ASUHAN KEBIDANAN POST NATAL CARE PADA NY. DENGAN
DI
Disusun Oleh:
Siti Khoidaroh
NIM P17324221039
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG PROGRAM STUDI KEBIDANAN (KAMPUS BOGOR)
PROGRAM DIPLOMA III 2025
ASUHAN KEBIDANAN POST NATAL CARE PADA NY. DENGAN
DI
Disusun Oleh:
Siti Khoidaroh NIM P1732421039
LAPORAN TUGAS AKHIR
Untuk memenuhi salah satu syarat ujian Guna memperoleh gelar Ahli Madya Kebidanan
Program Studi Kebidanan Bogor
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG PROGRAM STUDI KEBIDANAN (KAMPUS BOGOR)
PROGRAM DIPLOMA III 2025
HALAMAN PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ABSTRAK
ABSTRAK BISING
PERNYATAAN PLAGIARISME
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkatnya, rahmat dan karunia-Nya sehingga Laporan Tugas Akhir ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya, shalawat serta salam senantiasa selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat dan seluruh umat-Nya.
Adapun Laporan Tugas Akhir yang berjudul “Asuhan Kebidanan Nifas pada Ny. usia Tahun PA dengan Anemia Sedang di “ sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Diploma III Kebidanan di Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Bandung Program Studi Kebidanan Bogor.
DAFTAR ISI
DATA TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberhasilan program Kesehatan ibu dapat dinilai melalui indikator utama yaitu Angka Kematian Ibu (AKI), Kematian ibu didefinisikan sebagai semua kematian selama periode kehamilan, persalinan, dan nifas yang disebabkan oleh pengelolaan nya tetapi bukan karena sebab lain seperti kecelakaan atau incidental di setiap 100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2022 penyebab kematian terbanyak adalah hipertensi dalam kehamilan sebanyak 801 kasus, perdarahan sebanyak 741 kasus, jantung sebanyak 232 kasus, dan penyebab lainnya 1.504 kasus. Sekitar 60% kematian ibu terjadi setelah melahirkan dan hampir 50% dari kematian pada masa nifas terjadi pada 24 jam pertama setelah melahirkan, terutama pada masa 2 jam postpartum seperti perdarahan postpartum. Perdarahan postpartum merupakan perdarahan atau hilangnya darah sebanyak 500ml atau lebih setelah janin dan plasenta lahir (akhir kala III) pada persalinan pervaginam atau 1.000 ml atau lebih pada persalinan secsio sesaria.1
Hipertensi gestasional yaitu hipertensi yang muncul setelah usia kehamilan 20 minggu dan kembali normal setelah kehamilan (Andrei Brateanu, 2019). Hipertensi gestasional merupakan tekanan darah 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat sebanyak 30 mmHg atau tekanan diastolik meningkat sebanyak 15 mmHg diatas kadar prakehamilan dan tidak terdapat protein urin (Pilltteri, Adele, 2013: 73). Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul setelah minggu ke 20 atau pada awal nifas tetapi tanpa preeklampsia (protein urin dan edema) dan kembali normal setelah postpartum (Darmawansyih, 2011: 105).2
RSUD merupakan salah satu Rumah Sakit yang dijadikan sebagai tempat rujukan di daerah karena memiliki kejadian Hipertensi pada ibu nifas yang terjadi. Selama di RSUD dapat ditangani dengan baik, sehingga tidak
dapat terjadi komplikasi atau masalah yang lebih berat kepada klien apabila terlambat dalam menanganinya.
Berdasarkan latar belakang penulis tertarik untuk mengambil kasus sebagai bahan Laporan Tugas Akhir dengan mengambil judul “Asuhan Kebidanan Nifas pada Ny. Usia Tahun PA dengan Hipertensi di RSUD
“
B. RUMUSAN MASALAH
1. Rumusan Masalah
Bagaimana melakukan Asuhan Kebidanan Nifas pada Ny. Usia Tahun PA dengan Hipertensi di RSUD
2. Lingkup Masalah
Ruang Lingkup Laporan Tugas Akhir ini meliputi Asuhan Kebidanan Nifas dengan Hipertensi di RSUD, mulai tanggal 2025 di ruang RSUD dan dilanjutkan dengan kunjungan rumah.
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Dapat melakukan Asuhan Kebidanan Nifas pada Ny. Usia Tahun PA dengan Hipertensi di RSUD
2. Tujuan Khusus
a. Diperoleh Data Subjektif dari Ny. Usia Tahun PA dengan Hipertensi di RSUD
b. Diperoleh Data Objektif dari Ny. Usia Tahun PA dengan Hipertensi di RSUD
c. Ditegakkan Analisa pada Ny. Usia Tahun PA dengan Hipertensi di RSUD
d. Dibuat penatalaksanaan tindakan dari kasus Ny. Usia Tahun PA dengan Hipertensi di RSUD
e. Diketahui faktor pendukung dan penghambat Asuhan Kebidanan pada Ny. Usia Tahun PA dengan Hipertensi di RSUD
D. MANFAAT
1. Bagi Pusat Pelayanan Kesehatan
Diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan kualitas dan kepercayaan Masyarakat serta menjadi acuan dalam memberikan asuhan pelayanan kesehatan sesuai standar pada pasien dengan Hipertensi.
2. Bagi Klien dan Keluarga
Sebagai bahan informasi dan wawasan bagi klien dan keluarga untuk mendapatkan asuhan yang sesuai standar kebidanan, sehingga tidak terjadi komplikasi berdasarkan pedoman penatalaksanaan.
3. Bagi Profesi Bidan
Dapat menjadi bahan pertimbangan dalam memberikan pelayanan Kesehatan yang sesuai kewenangan nya dalam mengembangkan asuhan kebidanan, termasuk diantaranya yaitu untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mengenai asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan Hipertensi.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR MASA NIFAS
1. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Dalam bahasa latin, waktu mulai tertentu setelah melahirkan anak ini disebut Puerperium yaitu dari kata Puer yang artinya bayi dan Parous melahirkan. Jadi, puerperium berarti masa setelah melahirkan bayi.
Puerperium adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil.
Selama masa pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun psikologis. Perubahan tersebut sebenarnya sebagian besar bersifat fisiologis. Perubahan tersebut sebenarnya sebagian besar bersifat fisiologis, namun jika tidak dilakukan pendampingan melalui asuhan kebidanan, tidak menutup kemungkinan akan terjadi keadaan patologis. Tenaga Kesehatan sudah seharusnya melaksanakan pemantauan dengan maksimal agar tidak timbul berbagai masalah, yang mungkin saja akan berlanjut pada komplikasi masa nifas.
2. Tahapan Masa Nifas a. Puerperium Dini
Puerperium dini merupakan masa kepulihan, yang dalam hal ini ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam, dianggap bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b. Puerperium Intermedial
Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia, yang lamanya sekitar 6-8 minggu.
c. Remote Puerperium
Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung selama berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan.
3. Perubahan Fisiologis Masa Nifas a. Sistem Reproduksi
1) Uterus
a) Pengerutan Rahim (Involusi)
Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum hamil. Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan palpasi untuk meraba di mana TFU-nya (tinggi fundus uteri).
● Pada saat bayi lahir, fundus uteri setinggi pusat dengan berat 1000 gram.
● Pada akhir kala III, TFU teraba 2 jari di bawah pusat.
● Pada 1 minggu postpartum, TFU teraba pertengahan pusat sympisis dengan berat 500 gram.
● Pada 2 minggu postpartum, TFU teraba di atas sympisis dengan berat 350 gram.
● Pada 6 minggu postpartum, fundus uteri mengecil (tak teraba) dengan berat 50 gram.
Involusi uterus terjadi melalui beberapa proses salah satunya adalah efek oksitosin. Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hypofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah, dan membantu proses homeostatis. Kontraksi dan retraksi otot uteri akan mengurangi suplai darah ke uterus. Proses ini akan membantu mengurangi bekas luka tempat implantasi
plasenta dan mengurangi perdarahan. Luka bekas perlekatan plasenta memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total.
Suntikan oksitosin biasanya diberikan secara intravena atau intramuskular, segera setelah kepala bayi lahir. Pemberian ASI segera setelah bayi lahir akan merangsang pelepasan oksitosin karena isapan bayi pada payudara.
b) Lochea
Lochea adalah ekspresi cairan rahim selama masa nifas.
Lochea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lochea berbau amis atau anyir dengan volume yang berbeda-beda pada setiap wanita.
Lochea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi.
Lochea mempunya perubahan warna dan volume karena adanya proses involusi.
Lochea dibedakan menjadi 4 jenis berdasarkan warna dan waktu keluarnya yaitu:
● Lochea rubra/merah
Lochea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa postpartum. Cairan yang keluar berwarna merah karena berisi darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi), dan mekonium.
● Lochea sanguinolenta
Lochea ini bewarna merah kecoklatan dan berlendir, serta berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 postpartum.
● Lochea serosa
Lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada hari ke-7 sampai hari ke-14.
● Lochea alba/putih
Lochea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati. Lochea alba ini dapat berlangsung selama 2-6 minggu postpartum.
Bila terjadi infeksi, akan keluar cairan nanah berbau busuk yang disebut dengan “lochea purulenta”. Pengeluaran lochea yang tidak lancar disebut dengan “lochea statis”.
c) Perubahan pada serviks
Perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks agak menganga seperti corong, segera setelah bayi lahir. Bentuk ini disebabkan oleh corpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan antara corpus dan serviks berbentuk semcam cincin.
Serviks berwarna merah kehitam-hitaman karena penuh dengan pembuluh darah. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat laserasi atau perlukaan kecil. Karena robekan kecil yang terjadi selama berdilatasi maka serviks tidak akan pernah kembali lagi ke keadaan seperti sebelum hamil.
2) Vulva dan Vagina
Vulva dan Vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi. Dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali, sementara labia menjadi lebih menonjol.
Pada masa nifas, biasanya terdapat luka-luka jalan lahir.
Luka pada vagina umumnya tidak seberapa luas dan akan sembuh secara perpriman (sembuh dengan sendirinya), kecuali apabila terdapat infeksi.
3) Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada postpartum hari ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian tonus-nya, sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum hamil.
b. Perubahan tanda-tanda vital
Perubahan tanda-tanda vital dalam masa nifas antara lain:
1) Suhu Tubuh
Saat masa nifas, suhu tubuh dapat meningkat 0,5℃ dari keadaan normal namun tidak akan melebihi dari 38℃. Namun setelah 12 jam pasca persalinan, suhu tubuh akan kembali seperti keadaan semula.
2) Nadi
Pada saat proses melahirkan, denyut nadi akan mengalami peningkatan dari kisaran normal (60-80 kali per menit) dan tidak lebih dari 100 kali per menit. Namun saat masa nifas, denyut nadi akan melambat akan kembali normal.
3) Tekanan darah
Tekanan darah relatif rendah karena ibu mengalami proses kehilangan darah saat bersalin. Tekanan darah yang tinggi merupakan indikasi terjadinya Tekanan normal untuk systole mmHg dan untuk diastole 60-80 mmHg. Setelah proses persalinan, tekanan darah dapat sedikit lebih rendah karena terjadinya perdarahan pada proses persalinan. Peningkatan tekanan darah systole >30 mmHg dan diastole >15 mmHg, patut dicurigai timbulnya hipertensi atau pre-eklamsia postpartum.
4) Pernafasan
Pada saat bersalin, frekuensi pernapasan akan meningkat. Hal ini disebabkan karena adanya kebutuhan oksigen yang tinggi untuk tenaga ibu meneran/mengejan dan mempertahankan agar persediaan oksigen ke janin tetap terpenuhi. Pada saat nifas, frekuensi pernafasan akan kembali normal.
c. Sistem pencernaan
Biasanya, ibu akan mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini disebabkan karena pada waktu persalinan, alat pencernaan mengalami tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan berlebih pada waktu persalinan, kurangnya asupan cairan dan makanan, serta kurangnya aktivitas tubuh.
Supaya buang air besar kembali normal, dapat diatasi dengan diet tinggi serat, peningkatan asupan cairan, dan ambulasi awal. Bila ini tidak berhasil, dalam 2-3 hari dapat diberikan obat laksansia.
d. Sistem perkemihan
Urine dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam 12-36 jam postpartum. Kadar hormon estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan tersebut disebut “diuresis”. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam 6 minggu.
e. Sistem muskuloskeletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh- pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan pendarahan setelah plasenta dilahirkan.
Sebagai akibat putusnya serat-serat elastic kulit dan distensi yang berlangsung lama akibat besarnya uterus pada waktu hamil, dinding abdomen masih agak lunak dan kendor untuk sementara waktu. Untuk memulihkan kembali jaringan-jaringan penunjang alat genitalia, serta otot-otot dinding perut dan dasar panggul, dianjurkan untuk melakukan Latihan-latihan tertentu. Pada 2 hari postpartum, sudah dapat fisioterapi.
f. Perubahan Sistem Hematologi
Selama kelahiran dan masa postpartum terjadi kehilangan darah sekitar 200-500 cc. Dengan adanya penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan, diasosiasikan dengan peningkatan hemoglobin dan hematokrit pada hari ke-3 hingga hari
ke-7 postpartum dan akan kembali normal dalam 4 sampai 5 minggu postpartum.
g. Perubahan Sistem Endokrin
Pada proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin. Adapun hormon-hormon yang berperan, antara lain:
1) Hormon Human Choirionic Gonadotropin (HCG), akan menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 postpartum.
2) Oksitosin, berperan dalam kontraksi uterus untuk mencegah perdarahan serta membantu uterus kembali normal. Isapan bayi saat menyusui dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin.
3) Prolactin, dikeluarkan oleh kelenjar Dimana pituitrin merangsang pengeluaran prolactin untuk produksi ASI, jika ibu postpartum tidak menyusui, dalam 14-21 hari akan timbul menstruasi.
4) Esterogen dan Progesteron, setelah melahirkan esterogen menurun dan progesteron akan meningkat.
h. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Pasca melahirkan, volume darah ibu relatif akan bertambah.
Keadaan ini akan menimbulkan adanya beban pada jantung, dan dapat menimbulkan decompensation cordia pada penderita vitium cordia.
4. Perubahan Psikologis Masa Nifas a. Fase Adaptasi Psikologis Ibu Nifas
Terdapat fase yang akan dialami oleh ibu pada masa nifas antara lain sebagai berikut:
1) Fase taking in
Fase taking in merupakan fase ketergantungan yang berlangsung mulai hari pertama hingga hari kedua setelah melahirkan. Ibu terfokus pada dirinya sendiri sehingga
cenderung pasif terhadap lingkungan nya. Ketidaknyamanan yang dialami ibu ini disebabkan oleh proses persalinan yang baru saja dilaluinya. Rasa mules, nyeri pada jalan lahir, istirahat kurang ataupun kelelahan merupakan hal yang sering ibu keluhkan.
Pada fase ini pemenuhan kebutuhan istirahat, asupan nutrisi dan komunikasi yang baik harus dapat terpenuhi. Bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, ibu dapat mengalami gangguan psikologis berupa rasa kekecewaan pada bayinya.
Ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik yang dialami, rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya dan kritikan suami ataupun keluarga tentang perawatan bayinya.
2) Fase taking hold
Fase taking hold merupakan fase yang berlangsung antara 3 sampai 10 hari pasca melahirkan. Ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam perawatan bayinya. Perasaan ibu akan lebih sensitive, sehingga ibu mudah tersinggung. Hal yang perlu diperhatikan adalah komunikasi yang baik, dukungan dan pemberian penyuluhan atau Pendidikan Kesehatan tentang perawatan diri serta bayinya.
3) Fase letting go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab peran barunya sebagai seorang ibu. Fase ini berlangsung selama 10 hari setelah melahirkan. Pada masa ini, ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya dan siap menjadi pelindung bagi bayinya. Perawatan ibu terhadap diri dan bayinya semakin meningkat, rasa percaya diri ibu akan peran barunya mulai tumbuh, dan lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan dirinya serta bayinya. Dukungan suami dan keluarga dapat membantu ibu untuk lebih meningkatkan rasa percaya diri dalam merawat bayinya. Kebutuhan akan
istirahat dan nutrisi yang cukup tetap sangat diperlukan ibu untuk menjaga kondisi fisiknya.
b. Penyimpangan Psikologis Ibu Nifas
Terdapat gangguan psikologis yang dialami oleh ibu nifas, yaitu sebagai berikut:
1) Postpartum blues (baby blues)
Postpartum blues merupakan perasaan sedih yang dialami oleh seorang ibu berkaitan dengan bayinya. Biasanya muncul sekitar 2 hari hingga 2 minggu pasca bersalin. Keadaan ini disebabkan karena perubahan perasaan yang dialami ibu saat hamil, sehingga ibu sulit menerima kehadiran bayinya. Ibu yang mengalami baby blues akan mengalami perubahan perasaan, mudah menangis, kecemasan berlebih, kesepian dan rasa khawatir yang berlebihan mengenai sang bayi, penurunan gairan seksual, dan kurang percaya diri terhadap kemampuan menjadi seorang ibu. Jika hak ini terjadi, ibu disarankan untuk melakukan hal-hal beikut ini:
a) Minta suami atau keluarga membantu dalam merawat bayi atau melakukan tugas-tugas rumah tangga sehingga ibu bisa cukup istirahat untuk menghilangkan kelelahan.
b) Komunikasikan dengan suami atau keluarga mengenai apa yang sedang ibu rasakan, mintalah dukungan dan pertolongannya.
c) Buang rasa cemas dan kekhawatiran yang berlebihan akan kemampuan merawat bayi.
d) Carilah hiburan dan luangkan waktu untuk istirahat dan menyenangkan diri sendiri, misalnya dengan cara menonton, membaca, atau mendengar muusik.
2) Depresi Postpartum
Ada kalanya ibu merasakan kesedihan karena kebebasan, otonomi, interaksi sosial, kemandirian nya berkurang setelah mempunyai bayi. Hal ini akan mengakibatkan depresi
pascapersalinan (postpartum depression). Ibu yang mengalami depresi postpartum akan menunjukkan tanda dan gejala seperti kesulitan untuk tidur, tidak ada nafsu makan, perasaan tidak berdaya atau kehilangan kontrol, terlalu cemas atau tidak perhatian sama sekali pada bayi, tidak nyaman atau takut menyentuh bayi, pikiran yang menakutkan mengenai bayi, sedikit atau tidak memperhatikan penampilan bayi, sedikit atau tidak perhatian terhadap penampilan diri, gejala fisik seperti sulit bernafas atau perasaan berdebar-debar.
Kelahiran seorang anak akan menyebabkan timbulnya suatu tantangan mendasar terhadap struktur interaksi keluarga. Bagi seorang ibu, melahirkan bayi adalah suatu peristiwa yang sangat membahagiakan sekaligus juga suatu peristiwa yang berat, penuh tantangan dan kecemasan. Terdapat alat yang dapat digunakan untuk mengetahui keadaan psikologis postpartum, yaitu dengan menggunakan Edinburgh Postpartum Depression Scale (EPDS). EPDS merupakan alat ukur yang sudah diteliti dan dikembangkan untuk mendeteksi intensitas perubahan perasaan depresi selama tujuh hari postpartum.
Cara mendeteksi menggunakan EPDS yaitu dengan dibantu oleh kuisioner dengan validitas yang telah teruji dalam mengukur intensitas perubahan suasana depresi selama 7 hari pascasalin. Kuisioner terdiri dari 10 pertanyaan, dengan 4 pilihan jawaban yang akan menghasilkan score. Pertanyaan akan dijawab dan diberi waktu 5 menit. Ibu yang memiliki score 13 cenderung menderita penyakit depresi dengan tingkat keparahan yang bervariasi. Jika ibu mengalami depresi, sebaiknya segera lakukan konseling pada ibu dan keluarga dan jika berkepanjangan ibu membutuhkan perawatan dan terapi khusus di rumah sakit.
5. Kebutuhan Dasar Ibu Nifas
Kebutuhan dasar pada ibu masa nifas, antara lain:
a. Kebutuhan Nutrisi dan Hidrasi
Ibu nifas dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung zt-zat yang berguna bagi tubuh ibu pasca melahirkan dan untuk persiapan produksi ASI, terpenuhi kebutuhan karbohidrat,protein, zat besi, vitamin dan mineral untuk mengatasi anemia, cairan dan serat untuk memperlancar eksresi.
Fungsi cairan sebagai pelarut zat gizi dalam proses metabolisme tubuh. Minumlah cairan cukup untuk membuat tubuh ibu tidak dehidrasi. Ibu dianjurkan untuk minum setiap kali menyusui dan menjaga kebutuhan hidrasi sedikitnya 3 liter setiap hari.
b. Kebutuhan ambulasi
Aktivitas dapat dilakukan secara bertahap, memberikan jarak antara aktivitas dan istirahat. Dalam 2 jam setelah bersalin ibu harus sudah melakukan ambulasi dan mobilisasi. Dilakukan secara perlahan-lahan dan bertahap dan dapat dilakukan dengan miring kanan atau kiri terlebih dahulu, kemudian berdiri dan jalan. Mobilisasi dini bermanfaat untuk:
1) Melancarkan pengeluaran lochea, mengurangi infeksi puerperium.
2) Ibu merasa lebih sehat dan kuat.
3) Mempercepat involusi alat kandungan.
4) Fungsi usus, sirkulasi, paru-paru dan perkemihan lebih baik.
5) Meningkatkan kelancaran peredarah darah, sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.
6) Memungkinkan untuk mengajarkan perawatan bayi pada ibu.
7) Mencegah trombosis pada pembuluh tungkai.
c. Kebutuhan eliminasi
Pada kala IV persalinan pemantauan urin dilakukan observasi selama 2 jam, setiap 15 menit sekali pada 1 jam pertama dan 30 menit sekali pada jam berikutnya. Pemantauan urin dilakukan untuk memastikan kandung kemih tetap kosong sehingga uterus dapat bekontraksi dengan baik. Dengan adanya kontraksi uterus yang adekuat
diharapkan perdarahan postpartum dapat dihindari. Pengeluaran urin masih tetap dipantau dan diharapkan setiap kali berkemih urin yang keluar minimal sekitar 150 ml.
d. Kebersihan diri
Pada masa nifas yang berlangsung selama 42 hari, kebersihan vagina perlu mendapat perhatian lebih. Vagina merupakan bagian dari jalan lahir yang dilewati janin pada saat proses persalinan. Kebersihan vagina yang tidak terjaga dengan baik pada masa nifas dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada vagina itu sendiri yang bisa meluas sampai ke rahim. Alasan perlunya meningkatkan kebersihan vagina pada masa nifas yang disebut lochea, letak vagina berdekatan dengan saluran buang air kecil (meatus eksternus uretrae) dan buang air besar (anus) yang setiap hari kita lakukan dan adanya luka ataupun trauma di daerah perineum yang terjadi akibat proses persalinan dan bila terkena kotoran dapat terinfeksi. Untuk menjaga kebersihan vagina pada masa nifas dapat dilakukan dengan cara:
1) Setiap BAK atau BAB bersihkan vagina menggunakan air bersih.
Basuh dari arah depan ke belakang hingga tidak ada sisa-sisa kotoran yang menempel disekitar vagina baik ibu urin maupun feses yang mengandung mikroorganisme dan bisa menimbulkan infeksi pada luka jahitan.
2) Mengganti pembalut setiap selesai membersihkan vagina agar mikroorganisme yang ada pada pembalut tersebut tidak ikut terbawa ke vagina yang baru dibersihkan.
3) Pastikan vagina kering dengan menggunakan tisu atau handuk lembut setiap kali selesai membasuh agar tetap kring dan kemudian kenakan pembalut yang baru. Pembalut harus diganti setiap selesai BAK atau BAB atau minimal 3 jam sekali atau bila ibu sudah merasa tidak nyaman.
e. Kebutuhan istirahat dan tidur
Ibu nifas memerlukan istirahat yang cukup, istirahat tidur yang dibutuhkan ibu nifas sekitar 8 jam pada malam hari dan 1 jam pada
siang hari. Pada tiga hari pertama merupakan hari yang sulit bagi ibu akibat menumpuknya kelelahan karena proses persalinan dan nyeri yang timbul pada luka perineum. Pada ibu nifas, kurang istirahat akan mengakibatkan berkurangnya produksi ASI, memperlambat proses involusi uterus dan meningkatkan perdarahan, menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri.
f. Latihan senam nifas
Selama masa nifas yang berlangsung selama kurang lebih 42 hari, ibu membutuhkan Latihan-latihan yang dapat mempercepat proses involusi. Latihan yang dianjurkan yaitu berupa senam nifas. Senam nifas merupakan senam yang dilakukan oleh ibu pascasalin dalam keadaan baik ataupun normal. Adapun manfaat lain dari senam nifas yaitu sebagai berikut:
1) Memperbaiki sirkulasi darah sehingga mencegah terjadinya pembekuan (thrombosis) pada pembuluh darah terutama pembuluh tungkai.
2) Memperbaiki sikap tubuh selama kehamilan dan persalinan dengan memulihkan dan menguatkan otot-otot punggung.
3) Memperbaiki tonus otot pelvis.
4) Memperbaiki regangan otot tungkai bawah.
5) Memperbaiki regangan otot abdomen setelah hamil dan melahirkan.
6) Meningkatkan kesadaran untuk melakukan relaksasi otot-otot dasar panggul.
7) Mempercepat terjadinya proses involusi pada organ reproduksi.
g. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi
Rencana KB setelah ibu melahirkan sangatlah penting, dikarenakan secara tidak langsung KB dapat membantu ibu untuk dapat merawat anaknya dengan baik dan mengistirahatkan alat kandungan ibu.
Kontrasepsi adalah alat atau obat yang salah satunya adalah upaya untuk mencegah kehamilan atau tidak ingin menambah keturunan.
B. KONSEP DASAR HIPERTENSI POSTPARTUM
1. Pengertian Hipertensi Postpartum
Hipertensi pasca persalinan atau postpartum preeklampsia adalah kondisi tekanan darah tinggi yang terjadi setelah melahirkan. kondisi ini berbahaya bagi ibu dan janin sehingga memerlukan penanganan medis segera. Ibu yang mengalami hipertensi selama hamil dapat menjadi normotensi setelah persalinan tetapi dapat pula menjadi hipertensi kembali dalam minggu pertama pascasalin. Mayoritas kasus Hipertensi Postpartum berkembang dalam kurun waktu 48 jam setelah persalinan, walaupun sindrom dapat muncul hingga 6 minggu setelah persalinan.
American Heart Association (AHA) menyimpulkan bahwa preeklampsia merupakan faktor risiko kardiovaskular poten, selain diabetes melitus. Salah satu faktor resikonya yaitu Hipertensi Persisten pada periode pascasalin.
Pemantauan jangka panjang sangat penting karena wanita dengan riwayat preeklampsi berisiko tinggi untuk mengalami penyakit jantung ke depannya, namun demikian pemantauan pascasalin sangatlah rendah, berkisar antara 20-60%.
Preeklampsia postpartum merupakan hipertensi (>140/90 mmHg) yang dialami ibu pada masa nifas, disertai dengan salah satu gejala seperti proteinuria, gejala gagal jantung, gejala neurologis, atau kelainan serum lainnya. Preeklamsia postpartum merupakan suatu kondisi langka yang terjadi, sebagian besar kasus preeklampsia postpartum berkembang dalam waktu 48 jam dan dapat berkembang hingga 6 (enam) minggu atau lebih setelah melahirkan. Hal tersebut dikenal dengan preeklampsia pascasalin lanjut.
2. Etiologi dan Faktor Resiko Hipertensi Postpartum
Etiologi preeklamsia pada umumnya disebabkan oleh (vasopasme arteriola). Ibu dengan hipertensi kronis sebelumnya, hipertensi gestasional sebelumnya, pemberian antihipertensi selama kehamilan dalam durasi lama, tekanan darah sistolik dan diastolik maksimum yang lebih tinggi, Indeks Massa Tubuh (IMT) yang lebih tinggi, dan preeklampsia preterm lebih mungkin mengalami hipertensi berkelanjutan. Kelompok yang berisiko mengalami preeklamsia postpartum yaitu wanita dengan obesitas,
didiagnosis hipertensi gestsional, preeklampsia dengan gejala berat berdasarkan kriteria tekanan darah, dan ibu yang rutin konsumsi obat antihipertensi.
Vasodilatasi sistemik generalisata terjadi selama kehamilan walaupun terdapat 40-50% peningkatan output jantung, tekanan darah menurun sebesar 10 mmHg untuk mencapai nilai terendah nya pada tengah kehamilan. Selama trimester 3 (tiga), tekanan darah meningkat secara perlahan mencapai nilai sebelum hamil. Tekanan darah biasanya menurun setelah persalinan, akan meningkat mencapai puncak 3-6 hari pascasalin pada wanita dengan tekanan darah normal dan hipertensi selama kehamilan.
Hipertensi transien dapat terjadi pascasalin setelah kehamilan tanpa komplikasi. Kondisi ini dapat terjadi secara sekunder terhadap nyeri, obat- obatan, pemberian cairan berlebihan, garam dan air yang terakumulasi selama kehamilan, pindah ke kompartemen intravaskuler atau menjaga tonus vaskuler pada kondisi tidak hamil.
3. Patofisiologi Hipertensi Postpartum
Patofisiologi Hipertensi Postpartum belum bisa dijelaskan secara pasti.
Penyebab pasti penyakit ini adalah kegagalan invasi trofoblas yang menyebabkan kegagalan transformasi arteri spiralis dan plasentasi dalam yang tidak tepat. selain itu, etiologi lainnya yaitu ekspresi abnormal dari antigen permukaan sel Natural Killer (NK) dan kegagalan regulasi sitotoksisitas sel NK dan faktor sitokin atau angiogenesis sehingga menyebabkan aliran yang tinggi dan tekanan darah tinggi.
Preeklampsia berhubungan dengan implantasi abnormal plasenta dan invasi dangkal tromboblastik yang mengakibatkan berkurangnya perfusi plasenta. Arteria spiralis maternal gagal mengalami vasodilatasi fisiologis normalnya aliran darah kemudian mengalami hambatan akibat perubahan aterotik yang menyebabkan obstruksi di dalam pembuluh darah. Pathologi peningkatan tahanan dalam sirkulasi utero-plasenta dengan gangguan aliran darah intervilosa, dan berakibat iskemia dan hipoksia yang bermanifestasi.
4. Komplikasi Hipertensi Postpartum
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertensi postpartum, antara lain:
a. Perdarahan pada otak, komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklamsi.
b. Edema paru-paru, paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena bronchopneumonia sebagai akibat aspirasi kadang ditemukan abses paru.
c. Jantung iskemik, penyumbatan pembuluh darah yang menyebabkan jantung tidak mendapatkan cukup darah dan oksigen. Penyakit jantung iskemik, disebut juga penyakit jantung koroner (PJK) atau penyakit arteri koroner, adalah istilah yang diberikan untuk gangguan jantung yang disebabkan oleh penyempitan arteri jantung (koroner) yang mensuplai darah ke otot jantung
d. Stroke, adalah gangguan aliran darah ke otak yang disebabkan oleh pembekuan darah (iskemik) atau pecahnya pembuluh darah dalam otak (hemoragik).
e. Eklampsia (kejang), yang dapat terjadi selama kehamilan atau sesaat setelah melahirkan.
f. Sindrom HELPP (hemolisis, elevated, liver,enzymes dan low platelet count) yaitu kerusakan multisystem yang terjadi pada ginjal dan hati.
5. Penatalaksaan Hipertensi Postpartum
Dalam pemberian terapi pada preeklampsia yaitu pemberian MgSO4 sebagai antikonvulsan (anti kejang) dan anti hipertensi. Magnesium sulfat dapat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neoromuskular. Adapun syarat- syarat pemberian MgSO4, yaitu:
a. Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksinasi yaitu Kalsium Glukonas 10% = 1 g (10% dalam 10 cc) diberikan iv selama 5 menit.
b. Refleks patella (+) kuat.
c. Frekuensi pernapasan >16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distress napas.
d. Produksi urine >80cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kg BB/jam)
Efek samping pemberian MgSO4 terutama berhubungan dengan tingginya kadar magnesium dapat menimbulkan hilangnya reflek patella, flushing (muka kemerahan), badan terasa panas dan berkeringat, hipotensi, depresi susunan saraf pusat, jantung hingga depresi nafas. Hal ini dikarenakan efek vasodilator perifer bila diberikan secara intravena.
Hentikan MgSO4 dan segera berikan antidotum (Ca Glukonas 1 gr sebanyak 10ml) jika terdapat tanda-tanda keracunan yaitu henti napas, kelemahan otot, hipotensi, refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, hingga kelumpuhan. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan dan harus diterminasi.
Penatalaksanaan Ibu Nifas dengan Preeklampsia Postpartum, sebagai berikut:
a. Rawat Inap
1) Ibu dianjurkan istirahat dan tirah baring miring ke satu sisi (kiri) 2) Berikan diet rendah garam dan tinggi protein.
3) Tindakan awal berikan suntikan 4 gr MgSO4 (10 ml MgSO4 40%
dilarutkan dengan 10 ml aquades) diberikan secara IV dalam waktu 5 menit secara perlahan.
4) Segera dilanjutkan dengan 6 gr MgSO4 (15 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan dalam 500 ml Ringer Laktat selama 6 jam 30 tpm.
5) Dosis pemeliharaan diberikan MgSO4 1 gr/jam yang diberikan hingga 24 jam postpartum
6) Obat antihipertensi berupa Nifedipine 10-20 mg, dosis maksimum 120mg dalam 24 jam, Metildopa 250-500mg, dosis maksimum 1500mg dalam 24 jam
7) Observasi input (infus ataupun cairan melalui oral) dan output (urine)
b. Observasi Ketat Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah dipantau selama 72 jam setelah melahirkan dan diperiksa ulang pada 7-10 hari pascapersalinan. Pemeriksaan lebih dekat terhadap preeklampsia pada periode postpartum menunjukkan bahwa
hampir 0,5% wanita tanpa preeklampsia antepartum dirawat kembali karena hipertensi dalam waktu rata-rata 7 hari postpartum (kisaran 5-9 hari). Hal ini jelas menggambarkan seberapa sering timbulnya preeklampsia postpartum. Pada ibu preeklampsia postpartum yang menjalani pengobatan antihipertensi observasi TTV minimal 4 kali sehari selama wanita tersebut dirawat inap setiap 1 hingga 2 hari. Hal ini dilakukan hingga 2 minggu setelah ibu diperbolehkan pulang dan pengobatan berhenti atau ibu tidak menderita preeklampsia postpartum berulang.
C. PERAN DAN KEWENANGAN BIDAN
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2021, tertera bahwa Bidan Berwenang dalam Pelayanan Kesehatan Masa Sesudah Melahirkan yang meliputi pelayanan bagi ibu berupa kunjungan nifas sebanyak 4 kali. Peran dan tanggun jawab bidan pada masa nifas, antara lain:
1. Pemeriksaan dan tata laksana menggunakan algoritma tata laksana terpadu masa nifas
2. Megidentifikasi risiko dan komplikasi lalu melakukan penanganan segera risiko dan komplikasi yang dialami oleh ibu. Sebagai contoh dalam keadaan kegawatdaruratan, Bidan Praktik Mandiri dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sesuai dengan kompetensinya berupa pemberian pertolongan pertama dengan pemberian magnesium sulfat (MgSO4) pada kasus preeklampsia. Pemberian MgSO4 bertujuan sebagai langkah satbilitas, maka semakin rendah pula resiko komplikasi (eklamsia) yang mungkin terjadi dalam proses rujukan ke Fasilitas Kesehatan Puskesmas ataupun Rumah Sakit.
3. Periksa fundus tiap 15 menit pada jam pertama, 20-30 menit pada jam kedua, jika kontraksi tidak kuat. Massase Uterus sampai keras karena otot akan menjepit pembuluh darah sehingga menghentikan perdarahan.
4. Anjurkan ibu minum untuk mencegah dehidrasi, bersihkan perineum, dan kenakan pakaian bersih, biarkan ibu istirahat, beri posisi yang nyaman, dukung program bounding attachman dan ASI eksklusif, ajarkan ibu dan
keluarga untuk memeriksa fundus dan perdarahan, beri konseling tentang gizi, perawatan payudara, dan kebersihan diri.
5. Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan psikologis selama masa nifas.
6. Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga untuk mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa nyaman.
7. Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang baik, serta mempraktekan kebersihan yang aman.
8. Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data, menetapkan diagnose dan rencana Tindakan serta melaksanakannya untuk mempercepat proses pemulihan, mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas.
D. MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN
Manajemen asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan Hipertensi Postpartum, yaitu sebagai berikut:
1. Data Subjektif
a. Ibu mengatakan ini merupakan anak ke ….
b. Keluhan ….
c. Riwayat …. pada masa kehamilan 2. Data Objektif
a. Keadaan umum dan kesadaran
b. Pemeriksaan fisik ibu nifas (Kontraksi dan Perdarahan) c. Output Urine
d. Pemeriksaan penunjang (Laboratorium) 3. Analisa (Assessment)
Setelah didapatkan data subjektif dan objektif, didapatkan hasil diagnosa
“Ny …. Usia …. Tahun P…. A… dengan Hipertensi Postpartum.”
4. Penatalaksanaan (Planning)
a. Memberikan penjelasan kepada ibu mengenai keadaan yang ibu alami.
b. Melakukan tindakan kolaborasi untuk melakukan pemberian therapy oral asam mefenamat, antihipertensi dan antikonvulsan.
c. Melakukan observasi keadaan ibu, Tanda-tanda Vital, dan pengeluaran urine selama Protab Preeklamsia di RS.
d. Memenuhi kebutuhan dasar ibu nifas.
e. Melakukan asuhan kebidanan psikologis pada ibu nifas.
f. Melakukan evaluasi terhadap keadaan ibu, TTV, memastikan kebutuhan dasar ibu nifas, ibu dapat menerima keadaan nya.