• Tidak ada hasil yang ditemukan

(Studi Kasus PT. Central Pertiwi Bahari Bratasena Kecamatan Dente Teladas, Tulang Bawang, Lampung)

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "(Studi Kasus PT. Central Pertiwi Bahari Bratasena Kecamatan Dente Teladas, Tulang Bawang, Lampung) "

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

(Studi Kasus PT. Central Pertiwi Bahari Bratasena Kecamatan Dente Teladas, Tulang Bawang, Lampung)

Oleh:

WAHYU NURMALIA ULVAH NPM. 13113039

Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO

1439 H / 2018 M

(2)

ii

PERLINDUNGAN HUKUM BURUH KONTRAK DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003

TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

(Studi Kasus PT. Central Pertiwi Bahari Bratasena Kecamatan Dente Teladas, Tulang Bawang, Lampung)

Diajukan

Untuk memenuhi Tugas dan memenuhi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S.H.)

Oleh:

WAHYU NURMALIA ULVAH NPM.13113039

Pembimbing I : Drs. A. Jamil, M.Sy.

Pembimbing II : Nawa Angkasa, SH., MA.

Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah Fakultas Syari’ah

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO 1439 H / 2018 M

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

PERLINDUNGAN HUKUM BURUH KONTRAK DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO.13 TAHUN 2003 TENTANG

KETENAGAKERJAAN DAN HUKUM EKONOMI SYARIAH (Studi Kasus PT. Central Pertiwi Bahari Bratasena Kecamatan Dente Teladas, Tulang Bawang, Lampung)

ABSTRAK Oleh

WAHYU NURMALIA ULVAH

Perlindungan hukum merupakan suatu aturan yang harus diterapkan oleh semua perusahaan ataupun pengusaha untuk melindungi para pekerjanya, perlindungan tersebut harus sesuai dengan peraturan yang telah tertera di Undang- Undang No. 13 Tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang tentang ketenagakerjaan tersebut memberikan perlindungan bahwa setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan suatu perlindungan tanpa membedakan jenis kelamin, ras dan agama. Dari latar belakang diatas peneliti mengemukakan pertanyaan yaitu “Bagaimana perlindungan hukum buruh kontrak di PT. Central Pertiwi Bahari Bratasena Ditinjau Dari Hukum Ekonomi Syariah?”

Adapun manfaat dalam penelitian ini yaitu secara teoritis diharapkan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pandangan hukum syariah terhadap perlindungan buruh kontrak, secara praktis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi PT. Central Pertiwi Bahari Bratasena dalam menentukan kebijakan yang berhubungan dengan perlindungan hukum buruh kontrak dan sebagai sarana informasi kepada pembaca dan peneliti sendiri mengenai pandangan hukum syariah terhadap perlindungan buruh kontrak. Jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang merupakan metode penelitian yang memang benar terjadi dilapangan. Peneliti menggunakan beberapa metode yaitu metode wawancara dan dokumentasi.

Hasil dari penelitian yang didapat bahwa perlindungan hukum terhadap pekerja menurut Undang-Undang No.13 Tahun 2003 sebenarnya sudah diterapkan di PT. Central Pertiwi Bahari Bratasena Kecamatan Dente Teladas Tulang Bawang, namun implementasi terhadap pekerja belum sepenuhnya dirasakan. Hal tersebut terlihat dari adanya pekerja buruh kontrak yang belum terealisasi dalam hal penentuan waktu kerja lembur dan pengupahan serta hak pekerja cuti atau hari libur tidak diberikan. Dengan demikian sebagian besar kesejahteraan para pekerja di PT. Central Pertiwi Bahari Bratasena Kecamatan Dente Teladas Tulang Bawang belum sepenuhnya diperhatikan secara maksimal khususnya bagi para pekerja buruh kontrak, hal terbukti dengan masih adanya pelanggaran hukum yang dirasakan oleh para pekerja.

(6)

vi

(7)

vii MOTTO

“Allah Akan Meninggikan Orang-Orang Beriman Diantaramu dan Orang-Orang Yang Diberi Ilmu

Pengetahuan Beberapa Derajat.”

(QS. Al – Mujadallah, Ayat 11)

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT. Saya persembahkan Skripsi ini kepada :

1. Kedua orang tuaku Ibu Mukiyem dan Bapak Mesdiyanto yang tidak pernah lelah untuk mendo’akan dan mendukung peneliti baik dalam bentuk moril materil serta selalu mencurahkan kasih sayang dan motivasi yang tidak terbatas.

2. Adikku Ratih Purwaningsih yang selalu mendukung dan Mendo’akan.

3. Sahabat-sahabat terbaikku angkatan 2013 yang telah memberi semangat dan motivasi.

4. Almamater IAIN Metro.

Semoga orang yang telah berjasa sehingga skripsi ini selesai dibalas dengan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Aamiin

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, ridho dan inayah-Nya serta memberikan kekuatan dan kesabaran, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Buruh Kontrak Dalam Perspektif Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Dan Hukum Ekonomi Syariah (Studi Kasus PT. Central Pertiwi Bahari Bratasena Kecamatan Dente Teladas, Tulang Bawang, Lampung)”.

Skripsi ini sebagai salah satu bagian dari persyaratan untuk menyelesaikan Program Strata Satu (S1) Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah dalam Faklutas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro guna memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1).

Skripsi ini ditulis dengan mendapatkan banyak bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan dan ketulusan hati peneliti ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Hj. Enizar, M.Ag selaku Rektor IAIN Metro;

2. Bapak Husnul Fatarib, Ph.D selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN Metro;

3. Ibu Nety Hermawati, S.H., M.A.,M.H selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah;

4. Bapak Drs. A. Jamil, M.Sy., selaku pembimbing I dan Bapak Nawa Angkasa, S.H., M.A., sebagai pembimbing II yang selalu sabar memberi pengarahan dan bimbingan hingga skripsi ini selesai;

(10)

x

5. Bapak dan Ibu dosen/karyawan IAIN Metro yang telah menyediakan waktu dan fasilitasnya guna menyelesaikan penelitian skripsi ini.

Semoga amal baik yang telah diberikan dalam penelitian skripsi ini dapat dibalas oleh Allah AWT, peneliti sadar bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna mengingat keterbatasan kemampuan peneliti, karena kesempurnaan hanya Allah yang memilikinya. Peneliti harapkan karya sederhana ini dapat memberikan sedikit manfaat bagi siapa saja yang membacanya, Amiin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Metro, Januari 2018 Peneliti

Wahyu Nurmalia Ulvah NPM : 13113039

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

ABSTRAK ... v

HALAMAN ORISINALITAS PENELITIAN ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

HALAMAN KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1. Tujuan Penelitian ... 6

2. Manfaat Penelitian ... 7

D. Penelitian Yang Relevan ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Perlindungan Hukum ... 10

1. Pengertian Perlindungan Hukum ... 10

2. Tujuan dan Fungsi Perlindungan Hukum ... 10

3. Macam-macam Perlindungan Hukum ... 13

B. Buruh Kontrak ... 15

1. Pengertian Buruh Kontrak ... 15

2. Macam-macam/Jenis Buruh Kontrak ... 17

3. Perlindungan Buruh Kontrak Perspektif Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Hukum Ekonomi Syariah ... 18

(12)

xii

C. Upah... 24

1. Pengertian Upah ... 24

2. Macam-macam Upah ... 27

3. Klasifikasi Ketentukan Hukum tentang Pengupahan ... 28

4. Penentuan Tarif Upah ... 29

5. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Upah Waktu Kerja ... 30

6. Sistem Pemberian Upah... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 36

A. Jenis dan Sifat Penelitian ... 36

1. Jenis Penelitian ... 36

2. Sifat Penelitian ... 37

B. Sumber Data ... 37

1. Sumber Data Primer ... 37

2. Sumber Data Sekunder ... 38

C. Teknik Pengumpulan Data ... 39

D. Teknik Analisis Data ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Deskripsi Singkat Tentang PT. Central Pertiwi Bahari Bratasena Kec. Dente Teladas, Tulang Bawang, Lampung ... 41

1. Sejarah Berdirinya ... 41

2. Sumber Daya Manusia ... 44

3. Letak Geografis ... 46

4. Visi dan Misi ... 46

B. Perlindungan Hukum Terhadap Buruh Kontrak di PT. Central Pertiwi Bahari Bratasena Kec. Dente Teladas, Tulang Bawang, Lampung ... 47

1. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) ... 50

2. Upah ... 51

3. Hak Cuti dan Tunjangan Hari Raya (THR) ... 52

(13)

xiii

C. Analisis Perlindungan Hukum Buruh Kontrak dalam Perspektif Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan dan Hukum Ekonomi Syariah ... 54

BAB V PENUTUP ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 61 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Formulir Konsultasi Bimbingan Skripsi Lampiran 2 SK Bimbingan Skripsi

Lampiran 3 Outline

Lampiran 4 Surat Pembimbing Skripsi Lampiran 5 Alat Pengumpul Data Lampiran 6 Surat Izin Research Lampiran 7 Surat Tugas

Lampiran 8 Surat Balasan Lampiran 9 Dokumentasi

Lampiran 10 Surat Keterangan Bebas Pustaka

(15)

A. Latar Belakang Masalah

Dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia sekarang yang menitikberatkan pada pembangunan dalam bidang ekonomi dan hukum mempunyai fungsi yang sangat penting dalam menunjang kemajuan perekonomian di Indonesia. Pelaksanaan pembangunan dengan penekanan yang lebih menonjol kepada segi pemerataan.

Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan merata. Sebaliknya, berhasilnya pembangunan tergantung partisipasi seluruh rakyat, yang berarti pembangunan harus dilaksanakan secara merata oleh segenap lapisan masyarakat.

Hampir setiap bidang kehidupan sekarang ini diatur oleh peraturan- peraturan hukum. Campur tangan hukum yang semakin meluas kedalam bidang kehidupan masyarakat menyebabkan masalah efektivitas penerapan hukum menjadi semakin penting untuk diperhitungkan. Itu artinya hukum harus bisa menjadi institusi yang bekerja secara efektif di dalam masyarakat.

Dalam Ketenagakerjaan di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dalam bab 1 Pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa, ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja

(16)

pada saat waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja.1 Dalam hal ini, sesuai dengan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dimaksud dari Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat faktor tenaga kerja harus diperhatikan. Mulai dari pembinaan, pengarahan dan perlindungan tenaga kerja. Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja bertujuan untuk menghapus sistem perbudakan dan menjaga agar para tenaga kerja lebih dimanusiakan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidup tenaga kerja dan hidup layak sebagai manusia. Untuk menjalankan proses dari perlindungan terhadap tenaga kerja itu memerlukan beberapa perencanaan dan pelaksanaan secara komprehensif dan terpadu.2

Selain itu, perlindungan hukum terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar tenaga kerja. Menjamin kesamaan kesempatan dan perlakuan tanpa diskriminasi atas apapun. Dalam rangka untuk mewujudkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha dan kepentingan pengusaha.

Lingkup perlindungan terhadap tenaga kerja atau buruh menurut Undang-Undang nomor 13 tahun 2003, meliputi:

1 Soedarjadi, 2008, Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, h.5

2 Ibid

(17)

1. Perlindungan atas hak-hak dasar pekerja atau buruh untuk berunding dengan pengusaha;

2. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja;

3. Perlindungan khusus bagi pekerja atau buruh perempuan, anak, dan penyandang cacat; dan

4. Perlindungan tentang upah, kesejahteraan dan jaminan sosial tenaga kerja.3 Secara yuridis dalam hukum perburuhan kedudukan Pengusaha dan Pekerja adalah sama dan sederajat. Namun, secara sosiologis pada suatu kondisi tertentu kedudukan antara buruh dengan pengusaha tidak sama dan seimbang. Karena seringkali buruh berada pada posisi yang lemah.4 Pada bagiannya tenaga kerja dibagi menjadi 2 (dua), yaitu Tenaga Kerja Tetap dan Tenaga Kerja Tidak Tetap. Bagian itu ada, karena kesepakatan dalam sebuah perjanjian kerja yang dibuat. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. Pekerja untuk waktu tertentu biasa disebut dengan pekerja tidak tetap. Karena dibatasi masa atau jangka waktu kerjanya.

Bila merujuk kepada Pasal 59 Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Menurut jenis dan sifatnya tenaga kerja tidak tetap dibagi menjadi 4 (empat), yaitu:

1. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

2. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lambat dan paling lama 3 (tiga) tahun;

3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, 2004. Cet. 1, Jakarta:

Sinar Grafika.

4 Fenny Natalia Khoe, “Hak pekerja yang sudah bekerja namun belum menandatangani perjanjian kerja atas upah ditinjau berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan” Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 Nomor 1 (2013), h. 3

(18)

3. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau

4. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.5

Bila merujuk kepada aturan diatas, maka jenis tenaga kerja hanya dapat diterapkan untuk 3 (tiga) jenis pekerjaan. Yaitu, tenaga kerja kontrak, tenaga kerja musiman dan tenaga kerja harian/lepas.

Tenaga kerja tidak tetap ini harus mendapatkan perlakuan yang sama dengan tenaga kerja tetap tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun. Seperti halnya yang tertera pada Pasal 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.

Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pertambakan di Indonesia yang mempekerjakan tenaga kerja tidak tetap dan menjadi pokok pembahasan peneltian ini adalah PT. Central Pertiwi Bahari, yaitu perusahaan yang memproduksi indukan udang, pembesaran benur, budidaya udang, pabrik pakan udang, proses panen, pembekuan dan pemrosesan udang hingga ekspor.

Kami juga menjamin kualitas udang yang terbaik untuk ekspor dan memiliki teknik budidaya udang tercanggih di Indonesia yang beralamat di Kampung Bratasena Adiwarna, Kecamatan Dente Teladas, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung.6

5 Lalu Husni, 2014, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi, Cetakan ke-12, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 68

6 Mugiyo, Manager PT. Central Pertiwi Bahari, Wawancara 10 Juni 2017

(19)

Berdasarkan hasil prasurvey penelitian ini hanya terbatasi pada ruang lingkup yang bekerja sebagai tenaga kerja tidak tetap di PT. Central Pertiwi Bahari Bratasena, sebuah perusahaan tambak yang berada di Kabupaten Tulang Bawang, Lampung. PT Central Pertiwi Bahari merupakan salah satu dari beberapa perusahaan yang menggunakan sistem buruh kontrak. Selain itu, kompleksitas permasalahan tentang upah, jam kerja dan jaminan sosial tenaga kerja menjadi alasan kedua bagi penulis dalam melakukan penelitian ini.

Adapun ketentuan waktu kerja diatur dalam Pasal 78 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja maka perusahaan wajib membayar upah kerja lembur.

Karyawan di PT Central Pertiwi Bahari yang menggunakan sistem kontrak adalah posisi kasturit, dimana pekerja yang sudah melebihi masa kerja 5 tahun secara terus-menerus dengan sistem kontrak dan dengan tidak adanya jaminan sosial dan kepastian jam kerja yang tetap. Berdasarkan hasil wawancara salah satu karyawan pada posisi kasturit dijelaskan bahwa upah yang diberikan kepada karyawan pada posisi kasturit menggunakan sistem Upah Minimum Kabupaten (UMK), dan perjanjian yang ada di PO (Perjanjian Organisasi) perusahaan bahwasanya karyawan pada posisi kasturit ini bekerja sehari maksimal 8 jam, jika ada lembur maka seharusnya ada perhitungan upah lembur. Sedangkan berdasarkan pasal 1 angka 30 Undang-Undang No.

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian Upah adalah hak buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada buruh yang ditetapkan dan

(20)

dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.7 Tetapi pada kenyataannya karyawan pada posisi kasturit yang seharusnya berangkat jam 08.00 WIB dan pulang 16.00 WIB, melebihi waktu yang ditentukan dan terkadang pulang kerja sampai jam 18.00 WIB tetapi tidak terhitung upah lembur. Kejadian ini jelas mengganggu pekerja dalam melakukan aktivitasnya dan potensi kualitas kinerja.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan kajian dan pembahasan secara mendalam mengenai “Perlindungan Hukum Buruh Kontrak Dalam Perspektif Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Dan Hukum Ekonomi Syariah (Studi Kasus PT.

Central Pertiwi Bahari Bratasena)”.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan dari latar belakang penelitian yang dijelaskan sebelumnya, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana perlindungan hukum buruh kontrak di PT. Central Pertiwi Bahari Bratasena Ditinjau Dari Hukum Ekonomi Syariah?”

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dengan rumusan masalah seperti yang dikemukakan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum

7 Dokumentasi pasal 1 angka 30 PT. Central Pertiwi Bahari Bratasena, 12 Januari 2018

(21)

buruh kontrak di PT. Central Pertiwi Bahari Bratasena Ditinjau Dari Hukum Ekonomi Syariah.

2. Manfaat Penelitian

a. Secara teoritis penelitian ini diharapkan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pandangan hukum syariah terhadap perlindungan buruh kontrak.

b. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi PT. Central Pertiwi Bahari Bratasena dalam menentukan kebijakan yang berhubungan dengan perlindungan hukum buruh kontrak dan sebagai sarana informasi kepada pembaca dan peneliti sendiri mengenai pandangan hukum syariah terhadap perlindungan buruh kontrak.

D. Penelitian Yang Relevan

Sebelum melakukan penelitian ini, peneliti telah melakukan penelusuran terhadap penelitian terdahulu yang ternyata memiliki perbedaan, antara lain:

Pertama, skripsi yang ditulis oleh Khusnan Iskandar, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, Fakultas Syariah, Jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum, dengan judul “Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Studi Perbandingan Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan”. Dari analisis yang dilakukan dapat diperoleh kesimpulan bahwa buruh kontrak dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dimaksudkan untuk jenis pekerjaan tertentu

(22)

sehingga telah ada batasan-batasan yang dibuat untuk dapat menerapkan sistem kontrak terbatas dalam perjanjian. Ketentuan buruh kontrak adalah upaya mengakomodir jenis proses produksi yang sewaktu-waktu dan sementara sifatnya. Karena ada beberapa produksi yang tidak berlangsung terus menerus sehingga sistem perjanjiannya juga harus seimbang. Sehingga ada keseimbangan produksi yang tetap dapat berjalan seperti biasa dan produksi yang berdasarkan musim dan waktu tertentu. Dalam perspektif hukum Islam tidak ada larangan memberikan batasan dalam klausul perjanjian, artinya sistem kontrak tidak menjadi masalah karena objek dan ketentuan tersebut telah memberikan kepastian waktu. Pencantuman batas waktu dalam kontrak diadakan karena jenis dan sifat pekerjaan yang menjadi objek perjanjian kerja tersebut memang mengharuskan demikian sehingga dalam hal ini pencantuman jangk waktu dalam klausul kontrak dalah hal yang wajar. Adanya jangka waktu tersebut justru membuat sebuah kontrak menjadi jelas.8

Kedua, skripsi yang ditulis oleh Shinta Kumala Sari, judul

“Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) di CV. Shofa Marwah”. Hasil penelitian perlindungan hukum hak- hak pekerja di CV. Shofa Marwah yaitu terdapat perlindungan bagi tenaga kerja perempuan, perlindungan untuk waktu kerja untuk pekerja kontrak di CV. Shofa Marwah tercantum dalam PKWT. Tidak adanya pengikutsertaan

8 Khusnan Iskandar, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Studi Perbandingan Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan), (Yogyakarta: Skripsi Tidak Diterbitkan, 2008), dalam http://digilib.uin-suka.ac.id/1144/1/BAB%201,%20BAB%20IV,

%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf, diakses 20 Mei 2017

(23)

pekerja dalam program Jamsostek. Tidak adanya penyesuaian akan upah atau gaji yang diperoleh pekerja dalam PKWT yang mana sebagian di bawah Upah Minimum Regional.9

Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Heri Setiawan, mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Fakultas Syariah dan Hukum, Program Studi Perbandingan Mazhab, dengan judul “Upah Pekerja/Buruh Dalam Perspektif Hukum Positif Dan Hukum Islam”. Skripsi ini membahas bagaimana standar upah yang layak bagi pekerja/buruh dalam perspektif hukum positif dan hukum Islam. Peneliti menemukan perbedaan mengenai standar upah yang layak bagi pekerja/buruh, dalam hukum positif ukuran nominal upah dikategorikan layak dengan melihat upah minimum regional, sedangkan dalam hukum Islam upah layak dapat diukur dengan melihat tiga hal, yaitu nilai upah, bentuk upah, dan ketepatan waktu dalam membayar upah.10

9 Shinta Kumala Sari, Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) di CV. Shofa Marwah, (Surakarta: Skripsi Tidak Diterbitkan, 2011), dalam http://eprints.uns.ac.id/5456/1/188880911201103561.pdf, diakses 20 Mei 2017

10 Heri Setiawan, Upah Pekerja/Buruh Dalam Perspektif Hukum Positif Dan Hukum Islam, (Yogyakarta: Skripsi Tidak Diterbitkan, 2014), dalam http://digilib.uinsuka.ac.id/13494/1/BAB%

20I, %20V,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf, diakses 20 Mei 2017

(24)

A. Perlindungan Hukum

1. Pengertian Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah jaminan hak dan kewajiban untuk manusia dalam rangka memenuhi kepentingan sendiri maupun didalam hubungan dengan manusia.1 Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.

Menurut Philipus M. Hadjon dalam Greta Satya Yudhana:

“perlindungan hukum selalu berkaitan dengan kekuasaan yang selalu menjadi perhatian, yakni kekuasaan pemerintah, permasalahan perlindungan hukum bagi rakyat (yang diperintah) terhadap perintah (yang memerintah). Dalam hubungan dengan kekuasaan ekonomi, permasalahan perlindungan hukum adalah perlindungan bagi si lemah (ekonomi) terhadap si kuat (ekonomi), misalnya perlindungan bagi penggarap tanah terhadap pemilik (tuan tanah).”2

2. Tujuan dan Fungsi Perlindungan Hukum

Upaya menjalankan dan memberikan perlindungan hukum dibutuhkannya suatu tempat atau wadah dalam pelaksanaannya yang sering disebut dengan sarana perlindungan hukum. Sarana perlindungan hukum dibagi menjadi dua macam yang dapat dipahami, sebagai berikut:

1 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2000), h. 42

2 Greta Satya Yudhana, Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Honorer Kebersihan Kota Di Pemda Yogyakarta, dalam http://e-journal.uajy.ac.id /8019/1/JURNAL.pdf, diakses 20 Mei 2017

(25)

a. Sarana Perlindungan Hukum Preventif

Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif, tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa.

Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi. Di Indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum preventif.

b. Sarana Perlindungan Hukum Represif

Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum represif. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat. Lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.

(26)

Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintah adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.3

Menurut pendapat Phillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan represif. Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan bwedasarkan diskresi, dan perlindungan yang represif bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk penangananya di lembaga peradilan.4

Sesuai dengan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa fungsi hukum adalah melindungi rakyat dari bahaya dan tindakan yang dapat merugikan dan menderitakan hidupnya dari orang lain, masyarakat maupun penguasa.

Selain itu berfungsi pula untuk memberikan keadilan serta menjadi sarana untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

3 Greta Satya Yudhana, Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Honorer Kebersihan Kota Di Pemda Yogyakarta, dalam http://e-journal.uajy.ac.id /8019/1/JURNAL.pdf, diakses 20 Mei 2017

4 Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1987), h. 29

(27)

3. Macam-Macam Perlindungan Hukum

Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa perlindungan hukum bagi rakyat terdiri dari dua macam yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif.5

a. Sarana Perlindungan Hukum Preventif

Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif.

Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi. Di Indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum preventif.

b. Sarana Perlindungan Hukum Represif

Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum represif. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat. Lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada

5 Ibid

(28)

pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.

Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintah adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.6

Secara konseptual, perlindungan hukum yang diberikan bagi rakyat Indonesia merupakan implementasi atas prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada pancasila dan prinsip negara hukum yang berdasarkan pancasila.

Perlindungan hukum preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, sedangkan sebaliknya perlindungan hukum represif adalah suatu perlindungan hukum yang bertujuan untuk menyelesaikan sebuah sengketa. Perlindungan preventif sangat besar artinya bagi tindakan pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan yang preventif pemerintah terdorong untuk bersikap hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi.7

6 Greta Satya Yudhana, Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Honorer Kebersihan Kota Di Pemda Yogyakarta, dalam http://e-journal.uajy.ac.id /8019/1/JURNAL.pdf, diakses 8 November 2017.

7 Ibid

(29)

Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra berpendapat bahwa hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif, dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antipatif.8

Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan kemanfaatan, dan kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada setiap subyek hukum sesuai aturan hukum, baik itu yang bersifat represif, tertulis atau tidak tertulis, dalam rangka menegakkan sebuah peraturan hukum. Dan pada hakekatnya setiap orang dan hal yang berkaitan dengan hukum berhak atas perlindungan dari hukum.9

B. Buruh Kontrak

1. Pengertian Buruh Kontrak

Pengertian buruh kontrak adalah buruh yang bekerja pada suatu instansi dengan kerja waktu tertentu yang didasari atas suatu perjanjian atau kontrak dapat juga disebut dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), yaitu perjanjian kerja yang didasarkan suatu jangka waktu yang diadakan untuk paling lama 2 tahun dan hanya dapat diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu maksimal 1 tahun ( pasal 59 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).10

8 Ibid

9 Phillipus M. Hadjon, Opcit. h.19.

10 Psychologymania, Pengertian Karyawan Kontrak, dalam http://www.psychologymania.

com/2013/04/pengertian-karyawan-kontrak.html, diakses 20 Mei 2017

(30)

Setelah kontrak kerja selesai selama 2 (dua) tahun, maka kontrak dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan maksimal 1 (satu) tahun masa kerja. Perbedaannya dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) adalah adanya masa percobaan selama 3 (tiga) bulan dalam Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu, sedangkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tidak boleh mensyaratkan adanya masa percobaan.11 Kaitannya dalam praktek buruh kontrak, apa yang dalam teks perundang- undang hanya diperbolehkan untuk jenis pekerjaan produksi tertentu (pasal 58-59), namun dalam lapangan prakteknya pihak perusahaan sudah menginjak-injak undang-undang yang berlaku tersebut. Sudah menjadi pengetahuan umum di kalangan buruh, bahwa pekerjaan produksi utama kini sudah dikerjakan oleh buruh kontrak. Bahkan di banyak pabrik mayoritas buruhnya adalah buruh kontrak. Artinya, buruh kontrak telah menjadi fenomena massal yang mengerjakan bagian-bagian produksi utama yang semestinya dikerjakan oleh buruh tetap. Bila ada pemeriksaan dari Dinas Tenaga Kerja Pemerintah setempat, mereka disembunyikan atau dipaksa diam agar tidak ketahuan sebagai buruh yang berstatus kontrak. Dengan suap dan manipulasi, masalah buruh kontrak mereka sembunyikan di bawah karpet.

Sistem buruh kontrak juga menjadi alat pemecah belah di dalam kekuatan buruh. Meskipun sama-sama menjadi buruh, antara buruh tetap dan buruh kontrak muncul perasaan seolah-olah memiliki status yang lebih

11 Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Ed. Revisi, Cet. 6, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 60

(31)

dan yang kurang di antara mereka. Banyak buruh tetap yang merasa aman kemudian bersikap pasif dalam perjuangan karena tak mau kehilangan status amannya yang relatif tersebut. Sedangkan dipihak buruh kontrak merasa cemburu dengan beban pekerjaan yang sama, namun tidak mendapatkan hak-hak sosial-ekonomi yang dijamin perusahaan. Politik pecah belah sistem kapitalisme tidak hanya dalam hal pembagian kerja (devision of labour) semata, namun sudah berkembang pembagian status seperti buruh tetap dan buruh kontrak. Bila tidak disikapi dengan propaganda yang tepat, soal-soal konkrit semacam ini akan menjadi pemecah-belah yang akan semakin melemahkan kekuatan dan persatuan buruh.12

2. Macam-Macam/Jenis Buruh Kontrak

Buruh dapat dibedakan menurut jenis dan pekerjaannya. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, buruh dapat dibedakan menjadi:

a. Buruh harian yaitu buruh yang menerima upah berdasarkan hari masuk kerja.

b. Buruh kasar yaitu buruh yang menggunakan tenaga fisiknya karena tidak mempunyai keahlian dibidang tertentu.

c. Buruh musiman yaitu buruh yang bekerja pada musim-musim tertentu d. Buruh pabrik yaitu buruh yang bekerja di pabrik

e. Buruh tambang yaitu buruh yang bekerja di pertambangan

f. Buruh terampil yaitu buruh yang mempunyai keterampilan tertentu.

g. Buruh tani yaitu buruh yang menerima upah dengan bekerja di kebun atau di sawah orang lain.

h. Buruh terlatih yaitu buruh yang sudah dilatih untuk keterampilan tertentu.13

12 Trade Union Right Center, Kasus: Perjuangan Buruh Kontrak (Kasus Pekerja Kontrak di PT Framas Indonesia), dalam http://turc.or.id/news/kasus-perjuangan-buruh-kontrak-kasus- pekerja-kontrak-di-pt-framas-indonesia/, diakses 20 Mei 2017

13 Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Fustaka, 1995), Cet-7, h. 159.

(32)

3. Perlindungan Buruh Kontrak Perspektif Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Hukum Ekonomi Syariah a. Perlindungan Hukum Buruh Kontrak Dalam Undang-Undang No.

13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Ketika manusia melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, maka tampak rambu-rambu hukum yang mengaturnya.14 Hukum adalah kumpulan aturan, perundang-undangan atau hukum kebiasaan, dimana suatu negara atau masyarakat mengakuainya sebagai suatu yang mempunyai kekuatan mengikat terhadap warganya.15

Kesehatan kerja termasuk jenis perlindungan sosial karena ketentuan-ketentuan mengenai kesehatan kerja ini berkaitan dengan sosial kemasyarakatan, yaitu aturan-aturan yang bermaksud mengadakan pembatasan-pembatasan terhadap kekuasaan pengusaha untuk memperlakukan pekerja “semaunya” tanpa memperhatikan norma-norma yang berlaku, dengan tidak memandang pekerja sebagai mahluk Tuhan yang mempunyai hak asasi.

Kesehatan kerja bermaksud melindungi atau menjaga pekerja dari kejadian atau keadaan hubungan kerja yang merugikan kesehatan dan kesusilaannya dalam hal pekerja melakukan pekerjaannya. Adanya penekanan “dalam suatu hubungan kerja” menunjukkan bahwa semua tenaga kerja yang tidak melakukan hubungan kerja dengan pengusaha

14 Zainuddin Ali, Hukum Ekonomi Syari’ah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 1.

15Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syari’ah: Dalam Perspktif Kewenangan Pengadilan Agama, (Jakarta: Kencana Media Group, 2012), h. 376.

(33)

tidak mendapatkan perlindungan sosial sebagaimana ditentukan dalam Bab X Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

Di dalam aturan tentang ketenagakerjaan waktu kerja merupakan masalah penting karena disini terletak memuat tentang efisiensi kerja maupun kemampuan tenaga kerja. Oleh karena itu, setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan kerja sebagaimana dirumuskan oleh Pasal 77 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang memberikan rincian waktu kerja meliputi:

1) 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;

2) 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Apabila pengusaha mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja harus membayar atas lembur, maka wajib bagi pengusaha memiliki persetujuan dari pekerja dan waktu lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam waktu 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam waktu 1 (satu) minggu. Disamping membayar uang lembur, maka pengusaha wajib memberikan waktu istirahat kepada pekerja. Waktu istirahat sebagaimana dirumuskan oleh Pasal 79 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 adalah pengusaha wajib memberikan waktu istirahat dan cuti kepada pekerja.

Pelaksanan hak pekerja tentang waktu istirahat dan cuti biasanya diatur dalam perjanjian kerja bersama, hal tersebut diatur

(34)

dalam Pasal 79 Ayat (3), Ayat (4), dan Ayat (5) Undang-Undang No.

13 Tahun 2003. Hak lain yang perlu diperhatikan adalah hak untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.

Di dalam Undang-Undang Ketenegakerjaan tersebut, mengerjakan pekerjaan adalah tidak seharusnya melakukan pekerjaan tanpa waktu istirahat dan pekerja berhak menolak karena di dalam hari-hari libur pekerja tidak wajib bekerja. Sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 85 Ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 bahwa pekerja tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi. Akan tetapi, jika pengusaha terpaksa harus mengerjakan pekerja pada hari libur resmi karena sesuatu kepentingan dari jenis dan sifat pekerjaan harus dijalankan dan dilaksanakan secara terus-menerus atau keadaan karena kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja maka, bekerja pada hari libur harus dibayar sesuai dengan aturan pembayaran lembur upah kerja. Hal ini sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 85 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 bahwa pengusaha dapat mempekerjakan pekerja untuk bekerja pada hari-hari resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus-menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja dengan pengusaha.

(35)

b. Perlindungan Hukum Buruh Kontrak Dalam Hukum Ekonomi Syariah

Secara global tujuan syara’ dalam menetapkan hukum- hukumnya adalah untuk kemaslahatan manusia seluruhnya, salah satu hukum islam adalah memelihara al-umur al-daruriyah dalam kehidupan manusia.16 yaitu:

1) Melindungi agama:

adalah terpelihara dari pada ancaman orang yang tidak bertanggung jawab yang hendak merusak akidahnya, ibadah, dan ahlaknya.17 2) Melindungi jiwa

Setiap manusia diberi kebebasan dan diberi hak untuk melindungi diri dari berbagai ancaman yang dapat melukai dirinya maupun orang yang menjadi tanggung jawab dirinya.

3) Melidungi akal

Akal adalah karunia Allah yang terbesar untuk manusia. Dengan akal manusia dapat memperoleh pengetahuan tentang Allah. Oleh sebab itu manusia tidak boleh menyia-nyiakan dan mengekang tetapi harus memberi kebebasan padanya dan harus merujuknya dalam segala hal.18

4) Melindungi keturunan

Demi menjaga kelestarian umat diperlukan adanya aturan aturan yang berkaitan dengan keberlangsungan atau eksistensi hidup, sebagai mahluk yang dipercaya oleh Allah menjadi khalifah dibumi itu perlu kiranya manusia menyadari bahwa populasi sangatlah penting. Sehingga diperlukan adanya pelindungan keturunan.

5) Melindungi Harta

Meskipun pada hakekatnya semua harta benda itu kepunyaan Allah, namun islam juga mengakui hak pribadi seseorang. Oleh karena itu manusia menjadi tama’ kepada harta benda, sehingga mau mengusahakannya dengan jalan apa pun. Maka islam engatur jangan sampai terjadi bentrok antara satu sama lain.19 sehingga sangat perlu untuk menjaga harta, karena harta tersebut dapat membuat beontak atau keributan antara satu dengan yang lain.

16 Sirajuddin, Filsafat Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), h.65

17 Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), h.68

18 Sirajuddin Zar, Filsafat Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), h. 121

19 Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), h.101

(36)

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sangat perlu sekali adanya suatu perlindungan untuk para pekerja hal tersebut karena hukum islam pun telah menerangkan bahwa penting sekali untuk menjaga dan melindungi keselamatan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.

Islam mendorong umatnya untuk bekerja dan memproduksi, bahkan menjadikannya sebagai sebuah kewajiban terhadap orang-orang yang mampu, lebih dari itu Allah akan memberi balasan yang setimpal yang sesuai dengan amal/kerja sesuai dengan firman Allah dalam QS An-Nahl (16): 97.

Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki- laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”

Al-Maliki menjelaskan tenaga kerja tidak selalu menghasilkan harta, kadang menghasilkan harta dan kadang tidak. Sebab manfaat tenaga tidak terbatas untuk menghasilkan harta, tetapi ada manfaat lain, selain harta. Tenaga yang dicurahkan dalam pertanian, perindustrian, atau perdagangan, akan menghasilkan harta, sedangkan jasa-jasa yang diberikan dokter, insinyur, pengacara, dosen dan profesi yang sejenisnya tidak menghasilkaan harta. Jika pengrajin mengambil

(37)

upah maka dia mengambil upahnya sebanding dengan harta yang dihasilkan. Namun seorang insinyur apabila dia mengambil upah, maka dia tidak mengambil upahnya sebanding dengan harta yang dihasilkan, sebab dia tidak menghasilkan harta apapun, namun dia mengambil sebanding dengan manfaat yang dihasilkaan kepada yang memberi upah (musta’jir).

Selain itu perlindungan hukum bagi pekerja harus sesuai dengan tujuan Hukum Ekonomi Syariah, dapat dilihat dari sudut pandang yang memiliki karakteristik dan nilai-nilai yang berfokus kepada amar ma’ruf nahi munkar yang berarti mengerjakan yang benar dan meninggalkan yang dilarang. Adapun sudut pandang tersebut adalah sebagai berikut:20

a) Ekonomi Illahiyah (Ke-Tuhan-an)

Ekonomi Ke-Tuhan-an mengndung arti manusia diciptakan oleh Allah untuk memenuhi perintah-Nya, yakni beribadah, dan dalam mencari kebutuhan hidupnya, manusia harus berdasarkan aturan- aturan (Syariah) dengan tujuan utama untuk mendapatkan ridho Allah.

b) Ekonomi Akhlaq

Ekonomi akhlaq mengandung arti kesatuan antara ekonomi dan akhlaq harus berkaitan dengan sektor produkisi, distribusi, dan konsumsi. Dengan demikian seorang muslim tidak bebas mengerakan apa saja yang diinginkan atau yang menguntungkan tanpa memperdulikan orang lain.

c) Ekonomi Kemanusiaan

Ekonomi kemanusian mengandung arti Allah memberikat predikat

“Khalifah” hanya kepada manusia, karena manusia diberi kemampuan dan perasaan yang memungkinkan ia melaksanakan tugasnya. Melalui perannyasebagai “Khalifah” manusia wajib beramal, bekerja keras, berkreasi dan berinovasi.

20 Ibid

(38)

d) Ekonomi Keseimbangan

Ekonomi keseimbangan adalah pandangan Islam terhadap hak individu dan masyarakat diletakkan dalam neraca keseimbangan yang adil tenatng dunia dan akhirat, jiwa dan raga, akal dan hati, perumpamaan dan kenyataan, iman dan kekuasaan. Ekonomi yang moderat tidak mendzalimi masyarakat, khususnya kaum lemah sebagaimana yang terjadi pada masyarakat kapitalis. Di samping itu, Islam juga tidak mendzalimi hak individu sebagaimana yang dilakukan oleh kaum sosialis, tetapi Islam mengakui hak individu dan masyarakat secara berimbang. Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa Sistem Ekonomi Syariah mempunyai konsep yang lengkap dan seimbang dalam segala hal kehidupan.21

Dari pemaparan tujuan ekonomi syariah dilihat dari empat sudut pandang tersebut dapat diketahui bahwa manusia dalam melakukan kegiatan bermualah harus memperhatikan beberapa hal seperti, mencari ridho Allah SWT, menjaga akhlaq antar sesama manusia, selalu bekerja keras, dan seimbang dalam keperluan dunia dan akhirat. Sehingga dalam kegiatan muamalah yang dilakukan dapat terlaksana dengan adil dan tidak mengandung unsur-unsur yang dilarang oleh Syariat sehingga pekerja juga mendapatkan rasa aman dan nyaman di tempat kerja.

C. Upah

1. Pengertian Upah

Upah merupakan hak dari pekerja yang diterimanya sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilakukannya. Hak untuk menerima upah itu timbul pada saat dimulainya hubungan kerja dan berakhir pada saat hubungan kerja putus.

21 Ibid., h.3

(39)

Dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah disebutkan bahwa upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut persetujuan atau peraturan perundang- undangan yang berlaku dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan, baik untuk buruh itu sendiri maupun keluarganya.22

Pasal 1 angka 30 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian Upah adalah hak buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.23

Menurut pengertian di atas jelaslah bahwa sesungguhnya upah dibayarkan berdasarkan kesepakatan para pihak, namun untuk menjaga agar jangan sampai upah yang diterima terlampau rendah, maka pemerintah turut serta menetapkan standar upah terendah melalui peraturan perundang-undangan. Inilah yang lazim disebut upah minimum

22 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012) h. 150

23 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Cet. 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h. 5

(40)

atau dalam era otonomi daerah seperti ini disebut dengan istilah upah minimum provinsi.24

Batasan tentang upah menurut Dewan Penelitian Pengupahan adalah bahwa upah itu merupakan suatu penerimaan sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada penerima kerja untuk pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, yang berfungsi sebagai jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang telah ditetapkan menurut suatu persetujuan undang-undang dan peraturan-peraturan yang dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja.25

Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia memberikan konsep definisi upah/gaji yaitu penerimaan buruh/karyawan/pegawai baik berupa uang ataupun barang selama sebulan yang dibayarkan oleh perusahaan/kantor/majikan setelah dikurangi dengan potongan-potongan, iuran wajib, pajak penghasilan, dan sebagainya.26

Selanjutnya secara sederhana dapat dikemukakan bahwa upah dapat diartikan sebagai pembayaran suatu imbalan yang wujudnya dapat bermacam-macam, yang dilakukan atau diberikan oleh seseorang atau suatu kelembagaan atau instansi terhadap orang lain atas usaha, kerja dan prestasi atau pelayanan (servicing) yang telah dilakukannya.

24 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan..., h. 150

25 Lahmuddin, Sistem Pengupahan Bagi Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Studi Pada PT. Binanga Mandala Labuhan Batu), dalam http://repository.usu.ac.id/bitstream/1234567 89/ 5129/1/10E00515.pdf, diakses 20 Mei 2017

26 Badan Pusat Statistik, Indikator Ketenagakerjaan Mei 2004, (Jakarta: BPS, 2004), h. 2

(41)

Uraian-uraian di atas selanjutnya mengarah pada suatu kesimpulan mengenai definisi upah merupakan pengganti jasa yang telah diserahkan atau dikerahkan oleh seseorang kepada pihak lain/pengusaha.

2. Macam-macam Upah

Pemberian upah yang tidak dalam bentuk uang dibenarkan asal tidak melebihi 25% dari nilai upah yang seharusnya diterima.

Imbalan/penghasilan yang diterima oleh buruh tidak selamanya disebut sebagai upah, karena bisa jadi imbalan tersebut bukan termasuk dalam komponen upah.

Dalam surat edaran Menteri Tenaga Kerja No. 07/MEN/1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non Upah disebutkan bahwa:

1) Upah pokok; merupakan imbalan dasar yang dibayarkan kepada buruh menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan perjanjian;

2) Tunjangan tetap; suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk buruh dan keluarganya yang dibayarkan bersamaan dengan upah pokok seperti tunjangan anak, tunjangan kesehatan, tunjangan perumahan, tunjangan kehamilan. Tunjangan makan, tunjangan transport dapat dimasukkan dalam tunjangan pokok asalkan tidak dikaitkan dengan kehadiran buruh, dengan kata lain tunjangan tersebut diberikan tanpa

(42)

mengindahkan kehadiran buruh dan diberikan bersamaan dengan dibayarnya upah pokok;

3) Tunjangan tidak tetap; suatu pembayaran yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan buruh dan diberikan secara tidak tetap bagi buruh dan keluarganya serta dibayarkan tidak bersamaan dengan pembayaran upah pokok.27

3. Klasifikasi Ketentuan Hukum tentang Pengupahan

Ketentuan dalam perundang-undangan tentang pengupahan pada umumnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Bersifat Membatasi (Restrictive), yaitu:

1) Memberi batas minimum besarnya upah (upah minimum).

2) Membatasi waktu kerja.

3) Membatasi jangka waktu penuntutan terhadap pembayaran upah.

4) Membatasi besarnya pemberian tunjangan tetap sebagai upah pokok, yaitu maksimal 25% (dua puluh lima persen) dari keseluruhan upah.

b. Bersifat Memberi Perangsang (Incentive), yaitu:

1) Pengaturan pemberian upah lembur untuk pekerjaan diluar jam kerja.

2) Pengaturan mengenai upah tetap, meskipun pekerja tidak melakukan pekerjaan dengan alasan-alasan tertentu.

27 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan..., h. 151

(43)

3) Pengaturan mengenai penetapan upah berdasarkan kebutuhan hidup layak bagi buruh.

Ketentuan-ketentuan di atas dikatakan bersifat incentive karena bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja dari pekerja dengan kesadaran adanya jaminan kepastian hukum yang melindungi hak mereka.

4. Penentuan Tarif Upah

Menurut Ibnu Taimiyah konsep upah dan harga merupakan dua konsep yang seringkali dipandang sebagai hal yang kurang lebih serupa.

Itu sebabnya masalah penentuan jumlah upah sesungguhnya tak banyak berbeda dengan pematokan harga. Hanya saja, istilah yang kerap digunakan oleh Ibnu Taimiyah dalam menjelaskan persoalan ini adalah tas‟ir fial-a‟mal, yang secara literal bermakna pematokan nilai harga atas suatu jasa pekerjaan.

Pada dasarnya dalam kondisi normal, tarif upah atau jasa pekerjaan dapat dinegosiasikan oleh kedua belah pihak penjual jasa dan pembeli jasa. Dengan kata lain, jasa pekerjaan merupakan salah sebuah komoditi yang diperdagangkan, karenanya tarif upah tunduk mengikuti hukum permintaan dan penawaran yang berlaku umum dalam dunia ekonomi, akan tetapi dalam situasi ketimpangan ekonomi, Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa pemerintah mungkin saja menerapkan tarif upah yang sepadan (ujrah al-mistl) terhadap setiap kegiatan transaksi perdagangan jasa.

(44)

Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa ujrah mitsl ditentukan oleh jumlah nilai yang disebutkan dan disepakati oleh kedua belah pihak pada saat transaksi pembelian jasa atau penyewaan barang. Dengan begitu, jika negara ingin menetapkan tarif upah atau ada dua belah pihak yang melakukan transaksi pembelian jasa, tetapi belum menyebutkan jumlah upah yang dalam situasi normal bisa diberlakukan dan sepadan dengan tingkat jenis jasa pekerjaan tersebut.

Tujuan diterapkannya tarif upah sepadan adalah untuk menjaga kepentingan kedua belah pihak, baik penjual jasa maupun pembeli jasa, dan menghindarkan adanya unsur eksploitasi didalam setiap transaksi bisnis. Dengan demikian tarif upah sepadan, setiap perselisihan yang terjadi dalam transaksi jual beli jasa dapat diselesaikan secara adil.28 5. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Upah Waktu Kerja

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang- undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

28 Arakal Salim G.P, Etika Intervensi Negara Perspektif Etika Politik Ibnu Taimiyah, (Jakarta: t.p., 1999), h. 99

(45)

Upah adalah salah satu sarana yang digunakan oleh pekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya.29 Berdasarkan ketentuan Pasal 88 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, dijelaskan bahwa setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Perwujudan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh.

Dasar dari pemberian upah adalah waktu kerja. Berdasarkan ketentuan Pasal 77 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dijelaksan bahwa setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. Adapun ketentuan waktu kerja diatur dalam Pasal 78 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 ayat (2), harus memenuhi syarat yaitu :

1) Ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan, dan

2) Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam seminggu.

Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerja tertentu. Ketentuan mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerja tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bahwa mempekerjakan pekerja/buruh melebihi

29 Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakejaan Pasca Reformasi, (Sinar Grafika: Jakarta, 2009), h. 107

(46)

waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur..

6. Sistem Pemberian Upah

Sistem pemberian upah ini maksudnya adalah bagaimana cara perusahaan biasanya memberikan upah kepada buruhnya, sistem ini di dalam teori dan praktek terkenal ada beberapa macam, yaitu:

a. Sistem Upah Jangka Waktu

Sistem upah jangka waktu ini adalah sistem pemberian upah menurut jangka waktu tertentu, misalnya harian, mingguan atau bulanan.

b. Sistem Upah Potongan

Sistem ini tujuannya adalah untuk mengganti sistem upah jangka waktu jika hasil pekerjaannya tidak memuaskan. Sistem upah ini hanya dapat diberikan jika hasil pekerjaannya dapat dinilai menurut ukuran tertentu, misalnya diukur dari banyaknya, beratnya dan sebagainya.

Manfaat pengupahan dengan sistem ini adalah:

1) Buruh mendapat dorongan untuk bekerja giat.

2) Produktivitas semakin tinggi.

3) Alat-alat produksi akan dipergunakan secara intensif.

Sedangkan keburukannya adalah:

1) Buruh selalu bekerja secara berlebih-lebihan.

(47)

2) Buruh kurang menjaga kesehatan dan keselamatannya.

3) Kadang-kadang kurang teliti dalam bekerja karena untuk mengejar jumlah potongan.

4) Upah tidak tetap, tergantung jumlah potongan yang dihasilkan.

Untuk menampung keburukan dari sistem upah potongan maka diciptakan sistem upah gabungan, yaitu gabungan antara upah minimumnya sehari dengan jumlah minimum pekerjaannya sendiri.

c. Sistem Upah Pemufakatan

Sistem upah pemufakatan ini maksudnya adalah suatu sistem pemberian upah dengan cara memberikan sejumlah upah kepada kelompok tertentu yang selanjutnya nanti kelompok ini akan membagikan kepada para anggota.

d. Sistem Upah Berubah

Dengan sistem ini, jumlah upah yang diberikan berkaitan dengan harga penjualan hasil produksi di pasaran. Jika harga naik maka jumlah upah pun akan naik sebaliknya jika harga turun maka upah pun akan turun, itulah sebabnya disebut skala upah berubah.

e. Sistem Upah Indeks

Sistem upah ini didasarkan atas indeks biaya kebutuhan hidup.

Dengan sistem ini upah itu akan naik turun sesuai dengan naik turunnya biaya penghidupan, meskipun tidak mempengaruhi nilai nyata dari upah.

f. Sistem Upah Keuntungan

(48)

Sistem upah ini dapat disamakan dengan pemberian bonus apabila perusahaan mendapatkan keuntungan diakhir tahun.30

g. Sistem Upah Borongan

Adalah balas jasa yang dibayar untuk suatu pekerjaan yang diborongkan. Cara menghitungkan upah ini kerap kali dipakai pada suatu pekerjaan yang diselesaikan oleh suatu kelompok pekerja, untuk seluruh pekerjaan ditentukan suatu balas karya yang kemudian dibagi- bagi antara pelaksanaan.

h. Sistem Upah Premi

Cara ini merupakan kombinasi dari upah waktu dan upah potongan. Upah dasar untuk prestasi normal berdasarkan waktu atau jumlah hasil apabila semua karya mencapai prestasi yang lebik baik dari itu, ia diberi “premi”. Premi dapat diberikan misalnya untuk penghematan waktu, penghematan bahan, kualitas produk yang baik, dan sebagainya. Dalam perusahaan modern patokan untuk prestasi minimal ditentukan secara ilmiah berdasarkan Time And Motion Study.

i. Sistem Upah Bagi Hasil

Bagi hasil merupakan cara yang biasa digunakan dalam bidang pertanian dan dalam usaha keluarganya, tetapi juga dikenal di luar kalangan itu.

Upah dipandang adil apabila memenuhi 3 (tiga) syarat:

30 Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja), Ed.

1, Cet. 1, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 72

(49)

(1) Sesuai dengan prestasi kerja, untuk mengukur prestasi kerja, dewasa ini telah dikembangkan berbagai evaluasi jabatan.

(2) Sesuai dengan kebutuhan karyawan, artinya cukup untuk hidup layak dengan keluarganya. Untuk hidup layak tidak ada satu ukuran umum, tetapi paling sedikit harus cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok si pekerja dan keluarganya, terutama dalam inflasi kala harga-harga naik.

(3) Sesuai dengan kemampuan perusahaan. Kalau suatu perusahaan memang tak mampu membayar upah tinggi, maka upah rendah pun sudah adil. Tetapi kalau perusahaan memang mampu membayar upah cukup tinggi padahal upah yang dibayar itu rendah berarti melanggar keadilan moral Pancasila.31

31 T. Gilarso, Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian Mikro, (Yogyakarta: Kanisius, 1994), h. 59

(50)

A. Jenis dan Sifat Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berdasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan- permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan.1

Jenis dari penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research).

Penelitian lapangan (field research) pada hakekatnya merupakan metode untuk menemukan secara khusus dan realita apa yang tengah terjadi pada suatu saat di tengah masyarakat.2 Maksud dari penelitian tersebut yaitu, peneliti mempelajari secara mendalam tentang peraturan perundang- undangan yang berlaku dan pelaksanaan hubungan kerja antara pekerja tidak tetap dengan PT. Central Pertiwi Bahari Bratasena.

1 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, dalam Soerjono Soekanto, Ed.,1986, Pengantar Penelitian hukum, Jakarta: UI Press, h. 43.

2 Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Research Sosial, (Bandung: Offset Alumni, 1996), h. 32

(51)

2. Sifat Penelitian

Dilihat dari segi sifatnya, penelitian ini adalah penelitian deskriptif, artinya penelitian yang menggambarkan objek tertentu dan menjelaskan hal-hal yang terkait dengan atau melukiskan secara sistematis fakta-fakta atau karakteristik populasi tertentu dalam bidang tertentu secara faktual dan cermat.3

Tipe kajian dalam penelitian ini lebih bermaksud menggambarkan secara jelas tentang kontruksi dari hubungan hukum antara pihak pekerja tidak tetap dengan pihak PT. Central Pertiwi Bahari Bratasena, apabila terjadi kelalaian dalam perjanjian kerja yang mengakibatkan kerugian pada salah satu pihak, dan upaya-upaya penyelesaian di luar pengadilan akibat terjadinya kelalaian tersebut.

B. Sumber Data

Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh.4 Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data yaitu:

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama,5 dari pihak-pihak yang terlibat dengan obyek yang diteliti. Data primer ini akan diperoleh melalui para informan dan situasi

3 Sarifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), h. 7

4 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1998), Cet ke-6, h. 129

5 Amirudin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo, h. 30

Gambar

Gambar 1. Wawancara Bapak Mugiyo (Manager) PT. Central Pertiwi Bahari  Bratasena
Gambar 2. Wawancara Bapak Nasaruddin, tenaga kerja (Security) PT. Central  Pertiwi Bahari Bratasena
Gambar 3. Wawancara Bapak Angga Ridwan, tenaga kerja (Security) PT. Central  Pertiwi Bahari Bratasena
Gambar 4. Wawancara Bapak Yudi Santri dan Sukri, tenaga kerja (Security) PT.
+2

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

There are various criteria found in the corpus of this research, however, the most common criteria found and will be used as tags are the word pien at the end of