• Tidak ada hasil yang ditemukan

dampak bencana banjir bandang terhadap masyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "dampak bencana banjir bandang terhadap masyarakat"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK BENCANA BANJIR BANDANG TERHADAP MASYARAKAT DI KELURAHAN TABING BANDA GADANG KECAMATAN

NANGGALO KOTA PADANG

JURNAL

Yupi Hendri NPM : 10030146

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Dasrizal, MP Elsa, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT

PADANG 2016

(2)

DAMPAK BENCANA BANJIR BANDANG TERHADAP MASYARAKAT DI KELURAHAN TABING BANDA GADANG KECAMATAN

NANGGALO KOTA PADANG

Yupi Hendri 1, Dasrizal 2, Elsa 3

1) Mahasiswa STKIP PGRI Sumatera Barat 2) Dosen Program Studi Pendidikan Geografi

PGRI Sumatera Barat

ABSTRAK

This research was motivated by the flood disaster in the village of Tabing Banda Nanggalo Tower District of the city of Padang. The purpose of this research is to describe the management plans of the flood disaster in the village of Tabing Banda Nanggalo Tower District of the city of Padang. The research is a qualitative method. Researchers are trying to expose the facts consistent with the fact that there was no intervention in the conditions. The type of data in this study are primary and secondary data. Informants in this study were taken by Snowball (Snowball). Data collection techniques in this research is interview. The results in this study show that: (1) Medical Countermeasures Against Flood in the village of Tabing Banda Nanggalo Tower District of the city of Padang. (2) Infrastructure penganggulangan Against Flood in the village of Tabing Banda Nanggalo Tower District of the city of Padang. (3) Environmental Hygiene to Flood Disaster Management in Sub Tabing Banda Nanggalo Tower District of the city of Padang.

(4) The efforts Against Flood Disaster Management in Sub Tabing Banda Nanggalo Tower District of the city of Padang

(3)

1 saat ini dihadapi oleh kota-kota di Indonesia karena dampaknya mengancam eksistensi kota dan penduduknya.

Bencana alam berupa gempa bumi, banjir, tsunami, badai, dan jenis bencana lainnya sering terjadi di Indonesia yang menimbulkan korban jiwa dan kerugian yang sangat besar. Dampak dari bencana alam juga dapat merubah keseimbangan lingkungan dan kehidupan masyarakat yang menjadi korban

(Korlena, dkk 2011). Cutter dan Douglas dalam Sudibyakto, dkk (2012:9) Menurut (Rachmahadi Purwana (2013:5-6) bencana merupakan manifestasi perpaduan antara marabahaya (yang sebelumnya bersifat potensial) dengan manusia (atau objek lain yang menyangkut menyatakan bahwa : Bencana tidak hanya disebabkan oleh perilaku manusia, tetapi juga merupakan faktor lingkungan alam dan buatan.

Dampaknya menyebabkan setiap satuan unit ruang memiliki tingkat resiko bencana yang beragam karena terdiri dari elemen-elemen pendukung yang beragam. Setiap unit ruang atau wilayah memiliki,keunikan yang berbeda, maka ketahanan masyarakat terhadap bencana pun beragam sesuai dengan tingkat kerentananya”

Konstelasi permukiman sebagai unit terkecil dari ruang yang

terlepas dari ancaman bencana alam.

Terutama permukiman yang terletak pada kawasan rawan bencana, seperti bantaran sungai, pesisir pantai, lereng perbukitan.

Ancaman dari bencana alam terhadap eksistensi permukiman akan mempengaruhi segala aktivitas dan perikehidupan dari manusia yang mendiami permukiman tersebut.

Perkembangan permukiman pun akan terhambat dan interaksi manusia dengan lingkungan sekitarnya mengalami gangguan.

Dari konteks tersebut, maka masalah yang dihadapi oleh permukiman pada kawasan rawan bencana banjir bandang adalah seperti apa bentuk permukiman yang mitigatif dan adaptif untuk mendukung eksistensi kehidupan masyarakat. Perwujudan suatu permukiman yang mitigatif dan adaptif membutuhkan adanya intervensi kebijakan yang menyeluruh

Dalam konstitusi di Indonesia permasalahan yang berkaitan dengan ruang telah diatur dalam Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Intervensi tentang masalah kebencanaan diakomodir dalam tahap perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang. Perspektif tersebut menunjukkan bahwa masalah kebencanaan memerlukan

(4)

suatu penataan atau perencanaan yang matang terarah dan terpadu

Banjir merupakan luapan air yang besar dari sebuah badan air sehinggga menggenangi daerah sekitarnya yang pada hari-hari biasa kering. Bada air adalah tempat air berada, baik yang diam, bergerak ataupun mengalir.

Jadi, badan air bukanhanya sungai.

Selokan, saluran, kanal, sungai, atau bendunganpun dikelompokkan sebagai badan air. Danau dan laut

dapat pula dimasukkan

kedalamnya.Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di suatu kawasan yang banyak dialiri oleh aliran sungai. Secara sederhana banjir dapat didefinisikan sebagainya hadirnya air di suatu kawasan luas sehingga menutupi permukaan bumi kawasan tersebut (Robert, 2013:5)

Menurut Robert (2013:241) Dampak banjir akan terjadi pada beberapa aspek dengan tingkat kerusakan berat pada aspek-aspek berikut ini: 1) Aspek Penduduk, antara lain berupa korban jiwa/meninggal, hanyut, tenggelam, luka-luka, korban hilang, pengungsian, berjangkitnya wabah dan penduduk terisolasi. 2) Aspek Pemerintahan, antara lain berupa kerusakan atau hilangnya dokumen, arsip, peralatan, perlengkapan kantor dan terganggunya jalannya pemerintahan. 3) Aspek Ekonomi, antara lain berupa hilangnya mata pencaharian, tidak berfungsinya pasar tradisional, kerusakan, hilangnya harta benda, ternak dan terganggunya

perekonomian masyarakat. 4) Aspek Sarana/Prasarana, antara lain berupa kerusakan rumah penduduk, jembatan, jalan, bangunan gedung perkantoran, fasilitas sosial dan fasilitas umum, instalasi listrik, air minum dan jaringan komunikasi. 5) Aspek Lingkungan, antara lain berupa kerusakan ekosistem, obyek wisata, persawahan/lahan pertanian, sumber air bersih dan kerusakan tanggul/jaringan irigasi.

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 02 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Banjir Bandang Kelurahan Tabing Banda Gadang Kecamatan Nanggalo.

Menetapkan bahwa Kecamatan Nanggalo Kota Padang sebagai kawasan yang memiliki kerentanan bencana banjir bandang yang sangat tinggi. Nilai skoring kawasan berada pada kuadran 5 (lima) yaitu 80%-90%

atau sangat rentan terhadap bencana alam. Ditetapkan beberapa kawasan permukiman yang tidak layak bagi pengembangan perkotaan. Pada kawasan tersebut perlu dilakukan intervensi melalui pendekatan pengembangan secara terbatas karena memiliki kondisi wilayah geografis yang sangat rentan terhadap banjir bandang.

Dari rekomendasi yang dilakukan menyebutkan bahwa permukiman di Tabing Banda Gadang termasuk salah satu kawasan permukiman yang masuk kategori

(5)

pengembangan terbatas.

Rekomendasi ini dilatar belakangi oleh bencana banjir bandang pada bulan Oktober tahun 2012 yang menimbulkan korban jiwa dan menghancurkan semua fasilitas pelayanan umum.

Tingginya resiko akibat banjir bandang, maka Pemerintah Daerah Nanggalo Kota Padang secara lisan melarang adanya pembangunan perumahan penduduk di kawasan banjir bandang.

Pola yang digunakan dalam aksi rehabilitasi dan rekonstruksi melalui pendekatan membangun permukiman pada beberapa lokasi yang dianggap bebas banjir bandang.

Ada permasalahan lain yang dihadapi adalah ketersediaan lahan bebas banjir bandang yang terbatas.

Apabila mengukur kapasitas lahan yang tersedia dalam menampung perkembangan penduduk, maka hanya 42 Ha lahan yang digunakan untuk permukiman dari luas 77 Ha lahan bebas banjir bandang.

Kawasan yang rawan banjir adalah sebesar 100 Ha.

Kondisi ini semakin menjadi masalah, karena permukiman di Kampung memiliki letak yang strategis yaitu berdekatan dengan pusat kota. Kedudukan yang strategis akan menjadi lokasi orientasi bermukim masyarakat yang datangnya dari luar. Selain itu, juga mengalami perkembangan dari adanya pembangunan kota di masa mendatang. Berdasarkan latar

belakang masalah dan konsep-konsep yang dikemukakan di atas, maka pentingnya penelitian ini dilakukan sebagai upaya mewujudkan suatu permukiman yang mitigasi, adaptif.

Tujuannya adalah menciptakan kehidupan masyarakat kawasan rawan bencana banjir bandang yang tangguh serta eksisten dalam menghadapi ancaman bencana banjir. Upaya mitigasi dilakukan untuk mengurangi kerentanan dan meningkatkan ketahanan kawasan rawan bencana banjir bandang sehingga ketika terjadi bencana kerusakan, kerugian, dan korban dapat diperkecil.

Berdasarkan fenomena di atas penulis tertarik menuangkan kedalam sebuah penelitian yang berjudul

Dampak Bencana Banjir Bandang Terhadap Masyarakat di Kelurahan Tabing Banda Gadang Kecamatan Nanggalo Kota Padang

Tujuan dalam penelitian ini adalah a) Penangulangan rencana kesehatan terhadap korban bencana banjir di kelurahan Tabing Banda Gadang Kecamatan Nanggalo Kota Padang, b) Melaksanakan perencanaan sarana prasarana terhadap penanggulangan bencana banjir di Kelurahan Tabing Banda Gadang Kecamatan Nanggalo Kota Padang c) Membantu

menuliskan perencanaan

pemeliharaan dan pelatihan kebersihan lingkungan terhadap penanggulangan bencana banjir di Kelurahan Tabing Banda Gadang Kecamatan Nanggalo Kota Padang, d) Menjelaskan upaya apa yang

(6)

dilakukan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir di Kelurahan Tabing Banda Gadang Kecamatan Nanggalo Kota Padang.

Bencana menurut UU No. 24 tahun 2007 adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan tim- bulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Bahaya adalah suatu fenomena alam / buatan yang mempunyai po- tensi mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan. Kerentanan adalah kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya.

Tingkat kerentanan adalah suatu hal penting untuk diketahui sebagai salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya bencana, karena bencana baru akan terjadi bila bahaya terjadi pada kondisi yang rentan.

Tingkat kerentanan dapat ditinjau dari kerentanan fisik (infra-struktur), sosial kependudukan dan ekonomi.

Kekuatan bangunan rumah di masyarakat yang berada pada daerah rawan banjir, tidak adanya tanggul pengaman banjir bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai merupakan suatu kerentanan fisik.

Kerentanan ekonomi berupa tidak mempunyai kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya pencegahan atau mitigasi bencana.

Kerentanan so-sial berupa segi pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang risiko baha-ya dan bencana serta tingkat kesehatan masyarakat yang ren-dah.Kerentanan lingkungan berupa penduduk yang tinggal di daerah rawan banjir.

Bencana merupakan manifestasi perpaduan antara marabahaya (yang sebelumnya bersifat pontesial) dengan manusia (atau objek lain yang menyangkut kepentingan manusia) sehingga menjadi keadaan darurat yang mendesak. Untuk pedoman dalam menangani sering dipakai acuan jumlah manusia yang terkena marabahaya sehingga menjadi keadaan darurat yang mendesak.

Untuk pedoman dalam menangani sering dipakai acuan jumlah manusia yang terkena marabahaya sehingga menyebabkan kematian, kesakitan, dan cedera. Penanganan bencana dapat juga berpatokan pada besar kecilnya kerusakan materi yaitu kerusakan harta-harta serta kehidupan sehari-hari.

Selanjutnya, ketika bahaya muncul dan mengancam manusia maka terbentuklah keadaan darurat, yaitu situasi yang sangat mendesak dan berpotensi menganggu kemampuan masyarakat menghadapi tantangan hidup. Disebut bencana

(7)

primer yaitu bencana yang paling awal merugikan manusia.

Ada dua hal yang perlu diperhatikan mengenai interaksi antara manusia dan marabahaya.

Pertama, kejadian marabahaya bisa datang secara mendadak (misalnya banjir bandang, gempa bumi, kerusakan, dan lain-lain), bisa pula berlarut-larut (misalnya kekeringan, kebocoran pusat tenaga nuklir, dan lain-lain). oleh karena itu, hal kedua adalah, kedaruratan yang ditimbulkan oleh marabahaya juga bisa terjadi mendadak dan bisa melalui proses berkepanjangan. Dengan demikian, masing-masing akan menghasilkan bencana yang mendadak dan becana yang berlarut-larut.

Pemahaman mengenai segi karakteristik bencana ini berguna untuk tindakan efektif penanganan bencana untuk jelasnya mari dilihat bencana Fukushima yang terjadi di jepang. Gempa bumi merupakan marabahaya yang menimbulkan kerusakan-kerusakan mendadak pada sarana fisik (termasuk kerusakan pusat nuklir pembangkit tenaga listrik) setempat yang disusul dengan lanjutan marabahaya tsunami.

Kerusakan fisik sebagai turutan kejadian gempa dan tsunami menjadi marabahaya juga. Ketiga marabahaya itu (gempa bumi, tsunami, dan kerusakan fisik) menimbulkan situasi darurat dengan masing-masing karakteristik yang melibatkan manusia sehingga terbentuklah bencana. Sekadar melihat semua ini

sebagai bencana dalam bentuk kesatuan tidak memberikan informasi yang diperlukan untuk mengatasi masalah bencana itu.

Menurut Rachmadhi Purwana (2013: 5-11) Bencana sekunder, yaitu bencana turutan yang terjadi mengikuti bencana primer. Bencana sekunder merupakan perkembangan hasil bencana primer. Sebagai contoh, setelah bencana banjir mereda, para pengungsi dan korban banjir berpotensi terkena penularan penyakit menular. Jika penularan ini tidak diantisipasi dan tidak ditangkal dengan baik, maka akan berkembang epidemi penyakit menular yang merupakan bencana sekunder. Contoh lain, setelah terjadi bencana kekeringan di suatu wilayah yang sering terjadi melanda Afrika), bencana sekunder yang mungkin terjadi adalah kurang gizi, epidemi penyakit menular dan lain-lain di antara korban bencana.

Pada tingkat masyarakat bencana datang dalam bentuk kebakaran, angin topan, tanah lonsor, banjir, gempa bumi, yang akhirnya berekor pada kehancuran tata kehidupan, kematian, atau epidemi penyakit dalam masyarakat. Upaya bantuan menjadi faktor penting bagi yang terkena bencana agar dapat bangkit kembali melanjutkan hidupnya. Akibat bencana biasanya menimbulkan kelumpuhan kehidupan sosial.

Banjir adalah sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

(8)

kehidupan Dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007). Banjir rmengandung pengertian aliran air sungai yang tingginya melebihi muka air normal sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah disisi sungai. Aliran air limpasan tersebut yang Universitas Sumatera Utara semakin meninggi, mengalir dan melimpasi muka.

Tanah yang biasanya tidak dilewati aliran air. Bencana banjir merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Mistra, 2007) Menurut Dibyosaputro (1998). Banjir merupakan satu bahaya alam yang terjadi di alam ini dimana air mengenang lahan-lahan rendah di sekitar sungai sebagai akibat ketidak mampuan alur sungai menampung dan mengalirkan air, sehingga meluap keluar alur melampaui tanggul dan mengenai daerah sekitarnya.

Menurut Bakornas PB (2007), berdasarkan sumber airnya, air yang berlebihan tersebut dapat dikategorikan dalam empat kategori:

1) Banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas penyaluran system pengaliran air yang terdiri dari sistem sungai alamiah dan sistem drainase buatan manusia, 2) Banjir yang disebabkan meningkatnya muka air di sungai sebagai akibat pasang laut maupun meningginya gelombang laut akibat badai., 3) Banjir yang disebabkan oleh kegagalan bangunan air buatan manusia seperti bendungan, bendung, tanggul, dan bangunan pengendalian banjir, 4) Banjir akibat kegagalan bendungan alam atau penyumbatan

aliran sungai akibat

runtuhnya/longsornya tebing sungai.

Ketika sumbatan/bendungan tidak dapat menahan tekanan air maka bendungan akan hancur, air sungai yang Universitas Sumatera Utara terbendung mengalir deras sebagai banjir bandang.

Banjir adalah suatu proses alami, banjir terjadi karena debit air sungai yang sangat tinggi hingga melampaui daya tampung saluran sungai lalu meluap kedaerah sekitarnya. Debit air sungai yang tinggi terjadi kare-na curah hujan yang tinggi, sementara itu juga dapat terjadi karena kesala-han manusia.

Bencana banjir merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat se-hingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan ling-kungan, kerugian harta benda, dan berdampak psikologis.

(9)

Menurut Mistra (2007 :11-12), dampak banjir akan terjadi pada beberapa aspek dengan tingkat kerusakan berat pada aspek-aspek berikut ini: 1) Aspek Penduduk, antara lain berupa korban jiwa/meninggal, hanyut, Universitas Sumatera Utara tenggelam, luka-luka, korban hilang, pengungsian, berjangkitnya wabah dan penduduk terisolasi. 2) Aspek Pemerintahan, antara lain berupa kerusakan atau hilangnya dokumen, arsip, peralatan dan perlengkapan kantor dan terganggunya jalannya pemerintahan.

Aspek Ekonomi, antara lain berupa hilangnya mata pencaharian, tidak berfungsinya pasar tradisional, kerusakan, hilangnya harta benda, ternak dan terganggunya perekonomian masyarakat.

Aspek Sarana / Prasarana, antara lain berupa kerusakan rumah penduduk, jembatan, jalan,bangunan gedung perkantoran, fasilitas sosial dan fasilitas umum, instalasi listrik, air minum dan jaringan komunikasi.

Aspek Lingkungan, antara lain berupa kerusakan eko-sistem, obyek wisata, persawahan/lahanpertanian, sumber air bersihdan kerusakan tanggul/jaringan irigasi.

Banjir dikatakan sebuah peristiwa alam yang bisa dikategorikan sebagai sebuah becana. Becana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang megangcam dan menganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan faktor non alam

maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Banjir adalah kelebihan air, dan naik ke permukaan tanah, serta terjadi luapan air yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume air yang meningkat.

Banjir dapat terjadi karena peluapan air yang berlebihan di suatu tempat akibat hujan besar, peluapan air sungai, atau pecahnya bendungan sungai (Wikipedia, 2008:

http://id.wikepedia. Org/wike/Banjir).

Banjir adalah dimana suatu daerah dalam keadaan tergenang oleh air dalam jumlah yang begitu besar.

Sedangkan banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba yang disebabkan oleh karena tersumbatnya sungai maupun karena pengudulan hutan disepanjang sungai sehingga merusak rumah-rumah penduduk maupun menimbulkan korban jiwa.

Bencana banjir hampir setiap musim penghujan melanda indonesia.

Berdasarkan nilai kerugian dan frekuensi kejadian bencana banjir sangat dipengaruhi oleh faktor alam berupa curah hujan yang diatas normal dan adanya pasang naik air laut.

Disamping itu faktor ulah manusia juga berperan penting seperti penggunaan lahan yang tidak tepat

(10)

(pemungkiman di daerah bantaran sungai, di daerah resapan, pengundulan hutan, dan sebagainya), pembuangan sampah ke dalam sungai, pembangunan pemungkiman di daerah dataran banjir dan sebagainya.

Menurut Undang-undang No.24 Tahun 2014 banjir bandang adalah banjir yang terjadi di daerah dengan permukaan rendah. Biasanya terjadi akibat hujan yang turun terus-menerus dan muncul secara tiba-tiba. Banjir bandang terjadi saat penjenuhan air terhadap tanah di wilayah tersebut berlangsung dengan sangat cepat hingga tidak dapat diserap lagi. Air yang tergenang lalu berkumpul di daerah-daerah dengan permukaan rendah dan mengalir dengan cepat ke daerah yang lebih rendah. Akibatnya, segala macam benda yang dilewatinya dikelilingi air dengan tiba-tiba. Banjir bandang dapat mengakibatkan kerugian yang besar. Kelestarian alam harus dijaga untuk mencegah banjir bandang.

Penyebeb terjadinya banjir. (1) Tingginya curah hujan yaitu curah hujan yang terus menerus, selama beberapa hari, dapat mengakibatkan longsor dan kemudian menimbulkan banjir bandang. (2) Penebangan liar dan alih fungsi gunung yaitu hutan liar yang habis di tebang, dan gunung, yang tadinya berfungsi sebagai penyerapan air ditahan, habis digunakan untuk perumahan, misalnya.

Hal itu menjadikan tidak adanya / berkurangnya hambatan terhadap laju

air ke sungai. (3) Sampah Masalah adalah hal yang tidak habis-habisnya dibicarakan, namun kesadaran kita semua untuk tidak membuang sampah sembarangan, sangat sulit.

Menurut Undang-undang No.24 Tahun 2007, bencana didefinisikan sebagai peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Bencana dapat disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Banjir didefinisikan sebagai tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya air yang melebihi kapasitas pembuangan air disuatu wilayah dan menimbulkan kerugian fisik, sosial dan ekonomi (Rahayu dkk, 2009).

Banjir adalah ancaman musiman yang terjadi apabila meluapnya tubuh air dari saluran yang ada dan menggenangi wilayah sekitarnya.

Banjir adalah ancaman alam yang paling sering terjadi dan paling banyak merugikan, baik dari segi kemanusiaan maupun ekonomi (IDEP, 2007). Saat bencana terjadi tempat pengusian darurat akan menjadi tujuan semua korban bencana. Untuk mengantisipasi masalah kesehatan lingkungan yang akan timbul maka dalam memilih, melengkapi, atau memperbaiki tempat pengungsian darurat sebaiknya

(11)

melibatkan tenaga kesehatan dan ahli teknik pengairan. Di samping itu, ketika merencanakan lokasi pengungsian darurat semestinya dipertimbangkan juga dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan jangka panjang di sekitar area tersebut (Wisner&Adams,2002).

Tidak semua penduduk akan mengungsi ke tempat pengungsian bersama. Kadang-kadang penduduk korban bencana mengungsi ke rumah saudara atau tetangganya. Pada kondisi seperti ini perlu diinformasikan pada mereka bahwa suplai air mungkin terkontaminasi dan

air permukaan mungkin

terkontaminasi kotoran. Informasi mengenai

metode sederhana penyaringan, sedimentasi, penyimpanan, dan disinfeksi seharusnya diberikan. Perlu juga dilakukan pendistribusian tablet klorinasi atau pemutih air untuk disinfeksi air di rumah. Hal yang sangat penting pula adalah mengamankan air minum yaitu mulai dari penyaringan, perebusan, disinfeksi, menyimpan dalam air tertutup, dan sebagainya. Juga menginstruksikan pada mereka tentang pembuangan sampah yang aman, tempat buang air besar, dan terapi rehidrasi oral bagi anak yang terkena diare(Wisner&Adams,2002).

Prioritas utama di tempat pengungsian adalah menyediakan jumlah air yang cukup, walaupun kualitasnya buruk, dan mencegah sumber air dari kontaminasi. Suplai

air seharusnya dilakukan dengan atau sebagai bagian dari program promosi kesehatan yang bekerja sama dengan penduduk yang terkena dampak bencana banjir (Wisner & Adams, 2002).

Kebutuhan dan ukuran kedaruratan suplai air jangka pendek mungkin berbeda menurut komunitas desa atau semikota, situasi perkotaan dimana pusat layanan air tersedia, populasi di pemindahan lokasi atau penampungan sementara. Komunitas pedesaan biasanya kurang rentan terhadap terganggunya suplai air saat bencana daripada komunitas perkotaan karena suplai air umumnya terdesentralisasi dan menggunakan teknologi yang sederhana, dan seringkali sumber alternatifnya ada.

Namun bencana tertentu seperti banjir dan kekeringan akan berdampak lebih besar pada area pedesaan dibandingkan area perkotaan. Pada area perkotaan, prioritas seharusnya diberikan pada area kota yang suplai airnya terganggu atau terkontaminasi, tapi tidak punya sumber alternatif (Wisner & Adams, 2002).

Jumlah minimum air yang diperkenankan untuk perorangan untuk minum, masak, dan kebersihan ditentukan oleh United Nations High Commisioner for Refugees (1992a) sebanyak 7 liter per hari per orang selama periode darurat jangka pendek.

Pada kebanyakan situasi, kebutuhan air mungkin lebih banyak yaitu : 15- 20 liter per hari per orang untuk penduduk umum, 20-40 liter per hari

(12)

per orang untuk beroperasinya sistem pembuangan kotoran, 20-30 liter per hari per orang untuk dapur umum, 40- 60 liter per hari per orang untuk rumah sakit terbuka atau pusat pertolongan pertama, 5 liter per pengunjung untuk masjid, 30 liter per hari per sapi atau unta untuk hewan ternak, dan 15 liter per hari per kambing atau hewan kecil lainnya.

Tambahan 3-5 liter per orang per hari dibutuhkan untuk minum dan masak, suplai air yang cukup penting untuk mengontrol penyebaran penyakit yang ditransmisikan karena kurangnya kebersihan (water washed diseases) bahkan jika suplai air tidak memenuhi petunjuk kualitas air minum yang ditetapkan WHO atau standard nasional (Wisner & Adams, 2002).

Air yang diduga terkontaminasi mikroorganisme harus direbus minimal 10 menit sebelum penggunaan. Air yang terkontaminasi bahan kimia, minyak atau gasoline tidak dapat ditreatment dengan perebusan atau klorinasi. Karena itu jika polusi air karena bahan kimia atau minyak terjadi sebaiknya air tidak digunakan lagi, dan harus disediakan air dari sumber lain (Koren dan Bisesi 2003).

Sesudah bencana, penilaian kerusakan sumber air yang tersedia dan kebutuhan yang belum terpenuhi akan memudahkan tenaga kesehatan mengatur sumber-sumber yang dibutuhkan.

Feses manusia mengandung banyak organisme yang menyebabkan

penyakit meliputi virus, bakteri, dan telur atau larva dari parasit.

Mikroorganisme yang ada pada feses manusia mungkin masuk ke tubuh melalui makanan, air, alat makan dan masak yang terkontaminasi atau melalui kotak dengan benda-benda yang terkontaminasi.

Diare, kolera, dan typhoid tersebar dengan cara ini dan penyebab utama kesakitan dan kematian dalam bencana dan kedaruratan. Sedangkan urin relatif kurang berbahaya, kecuali di area dimana schistosomiasis karena urin terjadi (Wisner & Adams, 2002).

Sullage (sampah cair dari dapur, kamar mandi dan tempat cucian) mengandung organisme yang menyebabkan penyakit, khususnya dari pakaian kotor, tapi bahaya kesehatannya terjadi terutama ketika berkumpul di daerah dengan pembuangan limbah yang buruk dan menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Culex. Tikus, anjing, kucing, dan binatang lain yang mungkin adalah carrier (reservoir) bagi organisme penyebab penyakit tertarik pada makanan, pakaian, pembalut medis dan komponen lain sampah padat. Kumpulan air hujan yang sedikit pada sampah padat dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes (Wisner & Adams, 2002).

Hubungan antara sanitasi, suplai air, dan kesehatan secara langsung dipengaruhi oleh perilaku kebersihan.

Aspek perilaku ini penting sekali dipertimbangkan saat memilih tehnik-

(13)

tehnik yang ada sehingga fasilitas yang disediakan dalam darurat dapat diterima dan digunakan dan dipelihara kebersihannya oleh pengguna (Wisner & Adams, 2002).

Penyimpangan atau penampungan sampah hendaknya 1 tanki 100 L per 10 keluarga atau 50 orang. Untuk transportasi sampah dianjurkan 1 gerobak per 500 orang atau 1 tenaga pembuang sampah untuk 5000 orang.

Sedangkan untuk pembuangan akhir sampah 1 lubang (2m x 5m dan dalam 2 m) dan 1 pembakaran digunakan untuk 500 orang (Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi).

Karena rusaknya sistem pembuangan limbah maka sangatlah potensial terjadi outbreak suatu penyakit. Dua jenis teknik yang dibutuhkan dalam situasi darurat ini.

Pertama, mengoperasikan kembali sistem pembuangan limbah sesegera mungkin dan mendisinfeksi seluruh area dengan chlorine dimana buangan mungkin sudah kontak dengan material dan struktur yang berhubungan dengan manusia. Kedua, menyediakan privies sementara, toilet portable, dan holding tanks untuk individual selama dan setelah bencana (Wisner & Adams, 2002).

Jumlah kakus, sebagaimana dianjurkan PBB, adalah 1 kakus per keluarga. Namun apabila tidak memungkinkan bisa 1 kakus per 20 keluarga, bahkan 1 kakus per 100 orang (Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi).

Sebelum dilakukan pemakaman maka sedapat mungkin semua jasad diidentifikasi dan dicatat hasilnya.

Tingkat kematian saat bencana mungkin sekali lebih tinggi dibanding dalam keadaan normal. Penguburan jasad merupakan cara yang paling sederhana dan terbaik yang sejauh ini dapat diterima dan dimungkinkan.

Saat menangani jasad, pekerja harus melindungi dirinya dengan sarung tangan, penutup muka, sepatu lars dan baju kerja terusan.

Sesudahnya pekerja harus membersihkan diri mereka sendiri dengan sabun dan air (Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi).

Makanan kemungkinan akan sulit didapat pada keadaan darurat atau setelah bencana. Panen mungkin rusak di sawah, ternak tergenang, dan suplai makanan terganggu, dan penduduk terpaksa menyelamatkan diri ke area dimana tidak ada akses ke makanan. Lebih lanjut, keamanan semua makanan berakibat besarnya risiko epidemi foodborne disease (Wisner & Adams,2002).

Putusnya pelayanan vital, seperti suplai air atau listrik, juga sangat mempengaruhi keamanan pangan.

Kekurangan air minum dan sanitasi yang aman menghambat penyiapan makanan secara higienis dan meningkatkan risiko kontaminasi makanan. Makanan khususnya rentan terhadap

kontaminasi ketika disimpan dan disiapkan di luar atau di dalam rumah yang rusak dimana jendela dan

(14)

dinding mungkin tidak lagi utuh (Wisner & Adams, 2002).

Menyusul terjadinya bencana, penilaian mengenai efek bencana pada kualitas dan keamanan makanan harus dibuat sebagai upaya untuk mengonttrol makanan. Besarnya dan jenis kerusakan makanan harus dinilai, dan sebuah keputusan dibuat mengenai pemisahan dan pengkondisian ulang makanan yang berhasil diselamatkan (Wisner &

Adams, 2002).

Jika panen sawah terkontaminasi kotoran manusia, seperti setelah banjir atau kerusakan sistem pembuangan, penilaian harus dibuat segera untuk menilai kontaminasi panen dan menetapkan tindakan, seperti menunda panen dan memasak secara sepenuhnya, untuk mengurangi risiko transmisi patogen fekal (Wisner &

Adams, 2002).

Pada kondisi bencana biasanya didirikan banyak dapur umum.

Penyiapan makanan secara massal mempunyai banyak kekurangan yang meliputi transmisi food borne disease.

Karena itu penting bagi pengelola makanan dan supervisor untuk ditraining pengolahan makanan secara aman dan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Adalah penting sekali bahwa tenaga masak dan sukarelawan yang menyiapkan makanan tidak menderita gejala berikut : jaundice (kuning) , diare, muntah, demam, sakit tenggorokan (dengan demam), luka kulit yang tampak terinfeksi (borok, luka, dan

lain lain) atau ekskreta dari telinga, mata atau hidung (Wisner & Adams, 2002).

Fasilitas yang dibutuhkan untuk dapur umum antara lain : suplai air, toilet untuk staf dan pengguna, fasilitas cuci tangan, fasilitas untuk mengelola sampah cair dan padat, meja, fasilitas untuk mencuci peralatan dapur, bahan yang cukup dan sesuai untuk makan, kontrol terhadap rodent dan pes yang lain, serta informasi keamanan makanan (Wisner & Adams, 2002).

Makanan beku yang tidak dibekukan lagi sebaiknya dibuang.

Makanan yang disimpan di lemari es yang disimpan di bawah 41° F dan belum terkontaminasi air sungai atau yang lain atau bahan yang potensial berbahaya dapat digunakan (Koren dan Bisesi , 2003).

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada seperti wawancara, pengamatan dan pemanfaatan dokumen. Peneliti berusaha untuk mengungkapkan fakta sesuai dengan kenyataan yang ada tanpa melakukan intervensi terhadap kondisi yang terjadi.

Menurut Denzin dan Lincoln dalam Moleong (2010: 6)

Penelitian ini berlokasi di Kelurahan Tabing Banda Gadang

(15)

Kecamatan Nanggalo Kota Padang (2015). Dengan objek penelitian yaitu masyarakat yang terkena dampak banjir bandang untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa.

Informan dalam penelitian ini ditentukan secara Snow Ball (Bola Salju), adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2007).

Yaitu menentukan informan dengan pertimbangan tertentu yang dipandang dapat memberikan data secara maksimal Ma`mun (2007:45- 47). Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah Lurah, masyarakat, dan orang-orang yang dianggap tahu tentang pengusuran.

Berdasarkan observasi di lapangan penduduk Kelurahan Tabing Banda Gadang Kecamatan Nanggalo Kota Padang tahun 2015, RW 01, 500, KK RW 02, 466, KK, RW 03, 468 berjumlah 1.434 KK.

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini ditemui sumber data yaitu Lurah di Kelurahan Tabing Banda Gadang Kecamatan Nanggalo Kota Padang.

Dalam penelitian kualitatif, proses pengumpulan data bergerak dari lapangan/ranah empiris dalam upaya membangun teori dari data.

Proses pengumpulan data ini diawali dengan memasuki lokasi penelitian.

Dalam hal ini peneliti mendatangi tempat penelitian dengan membawa izin formal penelitian. Kemudian

dilanjutkan dengan menemui orang- oarang yang ditarget sebagai informan penelitian. Pada proses selanjutnya baru dilakukan pengumpulan data dengan teknik wawancara dan studi dokumentasi untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dengan lengkap.

Dalam reduksi data dilakukan proses pemilihan, pemusatan, perhatian pada penyederhanaan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Data yang diperoleh peneliti dari lokasi penelitian dituangkan dalam uraian atau laporan yang lengkap terperinci dan laporan direduksi, dirangkum pada hal-hal yang pokok atau penting. Penyajian data dimaksudkan agar memudahkan bagi peneliti untuk melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian- bagian tertentu dari penelitian.

Penarikan kesimpulan/verifikasi data dalam penelitian ini dilakukan secara terus menerus sepanjang proses penelitian berlangsung. Sejak awal memasuki lapangan dan selama proses pengumpulan data, peneliti berusaha untuk menganalisis dan mencari makna dari data yang telah dikumpulkan.

Hasil Penelitian

1. Deskripsi Daerah Penelitian

Nanggalo adalah sebuang Kecamatan yang merupakan bagian dari Kabupaten Kota Padang, Secara astronomis Kecamatan Nanggalo

(16)

Terletak pada 0 58 ” LS - 100 BT.

Seluruh Kelurahan Terletak di daratan. Dengan kondisi kemiringan tanah rata-rata landai (kurang dari 15 derajat), 3-8 meter diatas permukaan laut.

Curah hujan rata-rata 384,88 mm/bulan dengan temperatur 22 C – 31,7 C dengan curah hujan tertinggi pada bulan maret sedangkan jumlah hari hujan tertinggi pada bulan agustus. Luas Kecamatan Nanggalo adalah 807 km2. dengan batas-batas wil ayah sebagai berikut : 1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Gurun Laweh. 2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kuranji. 3) Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Padang Utara. 4) Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Gurun Laweh. (Sumber: Kecamatan Dalam Angka, kecamatan Nanggalo 2014).

2. Temuan Umum

Wilayah adalah unsur utama dari pemerintah dengan wilayah yang jelas dengan batas-batas dan luas wilayah yang terukur dengan baik maka akan semakin diakuinya suatu pemerintahan.

Kecamatan Nanggalo merupakan salah satu kecamatan yang terletak di kota padang yang terdiri dari 6 kelurahan salah satunya tabing Banda Gadang. Kelurahan Terluas adalah kelurahan kurao pagang dengan luas 2. 85 .

NO Nama Kecamatan 1 Kurao Padang

2 Kampung Lapai 3 Surau Gadang 4 Kampuang Olo 5 Gurun Laweh

6 Tabiang Banda Gadang Sumber: Kecamatan dalam angka Kecamatan Nanggalo 2014

Berdasarkan tabel IV.1 diatas dapat dilihat Kecamatan Nanggalo memiliki 6 kelurahan yaitu Kurao Padang, Kampung Lapai Surau Gadang, Kampung Olo, Gurun Laweh, Tabiang Banda Gadang klasifikasi kelurahan menurut tingkat perkembangan, semua kelurahan di kecamatan Nanggalo adalah kelurahan swasembada/

kelurahan maju yaitu kelurahan yang dapat memanfaatkan dan menggunakan segala potensi fisik dan non fisik secara maksimal.

Satuan lingkungan tempat di masing-masing kelurahan beragam, yakni lingkungan, RW/RK dan RT.

Kepala kelurahan dan lurah di dominasi oleh laki-laki sebanyak 5 orang dan perempuan lainnya 1 orang yaitu lurah kampung olo.

Jumlah pengawai di kecamatan Nanggalo yang terdiri dari pengawai kantor kecamatan dan kantor kelurahan sebanyak 71 orang dengan rincian pengawai dikantor kecamatan 23 orang dan dikantor kecamatan 48 orang, jumlah golongan 1 sebanyak 3 orang, golongan II sebanyak 18 orang.

Golongan III sebanyak 48 orang dan

(17)

golongan IV sebanyak 2orang.

Disamping itu, di beberapa kelurahan di kecamatan nanggalo terdapat pengawai honorer daerah sebanyak 5 orang. Yaitu kelurahan kampung lapai 1 orang sumu gadang 3 orang dan kumo pagang 1 orang.

Berdasarkan data kecamatan nanggalo dalam angka tahun 2014, jumlah penduduk kecamatan nanggalo tercatat 59.136 jiwa yang terdiri dari 28. 694 laki-laki dan 30.442 perempuan. Kepadatan penduduk per sebesar 7. 328 orang dengan luas wilayah 8, 07 . Secara umum jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk laki- laki. Hal ini dapat juga ditunjukan oleh sex ratio yang nilainya lebih kecil dari 100.

Pada tahun 2013, nilai sex ratio kecamatan nanggalo sebesar 94,26 artinya untuk setiap 100 penduduk perempuan terdapat 94 penduduk laki-laki. Wilayah yang memiliki kepadatan penduduk paling besar yaitu kelurahan surau gadang yang mencapai 33, 339 jiwa/ . Mengingat luas wilayahnya kecil hanya 0,61 sedangkan jumlah penduduknya lebih dari 20. 337 jiwa (Sumber : Kecamatan Nanggalo dalam angka 2014).

3. Temuan Khusus

Penanggulangan Rencana Kesehatan Terhadap Korban Bencana Banjir

Berdasarkan observasi yang penulis lakukan pada tanggal 15 September 2015, penanggulangan bencana banjir BPBD bekerja sama untuk memperbaiki kerusakan banjir bandang di hulu Limau Manis Pauh.

Menurut ibu Yuhelma banjir di banda gadang tidak ada rumah yang disapu air tetapi hanya roboh atau rusak sebelah rumah akibat potongan kayu besar dari hulu dan pembuangan sampah sembarangan tempat.

Sarana Prasarana Terhadap Penganggulangan Bencana Banjir

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan di atas tergambar bahwa strategi yang dilakukan oleh pemerintah dalam sarana prasarana terhadap bencana banjir adalah mengadakan rasa tanggung jawab atas kejadian tersebut seperti bekerja sama dan membantu menyumbangkan apa yang merasa kekurangan tersebut

.

Pemeliharaan.Kebersihan.Lingkung an.terhadap.Penanggulangan Bencana Banji

Berdasarkan hasil observasi bahwa kendala yang ditemui oleh pemerintah dalam bencana banjir bandang adalah saluran-saluran banyak yang tersumbat oleh banyak sampah yang bersebaran, dan terlalu banyak menerbang hutan

(18)

semabarangan di hutan, oleh karena itulah mengakibatkan banjir.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan di atas dapat disimpulkan bahwa kendala yang sering dihadapi oleh pemerintah dalam bencana banjir adalah banyak kekurangan perpohonan di hutan itulah mengakibatkan terjadilah tanah lonsor

.

Upaya apa yang dilakukan dalam menghadapi Bencana Banjir

Berdasarkan hasil observasi bahwa kendala yang ditemui oleh pemerintah dalam menghadapi banjir bandang di tabing Banda Gadang adalah kurangnya perhatian masyarakat dan pemerintah terhadap bencana banjir

Berdasarkan hasil survey dan wawancara dengan masyarakat di Keluhan Tabing Banda Gadang Kecamatan Nanggalo Padang, daerah Nanggalo Padang ini dahulunya bekas aliran sungai memang rawan banjir karena lokasinya kerendahan apabila hujan deras sudah masih ke dalam rumah, jika hujan terlalu deras khusus masyarakat di sekitar sini sudah merasa resah jika hujan tidak berhenti dalam waktu 4 atau lima jam, banjir yang terjadi karena got, kurangnya terjaganya kebersihan lingkungan oleh masyarakat yang menyebabkan saluran air dipenuhi oleh sampah akibatnya, saluran air dan sungai menjadi dangkal ketika hujan datang saluran air tertetutup sehingga air dan sungai menjadi

tergenang dan melanda perumahan yang ada di Tabing Banda Gadang Kecamatan Nanggalo Padang.

Pembahasan

Pertama, Penanggulangan Rencana Kesehatan Terhadap Korban Banjir di kelurahan Tabing Gadang Kecamatan Nanggalo Kota Padang Minimun air yang diperkenankan untuk perorangan untuk minum, masak, dan kebersihan ditentukan oleh United Nations High Commisioner for Refugees (1992a) sebanyak 7 liter perhari per orang selama periode darurat jangka pendek. Pada Menurut Rachmadhi Purwana (2013: 5-11) bencana sekunder, yaitu bencana turut yang terjadi mengikuti bencana primer. Sebagai contoh, setelah bencana banjir mereda, para pengungsi dan korban banjir berpotensi terkena penularan penyakit menular. Jika penularan ini tidak diantisipasi dan tidak ditangkal dengan baik, maka akan berkembang epidemi penyakit menular yang merupakan bencana sekunder.

Akibat terjadinya banjir yaitu tingginya curah dihulu, dapat mengakibatkan lonsor dan kemudian menimbulkan banjir bandang, penebangan liar dan alih fungsi gunung yaitu hutan liar yang habis di tebang, dan gunung yang tadinya berfungsi sebagai penyerapan air ditahan, habis digunakan untuk perumahan. banjir

(19)

adalah kelebihan air, dan naik ke permukaan tanah, serta terjadi luapan air yang dapat mengganggu keseimbagan ekosistem. Banjir dapat terjadi karena peluapan air sungai, atau pecahannya bendungan sungai.

Dampak langsung bencana merupakan resiko aktual yang dapat menimbulkan cedera, contohnya adalah gempa bumi biasanya menimbulkan cedera yang memerlukan bantuan medis, sedangkan jumlah yang cedera karena banjir relatif lebih sedikit dari pada karena gempa, 2) beberapa efek hanya merupakan potensi saja, bukan ancaman resiko aktual yang tidak terhindarkan kepada kesehatan. Contohnya, perpindahan penduduk atau perubahan lingkungan lain akan mengembangkan resiko transmisi penyakit walaupun pada umumnya bencana tidak selalu menimbulkan epidemi penyakit, 3) resiko aktual kesehatan dan resiko potensial kesehatan tidak muncul secara serentak. Risiko-risiko ini muncul pada waktu yang berbeda dan bervariasi urgensinya di tempat bencana. Risiko memerlukan penanganan medis segera. Risiko pontesial kesehatan misalnya timbul dalam bentuk infeksi penyakit yang baru terjadi kemungkinan hari atau baru memuncak setelah ada kesesakan kerumunan populasi yang terkena bencana dan standar- standar sanitasi merosot; 4)

ketergantungan akan pangan, tempat bernaung, dan pelayanan dasar kesehatan akibat bencana terjadi karena munculnya ketimpangan antara pasokan dan kebutuhan.

Menurut WHO (2002) Pan American Health Organization (200) menyampaikan pedoman untuk memperkirakan derajat dampak bencana alam pada pelayanan kesehatan lingkungan yang menyangkut pelayanan kebutuhan dasar penunjang kehidupan masyarakat. Pada umumnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi diatas normal, sehingga sistim pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai alamiah serta sistem saluran Drainase dan kanal penampung banjir buatan yang ada tidak mampu menampung akumulasi air hujan tersebut sehingga meluap.

Kemampuan/daya tampung sistem pengaliran air dimaksud tidak selamanya sama, tetapi berubah akibat sedimentasi, penyempitan sungai akibat phenomena alam dan ulah manusia, tersumbat sampah serta hambatan lainnya.

Penggundulan hutan didaerah tangkapan air hujan (catchment area) juga menyebabkan peningkatan debit banjir karena debit/pasokan air yang masuk ke Dalam sistem aliran menjadi tinggi sehingga melampaui kapasitas pengaliran dan menjadi pemicu terjadinya erosi pada lahan curam

(20)

yang menyebabkan terjadinya sedimentasi di sistem pengaliran air dan wadah air lainnya.

Disamping itu berkurangnya daerah resapan air juga berkontribusi atas meningkatnya debit banjir. Pada daerah permukiman yang padat bangunan sehingga menyebabkan tingkat resapan air ke dalam tanah berkurang. Pada curah hujan yang tinggi sebagian besar air akan menjadi aliran air permukaan yang langsung masuk ke dalam sistem pengaliran air sehingga kapasitasnya terlampaui dan mengakibatkan banjir (Ma’mun, 2007).

Kedua, Hasil observasi dan wawancara yang dilakukan sarana dan prasana yang digunakan terhadap penanggulangan bencana banjir yaitu dengan membersihkan selokan membuat saluran irigasi dan memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa sarana dan prasarana terhadap penanggulangan banjir wajib dipelihara dengan baik dan kesadarana semua masyarakat dalam memelihara kebersihan lingkungan terutama selokan- selokan yang ada dilingkungan perumahan.

Manajemen penanggulangan bencana banjir dilaksanakan berdasarkan Keppres RI. No. : 111 Tahun 2001 tentang perubahan Keppres No. : 3 Tahun 2001 tentang Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana dan Penanganan

Pengungsi (Bakornas PBP). Dalam hal ini di tingkat pusat, Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (Bakorna PBP) bertugas untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan, mengkoordinasikan pelaksanaan dan memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi yang meliputi pencegahan, penyelamatan, rehabilitasi dan rekonstruksi.

Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat non instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan melakukan

pemecahannya dengan

memanfaatkan potensi setempat dan fasilitas yang ada, baik dari instansi lintas sektoral maupun LSM dan tokoh masyarakat (Trihono, 2005).

Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, Puskesmas dapat melibatkan peran aktif masyarakat dalam setiap kegiatan penanggulangan bencana baik perorangan, kelompok masyarakat maupun masyarakat secara umum (Ditjen Binkesmas Depkes, 2005).

Ketiga, hasil observasi dan wawancara yang dilakukan tentang pemeliharaan lingkungan terhadap penanggulangan bencana banjir di Kelurahan Tabing. Kebersihan lingkungan pasca banjir terlihat

(21)

seperti lingkungan kotor, porak poranda dan sampah berserakan.

Untuk mengantisipasi masalah kesehatan lingkungan yang akan timbul maka dalam memilih, melengkapi, atau memperbaiki tempat pengungsian darurat sebaiknya melibatkan tenaga kesehatan dan ahli teknik pengairan.

Di samping itu, menurut (Wisner&Adams,2002) ketika merencanakan lokasi pengungsian darurat semestinya dipertimbangkan juga dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan jangka panjang di sekitar area tersebut

Keempat, hasil observasi dan wawancara yang dilakukan terhadap upaya yang dilakukan dalam menghadapi bencana banjir bandang, unsur-unsur yang termasuk sistem penanganan bencana banjir yang meliputi berikut ini:1) meninggikan kembali darata yang rendah membuat parit dengan cara bergotong royong, 2) pengerukkan sungai atau pedalaman sungai, 3) membuat batu-batu bertingkat untuk menahan derasnya air dari hulu.

Bencana dapat disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Banjir didefinisikan sebagai tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya air yang melebihi

kapasitas pembuangan air disuatu wilayah dan menimbulkan kerugian fisik, sosial dan ekonomi (Rahayu dkk, 2009).

Banjir adalah ancaman musiman yang terjadi apabila meluapnya tubuh air dari saluran yang ada dan menggenangi wilayah sekitarnya. Banjir adalah ancaman alam yang paling sering terjadi dan paling banyak merugikan, baik dari segi kemanusiaan maupun ekonomi (IDEP, 2007).

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan 1) Penanggulangan rencana kesehatan terhadap korban banjir dikelurahan Tabing Banda Gadang Kecamatan Nanggalo Kota Padang minum aiar yang diperkenankan untuk perorangan untuk minum, masak, dan kebersihan sebagai contoh, setelah rencana banjir mereda, para pengunsi dan korban banjir berpotensi terkena penularan penyakit menular.

Jika penularan ini tidak diantisipasi dan tidak ditangkal dengan baik maka akan berkembang epedeni penyakit menular yang merupakan bencana sekunder. 2) Hasil observasi dan wawancara dan wawancara yang dilakukan, sarana dan prasarana yng digunakan terhadap penanggulangan bencana banjir yaitu dengan membersihkan solokan membuat saluran irigasi

(22)

dan memberikan pemahaman kepda masyarakat bahwa saran dan prasarana terhadap penanggulangan bencana banjir wajib dipelihara dengan baik dan kesadaran semua masyarakat dalam memelihara kebersihan lingkungan terutama selokan-selokan yang ada dilingkungan perumahan. 3) Hasil observasi dan wawancara yang dilakukan tentang pemeliharaan

lingkungan terhadap

penanggulangan bencana banjir di Kelurahan Tabing. Kebersihan lingkungan pasca banjir terlihat seperti lingkungan kotor, porak poranda dan sampah berserakan.

Untuk mengantisipasi masalah kesehatan lingkungan yang akan timbul maka dalam memilih, melengkapi, atau memperbaiki tempat pengungsian darurat sebaiknya melibatkan tenaga kesehatan dan ahli teknik pengairan.

4) Hasil observasi dan wawancara yang dilakukan terhadap upaya yang dilakukan dalam menghadapi bencana banjir bandang, unsur- unsur yang termasuk sistem penanganan bencana banjir yang meliputi berikut ini:a) meninggikan kembali darata yang rendah membuat parit dengan cara bergotong royong, b) pengerukkan sungai atau pedalaman sungai, c) membuat batu-batu bertingkat untuk menahan derasnya air dari hulu.

Berdasarkan kesimpulan di atas dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut: Bagi Masyarakat

Masyarakat semestinya mempunyai sikap preventif terhadap ancaman banjir yang mungkin saja bisa terjadi lagi.

Masyarakat hendaknya mempunyai pemikiran positif terhadap informasi terkait bencana, serta program pemerintah yang dicanangkan, serta tidak mudah terpancing dengan adanya isu-isu negatif. Bagi pemerintah agar dapat memperhatikan keadaan khususnya dikelurahan Tabing Banda Gadang Kota Padang, yang dekat dengan bantaran sungai seharusnya memperhatikan aspek kapasitas, pemerintah harus membangun fasilitas yang membuat jalur evakuasi untuk mempermudah masyarakat mengungsi, menyiapkan tes, pelatihan, dan sosialisasi untuk menurunkan resiko bencana.

Banyak cara yang dilakukan pemerintah agar masyarakat tidak perlu direlokasi, pemerintah harus setiap bulan melakukan survey dilapangan, seperti irigasi ditingkatkan, meninggikan sepdam memperdalam sungai dan dipasang batu-batu bertingkat supaya mengurangi derasnya air kelihir.

Perbukitan yang tadinya berfungsi sebagai penyerapan air ditahan, habis digunakan untuk perumahan.

Kelurahan Tabing Banda Gadang akibat terjadinya banjir yaitu tingginya curah hujan dihulu, dapat mengakibatkan longsor dan kemudian menimbulkan banjir bandang, penebangan liar dan alih

(23)

fungsi lahan berarti mengurangi dearah resapan air.

KepadaPenelitian selanjutnya dapat dijadikan sebagai pedoman dan acuan untuk melakukan penelitian tentang bencana banjir bandang dikelurahan Tabing Banda Gadang Kecamatan Nanggalo Kota Padang.

Daftar Pustaka

Bakornas PB. 2007. Pedoman Penanggulangan Banjir Tahun 2007- 2008. Jakarta.

Bakornas PBP.2006.Rencana Aksi Nasional Pengurangan resiko Bencana 2006- 2009.Jakarta

Moleong, L. J. (2005) metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.

Marfai. 2012. Bencana Banjir Jakarta dan Peran Masyarakat pada Fase Kesiapsiagaan. Dalam Indiyanto dan Kuswanjono (2012) Konstruksi Masyarakat Tangguh Bencana. Yogyakarta:

Kerjasama PT. Mizan pustaka dan Program studi Agama dan Lintas Budaya Sekolah Pasca Sarjana UGM Ma’mun. 2007. Mengurai Ancaman Banjir Jakarta. Pustaka Cerdasindo, Jakarta

Rahayu, Harkunti R. 2009. Banjir dan Upaya Penanggulangan.

Promise Indonesia.

Rachmamadhi Purwana. 2013.

Manajemen Kedaruratan Kesehatan Lingkungan

Dalam Kejadian Bencana.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 02 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi

Rehabilitasi dan

Rekonstruksi Pasca

PAHO 1981. Emergency Health Management After Natural Disaster. Pan American health Organization.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Jakarta: Badan Penanggulangan Bencana Nasional

Undang-undang Nomor. 47 tahun 2007.

Pedoman Penanggulangan

Bencana Bidang

Kesehatan.www.ppk- depkes.org. kpu diakses

Unesco. 2007. Petunjuk Praktis Partisipasi Masyarakat dalam

PenanggulanganBanjir.

Jakarta: Unesco office

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif &

RND. Bandung : Alfabeta

Sudibyakto dkk. (2012). Menuju Masyarakat Tangguh Bencana. In: Indiyanto, A.

dan Kuswanjono, A.

Konstruksi Masyarakat

Tangguh Bencana.

Yogyakarta: Mizan.

(24)

Referensi

Dokumen terkait

VOSviewer visualization of a term co-occurrence network based on title fields Binary Counting Most Influential Institutions This section presents the frequencies and the percentage