• Tidak ada hasil yang ditemukan

Contoh Makalah Antena

N/A
N/A
Prabu Dinata

Academic year: 2024

Membagikan "Contoh Makalah Antena"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

6 2.1 Antena

Antena merupakan elemen penting yang ada pada setiap sistem telekomunikasi tanpa kabel ( nirkabel/wireless). Pemilihan antena, perancangan dan pemasangan yang tepat akan menjamin kinerja sistem tersebut.

Antena adalah sebuah komponen yang dirancang untuk bisa memancarkan dan menerima gelombang elektromagnetika. Antena sebagai alat pemancar (transmitting antenna) adalah sebuah tranduser (pengubah) elektromagnetis, yang digunakan untuk mengubah gelombang tertuntun didalam saluran transmisi kabel, menjadi gelombang yang merambat diruang bebas, dan sebagai alat penerima (receiving antenna) mengubah gelombang ruang bebas menjadi gelombang tertuntun. Dengan definisi antena di atas, adalah suatu kepastian, bahwa di setiap sistem komunikasi tanpa kabel terdapat komponen yang bisa mengubah gelombang tertuntun menjadi geombang ruang bebas dan kebalikannya, komponen ini adalah antenna.

Gambar 2.1 Perambatan Gelombang (J,Herman,1986)

(2)

2.1.1 Parameter Antena

Parameter antena digunakan untuk menguji atau mengukur performa antena yang akan digunakan. Berikut penjelasan beberapa parameter antena yang sering digunakan yaitu direktivitas antena, gain antena, pola radiasi antena, polarisasi antena, beamwidth antena dan bandwidth antena.

2.1.2 Direktivitas Antena

Direktivitas dari sebuah antena atau deretan antena diukur pada kemampuan yang dimiliki antena untuk memusatkan energi dalam satu atau lebih kearah khusus. Antena dapat juga ditentukan pengarahannya tergantung dari pola radiasinya. Dalam sebuah array propagasi akan diberikan jumlah energi, gelombang radiasi akan dibawa ketempat dalam satu arah. Elemen dalam array dapat diatur sehingga akan mengakibatkan perubahan pola atau distribusi energi lebh yang memungkinkan ke semua arah (omnidirectional). Suatu hal yang tidak sesuai juga memungkinkan. Elemen dapat diatur sehingga raiasi energi dapat dipusatkan dalam satu arah.

Gambar 2.2 Direktivitas Antenna (Anonim)

(3)

2.1.3 Gain Antena

Gain adalah karakter antena yang terkait dengan kemampuan antena mengarahkan radiasi sinyalnya, atau penerimaan sinyal dari arah tertentu. Gain bukanlah kuatintas yang dapat diukur dalam satuan fisis pada umumnya seperti watt, ohm, atau lainya, melainkan suatu bentuk perbandingan. Oleh karena itu, satuan yang digunakan untuk gain adalah desibel. Gain dari sebuah antena adalah kualitas nyata yang besarnya lebih kecil daripada penguatan antena tersebut.

Gambar 2.3 Antena Gain 2.1.4 Pola Radiasi Antena

Pola radiasi antena atau pola antena didefinisikan sebagai fungsi matematik atau representasi grafik dari sifat radiasi antena sebagai fungsi dari koordinat. Di sebagian besar kasus, pola radiasi ditentukan di luasan wilayah dan direpresentasikan sebagai fungsi dari koordinat directional. Pola radiasi antena adalah plot 3-dimensi distribusi sinyal yang dipancarkan oleh sebuah antena, atau atau plot 3-dimensi tingkat penerimaan sinyal yang diterima oleh sebuah antena.

Pola radiasi antena menjelaskan bagaimana antena meradiasikan energi ke ruang bebas.

(4)

a. Pola Radiasi Antena Undirectional

Antenna undirectional mempunyai pola radiasi yang terarah dan dapat menjangkau jarak yang relatiff jauh.

Gambar 2.4 Pola Radiasi Undirectional. (Muhammad Laiq,2011) b. Pola Radiasi Antenna Omnidirectional

Antenna omnidirectional mempunyai pola radiasi yang digambarkan seperti bentuk kue donat dengan pusat berimpit. Antenna omnidirectional pada umumnya mempunyai pola radiasi 360˚ jika dilihat pada bidang medan magnetnya.

Gambar 2.5 Pola Radiasi Omnidirectional. (Muh. Laiq,2011) 2.1.5 Polarisasi Antena

Polarisasi dari sebuah Antenna menginformasikan ke arah mana medan listrik memiliki orientasi dalam perambatannya.

(5)

a. Polarisasi Linier

Pada polarisasi linier, arah medan listrik tidak berubah dengan waktu, yang berubah hanya orientasinya saja(positif-negatif).

Gambar 2.6 Polarisasi Linier. (Oxy,2012)

Polalrisasi linier vertikal bisa dihasilkan dengan antena dipole yang vertikal. Gelombang yang memiliki polarisasi linier vertikal ini juga harus diterima dengan antena yang bisa menghasilkaan polarisasi vertikal.

Antena horn dan antena reflektor juga menghasilkan polarisasi vertikal sesuai dengan peletkanya. Jika bidang lebar didatarkan, maka akan dihasilkan polarisasi vertikal. Jika lebar bidangnya didirikan, akan didapatkan polarisasi linier horizontal. Aplikasi pemancar radio AM dan telepon seluler menggunakan gelombang yang dihasilkan dengan polarisasi vertikal, sedangkan aplikasi televisi menggunakan polarisasi horizontal.

b. Polarisasi Eliptis

Berbeda dengan polarisasi linier, pada gelombang yang mempunyai polarisasi eliptis, dengan berjalannya waktu dan perambatan, medan listrik

(6)

dari gelombang itu melakukan perputaran dengan ujung panah –panahnya terletak pada sebuah permukaan silinder dengan penampang elips.

Polarisasi eliptis digunakan dengan tujuan mengantisipasi kemungkinan penerimaan sinyal yang tidak diketahui polarisasinya. Pada aplikasi satelit, sinyal akan mengalami depolarisasi ketika menembus awan.polarisasi akan berubah ke arah yang tidak bisa diprediksikan. Bagi gelombang berpolarisasi eliptis hal ini tidak berpengaruh.

Gambar 2.7 Polarisasi Elips. (Oxy,2012) 2.1.6 Beamwidth

Beamwidth yaitu lebar dari main beam (main lobe) dari sebuah antena mengukur direktivitas sebuah antena. Satuan beamwidth adalah derajat semakin kecil beamwidth, semakin fokus sebuah antena dalam memancarkan power-nya.

Semakin besar power dalam main lobe, semakin jauh antenna dapat berkomunikasi. Beamwidth dibagi dalam dua ukuran, yaitu:

 Horizontal beamwidth sekitar antena.

 Vertikal beamwidth diatas dan bawah antena.

(7)

Gambar 2.8 Beamwidth Vertical & Horizontal

Bandwidth sebuah antena didefinisikan sebagai interval frekuensi, di dalamnya antena bekerja sesuai dengan yang ditetapkan oleh spesifikasi yang diberikan.

Pada pemakaiannya, sebuah antena dalam sistem pemancar dan penerima selalu dibatasi oleh daerah frekuensi kerjanya. Pada range frekuensi kerja tersebut antena dituntut harus dapat bekerja dengan efektif agar dapat menerima atau memancarkan gelombang pada band.

Gambar 2.9 Bandwidth. (Wikipedia,2017)

(8)

2.2 Jenis Jenis Antena

Jenis-jenis antenna dibagi 2 yaitu : a) Antena Directional (Antena Pengarah)

Jenis antena ini digunakan pada sisi client dan mempunyai gain yang sangat tinggi yang diarahkan ke access point. Antena ini disebut antena narrow bandwidth, yaitu punya sudut pemancaran yang kecil dengan daya lebih terarah, jaraknya jauh dan tidak bias menjangkau area yang luas, antena directional mengirim dan menerima sinyal radio hanya pada satu arah, umumnya pada fokus yang sangat sempit, dan biasanya digunakan untuk koneksi point to point, atau multiple point. Contoh antenna directional :

 Antena Yagi

Digunakan untuk jarak pendek karena penguatannya rendah. Dan mempunyai penguatan antara 7 - 19 dBi.

Gambar 2.10 Antena Yagi (Ecka Liernardi, 2015)

 Antena Grid

Antena ini merupakan salah satu antena wifi yang populer. Sudut pola pancaran antena ini lebih fokus pada titik tertentu sesuai pemasangannya.

(9)

Gambar 2.11 Antena Grid (Afandi,2015)

 Antena Parabolic

Antena parabola adalah sebuah antena berdaya jangkau tinggi yang digunakan untuk komunikasi radio, televisi dan data dan juga untuk radio location (RADAR). Antena parabolic dipakai untuk jarak menengah atau jarak jauh dan gain-nya bisa antara 18 sampai 28 dBi dan jenis antena ini juga bisa tersambung dengan jaringan wifi jika kedua antenna tersebut saling berhadapan.

Gambar 2.12 Antenna Parabolic. (Afandi,2015)

 Antena Sectoral

Mempunyai penguatan antara 10 - 19 dBi dan tingginya penguatan dikompensasi dengan pola radiasi yang sempit dari 45° - 180°.

(10)

Gambar 2.13 Antena Sectoral (Afandi, 2015) b) Antena Omnidirectional

Biasanya antena jenis ini digunakan pada Access Point (AP). Antena jenis ini mempunyai pola radiasi 360 derajat. Antena ini mempunyai sudut pancaran yang besar (wide beamwidth) yaitu 3600. Dengan daya lebih meluas, jarak yang lebih pendek tetapi dapat melayani area yang luas Omni antena tidak dianjurkan pemakaiannya, karena sifatnya yang terlalu luas sehingga ada kemungkinan mengumpulkan sinyal lain yang akan menyebabkan interferensi. Antena omnidirectional mengirim atau menerima sinyal radio dari semua arah secara sama, biasanya digunakan untuk koneksi multiple point atau hotspot.

Gambar 2.14 Antena Omnidirectional. (Afandi, 2015)

(11)

2.2.1 Sistem Antena

 SISO (Single Input Single Output)

SISO berarti pada pemancar dan penerima masing masing hanya ada satu antena.

Gambar 2.15 Sistem Antena SISO

 SIMO (Single Input Multiple Output)

SIMO berarti pada pemancar hanya ada satu antena dan pada penerima ada beberapa antena.

Gambar 2.16 Sistem Antena SIMO

 MISO (Multiple Input Single Output)

MISO berarti pada pemancar ada beberapa antena dan pada penerima hanya ada satu antenna.

Gambar 2.17 Sitem Antena MISO

 MIMO (Multiple Input Multiple Output)

MIMO berarti pada pemancar ada beberapa antena dan pada penerima juga ada beberapa antenna.

(12)

Gambar 2.18 Sistem Antens MIMO 2.3 Antena Downtilt

Standar vertikal beamwidth adalah pointing kearah horizon.

Mengaplikasikan downtilt pada antena dapat memberikan beberapa keuntungan antara lain power yang diradiasikan akan lebih terfokus ke objective coverage area pada setiap sektor, dengan mengurangi power pada arah horizon maka problem interferensi juga dapat dikurangi. Kasus overshoot coverage dimana coverage sebuah site melebihi area objective coverage -nya dan menyebabkan meningkatnya interferensi pada jaringan juga dapat diminimalisir dengan melakukan downtilt. Tapi disisi lain downtilt juga dapat mengurangi besarnya coverage . Oleh sebab itu setiap aktivitas downtilt atau uptilt perlu terlebih dahulu disimulasikan dengan software planning dan diverifikasi hasilnya dengan drivetest. Proses optimasi dengan melakukan physicaltunning adalah hal wajar yang dilakukan untuk meningkatkan performance.

a) Mechanical Downtilt

Mechanical Dowtilt adalah perubahan antena tilting dengan mengubah tilt angle yang terletak pada antena clamp. Derajat kemiringan tampak dari luar dan dapat diukur derajat kemiringannya menggunakan tilt meter.

Mechanical downtilt mengakibatkan perubahan bentuk pada horizontal pattern. Semakin besar derajat mechanical downtilt maka coverage pada main lobe berkurang sedangkan pada sisi side lobe akan melebar.

(13)

Gambar 2.19 Mechanical Dowtilt dan Tilt Meter (Edvan Berliansa, 2016) b) Electrical Downtilt

Electrical tilt adalah perubahan bentuk polarisasi antena yang di atur secara elektronik. Electrical tilt mengubah karakterisik fasa sinyal setiap elemen antena. Semakin besar nilai electrical maka semakin kecil pula coverage yang diberikan. Tidak semua tipe antena dapat di ubah nilai electrical tilt nya, ada yang difiksasikan nilainya 0 atau 2.

Gambar 2.20 Electrical tilt (Edvan Berliansa, 2016) c) Azimuth

Azimuth adalah arah antena yang diatur secara horizontal dengan cara mengubah posisi clamp (penjepit antena) yang terhubung ke kaki tower.

Batas pergeseran antena biasanya 5 – 100 derajat. Petunjuk pengarahan agar arah antena sesuai dengan planning site menggunakan alat bantu berupa kompas. Arah utara adalah titik acuan sebagai penentu posisi 0 derajat.

(14)

Gambar 2.21 Contoh Azimuth Antena dan View (Edvan Berliansa, 2016)

2.3.1 Menghitung Kemiringan Antena

Untuk menghitung kemiringan antena, dapat digunakan persamaan sebagai berikut :

Gambar 2.22 Tilting Antenna. (Rifky Arrosyad,2015)

=

...(2.1)

Dimana :

α = derajattilt antenna (˚) Ha = tinggi antena (m)

Main beam = radius utama (m)

2.4 Sistem komunikasi selular

Sistem komunikasi seluler merupakan salah satu jenis komunikasi bergerak, yaitu suatu komunikasi antara dua buah terminal dengan salah satu atau kedua terminal berpindah tempat. Dengan adanya perpindahan tempat ini,

(15)

sistem komunikasi bergerak tidak menggunakan kabel sebagai medium transmisi.

2.4.1 Definisi Komunikasi Selular

Sebuah sistem komunikasi bergerak selular menggunakan sejumlah besar pemancar berdaya rendah untuk menciptakan sel (daerah geografis) layanan dasar dari sistem komunikasi nirkabel (tanpa kabel). Variabel tingkat daya antena pemancar, memungkinkan sel-sel diubah ukurannya menyesuaikan kepadatan pelanggan dan permintaan dalam suatu wilayah tertentu. Pada Gambar 2.28 pada setiap sel-sel dipegang oleh 1 BTS pada suatu daerah tertentu, sel-sel ini dapat diubah ukuran nya sesuai tingkat daya antena pemancar untuk mengcoverage daerah-daerah yang padat.

Gambar 2.23 Konsep Sel (azmut 2008)

Sebagai pengguna ponsel yang bergerak dari sel ke sel, percakapan dilakukan dengan teknik hand off antara sel-sel untuk mempertahankan layanan komunikasi agar berjalan lancar (tidak terputus). Saluran frekuensi yang digunakan dalam satu sel dapat digunakan kembali di sel lain yang letaknya agak jauh. Sel dapat ditambahkan untuk mengakomodasi

(16)

pertumbuhan pelanggan, menciptakan sel-sel baru di daerah yang belum terlayani atau overlay sel di daerah yang telah terlayani. Komunikasi selular juga dibedakan antara system komunikasi konvensional dan system komunikasi modern Sistem konvensional memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Daerah jangkauan luas 2. Daya yang digunakan besar 3. Kapasitas sistem masih rendah

4. Modulasi analog berupa frequency modulation (FM) sehingga memerlukan bandwidth yang besar

5. Belum menggunakan handoff

6. Belum terhubung ke jaringan public service telephone network (PSTN) 7. Untuk suara Pada Gambar 2.24 menunjukkan sistem komunikasi selular

konvensional yang memiliki jangkauan yang sangat luas, dimana BS memiliki daya pancar yang cukup besar. Daerah yang di cakup oleh BTS sangatlah luas sehingga tidak ada pembagian sel-sel pada daerah yang di cakup.

Gambar 2.24 Komunikasi Sistem Selular Konvensional (Agus 2009)

(17)

Sistem konvensional walaupun secara ekonomi dan teknologi belum menguntungkan, tetapi telah membangkitkan penelitian untuk mengembangkan sistem komunikasi seluler yang lebih baik (sistem modern). Komunikasi seluler modern memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Alokasi bandwith kecil

2. Efisiensi pemakaian frekuensi tinggi, karena penggunaan frequency refuse.

3. Modulasi digital.

4. Daerah pelayanan dibagi atas daerah - daerah kecil yang disebut sel, sering disebut sebagai sistem seluler.

5. Kapasitas besar

6. Daya yang dipergunakan kecil 7. Memiliki handoff

8. Efisiensi kanal tinggi karena menggunakan mode akses jamak (multiply access) seperti frequency division multiple access (FDMA), time divisin multiple access (TDMA), dan code division multiple access (CDMA). pada Gambar 2.25 bahwa setiap sel dengan base station (BS) terhubung ke mobile switching center (MSC). MSC ini yang akan menghubungkan sistem seluler dengan sistem wireline PSTN atau sebaliknya. Dengan adanya kemampuan

(18)

Gambar 2.25 Setiap Sel Dengan BS Terhubung ke MSC (Moch 2009) berhubungan dengan komunikasi wireline yang telah ada menjadikan sistem seluler mendukung perkembangan komunikasi global di masa mendatang. Perbandingan antara sistem konvensional dan seluler dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Perbandingan sistem konvensional dan selular

(19)

2.5 1G : AMPS (Advanced Mobile Phone System)

Generasi Pertama adalah sebuah istilah untuk menyebutkan generasi pertama teknologi-teknologi yang digunakan pada sistem komunikasi seluler.

Generasi pertama atau 1G merupakan teknologi ponsel pertama yang menggunakan sistem analog, yang umumnya dikenal dengan AMPS dan TACS (Total Access Communication System). Teknologi ini mulai digunakan tahun 1970 seiring penemuan mikroprosesor untuk komunikasi nirkabel. 1G mempunyai banyak kekurangan, seperti kapasitas sistem yang terbatas, hal ini dikarenakan teknologi multiple access-nya masih menggunakan FDMA (Frequency Division Multiple Access).

2.5.1 2G : GSM (Global System for Mobile Communication)

Pada awal tahun 90-an untuk pertama kalinya muncul teknologi jaringan seluler digital yang hampir bisa dipastikan memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan teknologi jaringan analog (1G) seperti suara lebih jernih, keamanan lebih terjaga dan kapasitas yang lebih besar. Teknologi generasi kedua muncul karena tuntutan pasar dan kebutuhan akan kualitas yang semakin baik.

Generasi 2G sudah menggunakan teknologi digital. Generasi ini menggunakan mekanisme Time Division Multiple Access (TDMA) dan Code Division Multiple Access ( CDMA) dalam teknik komunikasinya.

2.5.1.1 Arsitektur Jaringan GSM

Sebuah jaringan GSM dibangun dari beberapa komponen fungsional yang memiliki fungsi dan interface masing-masing yang spesifik. Secara umum jaringan GSM dapat dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu : - Mobile Station - Base Station Subsystem - Network Subsystem Pada masing-

(20)

masing bagian utama jaringan GSM tersusun dari bagianbagian lain yang terpadu untuk mendukung fungsi utamanya. Sedangkan jaringan lain yang dapat berintegrasi dengan jaringan GSM yaitu jaringan selular lain PLMN (Public Land Mobile Network), telepon rumah PSTN (Public Switched Telephone Network), ISDN (Integrated Services Digital Network), dan jaringan yang berbasis internet seperti terlihat pada Gambar 2.31.

Gambar 2.26 Integrasi Jaringan GSM dan Jaringan lainnya (wikipedia 2011) a. Mobile Stasion (MS) MS merupakan perangkat yang digunakan oleh

pelanggan untuk melakukan komunikasi. MS terdiri dari dari Mobile Equipment (ME) dan Subcriber Identity Module (SIM). ME merupakan terminal transmisi radio yang dilengkapi dengan International Mobile Equipment Identity (IMEI), sedangkan SIM berisi nomor identitas pelanggan untuk masuk ke jaringan operator GSM.

b. Base Stasion System (BSS) BSS terdiri dari tiga perangkat yaitu : 1. Base Transceiver Station ( BTS ) BTS merupakan perangkat pemancar dan penerima yang menangani akses radio dan berinteraksi langsung dengan mobile station (MS) melalui air interface. BTS juga mengatur

(21)

proses handover yang terjadi didalam BTS itu sendiri dan dimonitor oleh BSC.

2. Base Station controller ( BSC ) BSC adalah interface antara BTS dengan MSC dan OMC. BSC juga mengendalikan beberapa BTS serta mengatur trafik yang datang dan pergi dari BSC menuju MSC atau BTS.

BSC memanajemen sumber radio dalam pemberian frekuensi untuk setiap BTS dan mengatur handover ketika mobile station melewati batas antar sel.

3. Transcoder (XCDR) XCDR berfungsi untuk mengkompres data atau suara keluaran dari MSC (64 Kbps) menjadi 16 Kbps ke arah BSC dan sebaliknya untuk effisiensi kanal transmisi.

c. Network Switching System (NSS) NSS berfungsi sebagai switching pada jaringan GSM, memanajemen jaringan, sebagai interface antara jaringan GSM dengan jaringan lainnya. Komponen NSS pada jaringan GSM terdiri dari:

1. Mobile Switching Center ( MSC ) MSC bertugas mengatur komunikasi antar pelanggan dan user jaringan telekomunikasi lainnya.

2. Home Location Register ( HLR ) HLR merupakan database yang berisi data pelanggan yang tetap suatu wilayah cakupan. Data-data tersebut antara lain, layanan pelanggan, service tambahan dan informasi mengenai lokasi pelanggan yang paling akhir

3. Visitor Location Register ( VLR ) VLR merupakan database yang berisi informasi sementara mengenai pelanggan yang melakukan mobile (roaming) dari area cakupan lain.

(22)

4. Authentication Center ( AuC ) AuC berisi data base yang bersifat rahasia yang disimpan dalam bentuk format kode untuk pengamanan dan pengontrolan penggunaan sistem seluler yang sah dan mencegah pelanggan yang melakukan kecurangan.

5. Equipment Identity Register (EIR)

Merupakan data base terpusat yang berfungsi untuk validasi Internasional Mobile

6. Equipment Identity (IMEI).

7. Inter Working Function (IWF) IWF berfungsi sebagai interface antara jaringan GSM dengan jaringan lain.

8. Echo Canceller (EC) EC digunakan untuk sambungan dengan PSTN untuk mengurangi echo (gaung/gema) dan delay.

d. Network Management System

- Operation and Maintenance Center ( OMC ) OMC sebagai pusat pengontrolan operasi dan pemeliharaan jaringan. Fungsi utamanya mengawasi alarm perangkat dan perbaikan terhadap kesalahan operasi.

- Network Management Centre (NMC) NMC berfungsi untuk pengontrolan operasi dan pemeliharaan jaringan yang lebih besar dari OMC.

2.5.2 2.5G : GPRS (General Packer Radio Service)

Teknologi 2.5G merupakan peningkatan dari teknologi 2G terutama dalam platform dasar GSM telah mengalami penyempurnaan, khususnya untuk aplikasi data. Untuk yang berbasis GSM teknologi 2.5G diimplementasikan dalam GPRS

(23)

(General Packet Radio Services) dan WiDEN, sedangkan yang berbasis CDMA diimplementasikan dalam CDMA2000 1x.

2.5.3 3G : EDGE (Enhanced Data rates for GSM Revolution)

Antara tahun 2001 sampai 2003 generasi ketiga diperkenalkan Teknologi generasi ketiga (3G) dikembangkan oleh suatu kelompok yang diakui para ahli dan pelaku bisnis yang berkompeten dalam bidang teknologi wireless di dunia. 3G sebagai teknologi yang berfungsi mempunyai kecepatan transfer data sebesar 144 kbps pada kecepatan user 100 km/jam, mempunyai kecepatan transfer data sebesar 384 kbps pada kecepatan berjalan kaki, mempunyai kecepatan transfer data sebesar 2 Mbps pada untuk user diam (stasioner).

2.5.4 3.5 : HSDPA (High Speed Downlink Packet Access)

Teknologi 3.5G atau disebut juga super 3G merupakan peningkatan dari teknologi 3G, terutama dalam peningkatan kecepatan transfer data yang lebih dari teknologi 3G sehingga dapat melayani komunikasi multimedia seperti akses internet dan video sharing.

2.5.5 4G

4G adalah singkatan dari istilah dalam bahasa Inggris fourth-generation technology. Istilah ini umumnya digunakan mengacu kepada pengembangan teknologi telepon seluler.4G merupakan pengembangan dari teknologi 3G. 4G dikatakan memiliki kecepatan 500 kali lebih cepat daripada CDMA2000 dapat memberikan kecepatan hingga 1 Gbps jika anda di rumah atau 100 Mbps ketika anda bepergian dan dalam waktu yang singkat.

(24)

2.6 Latar Belakang Long Term Evolution (LTE)

Kebutuhan masyarakat akan informasi dan komunikasi terus berkembang pesat dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan pihak penyedia jasa layanan telekomunikasi seluler dituntut untuk berkembang guna memenuhi keragaman kebutuhan konsumennya. Salah satu hal yang terlihat sangat berkembang adalah kebutuhan akan komunikasi paket data. Dimulai dari era GPRS, konsumen mulai dikenalkan dengan komunikasi paket data. Seiring berkembangnya teknologi mulai dari EDGE, UMTS, HSDPA, HSPA+, dimana akan terjadi trend perubahan kebutuhan konsumen dari komunikasi suara menjadi komunikasi data dengan kecepatan transfer yang semakin tinggi. Long Term Evolution (LTE) adalah jaringan akses radio evolusi jangka panjang keluaran dari 3rd Generation Partnership Project (3GPP).

LTE merupakan kelanjutan dari teknologi generasi ketiga (3G) WCDMA- UMTS yang mana LTE disebut sebagai generasi ke-4 (4G). LTE diperkenalkan dalam satu rangkaian dengan System Architecture Evolution (SAE) sebagai inti jaringan generasi keempat menurut standar 3GPP. LTE dikenal juga sebagai Evolved Universal Terrestrial Radio Access network (EUTRAN) sementara SAE yang merupakan inti dari sistem LTE juga memiliki nama lain Evolved Packet Core (EPC). EPC bersifat all-IP yang berarti semua berbasis IP dan mudah berinterkoneksi dengan network IP lainnya, termasuk WiFi dan WiMAX. LTE dikembangkan untuk memberikan kecepatan dalam hal transfer data yang dapat mencapai 100 Mbps pada sisi downlink dan 50 Mbps pada sisi uplink. LTE juga memberikan coverage dan kapasitas dari layanan yang lebih besar, mengurangi biaya dalam operasional, mendukung penggunaan multiple antenna, flexsible

(25)

dalam penggunaan bandwidth operasinya dan juga dapat terhubung atau terintegrasi dengan teknologi yang sudah ada.

2.7 Arsitektur Jaringan LTE

Gambar 2.27 Arsitektur Jaringan LTE (Vini Oktariani, 2016)

Arsitektur LTE terdiri atas dua bagian utama yakni LTE itu sendiri yang dikenal juga sebagai Evolved UMTS Terrestrial Radio Access Network (E- UTRAN) dan System Architecture Evolution (SAE) yang merupakan jantung dari sistem LTE yang dikenal juga sebagai Evolved Packet Core (EPC).

2.7.1 Arsitektur dari E-UTRAN

Gambar 2.28 Arsitektur E-UTRAN (Imam Sibro Muhlisi, 2012)

(26)

E-UTRAN (Evolved UMTS Terrestrial Radio Access Network) berfungsi untuk menghubungkan antara mobile dengan EPC. E-UTRAN terdiri dari :

Use Equipment (UE)

Adalah perangkat komunikasi pengguna. Perangkat ini dapat berupa smartphone atau telepon seluler, tablet, komputer, maupun segala perangkat yang dapat terhubung dengan internet. UE berisi Universal Subscriber Identity Module (USIM) yang merupakan modul terpisah dari kesuluruhan UE dan disebut juga Terminal Equipment (TE). USIM merupakan aplikasi pada sebuah smart card yang dinamakan Universal Integrated Circuit Card (UICC). USIM digunakan untuk identifikasi, autentifikasi dan memberikan keamanan kepada pengguna untuk melindungi proses transmisi radio. UE secara fungsional adalah sebuah media dasar untuk aplikasi komunikasi, dimana sinyal antar jaringan terbentuk, mengatur dan memindahkan data komunikasi ketika dibutuhkan oleh pengguna. Termasuk di dalamnya adalah fungsi mobility seperti Handover dan pelaporan lokasi terminal. Proses tersebut dilakukan oleh UE sesuai yang diintruksikan oleh jaringan, dan yang paling penting UE memberikan interface bagi pengguna sehingga aplikasi-aplikasi pada jaringan seperti VoIP, Video Conference atau Video Streaming dapat dipakai.

Envolved Node B (eNodeB)

Adalah antar muka jaringan LTE dengan pengguna. Pada jaringan GSM (2G) dikenal sebagai BTS dan pada jaringan UMTS (3G) dikenal sebagai NodeB. Perbedaan NodeB (3G) dengan BTS (2G) maupun

(27)

eNodeB adalah kemampuannya untuk melakukan fungsi kontrol sambungan dan Handover. Dengan demikian tidak ada lagi pengatur tambahan seperti BSC atau RNC pada sistem LTE.

Fungsi utama dari E-UTRAN adalah :

 Sebagai pengirim transmisi radio ke semua mobile yang ada di jangkauannya. Dengan pemprosesan signal analog dan signal digital.

 Sebagai pemproses signalling messages yaitu untuk mengendalikan low level operation dari sebuah mobile.

Diantara eNodeB, jaringan LTE memiliki interface yang dinamai dengan interface X2. Interface ini bukan interface fisik, namun logical interface. Proses handover mobile dilakukan melalui interface X2 ini, namun jika interface X2 ini tidak availabel, maka dapat juga menggunakan interface S1 yang juga merupakan logical interface. Namun tentunya jika menggunakan interface S1 ini data yang ditukar lebih memakan banyak waktu dan menyebabkan latency semakin besar.

Mobile hanya bisa terhubung ke jaringan (eNodeB) dalam satu waktu dan satu cell.

2.7.2 Arsitektur EPC (Evolved Packet Core)

Gambar 2.29 Komponen EPC(Imam Sibro Muhlisi, 2012)

(28)

Kompone EPC terdiri dari :

 MME (Mobility Management Entity)

Adalah komponen yang mengurus high-level operation dari mobile, menangani mobility mobile (signalling message).

Sebuah UE akan terhubung dengan sebuah MME yang disebut dengan serving MME. Namun dapat saja berpindah MME jika UE tersebut berpindah cukup jauh.

Home Subscriber Server (HSS)

Berupa sistem database yang bertugas untuk membantu MME dalam melakukan manajemen pelanggan dan pengamanan.

Penerimaan atau penolakan UE pada saat autentikasi bergantung pada database HSS.

 S-GW (Serving Gateway)

Berfungsi sebagai high-level router, yang mana meneruskan data antara eNodeB dan P-GW. Sebuah UE akan terhubung dengan sebuah S-GW tapi dapat saja berpindah ke S-GW yang lain jika UE tersebut berpindah cukup jauh.

 P-GW (Packet Data Network Gateway)

Adalah titik akhir dimana network berhubungan dengan komponen luar. Seperti halnya internet, network operator server, dan IP Multimedia subsystem. Setiap P-GW diidentifikasi dengan APN (Access Point Name). Sebuah operator biasanya menggunakan APN untuk masing-masing layanan, misal untuk internet atau IP multimedia subsystem.

(29)

Ketika UE pertama kali dinyalakan akan langsung disambungkan ke default PDN Gateway seperti halnya internet untuk memberikan layanan always on. Selanjutnya, akan dihubungkan ke PDN Gateway lain sebagai additional seperti halnya IP multimedia subsystem atau private corporate network.

Setiap PDN gateway akan tetap sama selama masa waktu koneksi data.

Policy and Charging Rules Function (PCRF)

Berfungsi menentukan Quality of Service (QoS) dan charging untuk masing-masing UE.

Ada dua jenis interface yang menghubungkan antara E-UTRAN dan EPC (eNodeB ke MME dan S-GW), yaitu interface S1-MME yang menangani signalling message (control plane), dan interface S1-U yang menangani traffic (user plane). Kemudian S-GW dihubungkan dengan MME melalui sebuah interface yang disebut dengan interface S10 (control plane), sedangkan interface yang menghubungkan antara S-GW dan P-GW adalah S5/S8. Dimana S5 adalah jika S-GW dan P-GW berada dalam satu network, ini hubungannya dengan roaming network. Sedangkan S8 jika S-GW dan P-GW berada di network yang berbeda. Interface yang menghubungkan network dengan dunia luar adalah SGi yaitu antara PDN gateway dan internet atau server network operator atau IP multimedia subsystem. Interface S6a menghubungkan antara MME dan HSS.

(30)

2.8 Physical Cell Identity (PCI)

Untuk dapat mengakses jaringan diperlukan Physical Cell Identity (PCI) yang digunakan oleh User Equipment (UE) untuk identifikasi sel, dengan sinkronisasi waktu dan frekuensi. PCI memiliki 504 kode dengan pembagiannya terdapat 168 grup pada 3 identitas cell. Tiga identitas cell dalam 1 grup biasanya disebut cell sektor ditandai dengan tiga kode warna yang berbeda yaitu seperti pada gambar 2.30 warna kuning, hijau dan orange yang dikontrol dalam eNodeB yang sama.

Gambar 2.30 Contoh Pengalokasian PCI

Prinsip kerja dari PCI hampir sama dengan pengalokasian Scrambling code (SC) di system WCDMA yaitu tiap-tiap user dibedakan berdasarkan code yang unik. Hanya saja perbedaannya scrambling code kisarannya 0-511 sedangkan PCI dari 0-503. Selain itu protocol tersebut tidak memiliki persyaratan khusus dalam perencanaan scrambling code. Oleh karena itu hanya reuse distance yang perlu dipastikan dalam perencanaan scrambling code. Berdasarkan 3GPP, protocol membutuhkan nilai dari PCI/3 haruslah 0, 1, atau 2 pada masing-masing eNodeB.

Sinkronisasi terdiri dari 2 yaitu :

(31)

a) Primary Synchronization Signal (PSS)

Primary Synchronization Signal digunakan untuk pendeteksi frekuensi carrier dan pendeteksi symbol Synchronization Channel (SCH) timing.

PSS ID diidentifikasi dengan nilai 0-2 yang dinamakan physical layer identity.

b) Secondary Synchronization Signal (SSS)

Secondary Synchronization Signal (SSS) digunakan untuk mendeteksi radio frame timing dengan diidentifikasi SSS group (0-167). SSS ID digunakan mendeteksi MIMO dan Cyclic prefix yang dinamakan Physical- Layer Cell Identity Group.

2.9 RSRP (Reference Signal Received Power)

Merupakan sinyal LTE power yang diterima oleh user dalam frekuensi tertentu. semakin jauh jarak antara site dan user, maka semakin kecil pula RSRP yang diterima oleh user. RS merupakan Reference Signal atau RSRP di tiap titik jangkauan coverage. user yang berada di luar jangkauan maka tidak akan mendapatkan layanan LTE. Satuan RSRP adalah dBm. Satuan dBm adalah satuan kekuatan sinyal atau daya pancar. Satuan dBm adalah nilai logaritma dari satuan miliwatt yang menunjukan ukuran daya. Daya pancar yang kecil merupakan angka negative.

(32)

Gambar 2.31 Menerima Sinyal Serving RSRP dari site (Edvan,2016) 2.10 SINR ( Signal to Interference Noise Ratio )

Merupakan rasio perbandingan antara sinyal utama yang dipancarkan dengan interferensi dan noise yang timbul ( tercampur dengan sinyal utama ). Satuan SINR adalah dB. Satuan dB adalah satuan yang menggambarkan suatu perbandingan antara dua besaran dalam skala logatirma. Sebuah unit logaritma digunakan untuk mendiskripsikan suatu rasio. Rasio dapat berupa daya power, tegangan, arus, dan intensitas suara. Dalam perhitungan dB Gain/penguatan suatu sinyal ditandai dengan tanda positif (+) dan pelemahan/loss ditandai dengan negative (-).

(33)

Gambar 2.32 Perbedaan Interferensi dan Noise (Edvan,2016)

Gambar

Gambar 2.1 Perambatan Gelombang (J,Herman,1986)
Gambar 2.2 Direktivitas Antenna (Anonim)
Gambar 2.3 Antena Gain 2.1.4 Pola Radiasi Antena
Gambar 2.4 Pola Radiasi Undirectional. (Muhammad Laiq,2011) b. Pola Radiasi Antenna Omnidirectional
+7

Referensi

Dokumen terkait