• Tidak ada hasil yang ditemukan

Contoh Skripsi Swasti Wijayani 10103244035

N/A
N/A
Fitroh Satrio

Academic year: 2023

Membagikan "Contoh Skripsi Swasti Wijayani 10103244035"

Copied!
231
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Identifikasi Masalah

Banyak metode pembelajaran bahasa yang diperkenalkan di sekolah formal, namun masih belum bisa mengembangkan bahasa yang dimiliki anak tunarungu. Sebagai lembaga pendidikan nonformal, Rumah Kata sangat sukses dalam menyelenggarakan pembelajaran bahasa.

Batasan Masalah

Fokus Penelitian

Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

Isi dan uraian dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pendidikan yaitu informasi mengenai penggunaan metode visual phonics dalam pembelajaran bahasa bagi anak tunarungu yang dilakukan di Rumah Kata. Penelitian ini juga memberikan informasi khususnya kepada orang tua yang mempunyai anak tunarungu, guru dan juga institusi lain bahwa metode visuophonic merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa bagi anak tunarungu.

Batasan Istilah

Anak tunarungu yang disebutkan dalam penelitian ini adalah anak tunarungu yang mengikuti kelas di Rumah Kata, khususnya yang berada pada tahap penguasaan fonetik.

KAJIAN PUSTAKA

Pengertian Anak Tunarungu

Menurut Murni Winarsih, seseorang dikatakan tuli jika kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat ISO 70 dB atau lebih. Gangguan pendengaran pada tingkat ini membuat seseorang sulit memahami pembicaraan orang lain kecuali dibantu dengan alat bantu dengar.

Karakteristik Anak Tunarungu

31-60 dB (Sedang), tanpa alat bantu dengar kemampuan mendengar minimal, kemampuan berbicara hampir normal, modal belajar melalui pendengaran dan beberapa bantuan visual. 61-90 dB (Parah), tanpa alat bantu dengar kemampuan mendengar tidak ada, kemampuan berbicara terdapat penyimpangan bunyi dan model pembelajaran auditori.

Kajian Pembelajaran Bahasa

  • Pengertian Pembelajaran Bahasa
  • Pengertian Fonologi
  • Fonetik Bahasa Indonesia
  • Pembentukan Fonetik Artikulasi dalam Bahasa Indonesia
  • Keterampilan Menyimak, Membaca, Menulis, dan Berbicara

Menghambat semburan apico-tantal (Marsono) Menghambat semburan apico-palatal (ujung lidah dan langit-langit keras) membentuk bunyi “t” dan “d”. Menghambat semburan medio-palatal (Marsono) Menghambat semburan dorso-velar (pangkal lidah dan langit-langit) ) udara lembut) membentuk bunyi "k" dan "g".

Gambar 1. Hambat letup bilabial (O’Connor dalam Marsono, 1986:61)
Gambar 1. Hambat letup bilabial (O’Connor dalam Marsono, 1986:61)

Kajian Metode Visual Phonic

  • Pengertian Metode
  • Jenis-jenis Metode Pembelajaran Bahasa
  • Pengertian Metode Visual Phonic
  • Prinsip-prinsip Penerapan Metode Visual Phonic

Metode sebagai strategi dalam pembelajaran artinya proses dalam materi pembelajaran disesuaikan dengan metode yang telah dipilih. Selain metode-metode yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa bagi anak tunarungu, metode tersebut adalah metode visual audio.

Kerangka Pikir

Salah satu prinsip dalam penerapan fonik visual adalah tanda-tanda yang digunakan harus sesuai dengan proses fonik, dan proses fonik berkaitan erat dengan fonetik. Selain itu, prinsip fonetik visual lainnya adalah penerapannya menggunakan bahasa tulis dan verbal.

Pertanyaan Penelitian

Contoh penelitian ini adalah proses penerapan metode visual phonics dalam pembelajaran bahasa anak tunarungu di Rumah Kata. Penelitian ini menyelidiki secara mendalam penggunaan metode visual phonics dalam pembelajaran bahasa untuk anak tunarungu selama 3 minggu.

Subjek Penelitian

Kegiatan dalam penelitian ini dibatasi pada penerapan metode visual phonics pada pemerolehan bahasa fonetik anak tunarungu dan pada keterampilan berbahasa mendengarkan, membaca, menulis dan berbicara. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka ada 5 anak yang diobservasi dalam penelitian ini, yaitu FTN (2,5 tahun), MHR (5 tahun), AZM (4 tahun), HDL (4 tahun) dan BRZ (3,5 tahun).

Tempat dan Waktu Penelitian

Terdaftar sebagai pelajar di Rumah Kata dan mempunyai jadwal belajar tetap di Rumah Kata. Program pembelajaran di Rumah Kata merupakan pembelajaran bahasa yang dimulai dengan pembentukan sikap belajar, membaca, artikulasi, pengembangan kosa kata, tata bahasa, mendengarkan, menulis dan menggambar.

Tabel 1. Format Kegiatan Penelitian
Tabel 1. Format Kegiatan Penelitian

Teknik Pengumpulan Data

Teknik observasi akan digunakan dalam penelitian ini, karena data yang diperoleh berkaitan dengan penggunaan metode dalam pembelajaran. Dalam penelitian ini dikumpulkan dokumen-dokumen untuk mendokumentasikan pedoman metode visual phonics di Rumah Kata, serta foto-foto proses dan hasil pembelajaran yang membantu mendeskripsikan catatan lapangan.

Instrumen Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan di lapangan tidak cukup hanya menggunakan teknik wawancara dan observasi saja, oleh karena itu teknik dokumentasi juga akan digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh melalui teknik wawancara dan observasi. Dengan mengumpulkan sumber data dokumentasi, informasi yang terdapat dalam arsip kemudian akan dideskripsikan dan dihubungkan dengan hasil wawancara dan observasi untuk membuat kesimpulan logis dan analisis terhadap aspek yang diteliti. Dalam penelitian ini alat pengumpulan data berupa pedoman wawancara, pedoman observasi dan dokumentasi yang dibuat berdasarkan data yang akan dicari dan diuraikan dalam pertanyaan penelitian.

Panduan wawancara memuat gambaran tentang aspek-aspek yang akan diungkapkan dalam teknik wawancara informan. Pedoman wawancara mengenai penerapan metode visual-phonic dalam pengajaran bahasa bagi anak tunarungu di rumah Kata No. Founder Penerapan metode visual-phonic pada berbagai karakteristik anak tunarungu, pertimbangan memulai proses pembelajaran bahasa dengan metode visual-phonic , metode lain yang digunakan dalam pemerolehan bunyi di Rumah Kata, penerapan metode visual phonics dalam mengembangkan keterampilan mendengarkan dan menulis, keterampilan membaca dan berbicara, metode lain yang digunakan dalam mengembangkan keterampilan mendengarkan, membaca, menulis dan berbicara, mendengarkan, membaca, menulis dan keterampilan berbicara anak tunarungu di Rumah Kata.

Pedoman observasi disusun untuk membantu peneliti mengumpulkan data berupa penerapan metode bunyi visual dalam pembelajaran bahasa anak tunarungu di Rumah Kata.

Tabel 2. Pedoman Wawancara Tentang Penerapan Metode Visual Phonic dalam Pembelajaran Bahasa Anak Tunarungu di Rumah Kata No
Tabel 2. Pedoman Wawancara Tentang Penerapan Metode Visual Phonic dalam Pembelajaran Bahasa Anak Tunarungu di Rumah Kata No

Teknik Analisis Data

Keabsahan Data

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Subjek Penelitian

Selain siswa, wawancara juga dilakukan kepada pendiri/kepala lembaga Rumah Kata dan guru Rumah Kata untuk melengkapi data penelitian.

Deskripsi Penerapan Metode Visual Phonic dalam Pembelajaran

Metode visual phonics memerlukan gerakan tangan atau gerak tubuh untuk membantu anak mengidentifikasi dan memahami proses terbentuknya bunyi-bunyi bahasa. 13) Visual phonics pada huruf “g” dilakukan dengan cara mengepalkan tangan dan meletakkan ibu jari kepalan tangan pada dagu sambil mengucapkan “ga”. 16) Fonik visual “j” ditunjukkan dengan ibu jari, jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis mengepal, kemudian jari kelingking diturunkan ke dalam.

17) Visual fonik "d" ditunjukkan dengan ibu jari, jari tengah, jari manis dan kelingking mengepal, kemudian kepalan tangan ditekan ke bagian dalam dagu, dekat leher. Penguasaan fonetik dapat diajarkan dengan menggunakan metode visual fonik, namun dapat pula diajarkan dengan metode lain. Hasil observasi mengungkapkan bahwa pada hakekatnya metode phonic visual sendiri merupakan metode multisensori karena melibatkan banyak indera dalam proses pembelajaran.

Secara umum metode visual phonics di Rumah Kata mengajarkan penguasaan bahasa dari hal yang mudah hingga yang sulit.

Gambar 21. Visual Phonic bunyi “q”
Gambar 21. Visual Phonic bunyi “q”

Deskripsi Penerapan Metode Visual Phonic dalam Pembelajaran

Penggunaan metode lain yang mendukung metode phonics visual ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh guru di Rumah Kata yang menyatakan bahwa di Rumah Kata juga digunakan metode AVT, namun yang banyak digunakan adalah metode phonics visual yang berbeda dengan metode phonics visual. metode pengajaran. Guru menekankan bahwa dengan metode visual phonics, anak membacakan huruf-huruf kemudian huruf-huruf tersebut disajikan dengan gerakan-gerakan dalam visual phonics. Dari hasil observasi diketahui bahwa dalam keterampilan membaca bahasa, metode visual phonics di Rumah Kata dimulai dengan mengenal huruf vokal terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan huruf konsonan yang sering digunakan dalam kamus.

Dalam penggunaannya, terlihat pada saat observasi tidak semua anak memperoleh keterampilan berbahasa tulis di Rumah Kata, namun banyak terdapat kegiatan dengan metode latar visual di Rumah Kata. Perkembangan keterampilan berbicara yang dapat diamati selama proses pembelajaran di Rumah Kata dengan menggunakan metode visual phonics biasanya dimulai dengan mempelajari bunyi-bunyi bahasa terlebih dahulu, dari bunyi-bunyi vocoid, kemudian dilanjutkan dengan bunyi-bunyi contoid yang banyak digunakan dalam kosa kata bahasa Indonesia, dan berlanjut dengan suku kata. Dengan metode visual phonics sebagai cara untuk mencapai tujuan mencapai hasil berupa penguasaan keterampilan berbahasa yang diperlukan dalam kehidupan, Rumah Kata dengan sendirinya dapat melihat hasil dari metode visual phonics yang digunakannya.

Kanak-kanak boleh mengambil tulisan mengikut apa yang dituturkan dan guru menunjukkan bunyi visual.

Tabel 6. Keterampilan berbahasa anak-anak tunarungu di Rumah Kata yang menjadi subjek penelitian
Tabel 6. Keterampilan berbahasa anak-anak tunarungu di Rumah Kata yang menjadi subjek penelitian

Pembahasan

  • Penerapan Metode Visual Phonic dalam Pembelajaran Bahasa
  • Penerapan Metode Visual Phonic dalam Pembelajaran

Membandingkan teori pembentukan bunyi “a” dengan dokumentasi visual fonik di Rumah Kata 2) Pergerakan huruf “i” pada bunyi ini didasarkan pada posisi lidah, yaitu posisi lidah. itu harus di ujung seperti jari telunjuk yang diletakkan di bawah lidah. Membandingkan teori pembentukan bunyi “o” dengan dokumentasi visual fonik di Rumah Kata 6) gerakan “p” didasarkan pada pembentukan bunyi stop dan. Membandingkan teori pembentukan bunyi “c” dengan dokumentasi visual phonics pada Word House 13) Gerakan “j” tidak teridentifikasi karena tidak ditemukan pada . Klasifikasi pembentukan suara.

14) Gerakan “f” pada bunyi “f” didasarkan pada terbentuknya bunyi frikatif yang tangannya melambangkan hambatan yang harus dilakukan pada saat mengucapkan bunyi “f”. Perbandingan teori pembentukan bunyi “m” dengan dokumentasi visual bunyi dalam Ordenes Hus 18) Gerakan “n” pada bunyi “n” dihasilkan dari bunyi “n”. adalah bunyi hidung yang dihasilkan melalui rongga hidung dan seberapa besar hambatan yang harus ditimbulkan dalam rongga hidung tersebut pada saat mengucapkan bunyi “n”. 25) Gerakan “x” pada bunyi “x” didasarkan pada terbentuknya bunyi frikatif yang tangannya melambangkan hambatan yang harus dilakukan pada saat mengucapkan bunyi “x”.

28) Pergerakan "z" pada bunyi "z" adalah berdasarkan pembentukan bunyi geseran, yang mana tangan mewakili perencatan yang mesti dilakukan semasa menyebut bunyi "z".

Gambar 27. Perbandingan pembentukan bunyi “a” secara teoritik dengan dokumentasi visual phonic di Rumah Kata 2) “i” gerakan pada bunyi ini berdasarkan letak lidah, bahwa lidah
Gambar 27. Perbandingan pembentukan bunyi “a” secara teoritik dengan dokumentasi visual phonic di Rumah Kata 2) “i” gerakan pada bunyi ini berdasarkan letak lidah, bahwa lidah

Keterbatasan Penelitian

Huruf pertama adalah “ca”, guru menunjukkannya kepada anak, kemudian mengucapkan “ca” sambil menunjukkan visual bunyi “c”. Guru menuliskan huruf “a”, “i”, “u”, “e”, “o” pada kertas berbentuk persegi panjang, kemudian meminta anak mengucapkan dan menunjukkan gambar suaranya. Usai pembelajaran, sebelum meninggalkan kelas, anak diminta mengucapkan “buka” dan menunjukkan visual phonics “b” dan “k”.

Guru kemudian menunjuk titik di sebelah huruf “m” sambil mengucapkan “o” dan visual phonics tetapi. Guru kemudian mengucapkan “la” dan memperlihatkan visual fonik “l” lalu meminta anak menuliskannya di bawah notasi yang dibuat guru sebelumnya. Kemudian guru memberikan kepada anak selembar kertas kosong berbentuk persegi panjang, kemudian guru mengucapkan “la” dan visual phonics “l”.

Guru menulis “i” pada kertas berbentuk persegi panjang kemudian menunjukkannya kepada anak, guru mengucapkan “i” dan visual phonics, anak ingin mengucapkan “i”.

SIMPULAN DAN SARAN

Saran

Anak memandang agak lama, kemudian guru mengucapkan “ba” dengan nada visual seperti huruf “b”, kemudian anak menirukan guru mengucapkan “ba” dan bunyi visual “b”. Anak memerlukan waktu yang lama untuk mengucapkan dan memperlihatkan bunyi visual “be” dan “bu”. Guru kembali menunjukkan tulisan “b”, HDL akan langsung mengucapkan “ba” dan memperlihatkan bunyi visual “b”, kemudian meminta guru untuk merobek kertas dari bawah dirinya.

Guru menunjuk kotak pertama di atas meja yang berisi 20 kotak, kemudian guru mengucapkan “i” dan bunyi visualnya. Selanjutnya guru menunjuk pada gambar mobil yang digambar oleh anak, kemudian guru mengucapkan “ma” dan secara visual “m”, kemudian anak menulis “m” di dekat gambar mobil tersebut. Guru menunjuk ruang kosong di dekat gambar ular lalu mengucapkan “u” dan bunyi visual serta “l”, “a” dan “r”.

Untuk huruf “a” anak agak kesulitan dalam melafalkan dan memperlihatkan bunyi visualnya, sehingga guru memberikan contoh pengucapan “a” dan bunyi visualnya. Saat guru memperlihatkan gambar pakaian, dia mengucapkan 'pakaian' dan gambar fonik 'b' dan 'j'. Anak-anak kemudian diminta untuk menyebutkan dan menunjukkan gambar fonetik dari foto pakaian tersebut. Guru menulis “bo la” di atas kertas berbentuk persegi panjang kemudian menunjukkannya kepada anak. Anak langsung mengucapkan "bola" dan visualnya berbunyi "b" dan "l".

Gambar

Gambar 1. Hambat letup bilabial (O’Connor dalam Marsono, 1986:61)
Gambar 15. Semi-vokal bilabial (Fries dalam Marsono, 1986:97)
Gambar 19. Bentuk bibir vokal netral (Sardjono, 2005:135)
Tabel 1. Format Kegiatan Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait