• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAYA HAMBAT EKSTRAK DAUN ASAM JAWA (Tamarindus indica Linn.) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "DAYA HAMBAT EKSTRAK DAUN ASAM JAWA (Tamarindus indica Linn.) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI "

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

1

DAYA HAMBAT EKSTRAK DAUN ASAM JAWA (Tamarindus indica Linn.) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI

Enterococcus faecalis

(The inhibition of Tamarindus indica Linn leaf extract on the growth of Enterococcus faecalis bacteria)

Ahmad Syarifuddin Hidayatullah*, Aprilia**

*Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah

**Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah

ABSTRACT

Background : Enterococcus faecalis is one of bacterial species in endodontic infections and commonly found in endodontic treatment failure. Extracts of leaf tamarind (Tamarindus indica Linn) has been reported to have antibacterial effects for gram-positive and gram-negative bacteria, so could be potentially developed as root canal sterilization agent. Purpose : Aim of this study was to determine inhibitory effect of tamarind extract to growth of Enterococcus faecalis. Methods : This study was an experimental study with post test only control group design and were tested by diffusion methods with 2 controls groups DMSO 1% as negative control, and ChKM as positive control and 4 groups concentration extracts of leaf tamarind one of each 3,125 mg/ml, 6,25 mg/ml, 12,5 mg/m and, 25 mg/ml, each group consisted of 8 samples. Inhibition effect were examined by measure diameter of clear zone around disc containing leaf extract of tamarind. Data were analyzed by statistic test. Results : Results showed that there were clear zone around disc containing leaf extract of tamarind, greater concentration of the extract greater diameter of the clear zone. Mean of inhibition zone at concentrations of 3,125 mg/ml (7,55 mm), 6,25 mg/ml (8,12 mm), 12,5 mg/ml (8,42 mm), 25 mg/ml (8,84 mm) for negative control DMSO 1 % (6.03 mm) and positive control ChKM (25.39 mm).

It had been proved that leaf extract of tamarind could inhibit the growth of E. faecalis (p<0,05). Conclution : Tamarind (Tamarindus indica Linn) leaf extract could inhibit the growth of Enterococcus faecalis at all concentrations.

Key words : Endodontic treatment, antibacterial, Enterococcus faecalis, tamarind, Tamarindus indica Linn

ABSTRAK

Latar belakang : Enterococcus faecalis merupakan salah satu jenis bakteri yang termasuk dalam infeksi endodontik dan banyak ditemukan dalam perawatan endodontik yang gagal. Ekstrak daun asam jawa (Tamarindus indica Linn) diketahui memiliki efek antibakteri terhadap bakteri gram positif dan gram negatif, sehingga potensial untuk dikembangkan sebagai obat sterilisasi saluran akar. Tujuan : Untuk mengetahui kemampuan ekstrak daun asam jawa dalam menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan desain penelitian post test only control group dan diuji dengan metode difusi dengan 2 kontrol yaitu kontrol negatif menggunakan DMSO 1%, kontrol positif menggunakan ChKM dan 4 konsentrasi ekstrak daun asam jawa yaitu 3,125 mg/ml, 6,25 mg/ml, 12,5 mg/ml dan 25 mg/ml dimana tiap kelompok terdiri dari 8 sampel. Daya hambat diperiksa dengan mengukur diameter zona jernih disekitar kertas saring yang mengandung ekstrak daun asam jawa. Analisis data menggunakan uji statistik. Hasil : Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya zona jernih disekitar kertas saring yang mengandung ekstrak daun asam jawa, makin besar konsentrasi makin besar diameter zona hambatnya. Rata – rata zona hambat pada konsentrasi 3,125 mg/ml (7,55 mm), 6,25 mg/ml (8,12 mm), 12,5 mg/ml (8,42 mm), 25 mg/ml (8,84 mm),untuk kontrol negatif DMSO 1% (6,03 mm) dan kontrol positif ChKM (25,39 mm). Ini menunjukkan bahwa ekstrak daun asam jawa dapat menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis (p<0,05).

Kesimpulan : Ekstrak daun asam jawa (Tamarindus indica Linn) dapat menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis pada semua konsentrasi.

Kata Kunci : Perawatan saluran akar, antibakteri, Enterococcus faecalis, asam jawa, Tamarindus indica Linn

Correspondence : Soegijanto Adi, Bagian Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah, Jl. Arif Rahman Hakim 150 Surabaya 60111 Indonesia.Telp. (031) 5912191

LAPORAN PENELITIAN

(8)

2

PENDAHULUAN

Karies gigi merupakan suatu infeksi yang prosesnya terjadi karena kerusakan pada jaringan keras gigi melalui proses kimiawi oleh mikroorganisme, dimulai dari kerusakan pada bagian anorganik dan berlanjut pada bagian organik.1 Mikroorganisme yang terdapat dalam karies merupakan sumber utama iritasi jaringan pulpa dan akan memproduksi toksin yang akan berpenetrasi ke dalam pulpa sehingga menyebabkan keradangan pulpa.2 Apabila sudah terjadi keradangan pulpa salah satu perawatan yang bisa dilakukan oleh dokter gigi adalah perawatan saluran akar. Tujuan utama dilakukannya perawatan saluran akar itu sendiri adalah menghilangkan bakteri sebanyak mungkin dari saluran akar dan menciptakan lingkungan yang tidak mendukung bagi organisme yang tersisa untuk dapat bertahan hidup.3

Perawatan saluran akar dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu preparasi saluran akar atau pembersihan dan pembentukkan, disinfeksi saluran akar atau sterilisasi dan obturasi saluran akar atau pengisian.4 Sterilisasi merupakan salah satu bagian integral dalam perawatan saluran akar dan penting bagi keberhasilan parawatan saluran akar. Penggunaan bahan sterilisasi saluran akar secara kimia akan membunuh mikroorganisme patogen dalam saluran akar. Bahan sterilisasi saluran akar harus memenuhi beberapa syarat antara harus efketif dalam membunuh mikroorganisme dalam saluran akar dengan efek jangka waktu yang cukup lama, tidak toksik, tidak mengiritasi saluran akar dan dapat menghambat rasa nyeri. 3

Bakteri yang paling banyak berada didalam saluran akar adalah golongan bakteri gram positif anaerob.

Bakteri Enterococcus merupakan salah satu jenis bakteri yang termasuk dalam infeksi endodontik.

Diantara berbagai spesies bakteri Enterococcus yang berada disaluran akar, spesies Enterococcus feacalis adalah spesies yang umumnya ditemukan pada perawatan saluran akar yang tidak berhasil.5,6 Enterococcus faecalis termasuk dalam golongan bakteri fakultatif anaerob yang dapat hidup dengan atau tanpa oksigen dan jenis bakteri kokus gram positif.7 Prevalensi infeksi yang disebabkan oleh bakteri Enterococcus faecalis pada saat perawatan saluran akar ini cukup tinggi. Hal ini disebabkan bakteri Enterococcus faecalis dapat berkompetisi dengan mikroorganisme lain karena memiliki factor virulensi tertentu yaitu lytic enzymes, cytolysin, aggregation substance, pheromones, dan lipoteichoic acid serta kemampuannya untuk bertahan hidup dalam waktu yang cukup lama pada keadaan sedikitnya asupan nutrisi.8

Pemberian bahan sterilisasi saluran akar bertujuan untuk mengeliminasi bakteri yang tidak dapat dihilangkan dengan proses chemo-mechanical seperti

instrumentasi dan irigasi. Berdasarkan sifat kimianya, bahan sterilisasi saluran akar dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan obat spesifik dan obat non spesifik yang dapat berupa satu atau kombinasi beberapa antibiotik. Salah satu obat sterilisasi saluran akar yang sering digunakan adalah golongan fenol, seperti ChKM (Cholorophenol Kamfer Menthol) yang memiliki kemamapuan desinfeksi dan mempunyai spektrum yang luas sehingga dapat digunakan dalam semua perawatan saluran akar.9 Namun obat sterilisasi golongan fenol ini memiliki beberapa kelemahan yaitu bersifat toksik, dapat membunuh sel yang masih poten, bersifat alergen sehingga dapat menimbulkan reaksi imun dan memiliki bau yang menyengat dan rasa yang tidak enak sehingga menimbulkan rasa kurang nyaman pada pasien.3

Beberapa tahun belakangan ini penggunaan tanaman obat sebagai bahan baku untuk menghasilkan beberapa obat alternatif semakin meningkat.

Peningkatan ini dikarenakan ada beberapa aspek yang mendukung antara lain kecenderungan kembali kealam (back to nature) dari pemakaian tanaman obat, efek samping yang ditimbulkan kurang dibandingkan dengan obat sintetis, biaya yang cukup mahal dan adanya resistensi terhadap mikroba patogen sehingga harus mencari sumber antimikroba baru. Salah satu tumbuhan yang sedang dikembangkan adalah tanaman asam jawa.10

Asam jawa (Tamarindus Indica Linn) merupakan tanaman yang sudah digunakan sebagai pengobatan tradisional untuk mengobati beberapa macam penyakit seperti demam, disentri, jaundice, gonococci dan ganguan pencernaan. Asam jawa memiliki kandungan antibakteri yang cukup luas dan merupakan sumber potensial dari antimikroba golongan baru.11 Asam jawa memiliki banyak kandungan zat diantaranya adalah flavonoid, tannin, saponins dan alkaloid yang sangat berguna untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit dan juga menghambat aktivitas bakteri. Sifat antibakteri tamarindus indica juga telah diteliti dan menunjukkan sifat antibakteri terhadap bakteri gram positif dan gram negatif seperti staphylococcus aureus dan Escheriachia coli.12

Pada penelitian yang dilakukan oleh Agada dkk (2012) menggunakan ekstrak daun asam jawa terbukti memiliki daya antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan nilai MIC (Minimal Inhibitory Concentration) pada konsentrasi 12,5 mg/ml dan nilai MBC (Minimal Bactericidal Concentration) pada konsistensi 25 mg/ml.13

Berdasarkan penelitian tersebut, dapat terlihat bahwa kandungan yang terdapat di dalam ekstrak daun asam jawa memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus yang merupakan jenis bakteri yang sama dengan Enterococcus faecalis, yaitu jenis bakteri gram positif fakultatif anaerob. Selain bahan uji dengan konsentrasi 12,5 mg/ml dan 25

(9)

3

mg/ml, pada penelitian ini juga menguji konsentrasi yang lebih kecil yaitu 3,125 mg/ml dan 6,25 mg/ml.

diharapkan dengan konsentrasi yang lebih kecil juga memiliki daya antibakteri sehingga dapat mengurangi efek toksisitasnya. Maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ekstrak daun asam jawa dapat menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis yang sering ditemukan pada saluran akar sehingga bisa dikembangkan sebagai obat alternatif sterilisasi saluran akar.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini tergolong jenis penelitian true experimental.14 Rancangan penelitian menggunakan post test only control group design dan diuji dengan metode difusi dengan 2 kontrol yaitu kontrol negatif menggunakan DMSO 1%, kontrol positif menggunakan ChKM dan 4 konsentrasi ekstrak daun asam jawa yaitu 3,125 mg/ml, 6,25 mg/ml, 12,5 mg/ml dan 25 mg/ml dimana tiap kelompok terdiri dari 8 sampel. Daya hambat diperiksa dengan mengukur diameter zona jernih disekitar kertas saring yang mengandung ekstrak daun asam jawa. Analisis data menggunakan uji statistik.

Daun asam jawa seberat 1 kg dicuci bersih menggunakan aquades, dikeringkan dari sisa aquades kemudian daun asam jawa dipotong-potong tipis lalu dijemur pada temperatur ruangan (32-35°C) selama ± 5 hari sampai sampel benar-benar kering yang ditandai dengan warna kecoklatan pada seluruh bagian daun kemudian beratnya dicatat. Kemudian daun yang kering diblender sampai terbentuk serbuk. Serbuk daun sebanyak 25 gr dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan pelarut etanol 96% sebanyak 100 ml, kemudian digoyang selama 1 jam untuk mencapai kondisi homogen dalam water bath dengan kecepatan 120 rpm (rotation per minutes). Selanjutnya larutan dimaserasi selama 24 jam pada suhu kamar. Setelah 24 jam, larutan difiltrasi dengan menggunakan penyaring Buchner sehingga menghasilkan residu penyaringan.

Kemudian residu penyaringan di angin-anginkan dan dilakukan remaserasi ulang selama 24 jam. Maserasi diulang sampai 3 kali. Lalu hasil saringan 1 – 3 dicampur menjadi satu dan dipekatkan menggunkaan Rotary vakum evaporator dengan suhu 60°C sampai didapatkan ekstrak pekat. Kemudian diencerkan menggunakan DMSO 1% hingga didapatkan ekstrak dengan konsentrasi 3,125 mg/ml, 6,25 mg/ml, 12,5 mg/ml dan 25 mg/ml. lalu ekstrak daun asam jawa yang akan diuji sebelum digunakan terlebih dahulu disterilkan dengan Syringe mikroporus membrane diameter 0,02πm.10,15,16

Selanjutnya pada kelompok kontrol negatif, kertas saring (disk) dicelupkan dalam DMSO 1% sebanyak 1 ml selama 10 detik, sedangkan pada kelompok kontrol positif, kertas saring (disk) dicelupkan pada larutan ChKM sebanyak 1 ml selama 10 detik.

Pada kelompok perlakuan, kertas saring (disk) dicelupkan dalam ekstrak daun asam jawa dengan berbagai konsentrasi selama 10 detik, kemudian meletakkan kertas saring tersebut pada tiap zona media BHI (Brain Heart Infusion) agar dengan menggunakan pinset steril dan agak ditekan. Lalu

petridish dimasukkan dalam anaerobic jar dan diinkubasi dalam inkubator selama 2x24 jam dengan suhu 37oC.

Setelah itu mengukur diameter zona hambat yang terbentuk berupa area jernih (clear zone) disekitar kertas saring dengan menggunakan digital calipers (dalam satuan mm) sebanyak 3 kali dari jarak terpanjang, sedang dan terpendek lalu dibagi 3 sehingga didapatkan reratanya (mean). Pengukuran tersebut dilakukan dari batas jernih terakhir yang berdekatan dengan koloni di sebelah kiri hingga batas kanan yang diukur pada jarak daerah jernih terpanjang.

Diameter zona hambat yang timbul menunjukkan adanya daya antibakteri pada masing-masing konsentrasi ekstrak daun asam jawa.

HASIL PENELITIAN

Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran distribusi dan peringkasan data guna memperjelas penyajian hasil.

Tabel 1 Hasil uji statistik deskriptif

Kelompok N Rerata Standart

Deviasi

K - (DMSO 1%) 8 6,03 0,01

K + (ChKM) 8 25,39 6,23

P 1 8 7,55 0,75

P 2 8 8,12 0,4

P 3 8 8,42 0,62

P 4 8 8,82 0,64

Berdasarkan tabel 1, didapatkan rerata kelompok yang paling tinggi yaitu kelompok K+ kemudian diikuti oleh P4, P3, P2, P1 dan K-. Setelah itu dilakukan uji normalitas menggunakan uji Shapiro- Wilk, karena jumlah sampel kurang dari 50. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel 2.

(10)

4

Tabel 2 Hasil uji normalitas

Variabel Shapiro - Wilk Sig

K - (DMSO 1%) 0,860 0,12

K + (ChKM) 0,875 0,168

P 1 0,908 0,339

P 2 0,975 0,934

P 3 0,983 0,975

P 4 0,967 0,874

Tabel diatas memperlihatkan bahwa setiap kelompok perlakuan memiliki nilai signifikansi >0,05, sehingga dapat dikatakan bahwa diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis

dalam satuan millimeter (mm) berdistribusi normal.

Tabel 3 Hasil uji Levene

Uji Levene Sig

31,470 0,000

Dari hasi uji homogenitas (Uji Levene) diketahui bahwa nilai siginfikansi adalah sebesar 0,000 mempunyai signifikansi kurang dari 0,05 (p<0,05) maka disimpulkan bahwa zona hambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis adalah tidak homogen sehingga dilakukan transformasi data.

Transformasi data dilakukan untuk menormalkan distribusi data yang tidak normal, setelah dilakukan transformasi data diulangi dengan tes homogenitas dilihat apakah data telah homogen atau tidak.

Tabel 4 Hasil uji Levene setelah transformasi data

Uji Levene Sig

17,784 0,000

Hasil transformasi data menunjukkan variasi data tidak homogen karena nilai signifikansi adalah sebesar 0,000 mempunyai signifikansi kurang dari 0,05 (p<0,05). Variasi data tidak homogen sehingga dilakukan uji non parametrik, yaitu uji Kruskal-Wallis.

Tabel 5 Hasil uji Kruskal-Wallis

Sig Chi-square 37,749

Df 5

Asymp.sig 0,000

Hasil uji Kruskal-Wallis diperoleh nilai signifikansi 0,000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan daya hambat bakteri Enterococcus faecalis yang bermakna pada masing-masing kelompok.

Tabel 6 Hasil Uji Mann-Whitney

Rerata Kelompok

(mm)

K + P 1 P 2 P 3 P 4

K - 0,001* 0,001* 0,001* 0,001* 0,001*

K + 0,001* 0,001* 0,001* 0,001*

P 1 0,074 0,036* 0,009*

P 2 0,293 0,021*

P 3 0,172

Keterangan *ada perbedaan bermakna

Dari hasi uji Mann-Whitney menunjukkan terdapat perbedaan daya hambat bakteri Enterococcus faecalis yang bermakna (p<0,05) adalah kelompok K ( + ) dengan kelompok K ( - ), kelompok P 1 dengan kelompok K ( + ) dan K ( - ), kelompok P 2 dengan kelompok K ( + ) dan K ( - ), kelompok P 3 dengan kelompok K ( + ), K ( - ) dan P 1, kelompok P 4 dengan kelompok K ( + ), K ( - ), P 1 dan P 2.

Sedangkan antara kelompok P 1 dengan kelompok P 2, kelompok P 2 dengan kemlopok P 3 dan kelompok P 3 dengan kelompok P 4 tidak terdapat perbedaan bermakna karena nilai signifikannya lebih besar dari 0,05 (p.>0,05).

PEMBAHASAN

Penelitian daya hambat ekstrak daun asam jawa terhadap pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis dilakukan dengan metode difusi yang menggunakan media BHI agar, karena cukup praktis dilakukan dan merupakan media agar yang efektif digunakan untuk mengetahui pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis yang merupakan bakteri gram positif anaerob.17 Metode difusi digunakan dalam penelitian ini karena peneliti dapat melihat tingkat sensitivitas Enterococcus faecalis terhadap ekstrak daun asam jawa (Tamarindus indica Linn). Selain itu metode difusi merupakan metode yang sederhana dan mudah prosedurnya serta dapat digunakan untuk menguji bakteri aerob maupun fakultatif anaerob.18

Bakteri Enterococcus faecalis merupakan bakteri anaerob fakultatif, oleh karena itu pada waktu penelitian bakteri diinkubasi dengan menggunakan anaerobic jar disertai gasspack anaerobic. Anaerobic jar dan Gasspack anaerobic dapat memberikan sebuah lingkungan untuk memindahkan suasana anaerob secara sempurna.18

Pemilihan DMSO 1% sebagai pengencer ekstrak daun asam jawa sekaligus sebagai kontrol negatif dikarenakan peneliti melakukan uji perbandingan kehomogenan ekstrak terlebih dahulu dengan menggunakan pengencer aquades dan DMSO 1%. Dari hasil tersebut diketahui bahwa ekstrak daun asam jawa

(11)

5

lebih homogen di dalam larutan DMSO 1%

dibandingkan dengan aquades. DMSO 1% memiliki kelemahan yaitu memiliki aktivitas antibakteri namun tidak sebesar konsentrasi ekstrak daun asam jawa sehingga yang mempunyai efek menghambat bakteri murni hanya berasal dari ekstrak daun asam jawa bukan dari pengencernya.19 Pada hasil uji statistik juga menujukkan bahwa DMSO 1% memiliki perbedaan yang bermakna dibandingkan dengan semua konsentrasi dan kontrol positif.

Pemilihan menggunakan ChKM sebagai kontrol positif karena salah satu bahan sterilisasi saluran akar yang paling sering digunakan selain cresophen. ChKM termasuk dalam derivate senyawa fenol, yang mekanisme kerja senyawa fenol dalam menghambat anti bakteri, yaitu dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri, menghambat fungsi selaput sel (transport zat dari sel satu ke sel lainnya) dan menghambat sintesis asam nukleat sehingga pertumbuhan bakteri dapat terhambat.9

Pada penelitian ini ekstrak daun asam jawa diteliti pada konsentrasi 3,125 mg/ml, 6,25 mg/ml, 12,5 mg/ml dan 25 mg/ml. pemilihan konsentrasi tersebut berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh (Agada dkk, 2012), dimana ektrak daun asam jawa terbukti dapat menghambat pertumbuhan bakteri staphylococcus aureus pada pemberian ekstrak daun asam jawa dengan konsentrasi 12,5 mg/ml diikuti dengan pemberian 25 mg/ml.13

Pada penelitian ini terlihat bahwa ekstrak daun asam jawa dapat menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis pada semua kelompok perlakuan dengan konsentrasi 3,125 mg/ml, 6,25 mg/ml, 12,5 mg/ml dan 25 mg/ml. hal ini disebabkan karena daun asam jawa mengandung zat antibakteri seperti senyawa alkaloid, flavonoid, tannin dan saponin. Di dalam senyawa alkaloid juga tedapat gugus basa yang mengandung reaksi nitrogen yang akan bereaksi dengan senyawa asam amino penyusun dinding sel bakteri (peptidoglikan) dan DNA bakteri. reaksi ini mengakibatkan terjadinya perubahan struktur dan susunan asam amino, sehingga akan menimbulkan perubahan keseimbangan genetik pada rantai DNA sehingga akan mengalami kerusakan yang akan mendorong terjadinya lisis sel bakteri.20

Mekanisme antibakteri dari senyawa flavonoid yaitu dengan bereaksinya gugus alkohol pada senyawa flavonoid dengan lipid dan asam amino yang berada pada dinding sel bakteri. Setelah merusak dinding sel, senyawa ini akan masuk ke inti sel. Inti sel bakteri akan mengalami lisis dan bakteri juga akan mengalami lisis dan mati.21

Mekanisme kerja tannin sebagai antibakteri berhubungan dengan kemampuan tannin dalam

menginaktivasi adhesi sel mikroba (molekul yang menempel pada sel inang) yang terdapat pada permukaan sel, enzim yang terikat pada membrane sel dan polipeptida dinding sel akibatnya sel tidak dapat melakukan aktifitas hidup sehingga pertumbuhan terhambat atau mati.22 Saponin bekerja sebagai anti bakteri dengan cara mendenaturasi sel dan merusak membran sel bakteri. Selain itu menurunkan tegangan permukaan sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa intraseluler akan keluar.23,24

Diameter zona hambat diukur dan diuji statistik dengan menggunakan uji non parametrik yaitu uji Kruskal-Wallis karena tidak memenuhi persyaratan untuk dilakukannya uji parametrik (uji One Way Anova) yaitu variasi data tidak homogen. Uji Kruskal- Wallis dengan tingkat kesalahan sebesar 5% (p<0,05) menunjukkan bahwa ekstrak asam jawa dapat menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis. Selanjutnya dilakukan uji Mann-Whitney untuk membandingkan hubungan antara zona hambat pada konsentrasi satu dengan yang lainnya. Dari uji Mann-Whitney didapatkan bahwa ada perbedaan bermakna antar kelompok kecuali kelompok P1 dan P2, P2 dan P3 serta P3 dan P4. Dapat disimpulkan bahwa perbedaan daya hambat antara kosentrasi 3,125 mg/ml dan 6,25 mg/ml, 6,25 mg/ml dan 12,5 mg/ml serta 12,5 mg/ml dan 25 mg/ml sangat sedikit, itu bisa terjadi karena kandungan antibakteri yang terdapat didalam setiap konsentrasi memiliki daya antibakteri yang hampir sama.

Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak daun asam jawa maka semakin besar pula diameter zona hambatnya. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun asam jawa maka konsentrasi kandungan bahan aktif yang terkandung didalamnya semakin tinggi sehingga kemampuan untuk menghambat bakteri juga semakin besar.25 Ekstrak daun asam jawa dengan konsentrasi 25 mg/ml (8,82 mm) memiliki rata-rata zona hambat terbesar dibandingkan dengan kontrasi 3,125 mg/ml (7,55 mm), 6,25 mg/ml (8,12 mm) dan 12,5 mg/ml (8,42 mm), namun ChKM memiliki zona hambat terbesar dibandingkan ekstrak daun asam jawa yaitu 25,36 mm. Itu juga terlihat pada uji statistik yang menunjukkan bahwa ChKM memiliki perbedaan yang bermakna dengan seluruh konsentrasi dan DMSO 1%.

Hal ini terjadi karena beberapa faktor. Pertama, ini dikarenakan ChKM memiliki kandungan fenol yang cukup besar yang terdiri dari 60% chloro-phenol, 40%

camphor, dan 6% menthol. Kandungan camphor yang terdapat didalam ChKM dapat memperpanjang efek antimikroba, sehingga daya hambat ChKM dapat lebih besar dibandingkan dengan ekstrak daun asam jawa.9

(12)

6

Alasan kedua, adalah karena mekanisme kerja dari ChKM sama dengan mekanisme kerja dari saponin yaitu menghancurkan sifat permeabilitas dinding sel dan akhirnya dapat menimbulkan kematian sel dengan cara membentuk senyawa kompleks dengan membran sel melalui ikatan hydrogen.26 Namun kandungan saponin dalam ekstrak daun asam jawa sangat sedikit dibandingkan dengan kandungan antimikroba lainnya sehingga tidak didapatkan zona hambat sebesar ChKM .13

Alasan yang ketiga, adanya perbedaan yang begitu besar juga terjadi karena karakteristik dari dinding sel bakteri Enterococcus faecalis. Bakteri Enterococcus faecalis yang merupakan bakteri gram positif memiliki satu struktur dinding sel yang lebih tebal.27 Karena karakteristik dinding sel bakteri yang tebal tersebut, maka akan sangat sulit bagi zat-zat aktif ekstrak daun asam jawa untuk menembus dinding sel. Selain itu bakteri gram positif juga mempunyai pertahanan terhadap kondisi asam berupa mekanisme pompa proton sehingga mampu menyeimbangkan pH dalam sel dan substrat antimikroba tidak dapat berpenetrasi ke dalam membran sitoplasma.28

Penelitian ini masih bersifat kualitatif yaitu untuk menunjukkan perbedan daya hambat ekstrak daun asam jawa terhadap pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis dengan konsentrasi 3,125 mg/ml, 6,25 mg/ml, 12,5 mg/ml dan 25 mg/ml. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa daya hambat konsentrasi tertinggi yaitu 25 mg/ml, namun ChKM memiliki zona hambat terbesar dibandingkan ekstrak daun asam jawa.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun asam jawa tidak dapat digunakan sebagai antibakteri penganti ChKM.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Ekstrak daun asam jawa (Tamarindus indica Linn) dapat menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis pada konsentrasi 3,125 mg/ml, 6,25 mg/ml, 12,5 mg/ml dan 25 mg/ml. Ekstrak daun asam jawa (Tamarindus indica Linn) pada konsentrasi terbesar (25 mg/ml) merupakan konsentrasi yang paling efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis, Konsentrasi terbesar pada penelitian ini (25 mg/ml) memiliki daya hambat yang lebih kecil dibandingkan ChKM sebagai kontrol positif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sabir A. 2005. Aktivitas antibakteri flavonoid propolis trigona sp terhadap bakteri Streptococcus mutans. Majalah Kedokteran Gigi.

Dent J, 38(3): 135-141

2. Walton RE, Torabinejad M. 2008. Prinsip dan praktek ilmu endodonsia. Edisi 3. Jakarta : ECG, h 36, 205, 230, 324-326 3. Athanassiadis B, Abbot PV, Walsh LJ. 2007. The use of calcium

hydroxide, antibiotics and biocides as antimicrobial medicaments in endodontics. Aust Dent J, 52 (1): 64-82

4. Wintarsih O, Riana K. 2009. Kebocoran apical pada irigasi dengan EDTA lebih kecil disbanding yang tanpa EDTA. Jurnal PDGI, 58(2) : 14-19

5. Congulu D, Atac U, 2007. Detection of Enterococcus faecalis in necrotic teeth root canals by cultur and polymerase chain reaction methods. European Jurnal of Dentistry, 70(1): 216-20

6. Ercan E, Dalli M, Yavuz I, Ozekinci T, 2006. Investigation microorganism in infected dental root canals. Biotechnol and Biotechnol Eq, 20(6): 166-72

7. Sedgley L. 2005. Survival of Enterococcus faecalis in root canal ex vivo. International Endodontic Journal. Volume 38 (10): 735- 742

8. Stuart CH, Schwartz SA, Beeson TJ, Owatz CB. 2006.

Enterococcus faecalis: its role in root canal treatment failure and current concepts in retreatment. JOE., 32(2): 93-97

9. Osswald R, 2005. The problem of endodontis and managing it trough conservative dentistry, p: 134-144

10. Doughari JH. 2006. Antimicrobial activity of Tamarindus indica Linn. Tropical Journal of Pharmaceutical Research, 5 (2): 597- 603

11. Khanzada SK dkk. 2008. Chemical constituents of Tamarindus indica L. Pak. J. Bot., 40(6): 2553-2559

12. Nwodo UU, Ngene AA, Iroegbu CU, Obiiyeke GC. 2010. Effects of fractionation on antibacterial activity of crude extract of Tamarindus indica. African Journal of Biotechnology Vol. 9(42), pp. 7108-7113

13. Agada GOA, Chollom SC, Gotep JG, GAmbo NN, Tyem AD, Okeke IO, Nwankiti OO, Okwori AEJ. 2012. Evaluation of Antimicrobial Potential of Ethanolic Leaf and Steam Bark Extracts of Tamarindus Indica. International Journal of Applied Microbiology Science, 1(3): 26-34

14. Sudibyo, 2009. Statistik penelitian aplikasi penelitian di bidang kesehatan. Universitas Negeri Surabaya: Surabaya. Universitas Press, h: 96

15. Kurniawati SW, 2008. Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Etanol Daun Asam Jawa (Tamarindus indica Linn) Terhadap Kultur Aktif Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, h: 50 16. Wijaya M, 2012. Ekstraksi Annonaceous Acetonin dari Daun

Sirsak, Annona Muricata, Sebagai Senyawa Bioaktif Antikanker.

Skripsi, Universitas Indonesia

17. Uttley AHC, George RC, Naidoo J, 2009. Epidemiology and Infection. Cambrige University Press, 103(1): 173-181

18. Bauman RW. 2004. Microbiology International Edition. San Fransisco: Pearson education INC and Pearson Benjamin Cummings, p 297-299

19. Patel JD, Anshu KS, Vipin K, 2009. Evaluation of Some Medicinal Plants Used in Traditional Wound Healing Preparations fo Antibacterial Property Against Some Pathogenic Bacteria. Journal of Clinical Immunology and Immunopathology Research. Volume 1 (1) p: 007-012

20. Rinawati ND, 2011. Daya antibakteri tumbuhan majapahit (Crescentia cujete I) terhadap bakteri Vibrio alginolyticus. Tugas Akhir, Surabaya: Jurusan Biologi, Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh November, h 9 21. Gunawan, 2009. Potensi Buah Pare (Momordica charantia l)

Sebagai Antibakteri Salmonella typhimurium. Program Studi Pendidikan Bioligi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mahasaraswati, Denpasar.

22. Naim. 2004. Senyawa Antimikroba dari Tumbuhan. FKH dan Sekolah Pascasarjana IPB. Available : http://eprints.Undip.ac.id/36728/1/18.Artikel1.pdf. Diakses tanggal 15 Desember 2013.

23. Kusuma, R, 2011. Identifikasi senyawa bioaktif pada tumbuhan meranti merah (Shorea smithiana Symington). Mulawarman Scientifie, Vol 10, No 2, h: 199-206

24. Nuriah MC, Faizatun A, Sumantri, 2009. Uji Aktivitas Abtibakteri Ekstrak Etanol Daun Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923, Escherichia coli ATCC 25922, Dan Salmonella typhi ATCC 1408. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, Vol 5. N0.2, h: 26-37 25. Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya, 2004. Kumpulan Kuliah Framakologi.

Fakultas Kedokteran Sriwijaya, Ed.2., Jakarta: EGC., h: 163-164

(13)

7

26. Noer IS, Nurhayati L, 2006. Bioaktivitas Ulva reticulate Forsskal Asal Gili Kondo Lombok Timur Terhadap Bakteri. Jurnal Biotika, 5(1): 45-60

27. Cooper GM, Hausman RE. 2004. The Cell: A Molecular Aproach 3rd ed. Washinton, D.C: ASM Press. p: 518-519

28. Poeloengan M, 2012. Pengujian Yoghurt probiotik pada pertumbuhan bakteri. Balai Besar Penelitian Veteriner, h: 303- 307

(14)
(15)
(16)

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH EKSTRAK BUAH ASAM JAWA (Tamarindus indica L.) TERHADAP KEMATIAN LARVA Aedes

kemampuan melarutkan zat antibakteri semakin besar, sehingga zat antibakteri yang didapat dengan metode infusa lebih besar daripada metode maserasi, akibatnya

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan uji toksisitas biji buah asam jawa (Tamarindus indica Linn.) terhadap Artemia salina Leach dengan menggunakan metode Brine Shrimp

antibakteri terhadap kedua jenis bakteri uji di mana Staphylococcus aureus mewakili bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif diwakili oleh Shigella dysenteriae ,

Hasil penelitian uji daya hambat antibakteri ekstrak daun ungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff.) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan

Bakteri Staphylococcus aureus yaitu bakteri dengan diameter 0,8 – 1 mikron degan susun menggerombol seperti anggur, termasuk ke dalam golongan gram positif,

kemampuan antibakteri terhadap bakteri gram positif (sebagai bakteri uji Staphylococcus aureus) dan bakteri gram negatif (sebagai bakteri uji Escherichia coli)

Menyatakan bahwa karya ilmiah/skripsi yang berjudul “Pengaruh Tingkat Salinitas terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Asam Jawa (Tamarindus indica, Linn.)” adalah bukan