• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI - Jurnal Masyarakat Indonesia

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "DAFTAR ISI - Jurnal Masyarakat Indonesia"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

Farmers who perform maddoja bine will wake up at night looking at the rice seeds, before planting in the field the next day. This research finds four ways of implementing maddoja bine among Bugis farmers: 1) performed individually accompanied by masaureq, 2) performed individually including elements of the Islamic religion (barzanji) and without accompanying the reading of Sureq La Galigo, 3) performed in a way individual without accompanying the reading of Sureq La Galigo, 4) executed collectively or in community accompanied by the recital of Sureq La Galigo. The emergence of the four ways of implementing maddoja bine is inseparable from the socio-cultural context of the community in which the tradition is performed.

DRAMA PERAMPASAN YANG DIBAYANGKAN: MORALITAS TIMBAL-BALIK DAN PERSONIFIKASI RELASI-RELASI

PASCA-ORDE BARU

IDENTITY IN POST NEW ORDER

Di Jakarta, Forum Betawi Rempug (FBR) dan Forum Kekeluargaan Betawi (Forkabi) didirikan dan mempromosikan diri mereka sebagai perwakilan warga asli Jakarta. Dalam pertemuannya dengan perwakilan masyarakat adat di kabupatennya, wakil bupati berjanji akan memberikan apa yang dibutuhkan masyarakat adat.

PRAKTIK SWASENSOR DI HARIAN KOMPAS DALAM MEWACANAKAN TOLERANSI BERAGAMA

THE PRACTICES OF SELF-CENSHORSHIP IN KOMPAS DAILY- NEWS IN DISCOURSING RELIGIOUS TOLERANCE

Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana praktik swasensor yang terjadi di Harian Kompas dalam pembahasan toleransi beragama. Tidak ada intervensi langsung oleh pemilik harian Kompas di ruang redaksi, seperti yang terjadi di sejumlah media lain di Indonesia yang dikaji oleh Tapsell (2012) dan Haryanto (2011).

KEBANGKITAN TRADISI DI YOGYAKARTA THE REVIVAL OF TRADITION IN YOGYAKARTA

Paksi Katon memposisikan diri sebagai sekelompok orang yang tidak menuntut hak, tetapi siap memenuhi kewajiban. Antusiasme masyarakat yang datang dari luar kota Yogyakarta untuk bergabung dengan Paksi Katon sangat terasa. Sejak saya bergabung dengan Paksa Katon, kami tidak bekerja, kok kelakuannya terus” (Wawancara dengan Martinus, 26 Januari 2016).

Saat Anglingkusumo menggunakan oknum dari timur Indonesia untuk mengganggu keamanan Pura yang saat itu dijaga oleh Paksi Katon. Tidak ada elemen sosial lain yang berani menghadang demo AMP seperti yang dilakukan Paksi Katon. Ada kekesalan yang dirasakan Paksi Katon terhadap perlakuan para pendatang asal Indonesia timur.

Paksi Katon mendapat dukungan dari lapisan masyarakat lain di Yogyakarta untuk mengusulkan perda anti separatis. Kelompok Jawa tradisional yang terwadahi dalam organisasi FKPM Paksi Katon bangkit untuk menegakkan kembali hegemoni Jawa tradisional di Yogyakarta.

CHINESE INDONESIANS AND CHINA-INDONESIA RELATIONS: A JUXTAPOSITION OF IDENTITY AND POLITICS 1

ORANG INDONESIA KETURUNAN TIONGHOA DAN HUBUNGAN INDONESIA-TIONGKOK: PENJAJARAN ANTARA IDENTITAS

DAN POLITIK

And, secondly, at the national level as part of the Indonesian community that has established itself as a nation state. As indicated by Zerba, the PRC's overseas Chinese policy “is a function of the overseas Chinese themselves – where they [live] and what they [are] able to do. Conversely, the capabilities and resources of the overseas Chinese are themselves a function of China's prestige."

The theme of that conference, luodi-shenggen or "planting permanent roots in the soil of different countries", is considered a significant departure from two existing paradigms or approaches to the treatment and studies of the ['overseas Chinese' ] . Naturally, the resentment of the Chinese on the part of the pribumi increased, and it accumulated until it exploded in the tragic event of May 1998;. The improvement in bilateral cooperation between Indonesia and China is seen by Rizal Sukma as a result of the changing attitudes in both countries, especially in relation to the 1998 anti-Chinese riots.

3 The explanation of the police about “the request of the Chinese government” could have a realistic basis if we look at the experience in Cambodia. The collective memory of the homeland, in the words of Lynn Meskell, is "the remnants of the past" and.

BELAJAR DARI MASYARAKAT PERDESAAN

LEARNING FROM RURAL COMMUNITY

Toleransi menjadi kata kunci dalam kehidupan bermasyarakat yang dilakukan oleh setiap kelompok masyarakat di Desa Kerta Buana. Dengan keragaman suku dan agama yang dianut, menurut uraian Chaudhuri, kelompok masyarakat yang berada di Desa Kerta Buana dapat dikategorikan sebagai masyarakat urban. Kedua, bagaimana multikulturalisme diterapkan oleh masyarakat Desa Kerta Buana dalam kesehariannya.

Pendirian ratusan hektar sawah di Desa Kerta Buana bukanlah perkara mudah, karena banyaknya tawaran lokasi hijrah. Saat ini kehidupan yang mereka jalani tidak lepas dari keberadaan awal para transmigran di Desa Kerta Buanë. Pertunjukan lari tersebut juga disaksikan oleh seluruh masyarakat di Desa Kerta Buana, tanpa memandang latar belakang agama dan suku.

Selain itu, adat-istiadat yang dilakukan oleh suku lain tidak menimbulkan intoleransi di antara masyarakat yang tinggal di Desa Kerta Buana. Hidup berdampingan dengan semangat toleransi telah tercipta pada masyarakat yang tinggal di Desa Kerta Buana sebagai desa transmigrasi yang telah dihuni sejak tahun 1980.

Gambar 1 Peta Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur
Gambar 1 Peta Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur

MENEGUHKAN KEMBALI KEBERAGAMAN INDONESIA REEMPOWERING OF INDONESIA DIVERSITY

Seperti yang sudah menjadi pemahaman umum dan kisah miris bahwa praktik-praktik terhadap kelompok agama lokal masih saja terjadi. Masalah utama dari sisi kebijakan adalah pengakuan negara terhadap keberadaan kelompok agama lokal nusantara. 1 Dasar perlakuan diskriminatif terhadap kelompok agama setempat atau yang lebih dikenal dengan penganut kepercayaan.

Karena semangat memonopoli kebenaran, agama-agama besar menerapkan kebijakan eksklusi terhadap agama-agama lokal (Dhakidae). Selain empat persoalan tersebut, umat beragama setempat juga memiliki persoalan internal yang tidak bisa dianggap sederhana. Oleh karena itu, agama dominan seolah menjadi amunisi baru untuk menindas agama lokal.

Hasil dari bentuk intervensi ini adalah kelompok agama resmi secara sewenang-wenang menghukum siapapun dari kelompok agama setempat. Diskriminasi terhadap kelompok agama non-dominan, khususnya agama-agama nusantara diyakini terjadi secara struktural, sistematis, dan masif karena melibatkan negara dengan produk regulasinya.

Tabel 1. Bentuk Kebijakan Diskriminatif
Tabel 1. Bentuk Kebijakan Diskriminatif

IMPLIKASI GLOBALISASI DALAM POLA KEKERASAN SEKTARIANISME DI INDONESIA

Dilihat dari sejarah Indonesia, kekerasan atas nama agama tidak dapat dipisahkan dari konteks politik di Indonesia, karena sisi agama yang ditekankan bukanlah soal spiritualitas, melainkan soal umat. Namun, hal ini tidak dapat dipahami sebagai keniscayaan bahwa globalisasi hanya akan menimbulkan kekerasan. Hal ini menunjukkan bahwa ada upaya untuk mempertahankan narasi yang bermusuhan dengan mengesampingkan mereka yang tidak setuju dengan pemikiran kelompok tersebut.

Hal ini terlihat dari narasi yang dibangun pada kelompok yang cenderung melihat penyebaran ajaran berdampak negatif bagi masyarakat. Ini berbeda dengan kekerasan fisik yang jelas sepihak dan benar-benar menindas pihak lain. Hal ini juga dibuktikan dengan berbagai kekerasan fisik di berbagai daerah di Indonesia, khususnya Syiah dan Ahmadiyah.

Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan untuk memandang kekerasan terhadap kelompok Syiah dan Ahmadiyah sebagai sesuatu yang wajar, bahkan sesuatu yang patut dilakukan. Ini juga akan berlanjut di fase siklus berikutnya melalui layanan dan cerita kebencian yang segera dinormalisasi oleh kekerasan terhadap orang lain.

Gambar 1. Pola Siklus Kekerasan Sektarianisme di Indonesia
Gambar 1. Pola Siklus Kekerasan Sektarianisme di Indonesia

HARMONI DAN KETAHANAN KULTURAL DALAM TRADISI LISAN TYARKA DI KEPULAUAN BABAR, MALUKU BARAT

MOLLUCAS

Kabupaten Maluku Barat Daya

Nyanyian di Kepulauan Babar disebut lyar (bahasa Letwurung/Babar Tenggara) atau nyar/niara (bahasa Wetan/Babar Barat) atau nyer (bahasa Masela). Setiap daerah di Kepulauan Babar memiliki istilah tersendiri untuk bahasa yang dinyanyikan dalam ritual adat. Kajian tentang masyarakat dan budaya di wilayah Kepulauan Babar belum banyak mendapat perhatian, terutama terkait dengan tradisi lisannya.

James Fox (1986) yang meneliti bahasa puitis puisi lisan di Pulau Roti dapat dijadikan sebagai pembanding berbagai hasil penelitian di Indonesia bagian timur, sedangkan tulisan Salenussa (2013) merupakan kajian pustaka yang berharga karena secara khusus menonjolkan lagu-lagu daerah. . di salah satu desa di Kepulauan Babar. Buku ini merupakan hasil penelitian Toos van Dijk yang mengambil lokasi penelitian di Pulau Masela yang merupakan salah satu pulau di kawasan Kepulauan Babar. Realitas adat yang terdapat di Kepulauan Babar menimbulkan keterbukaan sekaligus keterikatan yang kuat.

Keterkaitan dengan adat juga tercermin melalui berbagai versi mitos Upa Rui yang bercerita tentang hancurnya pulau-pulau di Kepulauan Babar dan beberapa pulau lainnya di wilayah Maluku barat daya. Sampai saat ini, semua jenis lagu daerah Kepulauan Babar seperti yang terdapat pada Bagan 1 masih dapat dijumpai, kecuali lekore/narera yang semakin jarang diperdengarkan dan dinyanyikan secara kolektif.

Gambar 1. Peta Variasi Penyebutan Tyarka di Kepulauan Babar
Gambar 1. Peta Variasi Penyebutan Tyarka di Kepulauan Babar

Nyanyian Adat di Kepulauan Babar

Berdasarkan beberapa informasi tentang arti kata tyarka tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa tyarka merupakan lagu daerah yang menempati posisi tertinggi di antara lagu-lagu tradisional Babar, memiliki nilai sakral karena mengandung makna yang dalam dan diyakini memiliki kekuatan magis, dan hanya dinyanyikan oleh orang-orang tertentu. Lagu daerah dalam Babar juga dapat dibedakan menjadi lagu yang dinyanyikan secara individual dan kolektif. Dari mereka kami mewarisi tyarka.” Jawaban ini menandai warisan lisan, sehingga sulit bagi ingatan kolektif para pemilik tradisi untuk melacak secara pasti sejarah asal usul tyarka.

Tyarka sebagai lagu daerah tanpa iringan musik membutuhkan kemampuan pencipta dan penyanyi untuk mencocokkan melodi dan lirik lagu. Dengan demikian, metafora pohon dan titik dapat diartikan kekuatan dan keteguhan tyarka sebagai tembang adat tertinggi yang membuatnya berdiri kokoh dan tegak meneruskan sesuatu yang bernilai baik dan berguna dalam kehidupan masyarakatnya untuk membawa Tyarka merupakan lagu tradisional masyarakat Babar yang dianggap sakral karena mengandung filosofi hidup yang mendalam dan dipercaya memiliki kekuatan magis.

Tyarka diawali dengan pohon dan diakhiri dengan pohon, sebuah metafora dari ketangguhan dan kekuatan tyarka untuk tetap tegak pada posisinya lagu adat tertinggi. Tradisi lisan tyarka dalam konteks sejarah juga diperkuat oleh realitas masyarakat adat Wuwlul Nouli dan Ilwyar Wakmyer yang memposisikan tradisi lisan tyarka sebagai lagu daerah tertinggi atau lagu daerah keagungan.

KELANJUTAN TRADISI LISAN MADDOJA BINE DALAM KONTEKS PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT BUGIS

CONTEXT OF BUGIS SOCIETY SOCIAL CHANGE

Sulkarnaen Lembaga Sensor Film

Tradisi maddoja bine masih dilakukan oleh sebagian kecil petani Bugis di beberapa daerah di Sulawesi Selatan. Sedangkan penerapan maddoja bine yang tidak disertai dengan masaureq biasanya disebabkan oleh kurangnya pasureq. Amalan maddoja bine pada hakekatnya merupakan wujud pengabdian dan pemujaan masyarakat petani Bugis terhadap Sangiang Serri.

Tradisi maddoja bine dapat dilihat sebagai cermin sejarah manusia Bugis yang mencerminkan kondisi sosial budaya masyarakatnya. Tradisi maddoja bine merupakan “sisa” berupa jejak agama manusia Bugis yang mengendap dalam tradisi. Munculnya varian pertunjukan maddoja bina ini tidak terlepas dari konteks sosial budaya masyarakat tempat tradisi tersebut dipentaskan.

Membaca kitab barzanji dalam maddoja bine sebagai satu bentuk transformasi daripada membaca Sureq La Galigo kepada kitab barzanji. Sebagai contoh, dalam persembahan maddoja bine di daerah Barru, yang menggabungkan unsur-unsur Islam (membaca Al Quran dan barzanji).

Gambar

Tabel 1 Komposisi Penduduk Desa Kerta Buana Berdasarkan Etnis pada Tahun  2015
Gambar 1 Peta Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur
Tabel 2. Nama unsur pimpinan Desa Kerta Buana berdasarkan periode menjabat Periode
Tabel 1. Bentuk Kebijakan Diskriminatif
+3

Referensi

Dokumen terkait

Widyaparwa JURNAL ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRAAN Volume 47, Nomor 1, Juni 2019 DAFTAR ISI Redaksi Daftar Isi Catatan Redaksi Transformasi Alat Pertanian Tradisional ke Alat