• Tidak ada hasil yang ditemukan

Catatan Bakteri ESBL

N/A
N/A
Evelyn Sea

Academic year: 2024

Membagikan " Catatan Bakteri ESBL"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 Bakteri Extended Spectrum β Lactamase (ESBL)

β-lactamase merupakan enzim yang dihasilkan oleh beberapa bakteri yang berfungsi untuk melawan / mempertahankan diri terhadap serangan antibiotik β-lactam seperti penicillin, cephamycin dan carbapenem (entapenem), dan cephalosprorin. Antibiotik golongan ini memiliki unsur yang sama dalam struktur molekul mereka yaitu 4 cincin atom dan disebut sebagai β-laktam. Enzim β - Laktamase bekerja merusak cincin ini dan nonaktifkan molekul ini (Anonim, 2010). β–laktamase pertama kali ditemukan pada tahun 1940 oleh Abraham dan Chain. Enzim ini berhasil ditemukan dari isolat S. aureus dan disebut sebagai penicillinase. Sejak saat itu semakin banyak pelaporan penemuan β –laktamase yang baru.

ESBL dikenal sebagai extended-spectrum karena dapat menghidrolisis antibiotik β-lactam yang spektrumnya lebih luas dari antibiotik β–laktam generasi sebelumnya. β-laktamase merupakan kekebalan yang diperantarai plasmid. Enzim ini memiliki kemampuan menginaktivasi antibiotik golongan β-laktam yang berisi oxymino-group seperti oxymino- cephalosporin (misalnya ceftazidime, ceftriaxone, cefotaxime) juga pada oxymino-monobactam (aztreonam). Resistensi ESBL tidak tampak pada cephamycin dan carbapenem. Biasanya, enzim ESBL dapat dihambat dengan β- lactamase inhibitor seperti clavulanate dan tazobactam.

ESBL dapat ditemukan pada bakteri golongan Enterobactericeae. Strain ESBL terutama diproduksi oleh spesies Klebsiella pneumonia, Klebsiella oxytoca dan Escherichia coli. Organisme lain dilaporkan juga dapat menghasilkan enzim ESBL termasuk Enterobacter spp., Salmonella spp., Morganella morgagni, Proteus mirabilis, Serratia marcescens dan Pseudomonas aeruginosa. Namun frekuensi produksi ESBL dari organisme tersebut tergolong rendah.

Beberapa dekade terakhir, penggunaan intensif sefalosporin spektrum luas (sefalosporin generasi ketiga, seperti seftriakson dan sefotaksim) telah mengakibatkan munculnya strain bakteri yang resisten terhadap antibiotik, dengan menghasilkan enzim extended spektrum β laktamase (ESBL). ESBL adalah enzim yang dapat menyebabkan resistensi terhadap hampir seluruh antibiotik β laktam termasuk penisilin, sefalosporin dan monobaktam.

Enzim β laktamase yang pertama ditemukan dinamakan TEM-1. TEM ditandai dengan adanya asam amino serine pada bagian aktifnya. Adanya mutasi satu asam amino pada TEM-1 mengakibatkan terbentuk enzim baru disebut TEM-2 namun tidak mengubah kemampuan hidrolisisnya terhadap antibiotik β laktam. Setiap adanya mutasi akan menghasilkan suatu enzim baru dengan kemampuan hidrolisis cincin betalaktam yang berbeda.

TEM-1 dan TEM-2 menghidrolisis penicillin dan sefalosporin spektrum sempit, seperti sefalotin atau sefazolin. Namun, tidak efektif terhadap sefalosporin generasi yang lebih tinggi dengan rantai samping oxyimino, seperti sefotaksim, ceftazidim, seftriakson, atau sefepim.

Akibatnya, sefalosporin generasi ketiga mendapat tempat yang luas dalam penggunaan klinis pada awal 1980an.2,12 TEM-3 dilaporkan pertama kali tahun 1989. TEM-3 inilah bakteri penghasil enzim β laktamase pertaa yang masuk kedalam golongan bakteri ESBL dari variant TEM. Sejak saat itu telah terdapat lebih dari 200 mutasi pada TEM. TEM paling banyak dihasilkan oleh E.coli.

Adanya mutasi serine menjadi glisine pada posisi 238 enzim β laktamase mengakibatkan terbentuknya enzim yang disebut SHV-1. ESBL ditemukan pertama kali tahun 1983 dan merupakan turunan dari SHV ini. SHV umumnya dijumpai pada Klebsiella spp. Sama halnya dengan TEM, perubahan satu asam amino mengakibatkan terbentuknya enzim baru. Sampai saat ini dikenal lebih 140 turunan SHV.

Selain kedua enzim diatas dijumpai juga CTM-X yang lebih dominan resisten terhadap cefotaxime. Banyak kejadian outbreak ESBL diakibatkan turunan CTM-X. Sampai saat ini terdapat 130 turunan CTM-X.8 CTM-X merupakan ESBL yang paling sering dijumpai saat ini.

Antibiotik β laktamase inhibitor asam clavulanat kurang efektif terhadap ESBL CTM-X ini.

Adapun enzim β laktamase yang lain dikenal dengan OXA β laktamae. OXA beta laktamase dapat

(2)

2 menghidrolisis oksasilin dan kurang efektif terhadap asam clavulanat. ESBL OXA banyak dijumpai pada Pseudomonas aeroginosa. Enzim beta laktamase yang lain, seperti PER, VEB, dan GES telah dilaporkan tetapi sangat jarang dan terutama ditemukan pada P.aeruginosa dan hanya didapati pada daerah geografis tertentu. Enzim ESBL lainnya, yang juga cukup jarang, dan ditemukan di Enterobacteriaceae antara lain BES, SFO, dan TLA.

Bakteri yang dapat menghasilkan enzim ESBL umumnya bakteri gram negatif, seperti Klebsiella pneumonia, Klebsiella oxytoca, Eschericia coli, Acinetobacter, Burkhlorderia, Citobacter, Enterobacter, Morganella, Proteus, Pseudomonas, Salmonella, dan Seratia spp.

Epidemiologi Infeksi Bakteri ESBL

Sejak ditemukannya bakteri ESBL tahun 1983, bakteri ini telah mengalami banyak mutasi dan tersebar diberbagai daerah. Infeksi dapat terjadi baik di masyarakat (Community) maupun di dapat dirumah sakit (hospital). Perbedaan kedua sumber infeksi ini seperti tertera pada tabel berikut;

Tabel 1. Perbedaan onset infeksi ESBL

Dikutip dari : Rishi et al, Critical Care Research and Practice, 2012

Secara global kejadian prevalensi ESBL bervariasi diberbagai daerah. Dari hasil Tigecycline Evaluation and Surveillance Trial (TEST) tahun 2001 menunjukkan angka kejadian tertinggi ESBL K.pneumoniae di Amerika Latin diikuti Asia, Eropa dan Amerika Utara yaitu 44%, 22,4%, 13,3% dan yang terakhir 7,5%.

Di Amerika berdasarkan National Nasocomial Infectius Surveilance System tahun 2004 diperoleh bahwa ESBL K.pneumonia meningkat 43% tahun 2003 dibandingkan dengan tahun 1998-2002, sedangkan ESBL E.coli tidak mengalami perubahan dan angka kejadian di ICU lebih tinggi dibandingkan non-ICU. Dari hasil penelitian Meropenem Yearly Susceptibility Test Information Collection (MYSTIC) tahun 2008 melibatkan 12 negara, diperoleh kejadia ESBL E.coli 1,5% sedangkan ESBL K.pneumonia 2,4-4,4% sedangakan total kejadian ESBL secara keseluruhan 5,6%.

Di Eropa, banyak Negara di Eropa yang mengalami outbreak ESBL. Isolat pertama ESBL dijumpai di Jerman, namun Outbreak pertama terjadi di Francis, dimana dari 50 pasien yang terkena ESBL di ICU, menyebarkan ke hampir seluruh ruang rawat lainnya. Kejadian di Eropa bervariasi mulai dari 3% di Swedia sampai 34% di Portugal.

Di Amerika Selatan merupakan daerah tertinggi infeksi ESBL dengan predominan jenis CTX-M dengan range kejadian 45-51% untuk ESBL K.pneumonia dan 8,5%-18% ESBL E.coli.

Di Asia, Cina merupakan daerah pertama yang dijumpai ESBL dengan angka kejadian ESBL E.Coli 13-15%.15 Hasil penelitian Paterson et al memperoleh kejadian ESBL di Thailand, Taiwan, Philipina dan Indonesia berkisar 12-24%.1 Laporan kesehatan Malaysia menyatakan prevalensi ESBL E.coli di Malaysia dan singapura 5,6% dan Indoneisa 23% sedangkan ESBL K.pneumoniae di Malaysia dan singapura 38% dan Indoneisa 33,3%.

Hasil penelitian di Medan diperoleh kejadian ESBL E.coli 18,7% dari 282 sampel urin

(3)

3 yang diperiksa.7 Dari data di bagian Mikrobiologi RS H Adam Malik medan dijumpai kejadian infeksi ESBL yang cukup tinggi. Pada tahun 2012 kejadian ESBL 16,9% (12% ESBL K.pneumonia dan 4,9% ESBL E.coli) meningkat menjadi 19,51% (12,24% ESBL K.pneumonia dan 7,17% ESBL E.coli) pada tahum 2013. Disamping itu, dari data tahun 2013 diketahui bahwa 67,81% isolat K.pneumonia yang dijumpai merupakan ESBK K.pneumonia dan 61,83% isolat E.coli merupakan ESBL E.coli.

Mekanisme Resistensi pada Bakteri ESBL

Bakteri yang menghasilkan enzim untuk mengatasi kerja dari antibiotik betalaktam disebut dengan enzim β Lactamase. Enzim β Lactamase dapat merusak cincin β laktam dari penisilin dengan hidrolisis, dan tanpa cincin β laktam, penisilin menjadi tidak efektif melawan

bakteri (gambar 1). Enzim β Lactamase disekresikan ke rongga peri plasma oleh bakteri gram negatif dan ke cairan ektra seluler pada bakteri gram positif. Variant enzim β Lactamase cukup banyak, mulai dari TEM, SHV, CTM-X dan lainnya semua bakteri penghasil enzim ini disebut bakteri ESBL. Sehingga bakteri tetap dapat membentuk dinding sel bahkan ketika diberikan antibiotik betalaktam.

Enzim ESBL mempunyai kemampuan yang bervariasi terhadap berbagai substrat β- laktam. Enzim-enzim ini juga sensitif terhadap inhibitor-inibitor betalaktamase, seperti klavulanat, sulbaktam, dan tazobaktam. Enzim ESBL ini umumnya ditemukan pada bakteri gram negatif, terutama Klebsiella pneumonia, Klebsiella oxytoca, dan Eschericia coli. Tetapi dapat juga ditemukan pada Acinetobacter, Burkhlorderia, Citobacter, Enterobacter, Morganella, Proteus, Pseudomonas, Salmonella, dan Seratia spp.

Gambar 1. Mekanisme resistensi terhadap betalaktam.

Dikutip dari: John Wiley & sons, Inc, Bacterial Drug Resistance, 2004.

Faktor resiko Infeksi Bakteri ESBL

Banyak peneliti mencoba mencari faktor resiko terhadap kejadian ESBL sehingga dapat menduga adanya infeksi ESBL pada seseorang. Penelitian oleh Rishi et la, memperoleh faktor resiko kejadian ESBL yaitu adanya infeksi saluran kemih yang berulang, penggunaan antibiotik sebelumnya, diabetes mellitus, penggunaan kateter ataupun alat lain di saluran kemih, jenis kelamin wanita dan usia lebih dari 65 tahun.

Ikeda et al mencoba mencari faktor resiko berupa pemeriksaa labolatorium dasar seperti hemoglobin, leukosit, CRP dan lainnya diperoleh bahwa albumin dan limfosit yang rendahlah berhubungan dengan kejadian ESBL pada pasien dengan infeksi. Selain hal diatas ada beberapa faktor resiko lain seperti; usia tua, lamanya rawatan, lamanya sakit, lama rawatan ICU, adanya tindakan invasif, penggunaan ventilator, penggunaan kateter urin, penggunaan nagogastric tube, hemodialisis, status nutrisi yang buruk, penggunaan antibiotik sebelumnya, penggunaan thermometer ataupun gel ultrasonografi yang terkontaminasi pasien lain ataupun tangan pekerja kesehatan.

(4)

4 Beberapa Faktor- faktor risiko untuk terinfeksi bakteri yang menghasilkan ESBL dapat dilihat tertera pada tabel berikut;

Tabel 2. Faktor resiko infeksi ESBL

Dikutip dari : Rupp ME et al. Drugs, 2003

Italian Score

Tumbarello et al memperkenalkan suatu scoring system untuk menilai adanya infeksi ESBL yang dikenal dengan Italian score. Score ini terdiri dari beberapa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya ESBL. Dengan adanya scoring ini diharapkan dapat memprediksi kejadian Infeksi ESBL sehingga dapat langsung diberikan penanganan yang tepat yaitu dengan antibiotik terhadap bakteri ESBL tersebut.

Tabel 2. Italian Score

Kriteria penilaian Skor

Mendapat antibiotik beta laktam dan atau fluorokuinolon 2 dalam 3 bulan terakhir

Riwayat dirawat sebelumnya dalam 12 bulan terakhir 3 Pasien rujukan dari fasilitas kesehatan lain 3

Charlson Comorbidity Score ≥ 4 2

Penggunaan kateter urin dalam 30 hari terakhir 2

Usia ≥ 70 tahun 2

Dikutip dari : Tumbarello M et al, Antimicroba Agents Chemother 2011

Jika cutoff score digunakan 4, maka sensitivitas 90% dan NPV 95%, tetapi menyebabkan spesifisitas yang rendah yaitu 62% dan PPV 44%.

Penggunaan antibiotik empirik untuk ESBL membutuhkan spesifisitas dan PPV yang tinggi. Dan dengan cutoff sama dengan atau lebih dari 8, memiliki spesifisitas 96% dan PPV 80%

dalam memprediksi adanya infeksi ESBL.

Manajemen Infeksi Bakteri ESBL

Pilihan antibiotik pada pasien dengan infeksi ESBL menjadi berkurang dengan adanya kemampuan bakteri tersebut menghidrolisis beberapa antibiotik. Infeksi ESBL umumnya resisten terhadap antibiotik β-lactam termasuk sefalosforin, aztreonam dan penisilin. Selain itu resistensi terhadap antibiotik lain juga terjadi seperti trimetroprim-sulfametoxazole, aminogikosida

(5)

5 khususnya gentamisin.

Pilihan antibiotik idealnya adalah berdasarkan hasil kultur, tetapi seperti yang disebutkan sebelumnya hasil kultur memerlukan waktu dan tidak semua fasilitas kesehatan memilikinya. Pada hasil kultur umumnya diperoleh beberapa jenis antibiotik yang sensitif terhadap bakteri ESBL dan untuk membantu memilih antibiotik diantara beberapa antibiotik yang sensitif untuk ESBL seperti tabel berikut;

Tabel 1. Rekomendasi pengobatan

Dikutip Dari : Rishi et al, Critical Care Research and Practice, 2012

Berikut ini dipaparkan kemampuan beberapa golongan antibiotik terhadap infeksi bakteri ESBL;

Karbapenem

Karbapenem merupakan antibiotik pilihan pada infeksi ESBL, yang termasuk dalam golongan karbapenem adalah imepenem, meropenem, erapenem, dan doripenem. Pemilihan antara imipenem dan meropenem sukar dilakukan karena memiliki profil yang hampir sama. Pada meningitis meropenem merupakan pilihannya. Ertapenem pada beberapa penelitian lebih baik dari pada meropenem dan imipenem dan penggunaannya hanya sekali sehari.1 Doripenem merupakan golongan karbapenem terbaru yang lebih poten dan dapat digunakan untuk infeksi pseudomas aurigenosa. Penelitian yang membandingkan kombinasi karbapenem dengan antibitik golongan lain dibandingkan karbapenem tunggal diperoleh hasil yang tidak berbeda. Penelitian oleh Paterson, penggunaan karbapenem sebagai terapi inisial untuk ESBL selama 5 hari memiliki angka mortalitas yang lebih rendah.

Dari penelitian oleh Muharrmi et al, diperoleh karbepenem (imipenem dan meropenem) 100% sensitif terhadap ESBL. Hasil serupa juga diperoleh pada penelitian oleh Kulkarni et al, Aminzadeh et al, imepenem 100% sensitif terhadap ESBL. Chien Lye et al meneliti pada 47 pasien ESBL dengan sumber infeksinya saluran kemih, hepatobilier dan vascular acses yang diterapi dengan ertapenem, memiliki respon yang baik pada 96% pasien. Penelitian Auer et al, ertapenem 100% sensitif terhadap infeksi saluran kemih ESBL E.coli. Adapun dosis standart pada dewasa meropenem 1 gram setiap 8 jam intravena, imipenem 500 mg 4 kali sehari intravena, ertapenem 1 gr setiap 24 jam intravena. Resistensi terhadap karbapenem mulai muncul dengan nama Klebsiella Producing Carbapenemases (KPC) dan New Delhi Metalo Beta Lactamase (NDM) sehingga penggunaanya haruslah rasional.

Β-lactam/Β-lactamase inhibitor

Β-lactamase inhibitor merupakan antibiotik yang ideal untuk ESBL karena memiliki kemampuan menghambat enzim β laktamase, namun banyaknya mutasi yang terjadi pada enzim β laktamase mengakibatkan berkurangnya efektivitas antibiotik β lactamase inhibitor ini. Oleh karena itu, antibiotik Β-lactam/Β-lactamase inhibitor dapat digunakan untuk ESBL yang tidak

(6)

6 berat. Amoxicillin/Clavuanat efektif untuk infeksi saluran kemih komunitas akibat ESBL.

Tazobaktam lebih efektif terhadap ESBL CTX-M dibandingkan β Lactam lainnya dan sulbactam lebih baik terhadap SHV dan TEM, namun pada labolatorium sederhana pemeriksaan fenotif ini sulit dilakukan. Penelitian Rodriquez-Bano et al, penggunaan amoxicillin/clavulanat selama 5- 7 hari pada indeksi saluran kemih tanpa komplikasi memiliki angka kesembuhan 84%.

Adapun dosis standart pada dewasa amoxicillin-clavulanat 625 mg/1,2 mg /8 jam baik oral maupun intravena.

Piperasilin-tazobactam memiliki kerentanan yang bervariasi terhadap ESBL. Penelitian Muharrmi et al memperoleh 64,4% sensitif terhadap ESBL E.coli dan 43,6% terhadap ESBL K.pneumonia.28 DiAmerika Serikat dari hasil MYSTIC Study diperoleh 72,5% sensitif ESBL E.coli dan 38,5% terhadap ESBL K.pneumonia, sedangkan di Eropa 80% ESBL E.coli dan 42,1

% terhadap ESBL K.pneumonia. Kemampuan eradikasinya meningkat dengan mengkombinasikannya dengan obat lain seperti dengan amikasin atau gentamisin. Piperasilin- tazobactam dikombinasikan dengan amikasin 98,1% sensitif terhadap ESBL E.coli dan 93,1 % terhadap ESBL K.pneumonia. Sedangkan kombinasi Piperasilin-tazobactam dengan gentamisin 73,1% sensitif terhadap ESBL E.coli dan 61,4% terhadap ESBL K.pneumonia. Penelitian Aminzadeh et al, Piperasilin-tazobactam 100% sensitif terhadap ESBL.23 Adapun dosis standart pada dewasa 4,5 gr setiap 8jam intravena.

Aminoglikosida.

Aminoglikosida yang sering digunakan untuk indeksi bakteri ESBL adalah gentamisin dan amikasin. Gentamisin memiliki kerja bakterisidal yang cepat, namun penggunaan sebagai monoterapi ESBL dihindari. Gentamisin memiliki kerentanan yang bervariasi. Penelitian Muharrmi et al memperoleh 38,3% sensitif terhadap ESBL E.coli dan 37,6% terhadap ESBL K.pneumonia. Penelitian Kulkarni et al, gentamisin 19,4% sensitif terhadap ESBL. Penelitian Aminzadeh et al, gentamisin 85,2% resisten terhadap ESBL. Adapun dosis standart pada dewasa 5 mg/KgBB perhari intravena.

Amikasin memiliki kerentanan yang bervasriasi. Penelitian Muharrmi et al memperoleh kerentanan 94% terhadap ESBL (95,2% sensitif terhadap ESBL E.coli dan 90,1% terhadap ESBL K.pneumonia).21 Penelitian Kulkarni et al, amikasin 70,4% sensitif terhadap ESBL.22 Penelitian Aminzadeh et al, amikasin 81,1% sensitif terhadap ESBL.23 Adapun dosis standart pada dewasa 15 mg/KgBB perhari terbagi dalam dua dosis intravena.

Kuinolon

Bakteri ESBL yang sensitif terhadap kuinolon dapat menggunakannya. Namun belakangan semakin banyak dilaporkan adanya resistensi terhadap kuinolon pada bakteri ESBL dengan penyebab yang belum sepenuhnya dipahami. Resistensi ini diduga akibat hilangnya porin bakteri untuk masuknya kuionolon dan aktifnya efluks kuinolon keluar sel. Siprofloksasin memiliki kemampuan eradikasi ESBL yang rendah. Dari penelitian Muharrmi et al, diperoleh hanya 29,6%

sensitif terhadap ESBL ( 24,9% E.Coli dan 39% K.Pneumonia). MYSTIC Study di Amerika Serikat Siprofloksasin 20% sensitif terhadap ESBL E.coli dan 36,8% terhadap ESBL K.pneumonia, sedangkan di Eropa 20,2% sensitive ESBL E.coli dan 57,5% ESBL K.pneumonia.Kemampuan eradikasinya meningkat dengan mengkombinasikannya dengan obat lain seperti dengan amikasin atau gentamisin. Siprofloksasin dikombinasikan dengan amikasin memiliki 96,7% sensitif terhadap ESBL E.coli dan 91,1% terhadap ESBL K.pneumonia. Sedangkan kombinasi Siprofloksasin dengan gentamisin memiliki 41,2% sensitif ESBL E.Coli dan 51,5% ESBL K.Pneumonia. Penelitian Kulkarni et al, siprofloksasin 30,2% sensitif terhadap ESBL.

(7)

7 Sefalosporin

Secara umum sepalosporin tidak direkomendasikan sebagai pengobatan ESBL. Antibiotik golongan ini yang masi mungkin digunakan adalah cefepime, tetapi data klinis tidak mendukung hal ini dengan angka kegagalan lebih tinggi dibandingkan dengan karbapenem.15 Penggunaan sefalosporin generasi 3 untuk infeksi ESBL memberikan hasil yang buruk walaupun hasil kultur masih sensitif, sehingga tidak direkomendasikan digunakan sebagai pilihan pertama. Penelitian Kulkarni et al, cepefime hanya 17,2% sensitif terhadap ESBL.

Nitrofurantoin

Nitrofurantoin dapat digunakan untuk infeksi saluran kemih yang tidak komplikasi.

Penelitian Kulkarni et al, Nitrofurantoin 75% sensitif terhadap ESBL. Penelitian Aminzadeh et al, Nitrofurantoin 71,3% sensitif terhadap ESBL. Penelitian Auer et al, Nitrofurantoin 94% sensitive terhadap infeksi saluran kemih ESBL E.coli. Adapun dosis standart pada dewasa 50 mg setiap 6 jam oral.

Fosfomisin

Fosfomisin merupakan antibiotik yang bekerja dengan menghambat UDP N Acetylglucosamine yang merupakan enzim pada proses pembentukan dinding bakteri. Falagas et al melakukan suatu sistematik review dengan total sampel 4448 infeksi ESBL ditemukan bahwa fosfomisin sensitive pada 90% kasus. Penelitian Rodriquez-Bano et al, penggunaan fosfomisin pada indeksi saluran kemih bagian bawah memiliki angka kesembuhan 94,2%.

Tigecycline

Tigecycline merupakan turunan dari minocycline, dan ini merupakan obat pertama golongannya. Penelitian obat ini terhadap ESBL belum banyak, namun pada penelitian pendahuluannya memberikan hasil yang memuaskan.

PUSTAKA 2.

Pembagian ESBL (Extended Spectrum β-Lactamase) ESBL Jenis TEM

Istilah TEM berasal dari kata Temoneira yang merupakan nama pasien pertama yang terinfeksi kuman penghasil ESBL. Jenis TEM-1 β-lactamase resisten terhadap ampicilin, penisilin dan cefalosporin generasi pertama seperti cephalotin. Enzim ini bertanggung jawab terhadap 90%

kejadian resistensi terhadap ampisilin pada isolat E. coli enzim ini juga bertanggung jawab terhadap kasus resistensi penisilin terhadap H. influenzae dan Neisseria gonorrhoeae. Mutasi pada struktur gen blatem-1, kiranya melalui seleksi dari antibakteri, meningkatkan kemampuan dari enzim untuk menghidrolisis obat jenis cephalosporin dan aztreonam.

ESBL Jenis SHV

β–lactamase jenis SHV pertama kali ditemukan pada K. pneumonia. Merupakan enzim yang mengkodekan plasmid yang mengakibatkan resistensi terhadap penisilin dan cefalosporin generasi pertama. SHV mengalami mutasi pada struktur gen blashv-1 yang meningkatkan kemampuan dari SHV untuk menghidrolisis obat jenis cefalosporin dan monobactam. Pemberian nama SHV berdasarkan sulfhydryl variabel. Tipe SHV merupakan kelompok enzim yang paling banyak .

ESBL Jenis Lain

ESBL jenis lain yang ditemukan akhir-akhir ini memiliki kemiripan dengan enzim jenis SHV dan TEM. Jenis β–lactam tersebut ditemukan dari berbagai spesies yang berbeda yang termasuk dalam family Enterobacteriaceae dan P. aeruginosa, seperti OXA-type, CTX-M-type dan PER-type. CTX- M type ESBL, terdiri dari CTX-M- 2, CTX-M-3 dan CTX-M-14. Enzim ini dinamakan demikian karena kemampuannya melawan aktivitas sefotaksim. PER-type ESBL memiliki kemampuan

(8)

8 melawan aktifitas seftazidim. OXA-type ESBL digolongkan karena kemampuannya menghidrolisis oxacilin..

Prevalensi Kejadian ESBL

Kejadian prevalensi ESBL belum diketahui secara pasti dan masih dalam bentuk perkiraan saja karena sulit ditemukan saat penelitian. Akan tetapi, secara pasti diketahui bahwa organisme penghasil ESBL tersebar luas di seluruh dunia dan prevalensinya semakin meningkat. Kejadian ESBL pertama kali diberitakan pada tahun 1983 di Jerman dan Inggris.

Prevalensi kejadian ESBL yang ditemukan pada E. coli berbeda dari tiap- tiap negara. Survei yang dilakukan pada sebuah laboratorium di Belanda dilaporkan bahwa kurang dari 1% bakteri E. coli dan Klebsiella Sp memiliki ESBL.

Kejadian pertama organisme penghasil ESBL di Amerika Serikat dilaporkan pada tahun 1988.

Prevalensi kejadian ESBL pada Enterobacteriaceae di Negara Amerika Serikat berkisar antara 0 sampai 25% dengan rata-rata nasional sekitar 3%. Di Amerika Selatan tercatat bahwa dari kira-kira 10.000 isolat yang dikumpulkan dari sepuluh tempat berbeda, diketahui 8,5% E.coli memiliki ESBL.

Di Asia bervariasi dari 5% di Korea hingga 23,3% di Indonesia. Meskipun penelitian yang dilakukan di Afrika dan Timur Tengah sangat minim, namun pada beberapa negara di Afrika dilaporkan terjadi penyebaran infeksi organisme penghasil ESBL.

Makna Klinis ESBL

Akibat klinis dari adanya ESBL adalah, karena perannya yang dapat menyebabkan infeksi nosokomial dimana saat ini jumlahnya terus bertambah. E. coli adalah salah satu bakteri patogen yang paling banyak mengakibatkan kejadian infeksi di Rumah Sakit (Hospital Acquired infection) dan di masyarakat (Community Acquired Infection).

Infeksi yang disebabkan oleh kuman penghasil ESBL menunjukkan dilema therapeutic yang besar karena pilihan antibiotik yang terbatas. Hal ini disebabkan karena enzim betalaktamase yang dihasilkan kuman mempunyai spektrum lebar, kuman penghasil ESBL bersifat resisten terhadap semua golongan beta-laktam termasuk cefalosporin spektrum lebar, aztreonam, penisilin spektrum lebar, dan sering dihubungkan dengan masalah resisten terhadap fluoroquinolone ( Paterson 2010).

Identifikasi ESBL

Metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kuman penghasil enzim Extended-Spectrum Beta-Lactamases menurut Clinical Laboratory Standard Institute ialah Double Disk Synergy Test (DDST) yang menggunakan kombinasi cephalosporin dan asam clavulanat. Identifikasi ini menggunakan media Mueller-Hinton agar. Sinergi cephalosporin generasi III dengan kombinasi cephalosporin-asam klavulanat berupa perluasan zona hambatan atau timbulnya halo diantara kedua disk menunjukkan kuman tersebut positif ESBLs (National Committee for Clinical Laboratory Standards).

Metode lain untuk mengidentifikasi kuman penghasil Extended-Spectrum Beta-Lactamases ialah dengan menggunakan metode Double Diffusion Test (DDT). Metode ini menggunakan cefotaxim (30 g) serta ceftazidim (30 g) dengan atau tanpa klavulanat (30 g) untuk menentukan konfirmasi fenotip dalam mengidentifikasi kuman penghasil enzim ESBLs. Dengan menggunakan media Mueller- Hinton agar apabila terjadi perbedaan sebesar ≥ 5 mm antara diameter disk cephalosporin dan disk kombinasi cephalosporin-clavulanat menyatakan kuman tersebut positif ESBLs (National Committee for Clinical Laboratory Standards).

(9)

9 Pilihan Terapi Kasus Infeksi ESBL

Carbapenem, meliputi imipenem, meropenem, dan ertapenem secara luas diterima sebagai obat pilihan pertama dalam pengobatan kasus infeksi yang disebabkan oleh strain bakteri Enterocateriaceae penghasil ESBL. Obat golongan tersebut dianggap cukup stabil dari hidrolisis enzim ESBL, didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh dan tidak memiliki inoculum effect.

Uji saring (Screening) terhadap Extended Spectrum β–lactamase

Uji saring (screening) terhadap enzim extended spectrum β–lactamase (ESBL) adalah uji awal untuk mengetahui apakah isolat E. coli yang berhasil kita isolasi adalah isolat yang resisten, intermediet atau sensitif terhadap cefalosporin generasi ketiga yang digunakan dalam test, untuk mengetahui apakah resisten atau sensitif diketahui dengan standar kepekaan yang dikeluarkan oleh NCLLS.

Uji Konfirmasi terhadap ESBL dengan metode Double Disk Sinergy Test

Bakteri E. coli yang resisten terhadap antibiotik cefalosporin generasi ke tiga akan dilakukan uji konfirmasi dengan menggunakan metode Double Disc Sinergy Test. Untuk mengetahui apakah penyebab resistensi tersebut disebabkan oleh ESBL atau bukan. Uji konfirmasi ini dengan menggunakan disk antibiotika ceftazidime 30µg, cefotaxime 30 µg, dan amoxicilline- clavulanat 20/10 µg. Disk amoxicilline-clavulanat 20/10 µg diletakkan ditengah dan ceftazidim dan cefotaxim dikiri kanan dengan berjarak 20 mm dari disk amoksicillin-clavulanat 20/10 µg. Apabila pada media uji ditemukan zona hambat antara sefalosporin generasi ketiga dengan amoksisilin-clavulanat, menunjukkan bahwa bakteri tersebut memproduksi ESBL.

Gambar 2. ESBL positif dengan metode double disk synergy test.

Referensi

Dokumen terkait