CRYSTAL HABBIT
MODIFICATION
Metode kelarutan secara fisika
CRYSTAL HABBIT MODIFICATION
Kristalisasi sering digunakan untuk memurnikan zat obat.
Penggunaan pelarut dan kondisi pemrosesan yang berbeda dapat mengubah kebiasaan kristal, selain mengubah keadaan polimorfik.
Selain itu, kebiasaan yang berubah dapat terjadi akibat pertumbuhan kristal selama penyimpanan. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan kristal dan mengevaluasi secara kritis perannya dalam kinerja bentuk sediaan. Menetapkan sifat fisikoteknik dari kebiasaan yang berbeda dari suatu obat akan membantu mengenali variasi lot- to-lot dalam bahan baku dan untuk memastikan reproduktifitas kinerja bentuk sediaan. penentuan stabilitas, sifat fisikokimia atau biologis suatu molekul.
JENIS MODIFIKASI CRYSTAL HABBIT
1. TEKNIK KOKRISTALISASI.
2. PEMBENTUKAN MOLEKUL AMORF.
3
TEKNIK
KOKRISTALISASI
Teknik kokristalisasi adalah salah satu pendekatan alternatif dalam desain bentuk padat obat, karena berpotensi meningkatkan sifat fisikokimia seperti kelarutan, kecepatan disolusi, bioavailabilitas dan stabilitas fisika kimia dari suatu zat aktif obat, tanpa mempengaruhi aktivitas farmakologinya (Alonzo, et al., 2010).
TEKNIK
KOKRISTALISASI
Kokristal merupakan bahan kristal yang terdiri dari dua atau lebih molekul dalam kisi kristal yang sama.
Dalam pembentukan kokristal dibutuhkan koformer, contohnya asam askorbat, isonikotinamid dan sakarin.
Koformer akan membentuk ikatan dengan zat aktif berupa ikatan hydrogen sehingga dapat meningkatkan kelarutan.
TEKNIK KOKRISTALISASI
Ko-kristal dapat dibentuk dengan menggunakan beberapa metode atau teknik seperti:
• solvent evaporation,
• slurry conversion,
• grinding method,
• antisolvent addition,
• hot melt extrusion, dan
• supercritical fluid technology.
• (Liu, et al., 2012).
TEKNIK KOKRISTALISASI
2. Slurry conversion dilakukan melalui
penambahan koformer padat pada larutan zat
aktif. Proses penambahan koformer dilakukan dengan pengadukan hingga
terbentuk bubur untuk memicu pembentukan kokristal. Bubur yang terbentuk di diamkan
selama 48 jam kemudian pelarut diuapkan. (Liu, et al., 2012).
1.Solvent
evaporation
merupakan teknik pembentukan ko-
kristal dengan prinsip mencapurkan zat aktif dengan koformer pada suatu pelarut yang
kemudian diuapkan.
(Liu, et al., 2012).
3. Grinding method
Terdapat dua cara yang dapat dilakukan pada metode grinding, yaitu :
- Neat grinding (penggilingan kering)
- Liquid assisted grinding (penggilingan basah)
Perbedaanya hanya terletak
pada penggunaan pelarut atau tidak ketika proses
penggerusan. (Liu, et al., 2012).
TEKNIK KOKRISTALISASI
4. Antisolvent addition
Terjadi presipitasi atau rekristalisasi dengan
menambahkan antisolvent pada larutan zat aktif dan koformer pada suhu ruang yang disertai agitasi. (Liu,
et al., 2012).
TEKNIK KOKRISTALISASI
5. Hot melt extraction Metode ini melibatkan
pengaturan suhu dalam
penggunaanya.
Metode ini dapat
dilakukan pada lebih dari satu zat aktif.
(Liu, et al., 2012).
6. Supercritical fluid technology
lebih memfokuskan pada sifat-sifat
superkritik, antisolvent, pelarut, dan proses
peningkatan atomisasi sehingga ukuran dan
morfologi kokristal yang terbentuk melalui
metode ini dapat di atur (Liu, et al., 2012).
TEKNIK KOKRISTALISASI
Namun dari ke 6 metode tersebut, metode yang sering digunakan ialah solvent
evaporation atau penguapan pelarut dan grinding atau penggerusan.
Sama hal nya dengan pembentukan disperse padat, hasil dari proses kokristalisasi ialah
molekul kristal. Maka identifikasi atau karakterisasi hasil kokristalisasi dapat
menggunakan menggunakan instrument DSC, FTIR, difraksi sinar-x dan PXRD (Lin, et al.,
2013).
Instrumen DSC (Differential
Scanning Calorimeter)
Instrumen FTIR (Fourier
Transform Infrared)
Instrumen X- ray
Difraction (XRD)
PEMBENTUKAN MOLEKUL AMORF
Jenis lain dari modifikasi crystal habit ialah pembentukan molekul amorf.
Amorf memiliki kelarutan yang lebih tinggi dari
pada kristal dikarenakan ketidakstabilan bentuk
secara fisik, yang memungkinkan terjadinya
perubahan bentuk ketika terpapar oleh energi
tinggi (Alonzo, et al., 2010).
PERBEDAAN BENTUK KRISTAL DAN AMORF
Bentuk padatan Kristal lebih disukai
karena mudah dimurnikan, lebih stabil dan bersifat reprodusible, berbeda
dengan amorf yang memiliki sifat terbalik dengan Kristal. Bentuk Kristal lebih
banyak dimanfaatkan dalam sediaan farmasi
13
APA ITU AGLOMERASI KRISTAL SFERIS
Spherical cristalisation agglomerasi (SA) adalah salah satu pendekatan yang paling menarik untuk meningkatkan kelarutan, disolusi dan penyerapan oral untuk obat yang kelarutan dalam airnya buruk (Ronak et al, 2013). Kristal sferis adalah teknik aglomerasi baru yang dapat mengubah secara langsung kristal halus yang dihasilkan dalam proses kristalisasi menjadi bentuk bulat. Metode ini adalah teknik rekayasa pertikel dimana kristalisasi dan aglomerasi dapat dilakukan secara bersamaan dalam satu langkah untuk mengubah kristal langsung menjadi bentuk bulat yang dipadatkan dan yang telah berhasil digunakan untuk meningkatkan kelarutan dan disolusi (Parmar et al 2016).
14
APA HUBUNGAN BENTUK KRISTAL SFERIS DENGAN SIFAT FISIKA KIMIA
15
Kristal sferis mampu dimodifikasi dengan cara mengoptimalkan parameter pengolahan
seperti tingkat pengadukan, pemilihan solvent, pengaturan pH, dan suhu yang dapat
mempengaruhi sifat fisika-kimia (kelarutan, laju disolusi, ketersediaan hayati, stabilitas) dan sifat mikrometer (kerapatan, sifat alir ) (Thakur et al, 2016). Sejumlah obat seperti
asam salisilat, naproksen, celoxcib, ibuprofen, asam mefenamat, dan nabumeton telah
berhasil dikembangkan menggunakan teknik
kristal sferis (Magshoodi, 2015).
MENGAPA DALAM CONTOH
PENELITIAN DIAMBIL TEKNIK KRISTAL SFERIS
16
Karena teknik kristal seferis menguntungkan
dalam memformulasikan partikel mikro
dengan karakteristik yang diinginkan, dapat
digunakan sebagai bahan yang dapat
dikompresi secara langsung (Gupta et al,
2010).
Penelitian ini bertujuan mengembangkan fisetin menjadi kristal sferis untuk memperbaiki kelarutan dan sifat mikromiretik.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa fisetin berhasil dibuat menjadi kristal sferis dengan metode aglomerasi sferis menggunakan pelarut etanol (good solvent), air (antisolvent), kloroform (bridging solvent) dan PVP sebagai polimer. Fisetin setelah dibuat kristal sferis meningkat kelarutan dan laju disolusi sebesar. Teknik ini dapat diterapkan untuk menghasilkan bentuk sediaan padat oral fisetin dengan peningkatan laju disolusi dan ketersediaan hayati oral.