi sinistra. The second case is a 13 years old boy presented to Pediatric Ophthalmology Unit Cicendo Eye Hospital as a referral from Pediatric Department. The patient presented with cafe-au-lait spots, skin lession neurofibroma, and underwent CT scan examination. The results of CT scan is within normal limit. Then he underwent examination. For this patient we only observe for disease severity. For both patients, On the last visit, the patients were consulated to demartology, cardiology, and neurology department.

Conclusion :

Treatment for Neurofibromatosis type 1 (NF1) usually simptomatic. Management of choice for proptosis due to NF1 is observ or surgical intervention depends on manifest patient. occasional surgery is warranted to deal with severe proptosis or to debulk extensive chiasmal gliomas.

I. PENDAHULUAN

Neurofibromatosis adalah suatu kelainan genetik pada nervus sistem, kelainan tersebut berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan dari sel jaringan nervus. Kelainan neurofibromatosis terbagi menjadi dua yaitu neurofibromatosis tipe 1 (NF1) dan neurofibromatosis tipe 2 (NF2). NF1 dapat juga disebut sebagai Von Recklinghausen NF yang memiliki karakteristik yang

(3)

khas yaitu cafe au lait dan neurofibroma pada kulit serta dikatakan 50% orang dengan NF1 memiliki gangguan kognitif. Sedangkan NF2 merupakan tipe yang jarang ditemui dibanding NF1, NF2 dapat juga disebut bilateral akoustik NF (BAN) yang memiliki karakterisktik yang khas yaitu adanya multiple tumor pada cranial maupun spinal, tumor tersebut memiliki efek gangguan pada nervus auditori dan dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Kasus yang sering ditemui adalah kasus NF1, neurofibromatosis tipe 1 adalah suatu kelainan autosomal dominan yang memiliki prevalensi 1 dalam 4000 pada kelahiran bayi yang hidup. Setengah dari seluruh kasus muncul dikarenakan mutasi yang spontan. Walaupun telah dibuktikan dengan penelitian mengenai tes genetik dapat ditentukan melalui diagnosis laboratorium memiliki tingkat kepercayaan 95%

namun banyak pasien yang di diagnosis melalui pemeriksaan manifestasi klinis.

Diagnosis didaptkan terdapat dua atau lebih dari kriteria mayor. Diagnosis tersebut dapat di temukan sejak kelahiran atau dapat juga setelah dilakukan observasi setelah beberapa tahun kemudian muncul dari kriteria neurofibromatosis. Sedangkan NF 2 memiliki prevalensi 1 dalam 60000 pada kelahiran bayi yang hidup, jenis NF2 merupakan suatu kelainan tunor yang berkembang dengan memiliki bentuk multipel schwannoma dan meningioma. 1,2

NF1 adalah suatu kondisi yang berbeda-beda dalam setiap kasus pasien, beberapa pasien datang dengan keadaan manifestasi klinis yang masih ringan, terkadang ada kasus yang datang sudah dalam keadaan yang berat. Komplikasi adanya cafe au lait spots dan kutenus neurofibroma dapat muncul 95% pada pasien penderita, sedangkan untuk klinis lain dapat muncul kurang dari 1%. NF1 adalah suatu kelainan yang memiliki tingkat kondisi progressive; perbedaan komplikasi dapat muncul dan dapat menjadi buruk dari waktu ke waktu. Bentuk manifestasi klinis yang dapat muncul sejak satu tahun pertama kelahiran yaitu munculnya cafe au lait spots, pseudoarthrosis dan external plexiform neurofibroma. Sedangkan klinis yang dapat muncul saat tujuh tahun pertama sejak kelahiran yaitu freckling, optik glioma dan severe skoliosis. Klinis lain yang dapat muncul saat usia remaja atau usia dewasa muda yaitu kutaneus neorofibroma dan iris lisch nodules, sedangkan klinis malignansi,

(4)

pheochromocytomas dan paraspinal plexiform neurofibroma seringnya muncul saat usia dewasa.1,3

Laporan kasus ini memaparkan case series mengenai tatalaksana seorang pasien dengan Neurofibromatosis type 1 (NF1) yang datang ke Rumah Sakit Mata Cicendo.

II. LAPORAN KASUS 2.1. Kasus I

Kasus I, seorang anak perempuan berusia 5 tahun datang ke poli Pediatrik Oftalmologi Rumah Sakit Mata Cicendo pada tanggal 12 desember 2014 dengan keluhan sejak lahir terdapat bercak – bercak coklat pada seluruh tubuh serta mata kiri lebih menonjol dan terdapat asimetrik pada wajah terlihat bengkak seperti ada benjolan pada organ mata sampai pipi sebelah kiri, dirasakan benjolan tersebut tidak bertambah besar ukurannya. Kemudian sejak usia 2 tahun mulai terdapat bintik putih pada selaput bening mata, bercak putih tersebut awalnya memiliki diameter yang kecil kemudian lambat laun ukurannya meluas dan bertambah lebar sampai menutupi seluruh selaput bening mata. Keluhan mata menjadi sering berair dirasakan sejak lahir, nyeri tekan pada daerah benjolan disangkal, nyeri yang terus - menerus pada daerah benjolan disangkal, riwayat mata merah berulang disangkal. Riwayat pengobatan disangkal, tetapi ibu pasien pernah datang ke puskesmas untuk memeriksakan keluhan anaknya tersebut dan di anjurkan untuk langsung datang ke Rumah Sakit Mata Cicendo, saat pasien ke puskesmas saat itu pasien masih berusia 11 bulan, tetapi orang tua pasien tidak membawa ke anak tersebut ke Rumah Sakit Mata Cicendo. Riwayat keluarga yang memiliki kelainan serupa diakui yaitu ayahnya, memiliki keluhan kulit yang sama terdapat bercak – bercak coklat pada kulit seluruh tubuh, ditambah juga terdapat benjolan bintil – bintil pada kulit seluruh tubuh, namun ayah pasien belum pernah melakukan pengobatan sama sekali. Riwayat kehamilan, riwayat trauma atau terjatuh saat hamil disangkal, riwayat demam dan sempat flu diakui tetapi saat demam serta flu tidak di lakukan pengobatan, ibu pasien hanya datang ke bidan dan di berikan vitamin saja. Riwayat persalinan, usia kehamilan sampai

(5)

persalinan 9 bulan, persalinan spontan normal dibantu oleh bidan, saat lahir langsung menangis, dengan berat badan lahir 3200 gram, panjang badan 49 cm.

Riwayat imunisasi tidak lengkap, ibu pasien tidak ingat sudah di berikan imunisasi apa saja, riwayat tumbuh kembang pasien sejak bayi hingga dapat berjalan dalam batas normal. Pasien adalah anak tunggal, Ayah pasien adalah anak kedua dari dua bersaudara, sementara ibu pasien adalah anak ke enam dari tujuh bersaudara.

Pemeriksaan saat datang pertama kali, dilakukan pemeriksaan dengan status generalis tanda vital dalam batas normal, tampak wajah asimetris akibat adanya benjolan pada area mata sampai daerah buccal sebelah kiri dapat dilihat pada gambar 2.2., di temukan cafe au lait spots multipel pada seluruh badan serta wajah (pipi kiri, leher, axial, dada, pinggang, paha dan gluteus), yang memiliki gambaran cafe-au-lait spots paling panjang yaitu daerah leher dan pipi hingga dagu kiri dapat dilihat pada gambar 2.2.

Berikut pedigree pasien :

: Pasien

Gambar 2.1. Gambar Pedigree Pasien

(6)

Gambar 2.2. Gambar Massa Intraocular pada Ocular Sinistra serta Buccal Sinistra serta cafe-au-lait spots.

Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan visus mata kanan 1.0 (dengan menggunakan cardiff) dan visus mata kiri no light perseption (NLP), gerak bola mata baik kesegala arah. Tekanan bola mata kanan dalam batas normal dan mata kiri menurun. Pada mata kanan tidak didapatkan epifora, blefarospasme maupun fotofobia. Konjungtiva bulbi tenang, kornea jernih, diameter kornea 11 mm. Bilik mata depan didapatkan sedang, pupil bulat dengan refleks cahaya langsung baik.

Iris tidak didapatkan sinekia, lensa jernih, fundus refleks baik. Pada mata kiri didapatkan epifora, namun tidak didapatkan blefarospasme dan fotofobia. Pada palpebra superior didapatkan bentuk S ( S shaped ), krusta, pada palpebra inferior didapatkan krusta serta trichiasis. pada konjungtiva bulbi tampak dalam batas normal, kornea didapatkan megalokornea dengan diameter kornea 19 mm, sikatrik dan neovascularisasi. Bilik mata depan didapatkan VH grade 3, kesan terdapat lensa subluksasi, pupil iregullar. Iris tidak didapatkan sinekia, lensa kesan keruh, subluksasi ke anterior, dd/ masa intraokular, fundus refleks menurun. Pemeriksaan segmen posterior mata kanan dengan funduskopi didapatkan didapatkan dalam batas normal. Pemeriksaan funduskopi mata kiri media keruh detil sulit dinilai.

Pasien dilakukan pemeriksaan USG pada mata kiri didapatkan kesan: vitreous opacity ec dd/ fibrosis vitreous, kalsifikasi (tumor intraokular), sel-sel radang dengan ablatio retina.

(7)

Gambar 2.3. Gambar ‘S’ Shape at Regio Palpebra Superior Sinistra.

Pasien didiagnosis sebagai suspek neurofibromatosis type 1 (plexiform neurofibroma a.r Palpebra Superior OS) et suspek massa intraokular OS dd glioma OS et ablasio retina OS et megalokornea OS et sikatrik kornea OS. Pasien diberikan terapi berupa artificial tears eyedrop 4 kali 1 tetes mata kanan, edukasi eyelid hygiene dan warm compress serta dianjurkan pemeriksaan CT scan orbita – kepala di RS Hasan Sadikin.

Gambar 2.4. Gambar Oculi dextra dan Oculi Sinistra.

(8)

Satu bulan kemudian pasien di datang kembali untuk kontrol ke RS Mata Cicendo, dari hasil pemeriksaan keadaan umum dan pemerisaan ophthalmologis didapatkan masih sama dengan pemeriksaan sebelumnya. Pasien datang kontrol dengan membawa hasil ekpertise CT-Scan dengan hasil: massa di daerah buccal sinistra yang mengobliterasi daerah parotis sinistra, muskulus masseter sinistra, cutis subcutis zigomaticum kiri, muskulus medial pterygoid sinistra, muskulus temporalis sinistra, muskulus pterygoid lateralis sinistra, muskulus tensor veli palatini sinistra, muskulus levator veli palatini sinistra, muskulus longus capitis sinistra, muskulus splenius capitis sinistra, muskulus rectus capitis lateralis sinistra, muskulus digastric sinistra serta meluas dan mengobliterasi dinding lateral orbita sinistra. Kalsifikasi pada bulbus occuli sinistra, pembesaran kelenjar getah bening di submandibula kiri. Pasien juga dilakukan FNAB buccal sinistra dengan hasil benign lesion a.r buccal sinistra. Rencana terapi yang diberikan dari unit PO adalah konservatif.

(9)

Gambar 2.5. Gambar CT Scan kasus pasien pertama.

Pasien dilakukan pemeriksaan pada unit lain yaitu unit ROO dan retina, pada unit ROO rencana terapi selanjutnya adalah pro enukleasi OS. Sedangkan unit retina rencana terapi selanjutnya juga pro enukleasi OS. Kembali unit PO setuju dilakukan enukleasi dengan inform concent kemungkinan terjadi nya

(10)

reccurent pada tumor tersebut, serta dilakukan pemeriksaan Patologi Anatomi per struktur pada anatomi massa tersebut.

Pasien dilakukan enukleasi 12 Maret 2015 oleh unit ROO kemudian dilakukan pemeriksaan secara Patologi Anatomi pada massa tersebut. Setelah dilakukan enukleasi pasien tetap kontrol rutin pada unit ROO dengan rencana selanjutnya di lakukan pemasangan mata protesa pada mata kiri. Dilakukan pemasangan protesa pada tanggal 24 Maret 2015.

Gambar 2.6. Gambar Pasien Setelah Operasi dan Telah Memakai Protesa.

Kontrol unit PO mengkonsulkan pada bagian patologi anatomi dan unit kardiologi serta neurologi. Pada bagian patologi anatomi kami meminta dilakukan tinjauan ulang dilakukan pemeriksan per struktur anatomi massa. Pemeriksaan patologi anatomi per struktur didapatkan suatu neurofibroma pada struktur sklera sedangkan pada struktur lain tidak di dapatkan hasil yang abnormal. Sementara, untuk organ struktur optic nerve, iris, dan konjungtiva tidak di temukan jadi tidak dapat dilakukan evaluasi lebuh lanjut. Untuk pemeriksaan patologi anatomi bagian intraokular belum didapatkan hasil, masih dalam tahap pemeriksaan.

Patologi anatomi dari struktur organ tersebut dapat dilihat pada gambar 2.7. dan 2.8. Sedangkan untuk hasil konsul bagian kardiologi pasien belum datang kontrol kembali ke RS Mata Cicendo.

(11)

Gambar 2.7. Gambar Patologi Anatomi kornea, procesus siliaris, koroid serta retina dalam batas normal pada perbesaran 100x

Gambar 2.8. Gambar Patologi Anatomi didapatkan neurofibroma pada sklera dengan perbesaran 20x dan 100x

(12)

II.2. Kasus II

Kasus II, yaitu seorang anak laki laki berusia 13 tahun datang ke poli Pediatrik Oftalmologi Rumah Sakit Mata Cicendo pada tanggal 15 April 2015 dengan keluhan sejak lahir terdapat bercak – bercak coklat berukuran kecil pada seluruh tubuh bercak tersebut ada yang memiliki ukuran lebih memanjang di daerah lipat paha kiri, di sertai muncul nya bintil-bintil pada seluruh tubuh sejak pasien berusia 4 atau 5 tahun. Bintil-bintil tersebut tidak mudah berdarah, dan dirasakan tidak nyeri. Ibu pasien membawa berobat sebelumnya saat pasien berusia 7 tahun ke RS Ujung Berung, diagnosis pada pemeriksaan tersebut dikatakan hiperpigmentasi serta tidak dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Bercak coklat serta bintil dirasakan cukup mengganggu saat pasien berusia 13 tahun, maka ibu pasien membawa pasien tersebut untuk berobat ke RS Hasan Sadikin di Poliklinik Kulit. Di Poliklinik Kulit tersebut di lakukan pemeriksaan biopsi pada bintil yang muncul dari kulit pasien, dari hasil pemeriksaan organ tersebu adalah neuriofibromatosis type 1. Setelah itu dari Poliklinik Kulit di konsulkan juga ke Poliklinik Syaraf dan Poliklinik Mata, Poliklinik Syaraf dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala dapat dilihat pada gambar 2.9., dengan hasil kesimpulan: CT scan kepala tanpa dan dengan kontras saat ini tidak menunjukan tanda-tanda adanya SOL atau Neoplasma, perdarahan, lesi ischemik, malformasi vaskuler ataupun kelainan lainnya. Pada Poliklinik Syaraf juga dilakukan pemeriksaan FNAB pada regio punggung, lengan anterior kiri serta dorsum manus sisnitra, hasil kesimpulan FNAB tersebut didapatkan lesi jinak a.r punggung, lengan anterior kiri dan dorsum manus sinistra. Kemudian pasien datang ke RS mata Cicendo dengan membawa rujukan.

(13)

Gambar 2.9. Gambar CT Scan pasien kasus kedua.

Hasil pemeriksaan anamnesa 15 April 2015 saat datang ke RS mata Cicendo selain keluhan sejak lahir terdapat bercak – bercak coklat berukuran kecil pada seluruh tubuh bercak tersebut ada juga yang memiliki ukuran lebih memanjang di daerah lipat paha kiri, di sertai muncul nya bintil-bintil pada seluruh tubuh sejak pasien berusia 4 atau 5 tahun. Bintil-bintil tersebut tidak mudah berdarah dan dirasakan tidak nyeri. Keluhan mata dirasakan lebih buram pada mata kiri bila melihat jauh, riwayat mata merah berulang disangkal. Riwayat keluarga yang memiliki kelainan serupa yang sama disangkal. Riwayat kehamilan, riwayat trauma atau terjatuh saat hamil disangkal, riwayat demam disangkal, ibu pasien rutin kontrol ke bidan dan di berikan vitamin. Riwayat persalinan, usia kehamilan sampai persalinan 9 bulan, persalinan spontan normal dibantu oleh bidan, saat lahir langsung menangis, dengan berat badan lahir 2900 gram di tolong

(14)

oleh dokter PB 49 cm. Riwayat imunisasi lengkap. Riwayat tumbuh kembang pasien sejak bayi hingga dapat berjalan dirasakan ibu dalam batas normal, namun pasien memiliki keterlambatan bicara. Pasien adalah anak kedua dari dua bersaudara, Ayah pasien adalah anak kelima dari delapan bersaudara, sementara ibu pasien adalah anak ke dua dari dua bersaudara.

Berikut pedigree pasien :

: Pasien

Gambar 2.10. Gambar Pedigree Pasien

Gambar 2.11. Gambar pasien terlihat cafe-au-lait spots dan terdapat gambaran Neurofibroma kuteneus pada wajah pasien berupa papul dan terdapat gambaran nodul pada lengan.

Pemeriksaan saat datang pertama kali, dengan status generalis tanda vital dalam batas normal, di temukan cafe au lait spots multipel dan papul serta nodul

(15)

multiple pada seluruh badan yaitu kutaneus neorofibroma ( axila, punggung, dada, abdomen, gluteus, tangan dan kaki ) serta wajah dapat dilihat pada gambar 2.11 dan gambar 2.12.

Gambar 2.12. Gambaran Cafe-au-lait Spots pada Seluruh Tubuh dan cafe-au-lait spots Terpanjang Berada di Regio Inguinal Sinistra.

Pemeriksaan oftalmologis didapatkan visus mata kanan 1.0 dan visus mata kiri 0,5, gerak bola mata baik kesegala arah. Tekanan bola mata kanan dalam batas normal dan mata kiri menurun. Pada mata kanan konjungtiva bulbi tampak tenang, kornea jernih, diameter kornea 12 mm. Bilik mata depan didapatkan sedang, pupil bulat dengan refleks cahaya langsung baik. Iris tidak didapatkan sinekia tetapi tampak gambaran lisch nodule dapat dilihat pada gambar 2.11, lensa jernih, fundus refleks baik. Pada mata kiri, palpebra superior tampak tenang, pada konjungtiva bulbi tampak dalam batas normal, kornea didapatkan jernih dengan diameter kornea 12 mm. Bilik mata depan didapatkan VH grade 3, pupil bulat. Iris tidak didapatkan sinekia tetapi tampak gambaran lisch nodul, lensa jernih.

Pemeriksaan segmen posterior mata kanan dengan funduskopi didapatkan didapatkan dalam batas normal, sedangkan pada mata kiri didapatkan media jernih terdapat fibrosis vitreus, lain – lain dalam batas normal, gambaran fibrosis vitreus dapat dilihat pada gambar 2.14. Pasien juga dilakukan koreksi kacamata, didapatkan hasil visus koreksi 1.0 pada kedua mata. Koreksi kacamata yang diberikan plano untuk mata kanan, dan mata kiri S +1.50 C -1.75 X 170.

(16)

Gambar 2.13. Gambar lisch nodul pada iris oculi dextra dan sinistra.

Gambar 2.14. Gambar Funduscopy Oculi Dextra dan Oculi Sinistra, Terlihat pada Oculi Dextra Dalam Batas Normal, sedangkan Oculi Sinistra Terdapat Fibrosis Vitreus.

Pasien didiagnosis sebagai neurofibromatosis tipe 1 et Astigmat Mixtus Okuli Sinistra. Pasien dilakukan inform concent serta diberikan terapi berupa artificial tears eyedrop 4 kali 1 tetes mata kanan, pemberian kaca mata untuk koreksi melihat jauh, dilakukan konsul pada bagian kardiologi, dan disarankan untuk kontrol rutin ke RS Mata Cicendo.

II. DISKUSI

Neurofibroma merupakan suatu tumor bentuk benign, dengan bentuk peripheral nerve sheath tumour. Kelainan pada NF1 di karenakan aktifasi mutasi gen pada kromosom 17q dengan kode gen pada NF1 adalah protein neurofibromin sedangkan pada NF2 di karenakan aktifasi mutasi gen kromosom 22q dengan kode gen yang disebut merlin. Peripheral nerve sheath tumour terdiri dari beberapa variabel kombinasi yaitu sel schwann, sel perineural dan fibroblas.

(17)

Bentuk neurofibroma pada orbital merupakan jarang di temui, jumlah yang didapat menurut Jakobeic FA, dkk dan Kuo PK dkk, mengungkapkan bahwa jumlah terjadi nya neurofinroma memiliki kisaran 0,6 – 2,4% dari seluruh kejadian tumor pada mata. Neurofibroma pada orbital memiliki 3 subtipe, yaitu tipe neurofibroma plexiform, neurofibroma diffuse dan tipe neurofibroma lokal.

Tipe dari subtipe neurofibroma plexiform merupakan bentuk subtipe yang paling umum terjadi pada orbital, muncul pada tipe neurofibroma tipe1, bentuk tersebut dapat muncul bermanifestasi pada awal kehidupan dan menjadi infiltrat difuse pada jaringan kelopak mata dan orbita. Bentuk subtipe neurofibroma difuse sering terlihat manifest pada kulit, dan jarang terlihat terlihat kelainan pada mata serta secara klinis tidak berbeda dengan bentuk subtipe neurofibroma plexiform. Secara histologi, neurofibroma difusse dapat terlihat bentuk sel yang lebih besar, sedikit deposit kolagen, dan sedikit sel perineural yang merupakan lebih sering ditemukan pada bentuk neurofibroma plexiform. Sedangkan bentuk subtipe neurofibroma lokal sangat jarang memiliki manifestasi pada organ orbita.

Neoplasma bentuk neurofibroma yang terjadi pada dekade kedua sampai dekade kelima kehidupan, biasanya memiliki bentuk yang slow progresifitas nya yang dapat menjadi suatu masa pada jaringan lunak orbita, yang kemudian dapat menyebabkan terjadinya axial atau non-axial globe distopia. Pada pasien yang di ambil dari RS Mata Cicendo, pada pasien kasus pertama merupakan tipe neurofinroma tipe 1 dengan subtipe plexiform sedangkan untuk kasus kedua merupakan neurofinroma tipe 1 dengan subtipe diffuse.4,5

Bentuk subtipe NF1 memiliki perbedaan dalam fenotipe dalam jenis nya yaitu sindrom watson. Karakteristik dari bentuk tersebut ada beberapa klinis yang dapat muncul yaitu stenosis pulmonal, penurunan kognitif, riwayat keluarga yang sama, cafe-au-lait spots, freckling pada regio axila atau inguinal dan beberapa bentuk neurofibroma kutaneus. Cafe au lait spots merupakan lesi hiperpigmentasi yang dapat muncul sejak lahir dan dapat terlihat lebih tegas setelah satu tahun kehidupan. Beberapa individu ada yang kemudian membesar setelah masa pubertas. Paling sering cafe au lait spots terlihat pada daerah leher tetapi terkadang terlihat pada kulit kepala dan daerah dahi serta telapak tangan dan kaki,

(18)

cafe au lait spots yang berjumlah minimal enam setelah satu tahun kehidupan merupakan salah satu dari kriteria diagnostik NF1. Pasien kasus pertama memiliki manifestasi klinis cafe au lait spots, freckling pada daerah axila dan inguinal, memiliki riwayat yang sama pada ayah nya dengan manifestasi sedikit berbeda yaitu cafe au lait spots dan neurofibroma kutaneus, sedangkan karakteristik bentuk lain tidak muncul, kemudian pada pasien kasus kedua, memiliki manifestasi klinis cafe au lait spots, terdapat neurofibroma kutaneus pada beberapa bagian organ, freckling pada daerah axila dan inguinal serta pasien tersebut memiliki penurunan kognitif, saat dilakukan anamnesa ibunya mengatakan bahwa anaknya seringkali tertinggal dalam mengikuti pelajaran dan telah konsul pada dokter anak bahwa di sarankan untuk masuk sekolah luar biasa.6,7

Kriteria diagnosis untuk NF1 menurut National Intitutes of Health (NIH) Consensus Conference in 1987, adalah memiliki klinis terdapat dua atau lebih dari kriteria berikut: 6 atau lebih CALs (cafe au lait lesions) dengan diameter >5mm pada pasien anak-anak atau >15mm pasien setelah remaja, 2 atau lebih tipe neurofibroma atau 1 plexiform neurofibroma, freckling pada regio axila atau regio inguinal, 2 atau lebih lisch nodules pada iris, serta terdapat nervus optik glioma.

Sedangkan pada referensi lain menyebutkan, terdapat 2 atau lebih criteria dari 7 karakteristik sebagai berikut: 6 atau lebih CALs dengan diameter >5mm pada sebelum usia remaja atau diameter >15mm CALs pada setelah usia remaja, 2 atau lebih neurofibroma, freckling pada regio axila, inguinal atau area lainnya, terdapat optic nerve glioma, 2 atau lebih lisch nodules pada iris, dan terdapat lesi pada tulang seperti displasia spenoid atau penipisan pada kortex tulang panjang dengan atau tanpa pseudoarthrosis. Secara garis besar dari dua referensi tersebut memiliki kesamaan dalam kriteria diagnosis dari NF1. Pada kedua pasien dalam kasus ini memenuhi kriteria dari diagnosis tersebut.8,9,10

Bentuk neurofriboma kutaneus dapat dilakukan insisi eksisi lesi nodul atau papul jika pasien merasa terganggu dengan lesi tersebut. Dalam melakukan pengangkatan neurofibroma kutaneus dapat diberikan pada operator yang kompeten, terutama untuk daerah wajah serta leher dapat di lakukan oleh bedah

(19)

plastik. Terdapat pilihan dalam menghilangkan kutaneus neorofibroma tersebut dengan cara laser carbon dioxide, namun dalam penelitian korf BR, dengan menggunakan laser tersebut tidak memiliki keuntungan karna lesi tersebut tidak akan hilang, kecuali jika lesi tersebut dalam ukuran kecil. Pada kasus neurofibroma memilki tingkat rekuren dan hypertropic scarring setelah dilakukan pengangkatan. Pada pasien kasus kedua dengan manifestasi klinis terdapat lesi pada cutaneus berupa papul dan nodul, rencana selanjutnya yang akan dilakukan dari bagian ilmu kesehatan kulit adalah rencana dilakukan laser dan atau eksisi biopsi. 6

Glioma adalah bentuk tumor predominan pada tipe NF1 dan dapat muncul pada semua bagian nervus sistem, dengan predileksi pada optic pathway, brainstem dan cerebellum. Optic pathway gliomas (OPG) grade 1, pilocytic astrocytomas dan dapat muncul 15% pada anak-anak dengan NF1. Biasanya muncul dengan klinis yang asimptomatik. Walaupun, beberapa klinis dapat menyebabkan pasien mengalami penurunan visus, penglihatan warna yang abnormal, abnormal pupil, proptosis dan pucat pada optik disc. Occasional surgery adalah pilihan untuk kasus dengan proptosis yang berat atau dilakukan debulk sampai meluas ke daerah chiasmal gliomas. Pada pasien pertama terdapat klinis berupa proptosis, namun mengenai adanya glioma atau bukan yang menyebabkan proptosis tersebut pada pemeriksaan patologi anatomi tidak dapat ditemukan maupun disingkirkan karena struktur nervus optikus pada preparat tidak diketahui jadi tidak dapat di evaluasi. 11,12

Inisial diagnosis dari NF1 dapat didapatkan dari anamneses dan klinis pemeriksaan fisik. Komponen yang paling penting adalah melakukan anamnesa mengenai riwayat dari pasien serta riwayat keluarga, perkembangan dalam aktivitas sehari-hari dan keseharian dalam mengikuti pelajaran di sekolah. Aspek yang juga penting dalam pemeriksaan yaitu pemeriksaan fisik pada bagian orbita, kulit, skeletal, cardiovaskular dan neurologi. Pemeriksaan MRI sebenarnya dapat membantu dalam mendiagnosis NF1 dan dapat dijadikan sebagai alat diagnostik awal menemukan suatu lesi pada otak mengenai NF1 ( early diagnostic), walapun diagnosis tidak berpengaruh besar dalam merubah managemen atau terapi yang

(20)

dilakukan, tapi tetap diberikan terapi adjuvant bila menemukan lesi pada otak, misalnya terdapatnya OPG pada kasus NF1. Treatment NF1 yang diberikan adalah sesuai simptom dari pasien. Sesuai dengan kedua kasus kami melakukan treatment sesuai simptom dari masing-masing pasien. 8

Neurofinromatosis tipe 1 bukan hanya kelainan neurokutaneus tetapi juga terdapat multisystemic disorder dengan implikasi yang cukup banyak pada beberapa organ tubuh. Pasien dengan NF1 perlu dilakukan follow up dan management dari berbagai bidang kedokteran. Saat ini memang perkembangan management NF1 belum terlalu berkembang, saat ini hanya terdapat penelitian mengenai hubungan genotip serta fenotip dari NF1.8

Prognosis ad vitam pada pasien pertama dan kedua adalah dubia ad bonam, karena NF1 ini adalah suatu penyakit yang melibatkan kelainan multiorgan, sedangkan hasil pemeriksaan sistemik pada pasien ini belum selesai, dan prognosis ad functionam pada pasien pertama adalah dubia ad bonam untuk mata kanan dan ad malam untuk mata kiri dan untuk pasien kedua prognosis ad functionam pada kedua mata adalah ad bonam.

III. KESIMPULAN

Tatalaksana NF1 bersifat simtomatik. Diperlukan inform consent yang baik agar pasien dan keluarga dapat memahami penyakitnya. Kendali yang baik terhadap tindakan, obat-obatan dan gejala klinis akan meningkatkan kemungkinan pasien dapat menjalani kehidupannya dengan lebih baik.

(21)

Daftar Pustaka

1. James H. Tonsgard MD. Clinical Manifestation and Management of Fibromatosis Type 1. Pediatric Neurology. Elsevier; University of Chicago Hospitals. Chicago. 2006.

2. Evans R. Gareth. Neurofibromatosis type 2 (NF2): A Clinical and Molecular Review. Bio Med Central. Manchester. 2009. 4-16.

3. Carey JC, Laud JM, Hall BD. Penetrance and Variability of

Neurofibromatosis; a genetic study 60 families. Birth Defects Orig.

Download 2015. Artic Ser 15;271-281,.

4. Misra S, Gogri P, Misra N, Bhandari A. Recurrent Neurofibroma of the Orbit. Australasian Medical Journal 6,4, . 2013. 189-191.

5. Jakobiec FA. Peripheral Nerve Sheath Tumours of the Orbit. Fletcher CDM. Diagnostic Histopathology of Tumours, Volume 2, Chapter 242.

Philadelphia: Elsevier Health Science: 2007.

6. Korf BR, Huson SM. The Phamatoses. Principles and practice of Medical Genetics, 5th edision. Edinburgh: Churchill Livingstone. 2006. 2817-50.

7. Ferner ER, Huson SM, Thomas N, et al. Guidelines for the Diagnosis and Management of Individuals with Neurofibroma 1. J Med Genet. 2001. 7;

44: 81-88.

8. Fox CJ, MD., Tomajian, MD., Kaye AJ. MD., et al. The Ochsner Journal;

Academic Division of Ochsner Clinic Foundation. 2012. Vol 12: 111-121, Numb 2.

9. The American Academy of Ophthalmology ; Pediatric Ophthalmology and Stabismus. Section 6 ; San Fransisco : AAO 2011-2012. Hal 363-371.

10.Hoyt S Creig, MD. Pediatric Opthalmology and Strabismus. Third Edition;

California San Fransisco: 2005. Hal 302-310.

11.Bajenaru ML, Garbow JR, Perry A, et al. Natural History of NF1

Associated Optic Nerve Glioma in Mice. 2005. Ann Neural; 57: 119-27.

12.Guidelines for the Diagnosis and Management of Individuals with Neurofibroma 1. J 2007. Med Genet.; 44: 81-88.

Referensi

Dokumen terkait

jarak sosial karena tempat tinggal yang berjauhan (social distance); akan tetapi pada wilayah kerja yang memiliki hambatan alamiah (natural barrier) dalam bentuk

(2) jenis gangguan bahasa yang paling dominan pada pasien schizophrenia paranoid adalah poverty of speech (58 ujaran), dan (3) pasien II adalah pasien yang memiliki gangguan

(2) jenis gangguan bahasa yang paling dominan pada pasien schizophrenia paranoid adalah poverty of speech (58 ujaran), dan (3) pasien II adalah pasien yang memiliki gangguan

Bidan Desa belum memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup dalam melakukan deteksi dini kasus GAKI melalui pengenalan tanda klinis dan pengambilan sampel darah bloodspot

Intervensi keperawatanpada studi kasus ini yang berfokus pada diagnose hambatan mobilitas fisik memiliki tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7x24 jam diharapkan

Terdapat beberapa ras yang memiliki predisposisi jenis tumor ini, Ulser pada kulit wajah di sebelah lateral dari mata kanan dalam kasus ini dapat disimpulkan sebagai adenoma sebasea