• Tidak ada hasil yang ditemukan

06 SE Db 2021 Tentang Panduan Praktis Perencanaan Teknis Jembatan 02 M BM 2021

N/A
N/A
Ferdinand Roiman Sihombing 2107134689

Academic year: 2025

Membagikan "06 SE Db 2021 Tentang Panduan Praktis Perencanaan Teknis Jembatan 02 M BM 2021"

Copied!
1537
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

BIDANG JALAN DAN JEMBATAN

Panduan Praktis Perencanaan Teknis Jembatan

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

PANDUAN NO. 02 / M / BM / 2021

(6)

ii

Prakata

Puji syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas izin-Nya Panduan Praktis Perencanaan Teknis Jembatan dapat diselesaikan.

Penyusunan Panduan Praktis Perencanaan Teknis Jembatan ini didasari oleh kebutuhan akan suatu acuan yang mudah dipahami dalam merencanakan jembatan standar mulai dari tahapan awal hingga akhir yang mengakomodir standar rujukan teknologi terbaru yang dikeluarkan berlaku/digunakan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Panduan ini terdiri dari 5 (lima) volume yang saling berkaitan yang disusun berdasarkan tahapan perencanaan jembatan. Volume 1 tentang Perencanaan Umum dan Survei Jembatan. Pada Volume 1 ini dijelaskan cara menganalisis suatu jembatan mulai dari struktur atas, struktur bawah dan fondasi. Selain itu, diberikan penjelasan mengenai tahapan dalam melakukan penyelidikan untuk perencanaan jembatan. Volume 2 tentang Perencanaan Teknis Struktur Bangunan Atas Jembatan. Pada Volume 2 ini dijelaskan ketentuan dalam pemilihan tipe struktur, analisis pembebanan, perilaku dan perencanaan jembatan terhadap beban gempa, serta langkah dalam merencanakan struktur atas jembatan. Volume 3 tentang Perencanaan Teknis Struktur Bangunan Bawah dan Fondasi. Volume 3 menjelaskan perencanaan teknis struktur bawah yang meliputi perencanaan teknis pilar tunggal, pilar portal, dan pilar dinding serta perencaan teknis abutment tipe dinding, abutment jenis gravitasi, dan abutment jenis penopang (counterfort). Selain itu, dijelaskan pula tentang perencanaan teknis fondasi meliputi fondasi dangkal, fondasi sumuran, fondasi tiang beserta pile cap (kepala tiang). Volume 4 tentang Perletakan dan Sambungan Siar Muai, Bangunan Pengaman dan Tanah Timbunan, Lereng dan Likuifaksi. Pada Volume 4 ini dijelaskan ketentuan dalam pemilihan tipe dan perencanaan perletakan dan sambungan (siar muai). Selain itu, Volume 4 juga memaparkan penjelasan yang berhubungan dengan perkiraan stabilitas lereng buatan meliputi lereng galian dan lereng timbunan, perencanaan bangunan pengaman dan tanah timbunan (oprit), serta pertimbangan perencanaan terhadap potensi likuifaksi. Volume 5 tentang Contoh Perhitungan. Pada volume terakhir ini berisi tentang perhitungan perencanaan teknis jembatan mulai dari struktur atas, struktur bawah dan fondasi. Rumusan yang telah diberikan pada Volume 2, 3, 4 dihimpun menjadi satu pada Volume 5, namun diberikan juga tambahan contoh perhitungan jembatan standar lainnya yang tidak ada pada volume sebelumnya, seperti perencanaan box culvert, gelagar beton pratekan segmental 40 m dan 60 m, gelagar beton pratekan nonsegmental 40 m, serta pilar portal dengan balok transversal.

Panduan ini merujuk kepada perkembangan terbaru teknologi perencanaan jembatan yang juga sudah diakomodir pada Bridge Management System (BMS) Peraturan Teknik Jembatan dan BMS Panduan Perencanaan Jembatan terbaru. Rujukan utama BMS Peraturan Teknik Jembatan terbaru adalah AASTHO LRFD Bridge Design Specifications 8th Edition (2017).

Penjelasan dalam panduan ini juga merujuk kepada dokumen terbaru dari Federal Highway Administration (FHWA) dan National Highway Institue (NHI). Pembahasan tentang kriteria perencanaan dan penyelidikan lapangan merujuk kepada dokumen terbaru yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) atau yang lebih khusus adalah dokumen yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR.

Contoh perhitungan diambil dari berbagai proyek pembangunan jembatan yang telah dilaksanakan di Indonesia.

(7)
(8)

BIDANG JALAN DAN JEMBATAN

Panduan Praktis Perencanaan Teknis Jembatan

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

PANDUAN NO. 02 / M / BM / 2021

(9)

ii

Volume 1

Perencanaan Umum dan Survei Jembatan

(10)

iii Daftar Isi

Daftar Isi ... iii

Daftar Gambar ... vi

Daftar Tabel ... viii

1 Pendahuluan ... 1

1.1 Ruang lingkup ... 1

1.2 Acuan normatif ... 1

1.3 Tujuan panduan perencanaan ... 3

1.4 Susunan panduan ... 3

1.5 Penggunaan panduan ... 3

1.6 Penutup panduan ... 4

2 Metodologi perencanaan ... 5

2.1 Pendahuluan ... 5

2.2 Daftar istilah dan notasi ... 7

2.2.1 Daftar istilah ... 7

2.2.2 Notasi ... 11

2.3 Filosofi perencanaan ... 12

2.3.1 Umum ... 12

2.3.2 Keadaan batas ... 13

2.3.3 Faktor modifikasi beban (η) ... 14

2.4 Analisis struktur bangunan atas, bawah, dan fondasi ... 15

2.4.1 Umum ... 15

2.4.2 Analisis struktur bangunan atas ... 15

2.4.3 Gorong-gorong (box culvert) ... 41

2.4.4 Analisis struktur bangunan bawah ... 46

2.4.5 Analisis struktur fondasi ... 53

2.4.6 Analisis soil structure interaction (SSI) ... 57

2.5 Daftar pustaka ... 64

3 Penyelidikan untuk perencanaan jembatan ... 65

3.1 Pendahuluan ... 65

3.2 Daftar istilah ... 65

3.3 Maksud dan tahapan penyelidikan untuk perencanaan jembatan ... 66

3.3.1 Maksud ... 66

(11)

iv

3.3.2 Tahapan penyelidikan ... 66

3.4 Penyelidikan pendahuluan ... 67

3.4.1 Umum ... 67

3.4.2 Hal-hal pokok yang harus dilakukan pada penyelidikan pendahuluan ... 67

3.4.3 Laporan penyelidikan pendahuluan ... 69

3.5 Penyelidikan hidrologi dan hidrolika ... 69

3.5.1 Hidrologi ... 69

3.5.2 Hidrolika ... 72

3.5.3 Prinsip umum perencanaan hidrolika untuk pekerjaan jembatan ... 73

3.5.4 Laporan analisis penyelidikan hidrologi dan hidrolika ... 76

3.6 Survei dan pemetaan kondisi eksisting rencana jembatan ... 76

3.6.1 Umum ... 76

3.6.2 Pelaksanaan survei topografi ... 76

3.6.3 Pelaksanaan survei batimetri ... 80

3.6.4 Laporan survei batimetri ... 81

3.6.5 Penginderaan jauh ... 81

3.7 Data kondisi geologi ... 83

3.7.1 Umum ... 83

3.7.2 Maksud dan tujuan ... 83

3.7.3 Metodologi ... 83

3.7.4 Lingkup pekerjaan pemetaan atau penyelidikan geologi teknik ... 84

3.7.5 Penyusunan laporan ... 88

3.8 Penyelidikan tanah ... 89

3.8.1 Umum ... 89

3.8.2 Pemilihan penyelidikan tanah yang diperlukan ... 89

3.8.3 Pelaksanaan penyelidikan tanah di lapangan ... 91

3.8.4 Laporan penyelidikan tanah di lapangan ... 92

3.8.5 Pemilihan pengujian sampel tanah di laboratorium ... 93

3.8.6 Pelaksanaan pengujian sampel tanah di laboratorium ... 94

3.8.7 Laporan pengujian sampel tanah di laboratorium ... 98

3.9 Penyelidikan lain yang diperlukan ... 99

3.9.1 Umum ... 99

3.9.2 Data lalu lintas pelayaran kapal ... 99

3.9.3 Penyelidikan sampel tanah dasar sungai ... 99

(12)

v

3.9.4 Data kecepatan angin ... 100

3.9.5 Penyelidikan salinitas air ... 101

3.9.6 Data perubahan temperatur ... 101

3.10 Daftar Pustaka ... 103

(13)

vi

Daftar Gambar

Gambar 2.1-Tahapan perencanaan teknis jembatan ... 6

Gambar 2.2 - Pelat strip untuk analisis struktur beban mati pelat ... 16

Gambar 2.3 - Pemodelan struktur pelat untuk analisis pengaruh beban truk ... 17

Gambar 2.4 - Pemodelan struktur akibat beban mati pada jembatan tipe gelagar-pelat ... 20

Gambar 2.5 - Pemodelan struktur jembatan dengan pembebanan beban lalu lintas “D” ... 21

Gambar 2.6 - (a) Konfigurasi truk (b) keadaan batas ultimit dan layan (c) keadaan batas fatik ... 22

Gambar 2.7 - Konfigurasi roda untuk menghitung momen maksimum ... 22

Gambar 2.8 - Aturan tuas ... 24

Gambar 2.9 - Penentuan nilai de ... 26

Gambar 2.10 - Pemodelan struktur jembatan tipe pelat yang dibebani beban mati ... 28

Gambar 2.11 - Jembatan pelat yang dibebani beban BTR dan BGT ... 29

Gambar 2.12 - Pelat strip interior dan eksterior ... 30

Gambar 2.13 - Lebar ekivalen pelat strip eksterior ... 31

Gambar 2.14 - Penampang gelagar tipe U dan komponen-komponennya ... 32

Gambar 2.15 - Lebar pelat kantilever (wovh), lebar pelat antar sayap pada satu gelagar (w1) dan lebar pelat antar gelagar yang berdekatan (a) ... 32

Gambar 2.16 - Jarak tengah ke tengah sayap atas ... 33

Gambar 2.17 - Penampang melintang jembatan dengan gelagar U pratekan ... 34

Gambar 2.18 - Komponen-komponen struktur jembatan rangka batang standar ... 37

Gambar 2.19 - Contoh posisi sistem dek jembatan rangka ... 38

Gambar 2.20 - Detail lebar tributari pada gelagar stringer ... 38

Gambar 2.21 - Model struktur stringer dengan beban mati ... 38

Gambar 2.22 - Beban BTR pada stringer ... 39

Gambar 2.23 - Perhitungan pengaruh beban truk pada stringer ... 39

Gambar 2.24 - Pemodelan analisis struktur pada gelagar lantai ... 40

Gambar 2.25 - Pemodelan beban truk pada gelagar lantai (transverse beam) ... 40

Gambar 2.26 - Tampak samping sistem rangka batang utama ... 41

Gambar 2.27 - Pemodelan struktur rangka batang ... 41

Gambar 2.28 - Gorong-gorong sebagai jembatan ... 42

Gambar 2.29 - Lebar pelat strip gorong-gorong ... 44

Gambar 2.30 - Pemodelan struktur gorong-gorong ... 46

Gambar 2.31 - Beban yang bekerja pada abutment ... 47

Gambar 2.32 - Tampak pilar tunggal arah transversal jembatan (kiri) dan tampak pilar arah longitudinal jembatan (kanan) ... 48

Gambar 2.33 - Pemodelan struktur kepala pilar ... 48

Gambar 2.34 - Tampak pilar majemuk arah transversal jembatan (kiri) dan tampak pilar arah longitudinal jembatan (kanan) ... 49

Gambar 2.35 - Pemodelan struktur kepala pilar pada arah transversal ... 49

Gambar 2.36 - Pemodelan struktur pilar ... 50

Gambar 2.37 - Pembebanan struktur pilar ... 50

Gambar 2.38 - Penampang kritis pile cap ... 51

Gambar 2.39 - Keliling geser kritis fondasi tiang pada pile cap ... 52

Gambar 2.40 - Fondasi sumuran yang berada pada tanah nonkohesif ... 54

Gambar 2.41 - Komponen dalam tahanan tiang ... 55

(14)

vii

Gambar 2.42 - Gaya-gaya yang bekerja pada fondasi ... 56

Gambar 2.43 - Tegangan yang timbul akibat momen ... 56

Gambar 2.44 - Beban terpusat dan momen-momen ... 57

Gambar 2.45 - Complete model dan condensed matrix model ... 58

Gambar 2.46 - p-y curve per kedalaman ... 59

Gambar 2.47 - p-y curve per kedalaman tanah untuk pemodelan pilar tunggal ... 60

Gambar 2.48 - Gambar pemodelan fondasi pilar tunggal menggunakan metode interaksi tanah struktur ... 61

Gambar 2.49 - p-y curve per kedalaman tanah dan nilai linier spring tanah untuk pemodelan pilar majemuk ... 62

Gambar 2.50 - Pemodelan fondasi pilar majemuk menggunakan metode interaksi tanah struktur ... 63

Gambar 3.1 - Siklus hidrologi ... 69

Gambar 3.2 - Pengukuran jembatan ... 77

Gambar 3.3 - Patok BM (Bench mark) ... 77

Gambar 3.4 - Pengamatan titik kontrol dengan GPS geodetik ... 78

Gambar 3.5 - Pengukuran detail situasi ... 79

Gambar 3.6 - Gambar penampang melintang jalan ... 79

Gambar 3.7 - Ukuran jejak MBES versus sudut swath Ψ ... 80

Gambar 3.8 - Skema pengukuran batimetri ... 80

Gambar 3.9 - Contoh hasil penginderaan jauh menggunakan drone ... 83

Gambar 3.10 - Pengujian SPT di permukaan sungai ... 100

(15)

viii Daftar Tabel

Tabel 2.1 Lebar pelat lantai ekivalen ... 18

Tabel 2.2 Contoh jembatan tipe gelagar-pelat ... 19

Tabel 2.3 Tipe jembatan pelat ... 27

Tabel 2.4 Modulus of subgrade ... 45

Tabel 2.5 Nilai linier spring tanah untuk pemodelan pilar tunggal ... 61

Tabel 2.6 Nilai linier spring tanah untuk pemodelan pilar majemuk ... 63

Tabel 3.1 Perbandingan resolusi spasial antara citra ... 82

Tabel 3.2 Data kecepatan angin yang diperlukan untuk perencanaan ketahanan angin terhadap jembatan ... 101

Tabel 3.3 Pengelompokan salinitas air... 101

(16)

1 1 Pendahuluan

1.1 Ruang lingkup

Panduan ini digunakan sebagai acuan dalam tahapan perencanaan jembatan yang berisi tentang metodologi perencanaan dan penyelidikan lapangan. Objek utama dalam panduan ini adalah jembatan standar, sebagaimana yang diatur dalam Surat Edaran Ditjen Bina Marga No. 05/SE/Db/2017, sedangkan untuk jembatan pejalan kaki, jembatan kereta api, dan jembatan utilitas tidak termasuk dalam lingkup panduan ini.

Panduan ini merujuk kepada perkembangan terbaru teknologi perencanaan jembatan yang juga sudah diakomodir pada BMS Peraturan Teknik Jembatan dan BMS Panduan Perencanaan Jembatan terbaru. Rujukan utama BMS Peraturan Teknik Jembatan terbaru adalah AASTHO LRFD Bridge Design Specifications 8th Edition (2017). Penjelasan dalam panduan ini juga merujuk kepada dokumen terbaru dari Federal Highway Administration (FHWA) dan National Highway Institue (NHI).

Pembahasan tentang kriteria perencanaan dan penyelidikan lapangan merujuk kepada dokumen terbaru yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) atau yang lebih khusus adalah dokumen yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR. Daftar lengkap rujukan terdapat pada Daftar Pustaka pada setiap bab.

1.2 Acuan normatif

Dokumen referensi di bawah ini harus digunakan dan tidak dapat ditinggalkan untuk melaksanakan panduan ini.

SNI 1727:2013, Beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur lain.

SNI 1725:2016, Pembebanan untuk Jembatan.

SNI 2833:2016, Perencanaan jembatan terhadap beban gempa.

SNI 8460:2017, Persyaratan Perancangan Geoteknik.

SNI 03-2487:1991, Metode pengujian lapangan kekuatan geser baling tanah berkohesi.

SNI 03-4148.1:2000, Tata cara pengambilan contoh tanah dengan tabung dinding tipis.

SNI 03-6787:2002, Metode pengujian PH Tanah dengan alat PH meter.

SNI 13-6793:2002, Metode pengujian kadar air, kadar abu dan bahan organik dari tanah gambut dan tanah organik lainnya.

SNI 03-6797:2002, Tata cara klasifikasi tanah dan campuran tanah agregat untuk konstruksi jalan.

SNI 03-6870:2002, Cara uji kelulusan air di laboratorium untuk tanah berbutir halus dengan tinggi tekan menurun.

SNI 03-6871:2002, Cara uji kelulusan air untuk tanah berbutir kasar dengan tinggi tekan tetap.

SNI 1742:2008, Cara uji kepadatan ringan untuk tanah.

SNI 1965:2008, Cara uji penentuan kadar air untuk tanah dan batuan.

SNI 1966:2008, Cara uji penentuan batas plastis dan indeks plastisitas tanah.

(17)

2

SNI 1976:2008, Cara koreksi kepadatan tanah yang mengandung butiran kasar.

SNI 1967:2008, Cara uji penentuan batas cair tanah.

SNI 2813:2008, Cara uji kuat geser langsung tanah terkonsolidasi dan terdrainase.

SNI 2827:2008, Cara uji penetrasi lapangan dengan alat sondir.

SNI 3422:2008, Cara uji penentuan batas susut tanah.

SNI 3423:2008, Cara uji analisis ukuran butir tanah.

SNI 4153:2008, Cara Uji Penetrasi Lapangan dengan SPT.

SNI 2812:2011, Cara uji konsolidasi tanah satu dimensi.

SNI 1744:2012, Metode uji CBR laboratorium.

SNI 2455:2012, Cara uji triaksial untuk tanah dalam keadaan terkondolidasi tidak terdrainase (CU) dan terkonsolidasi terdrainase (CD).

SNI 3638:2012, Metode uji kuat tekan bebas tanah kohesif.

SNI 6874:2012, Cara uji sifat dispersif tanah lempung dengan hidrometer ganda.

SNI 4813:2015, Cara uji triaksial untuk tanah kohesif dalam keadaan tidak terkonsolidasi dan tidak terdrainase (UU).

SNI 6371:2015, Tata cara pengklasifikasian tanah untuk keperluan teknik dengan sistem klasifikasi unifikasi tanah.

SNI 8072:2016, Cara uji pengukuran potensi keruntuhan tanah di laboratorium.

AASHTO:2017, AASHTO LRFD bridge design specification, 8th Edition.

FHWA-NHI-15-047:2015, LRFD for highway bridge superstructures-reference manual.

British Standart 812:1989, Testing aggregates methods for determination of particle shape.

ASTM C128-15:2015, Standard test method for relative density (specific gravity) and absorption of fine aggregate.

ASTM D422-63(2007)e2:2007, Standard test method for particle-size analysis of soils (withdrawn 2016).

ASTM D512-12:2012, Standard test methods for chloride ion in water.

ASTM D516-11:2011, Standard test method for sulfate ion in water.

ASTM D854-14:2014, Standard test methods for specific gravity of soil solids by water pycnometer.

ASTM D1195 / D1195M-09(2015):2015, Standard test method for repetitive static plate load tests of soils and flexible pavement components, for use in evaluation and design of airport and highway pavements.

ASTM D2435 / D2435M-11:2020, Standard test methods for one-dimensional consolidation properties of soils using incremental loading.

ASTM D2664-04:2004, Standard test method for triaxial compressive strength of undrained rock core specimens without pore pressure measurements (withdrawn 2005).

(18)

3

ASTM D2850-15:2015, Standard test method for unconsolidated-undrained triaxial compression test on cohesive soils.

ASTM D4318-17:2017, Standard test methods for liquid limit, plastic limit, and plasticity index of soils.

ASTM D4373-14:2014, Standard test method for rapid determination of carbonate content of soils.

ASTM D4718-87(2007):2007, Standard practice for correction of unit weight and water content for soils containing oversize particles.

ASTM D4719-00:2000, Standard test method for prebored pressuremeter testing in soils.

ASTM D6635-01(2007):2007, Standard test method for performing the flat plate dilatometer.

ASTM D6683-14:2014, Standard test method for measuring bulk density values of powders and other bulk solids as function of compressive stress.

ASTM D6913-04(2009) e1:2009, Standard test methods for particle-size distribution (gradation) of soils using sieve analysis.

ASTM D7172-14:2014, Standard test method for determining the relative density (specific gravity) and absorption of fine aggregates using infrared.

EN ISO 22476-2:2005, Geotechnical investigation and testing - Field testing - Part 2.

EN ISO 22476-4:2012, Geotechnical investigation and testing - Field testing - Part 4.

EN ISO 22476-5:2012, Geotechnical investigation and testing Field testing - Part 5.

EN ISO 22476-6:2018, Geotechnical investigation and testing. Field testing.

EN ISO 22476-8:2018, Geotechnical investigation and testing - field testing.

1.3 Tujuan panduan perencanaan

Tujuan panduan praktis perencanaan teknis jembatan ini adalah sebagai acuan dalam perencanaan jembatan dan pedoman pelatihan tentang tahapan perencanaan jembatan.

Panduan ini diharapkan menjadi referensi bagi praktisi jembatan dalam menerjemahkan peraturan, norma, standar, pedoman, kriteria dan manual ke dalam praktik perencanaan.

Selain itu, panduan ini juga dapat digunakan sebagai referensi bagi akademisi.

1.4 Susunan panduan

Untuk mencapai pokok tujuan panduan perencanaan di atas, urutan pembahasan pada Volume 1 disusun sebagai berikut:

1) Bab 1 : Pendahuluan

2) Bab 2 : Metodologi perencanaan

3) Bab 3 : Penyelidikan untuk perencanaan jembatan 1.5 Penggunaan panduan

Panduan ini disusun berdasarkan alur tahapan perencanaan jembatan yang dibagi menjadi lima volume. Pembaca disarankan untuk memahami terlebih dahulu Bab 2 pada Volume 1 mengenai filosofi perencanaan dan pemilihan analisis struktur. Kemudian untuk penyelidikan

(19)

4

lapangan seperti penyelidikan geologi, geoteknik, hidrologi dan hidrolika akan dijelaskan dalam Bab 3 pada Volume 1.

1.6 Penutup panduan

Panduan ini menyajikan tahapan perencanaan jembatan standar dari awal hingga akhir, yang dapat digunakan bagi perencana, praktisi maupun akademisi. Semoga panduan ini bermanfaat dan dapat digunakan hingga masa yang akan datang. Meskipun kelak terdapat pembaruan peraturan atau code yang menjadi referensi di panduan saat ini, namun hakikatnya dasar-dasar perencanaan jembatan yang ada dalam panduan masih dapat digunakan sampai kapanpun.

(20)

5 2 Metodologi perencanaan

2.1 Pendahuluan

Perencanaan struktur jembatan harus menghasilkan struktur yang memenuhi pokok-pokok perencanaan sebagai berikut (SE Menteri PUPR No. 7/SE/M/2017):

1) Kekuatan dan stabilitas struktur (structural safety), 2) Keawetan dan kelayakan jangka panjang (durability), 3) Kemudahan pemeriksaan (inspectability),

4) Kemudahan pemeliharaan (maintainability),

5) Kenyamanan bagi pengguna jembatan (rideability), 6) Ekonomis,

7) Kemudahan pelaksanaan (constructability), 8) Estetika,

9) Dampak lingkungan pada tingkat yang wajar dan cenderung minimal.

Pemerintah melalui Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan Kementerian PUPR telah menerbitkan berbagai dokumen Norma, Standar, Pedoman, Manual dan Kriteria (NSPMK) sebagai acuan pekerjaan perencanaan struktur jembatan yang diharapkan memenuhi pokok- pokok perencanaan di atas.

Tahapan perencanaan teknis jembatan dapat dilihat pada Gambar 2.1. Faktor utama dalam tahapan tersebut adalah:

1) Pengumpulan data, 2) Filosofi perencanaan, 3) Beban rencana,

4) Metode analisis struktur,

5) Metode perhitungan kekuatan elemen struktur, 6) Penyajian hasil perencanaan.

Bab ini memberikan penjelasan mengenai poin 2) dan 4), yaitu dasar-dasar perencanaan jembatan seperti filosofi perencanaan, serta teori dasar analisis struktur dan pemilihan metode analisis struktur yang tepat untuk digunakan pada bangunan atas, bangunan bawah, dan fondasi.

(21)

6

Gambar 2.1-Tahapan perencanaan teknis jembatan

Pendahuluan Survey pendahuluan Tahap survey detail Tahap perencanaan Tahap penyelesaian akhir

Umum

Pengumpulan peta dasar 1. Peta topografi 2. Peta geologi 3. Peta tata guna lahan 4. Peta curah hujan

Pengumpulan data pendukung

1. Data jaringan jalan 2. Data kondisi lalu lintas 3. Data lokasi material 4. Harga satuan bahan, material dan upah 5. Data survey terdahulu

Konsep pendahuluan 1. Penentuan tipe bangunan atas

2. Penentuan tipe bangunan bawah

3. Elevasi muka jembatan 4. Lokasi penyelidikan tanah 5. Foto dokumentasi

Survey topografi

1. Pengukuran titik kontrol horizontal dan vertikal

2. Pengukuran penampang dan situasi dokumen tender 3. Pengukuran 200 m kiri dan kanan sungai sepanjang jalan 4. Pengukuran 100 m kiri dan kanan as jalan

5. Pengukuran 50 m kiri dan kanan tepi sungai

6. Perhitungan dan penggambaran

Suvey geoteknik

1. Cone Penetration Test (CPT) 2. Standard Penetration Test (SPT)

3. Pengambilan sampel 4. Pengujian laboratorium

Pengujian hidrologi

1. Karakteristik daerah aliran sungai

2. Karakteristik sungai 3. MAB dan MAN visual dan keterangan masyarakat sekitar 4. Analisis penampang sungai

Survey lingkungan 1. Survey aspek lingkungan 2. Pengumpulan Dok. AMDAL (RKL dan RPL, UKL dan UPL)

Perencanaan teknis 1. Kriteria desain 2. Analisis data lapangan 3. Konsep detail 4. Perhitungan teknis - Bangunan atas

- Bangunan bawah (termasuk fondasi) - Hidrologi

- Bangunan pelengkap 5. Penggambaran

- Gambaran umum, elevasi dan potongan melintang

- Layout lokasi perencanaan - Plan dan profil jembatan

- Detail bagian yang dipotong atau dibuang - Detail abutment, pilar dan penulangan - Detail gelagar atau lantai, potongan dan penulangan

- Detail bangunan pelengkap (railing, expansion joint, bearing, oprit, dan lain-lain)

6. Perhitungan volume dan biaya konstruksi

1. Penyiapan draft laporan akhir 2. Penyiapan draft laporan teknis

1. Penyerahan dokumen tender 2. Penyerahan laporan akhir

3. Penyerahan gambar desain

4. Penyerahan softcopy

(22)

7 2.2 Daftar istilah dan notasi

2.2.1 Daftar istilah 2.2.1.1

aspek rasio

rasio antara panjang dan lebar persegi panjang 2.2.1.2

berat

gaya gravitasi yang bekerja pada massa benda tersebut 2.2.1.3

deformasi (deformation)

suatu perubahan geometri struktural akibat pengaruh gaya, terdiri dari perpindahan aksial, perpindahan geser dan rotasi

2.2.1.4

derajat kebebasan (degree-of-freedom)

satu dari sejumlah gerakan translasi atau rotasi yang diperlukan untuk mendefinisikan gerakan dari titik kumpul. Bentuk perpindahan dari komponen dan atau dari keseluruhan struktur dapat ditentukan oleh sejumlah derajat kebebasan

2.2.1.5

elastik (elastic)

suatu perilaku material struktur dimana rasio antara tegangan terhadap regangan adalah konstan, material akan kembali ke posisi semula sebelum dibebani dan saat beban dilepaskan 2.2.1.6

elemen (element)

satu bagian dari komponen struktur yang terdiri dari satu material 2.2.1.7

faktor beban

pengali numerik yang digunakan pada aksi nominal untuk menghitung aksi rencana 2.2.1.8

faktor beban terkurangi

faktor beban yang digunakan apabila pengaruh dari aksi rencana akan menambah keamanan 2.2.1.9

faktor reduksi

suatu faktor yang dipakai untuk mengalikan kuat nominal untuk mendapatkan kuat rencana 2.2.1.10

fondasi

bagian jembatan yang meneruskan beban langsung ke tanah atau batuan

(23)

8 2.2.1.11

fondasi tiang

fondasi dalam yang relatif ramping, sepenuhnya atau sebagian tertanam di dalam tanah, diletakkan dengan pemancangan atau pemukulan, pengeboran, pengeboran dengan tangan, penyemprotan atau lainnya dimana mendapat kapasitasnya dari tanah sekitarnya dan atau dari lapisan batuan yang berada di bawah ujungnya

2.2.1.12

gaya dalam (internal forces)

gaya yang melawan gaya luar yang timbul akibat interaksi antar partikel dalam suatu benda, terdiri dari gaya aksial, gaya geser, momen lentur atau momen torsi

2.2.1.13 gempa

getaran yang terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang seismik

2.2.1.14 inelastic

perilaku struktural dimana rasio tegangan terhadap regangan adalah tidak konstan dan sebagian deformasi tetap terjadi saat beban dilepaskan

2.2.1.15

kekakuan (stiffness)

gaya dalam yang dihasilkan dari satu satuan deformasi 2.2.1.16

keseimbangan (equilibrium)

sebuah kondisi dimana jumlah gaya dan momen terhadap sembarang titik pada ruang adalah nol

2.2.1.17 kompatibilitas

persamaan geometris dari gerakan pada titik antarmuka dari komponen-komponen 2.2.1.18

komponen

unit struktural yang membutuhkan pertimbangan desain terpisah 2.2.1.19

kondisi batas

karakteristik kekangan struktur mengenai kondisi perletakan dan atau kontinuitas antar model- model struktur

2.2.1.20

lantai jembatan

sebuah komponen, dengan atau tanpa permukaan lapisan aus yang secara langsung mendukung beban roda

(24)

9 2.2.1.21

metode analisis (method of analysis)

suatu proses matematis dimana deformasi struktur, gaya dalam dan tegangan ditentukan 2.2.1.22

metode analisis rinci (refined methods of analysis)

metode-metode analisis struktur yang memperhitungkan keseluruhan struktur atas sebagai suatu satuan integral dan memberikan hasil berupa lendutan dan gaya dalam yang diperlukan 2.2.1.23

metode analisis struktur yang dapat diterima (accepted method of analysis)

metode analisis yang tidak memerlukan verifikasi lanjut dan telah menjadi ketetapan dalam praktik teknik struktur

2.2.1.24

metode beda hingga (finite difference method)

sebuah metode analisis dimana persamaan diferensial yang menentukan akan terpenuhi pada titik-titik diskrit pada struktur

2.2.1.25

metode elemen hingga (finite element method)

sebuah metode analisis dimana struktur didiskritisasi ke dalam elemen-elemen pada titik-titik kumpul, bentuk dari perpindahan elemen diasumsikan, kompatibilitas sebagian atau penuh dijaga di antara bidang antar muka elemen-elemen dan perpindahan titik kumpul ditentukan dengan menggunakan prinsip energi variasional atau metode-metode keseimbangan

2.2.1.26

metode garis leleh (yield line method)

suatu metode analisis pelat dimana sejumlah pola garis leleh yang mungkin terjadi diperiksa dengan maksud untuk menentukan kapasitasnya untuk memikul beban

2.2.1.27

metode grid atau gelagar bersilangan

metode grid atau gelagar bersilangan dari jembatan tipe gelagar dimana gelagar memanjang dimodelkan secara individu dengan elemen gelagar dan gelagar melintang dimodelkan dengan elemen gelagar ekivalen. Untuk gelagar komposit, lebar tributari pelat diperhitungkan pada perhitungan properti penampang dari gelagar individu

2.2.1.28

metode pelat lipat (folded plate method)

sebuah metode analisis dimana struktur dibagi-bagi ke dalam komponen pelat dan kedua persyaratan keseimbangan dan kompatibilitas dipenuhi pada bidang antarmuka komponen

(25)

10 2.2.1.29

metode seri atau harmonik (series or harmonic method)

suatu metode analisis dimana model beban dibagi menjadi beberapa bagian beban yang sesuai, yang mengizinkan tiap bagian beban tersebut untuk menyerupai satu batasan seri tak hingga konvergen yang mana deformasi struktur dideskripsikan

2.2.1.30

metode strip hingga (finite strip method)

sebuah metode analisis dimana struktur didiskritisasi ke dalam strip-strip sejajar. Bentuk dari perpindahan strip diasumsikan dan kompatibilitas sebagian dijaga di antara bidang antar muka elemen-elemen. Parameter perpindahan model ditentukan dengan menggunakan prinsip energi variasional atau metode-metode keseimbangan

2.2.1.31 model

suatu idealisasi matematis atau fisik dari struktur atau komponen yang digunakan untuk analisis

2.2.1.32

momen negatif (negative moment)

momen yang menyebabkan tarik pada sisi atas komponen lentur 2.2.1.33

momen positif (positive moment)

momen yang menghasilkan tarik pada sisi bawah elemen lentur 2.2.1.34

regangan (strain)

perpanjangan persatuan panjang 2.2.1.35

rentang tegangan (stress range)

selisih aljabar antara tegangan-tegangan ekstrem 2.2.1.36

sudut serong (skew angle)

sudut antara garis tengah tumpuan dengan garis yang tegak lurus garis tengah jalan raya 2.2.1.37

titik nodal (node)

suatu titik dimana elemen hingga atau komponen grid bertemu; berkaitan dengan beda hingga, suatu titik dimana persamaan-persamaan diferensial yang menentukan dipenuhi

(26)

11 2.2.2 Notasi

Berikut adalah semua notasi yang digunakan dalam panduan ini untuk bagian metodologi perencanaan:

Notasi Defenisi

b Panjang roda (mm); lebar gelagar (mm); lebar elemen pelat (mm); lebar pelat sayap di masing-masing sisi pelat badan (mm)

Csm Koefisien respon gempa elastis

d Tinggi dari gelagar atau stringer (mm); tinggi dari komponen (mm)

d

e Jarak horizontal dari garis tengah pelat badan terluar dari gelagar eksterior pada level pelat lantai ke tepi interior dari kerb atau barrier (mm)

I

Momen inersia (mm4)

J Inersia torsi st. venant (mm4)

K g Parameter pengaku longitudinal (mm4)

L

Panjang total jembatan yang dibebani (m); panjang komponen jembatan (mm) pada gaya akibat temperatur seragam

Nb Jumlah gelagar atau stringer

Nc Jumlah sel dalam gelagar boks beton

NL Jumlah lajur rencana

Q1 Pengaruh gaya

Rn Tahanan nominal

Rr Tahanan terfaktor

s

g

Spasi antar komponen penumpu (mm); spasi antar gelagar atau pelat badan (mm);

bentang bersih (mm); keserongan tumpuan yang diukur dari garis yang tegak lurus terhadap bentang (derajat)

t

s Tinggi dari pelat lantai beton (mm)

W

e Separuh dari spasi antara pelat badan ditambah overhang total (m)

i Faktor pengubah respons berkaitan dengan daktilitas, redundansi, dan klasifikasi operasional

D Faktor pengubah respon berkaitan dengan daktilitas

R Pengubah respon berkaitan dengan redundansi

I Faktor pengubah respon berkaitan dengan klasifikasi operasional

Faktor reduksi

i Faktor beban ke-i

(27)

12 2.3 Filosofi perencanaan

2.3.1 Umum

Perencanaan teknik jembatan di Indonesia sudah mengikuti metode LRFD (Load Resistance Factored Design) sejak diberlakukannya BMS Peraturan Teknik Jembatan pada tahun 1992.

BMS 1992 menamakannya dengan ‘Cara Rencana Keadaan Batas’ atau Limit-states Design Method. Metode LRFD menggunakan beberapa kombinasi beban yang dinamakan keadaan batas (limit states), sehingga nama lain dari metode LRFD adalah Metode Limit-states Design.

Metode Rencana Keadaan Batas sudah memperhitungkan variasi dan ketidakpastian pada baik beban maupun kekuatan elemen struktur. Level keamanan yang relatif merata atau seragam bisa dicapai pada struktur atas dan struktur bawah berdasarkan analisis risiko yang didapat dari teori reliabilitas. AASHTO mulai memberlakukan metode LRFD kepada semua jembatan baru di Amerika Serikat sejak tahun 2007 (FHWA-NHI, 2015).

Dalam perencanaan setiap elemen dan sambungan pada struktur jembatan harus memenuhi Persamaan 1 untuk setiap keadaan batas.

(1) Untuk beban-beban dengan nilai maksimum

i lebih sesuai maka:

D R I

0,95

    i    

(2)

Untuk beban-beban dengan nilai minimum

i lebih sesuai maka:

1 1, 0

i

D R I

  

  (3)

Keterangan:

i adalah faktor beban ke-i

i adalah faktor pengubah respon berkaitan dengan daktilitas, redundansi, dan klasifikasi operasional

D adalah faktor pengubah respon berkaitan dengan daktilitas

R adalah faktor pengubah respon berkaitan dengan redundansi

I adalah faktor pengubah respon berkaitan dengan klasifikasi operasional

adalah faktor reduksi

Q

i adalah pengaruh gaya

R

n adalah tahanan nominal

R

r adalah tahanan terfaktor

Faktor beban adalah faktor pengali beban yang didasarkan dari hasil analisis statistik, dan biasanya lebih besar dari 1,0. Nilai faktor beban memperhitungkan kemungkinan variasi

i i Qi Rn Rr

 

  

(28)

13

beban, akurasi analisis, dan probabilitas terjadinya beban yang berbeda secara bersamaan.

Nilai faktor beban juga terkait dengan nilai statistik ketahanan melalui proses kalibrasi.

Faktor reduksi juga faktor pengali yang didasarkan pada hasil analisis statistik, tetapi dikalikan dengan reduksi nominal. Nilai faktor reduksi umumnya lebih kecil atau sama dengan 1,0. Nilai faktor reduksi ini memperhitungkan variasi karakteristik material, dimensi penampang elemen struktur dan kualitas pengerjaan. Nilai faktor reduksi juga terkait dengan nilai statistik beban melalui proses kalibrasi.

Beberapa konsep penentuan faktor beban adalah sebagai berikut:

1) Nilai faktor beban yang rendah diterapkan pada beban dengan variasi yang rendah.

Contoh: variasi berat jenis air sangat rendah, sehingga nilai faktor beban terkait air selalu 1,0.

2) Kebalikan dari poin 1) di atas, nilai faktor beban yang besar diterapkan pada beban dengan variasi yang besar.

Contoh: beban kendaraan sangat bervariasi baik dari segi besaran dan konfigurasi, sehingga nilai faktor beban untuk beban kendaraan pada kombinasi Kuat I adalah 1,80.

3) Kemungkinan terjadinya beban secara bersamaan.

Contoh: pada kombinasi ekstrem I, dimana beban gempa diperhitungkan, faktor beban untuk beban hidup hanya 0,5 bahkan bisa dipilih 0 (tergantung klasifikasi jembatan). Pada kombinasi ekstrem II juga digunakan faktor beban hidup 0,5. Hal ini berdasarkan kecilnya kemungkinan terjadi beban hidup yang maksimal pada saat kejadian ekstrem.

2.3.2 Keadaan batas

Keadaan batas adalah suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan pendekatan perencanaan dimana jembatan atau elemen yang melebihi keadaan ini tidak lagi memenuhi persyaratan perencanaan. Dalam konteks Metode Rencana Keadaan Batas, tercapainya keadaan batas yang bisa dinyatakan secara matematis dengan Rr

 

  i i Qi

1,0 tidaklah

selalu berarti kegagalan pada jembatan ataupun elemen tersebut. Kondisi ini lebih menunjukkan bahwa jembatan atau elemen tersebut tidak lagi memenuhi persyaratan.

Persyaratan untuk setiap keadaan batas juga bersifat unik dan tidak semua keadaan batas atau kombinasi bisa diterapkan pada semua jembatan. Perencana harus menetapkan keadaan batas mana saja yang relevan dengan jembatan yang direncanakannya.

Keadaan batas yang dikenal pada BMS 1992 adalah keadaan batas ultimit atau runtuh dan keadaan batas kelayanan. Keadaan batas pada AASHTO 2017 yang juga digunakan oleh SNI 1725-2016 Pembebanan untuk Jembatan dan BMS terbaru adalah:

1) Keadaan batas layan (service limit state)

2) Keadaan batas fatik dan fraktur (fatigue and fracture limit state) 3) Keadaan batas ultimit (strength limit state)

4) Keadaan batas kejadian ekstrem (extreme event limit state)

Setiap keadaan batas terdiri atas beberapa kombinasi beban. Setiap kombinasi beban menggambarkan tipe beban dan nilai faktor beban yang berbeda. Perbedaan ini didasarkan pada kondisi pembebanan yang diinginkan dan probabilitas terjadinya beberapa beban secara bersamaan.

(29)

14 2.3.2.1 Keadaan batas daya layan

Keadaan batas daya layan adalah kondisi yang berkaitan dengan lendutan, retakan, keawetan, dan getaran. Keadaan ini memberlakukan persyaratan desain yang akan memastikan dan mempertahankan kemampuan fungsional struktur selama masa layannya.

Kombinasi beban yang digunakan pada keadaan batas layan ini meliputi beban-beban yang diperkirakan akan terjadi beberapa kali pada masa layan jembatan. Pada keadaan ini, jika nilai batas terlampaui maka berarti tegangan, deformasi, lebar retak telah melebihi persyaratan dan akan mengganggu tingkat kelayanan jembatan. Kondisi ini tidak berarti kegagalan elemen dan struktur.

2.3.2.2 Keadaan batas fatik dan fraktur

Fatik dapat secara luas didefinisikan sebagai berkurangnya ketahanan material di bawah fluktuasi tegangan, dimana hal ini terkait dengan kehilangan kekuatan komponen akibat beban yang berulang. Agar jembatan tidak mengalami kegagalan akibat fatik selama umur rencana, maka perlu adanya syarat keadaan batas fatik. Untuk tujuan ini, perencana harus membatasi rentang tegangan akibat satu beban truk rencana pada jumlah siklus pembebanan yang dianggap dapat terjadi selama umur rencana jembatan.

Keadaan batas fraktur disyaratkan dalam perencanaan dengan menggunakan persyaratan kekuatan material sesuai spesifikasi. Keadaan batas fatik dan fraktur dimaksudkan untuk membatasi terjadinya retak akibat beban siklik yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya kegagalan fraktur selama umur rencana jembatan.

2.3.2.3 Keadaan batas ultimit

Keadaan batas kekuatan disyaratkan dalam perencanaan untuk memastikan adanya kekuatan dan kestabilan jembatan yang memadai, baik yang sifatnya lokal maupun global, untuk memikul kombinasi pembebanan yang secara statistik mempunyai kemungkinan cukup besar untuk terjadi selama masa layan jembatan. Kombinasi beban pada keadaan batas ini kemungkinan besar tidak akan terjadi saat operasional jembatan pada situasi normal, tetapi diperkirakan bisa terjadi pada usia layan jembatan. Kerusakan elemen struktur akan terjadi pada kondisi dimana nilai batas tercapai, tetapi integritas struktur secara keseluruhan masih dapat dipertahankan.

2.3.2.4 Keadaan batas kondisi ekstrem

Keadaan batas ekstrem diperhitungkan untuk memastikan struktur jembatan dapat bertahan akibat kejadian yang dikategorikan ekstrem. Keadaan batas ekstrem merupakan kejadian dengan frekuensi kemunculan periode ulang yang lebih besar secara signifikan dibandingkan dengan umur rencana jembatan. Terdapat 2 keadaan ekstrem yang diperhitungkan pada jembatan: akibat gempa dan tumbukan kapal serta kendaraan. Terjadinya tegangan pada area inelastic dan kerusakan pada elemen struktur akan terjadi jika nilai batas keadaan ini tercapai.

2.3.3 Faktor modifikasi beban (η)

Faktor modifikasi beban adalah kombinasi beberapa faktor akibat pengaruh daktilitas, redundansi dan kepentingan operasional. Ketiga faktor ini diberi notasi ηD, ηR dan ηI. Perkalian faktor beban dengan faktor daktilitas dan redundansi mungkin akan sedikit

(30)

15

membingungkan karena 2 hal ini terkait dengan tahanan atau kapasitas elemen dan struktur.

Faktor ini ditempatkan sebagai pengali beban, bukan reduksi, karena penggunaannya terkait dengan kondisi beban.

2.3.3.1 Daktilitas (ηD)

Faktor daktilitas bisa dimodifikasi untuk kombinasi pada keadaan batas ultimit untuk menggambarkan karakteristik daktilitas struktur. Nilai 1,05 digunakan pada struktur dengan sambungan dan elemen tidak daktail. Nilai yang lebih rendah yaitu 0,95 bisa digunakan pada struktur dengan sambungan dan elemen yang sudah teruji melebihi persyaratan daktilitas sesuai spesifikasi. Untuk kombinasi selain keadaan batas ultimit, nilai faktor daktilitas yang digunakan adalah 1,0.

2.3.3.2 Redundansi (ηR)

Faktor redundansi digunakan untuk menggambarkan tingkat redundansi elemen dan struktur.

Pada kombinasi keadaan batas ultimit, nilai 1,05 digunakan jika elemen atau struktur tidak memiliki redundansi yang cukup. Nilai 0,95 bisa digunakan pada elemen atau struktur dengan kondisi redundansi yang telah terbukti melebihi kondisi umum. Nilai yang biasa digunakan pada elemen dan struktur konvensional adalah 1,0. Nilai faktor redundansi pada kombinasi selain keadaan batas ultimit diambil 1,0. Besaran nilai faktor redundansi dapat bervariasi karena ditentukan berdasarkan engineering judgement perencana sehingga bersifat subjektif.

2.3.3.3 Kepentingan operasional (ηI)

Nilai faktor kepentingan operasional harus disesuaikan dengan keputusan pemilik jembatan:

apakah jembatan tersebut termasuk klasifikasi sangat penting, penting atau lainnya. Besarnya nilai faktor kepentingan operasional juga berkisar antara 1,05 untuk jembatan sangat penting dan 0,95 untuk jembatan yang termasuk klasifikasi jembatan lainnya. Nilai faktor kepentingan operasional sebesar 1,0 digunakan pada kombinasi selain keadaan batas ultimit.

2.4 Analisis struktur bangunan atas, bawah, dan fondasi 2.4.1 Umum

Pada bagian ini membahas tata cara pemodelan dan analisis struktur jembatan. Terdapat dua metode yang digunakan dalam analisis struktur, yaitu metode pendekatan dan metode analisis rinci. Metode pendekatan merupakan suatu metode analisis struktur dengan cara membagi struktur jembatan ke dalam bentuk strip yang mewakili struktur global untuk perhitungan pengaruh (gaya dalam dan deformasi) akibat pembebanan pada struktur jembatan. Elemen struktur dimodelkan dan dianalisis sebagai gelagar 1 dimensi, sedangkan analisis struktur rinci merupakan metode analisis struktur dengan memodelkan struktur jembatan ke dalam bentuk dua atau tiga dimensi dengan menggunakan metode elemen hingga.

2.4.2 Analisis struktur bangunan atas 2.4.2.1 Pelat lantai

Pelat merupakan komponen struktur jembatan yang memikul langsung beban kendaraan pada sistem struktur jembatan. Beban yang bekerja pada pelat terdiri dari beban mati dan beban hidup kendaraan. Analisis struktur pelat dilakukan dengan memodelkan pelat sebagai

(31)

16

elemen balok satu dimensi di atas banyak tumpuan pada arah transversal jembatan. Panjang bentang pelat ditetapkan berdasarkan spasi antar gelagar dengan tumpuan terletak berada di garis as gelagar.

Gambar 2.2 - Pelat strip untuk analisis struktur beban mati pelat

Pengaruh beban mati yang terdiri dari momen dan geser (MA dan MS) pada pelat dihitung berdasarkan lebar pelat strip selebar 1000 mm. Beban mati yang bekerja pada pelat terdiri dari berat sendiri pelat, beban barrier dan lapisan permukaan jembatan (perkerasan jalan).

Beban mati ini diasumsikan sebagai beban merata yang bekerja pada pelat yang dihitung berdasarkan berat isi material yang digunakan. Nilai berat isi material dapat dilihat pada Tabel 2 SNI 1725:2016. Pemodelan struktur pelat untuk perhitungan pengaruh beban mati diperlihatkan pada Gambar 2.2.

Pengaruh beban hidup truk (momen dan geser) pada pelat ditentukan berdasarkan lebar strip ekivalen. Lebar strip ekivalen pelat bernilai berbeda yang mana nilai lebar ekivalen tergantung kepada jenis pelat yang digunakan, arah strip utama yang ditinjau dan lokasi pelat yang ditinjau (kantilever, momen positif dan momen negatif). Penentuan lebar pelat strip ekivalen untuk perhitungan pengaruh beban hidup kendaraan pada pelat diperlihatkan pada Tabel 2.1.

(b)

Gelagar

sg (a)

Pemodelan struktur (c)

sg sg

sg

1 m

sg

sg sg

Pelat dek

Pelat strip

sg sg

sg sg

sg

Pelat Strip

(32)

17

Gambar 2.3 - Pemodelan struktur pelat untuk analisis pengaruh beban truk Untuk kasus dimana jarak antar gelagar lebih besar dari jarak antar diafragma, sehingga pelat melentur pada arah memanjang jembatan. Untuk kasus seperti ini, pelat dimodelkan sebagai elemen gelagar di atas banyak tumpuan dengan tumpuannya adalah diafragma. Lebar efektif pelat yang digunakan berdasarkan lebar strip seperti yang ditetapkan pada Tabel 2.1. Beban truk yang bekerja pada pelat adalah beban truk pada arah memanjang jembatan dengan konfigurasi sumbu seperti yang diatur dalam SNI 1725:2016.

P

sg

sg

300

P

sg

sg

(a)

1750

Lebar pelat momen negatif Lebar pelat kantilever

P

sg

sg

(b)

Lebar pelat momen postif

Lebar ekivalen

1200

P

sg

sg

1750

(33)

18

Tabel 2.1 Lebar pelat lantai ekivalen

Tipe pelat Arah strip utama relatif terhadap lalu lintas

Lebar strip utama (mm) Beton:

Cor di tempat

Cor di tempat dengan bekisiting beton yang ditinggal di tempat

Pracetak, pasca-tarik

Kantilever Baik sejajar atau

tegak lurus Baik sejajar atau

tegak lurus Baik sejajar atau

tegak lurus

1140 0,833X 660 0,55

M S

  

1220 0, 25

M S

  

660 0,55

M S

   1220 0, 25

M S

  

660 0,55

M S

  

1220 0, 25

M S

  

Baja:

Grid terbuka

Grid terisi penuh atau sebagian

Grid komposit tidak terisi

Tulangan utama Tulangan utama Tulangan utama

0,007 P  4,0 S

b

Pasal 3.6.2.1.8 Pasal 3.6.2.1.8 Kayu:

Glulam prafabrikasi

o Tidak saling terkoneksi Sejajar 2,0h760

Tegak lurus 2,0h1020

o Saling terkoneksi Sejajar 2280 0, 07L

Tegak lurus 4,0h760

Laminasi dengan tegangan Sejajar 0,8S2740

Tegak lurus 10S610

Laminasi dengan paku besar atau pasak

o Pelat menerus atau panel

saling terkoneksi Sejajar 2,0h760

Tegak lurus 4,0h1020

o Panel tidak saling

terkoneksi Sejajar 2,0h760

Tegak lurus 2,0h1020

Sumber: Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan Bagian 3, 2017

Pemodelan struktur pelat untuk perhitungan pengaruh beban hidup diperlihatkan pada Gambar 2.3. Ketentuan-ketentuan pemodelan dan perhitungan pengaruh beban truk terhadap pelat adalah sebagai berikut:

1) Beban roda terluar ditempatkan sejauh 300 mm dari sisi dalam barrier.

2) Jarak antar roda pada satu kendaraan adalah sebesar 1750 mm.

3) Jarak antar roda pada dua kendaraan yang berdekatan minimal sebesar 1000 mm.

4) Beban roda kendaraan ditempatkan sedemikian rupa pada pelat sehingga mewakili semua kemungkinan posisi roda yang mungkin bekerja pada pelat, nilai pengaruh dari beban kendaraan terhadap pelat ditentukan dari nilai envelope maksimum.

(34)

19

5) Nilai pengaruh akibat beban truk harus dibagi dengan lebar efektif pada lokasi yang ditinjau (di kantilever, daerah momen positif atau momen negatif) untuk mendapatkan nilai pengaruh per meter lebar pelat.

6) Nilai pengaruh kendaraan dikalikan dengan faktor pembesaran dinamis (FBD) sebesar 30% seperti yang ditetapkan dalam SNI 1725:2016 pada Bagian 8.6 untuk semua keadaan batas kecuali fatik. Untuk fatik, faktor FBD diambil sebesar 15%.

2.4.2.2 Jembatan tipe gelagar-pelat

2.4.2.2.1 Jenis-jenis jembatan tipe gelagar-pelat

Jembatan tipe gelagar-pelat merupakan tipe jembatan dengan sistem struktur atas utama terdiri dari pelat dan gelagar. Fungsi utama pelat adalah sebagai lantai kendaraan dan meneruskan beban ke gelagar. Yang termasuk ke dalam kategori tipe jembatan gelagar-pelat adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Contoh jembatan tipe gelagar-pelat

No. Material gelagar Material pelat

1. Baja Beton cor ditempat

2. Baja Beton pracatak

3. Baja Baja

4. Baja Kayu

5. Beton cor ditempat Beton cor ditempat 6. Beton pracatak Beton cor ditempat 7. Beton pracatak Beton pracatak

8. Kayu Kayu

2.4.2.2.2 Analisis struktur terhadap beban mati (MS dan MA)

Distribusi beban mati pada jembatan tipe gelagar-pelat ditentukan berdasarkan lebar tributari.

Lebar tributari diambil sebesar setengah spasi gelagar kanan dan kiri pada gelagar yang ditinjau. Beban mati yang diperhitungkan terdiri dari:

1) Berat sendiri gelagar, 2) Pelat,

3) Trotoar, 4) Barrier, 5) Diafragma,

6) RC pelat (pada beton pratekan).

Khusus untuk barrier yang dicor atau dipasang setelah pelat mengeras, berat total barrier diasumsikan terbagi rata di semua gelagar. Untuk simplifikasi dan mempermudah perhitungan, diafragma dapat diasumsikan sebagai beban merata pada gelagar yang dihitung dengan cara membagi berat total diafragma dengan panjang gelagar dan dibagi secara merata ke semua gelagar.

Perhitungan pengaruh (momen dan geser) beban mati pada gelagar dilakukan dengan memodelkan gelagar dan pelat dengan lebar tributari sebagai elemen balok satu dimensi yang dibebani dengan beban merata. Jika jembatan adalah jembatan bentang sederhana, maka

(35)

20

struktur dimodelkan sebagai elemen balok di atas dua tumpuan sederhana. Gambar detail simplifikasi pemodelan analisis struktur terhadap beban mati pada jembatan tipe gelagar-pelat diperlihatkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 - Pemodelan struktur akibat beban mati pada jembatan tipe gelagar-pelat 2.4.2.2.3 Analisis struktur terhadap beban lalu lintas (beban lajur “D”)

Untuk tinjauan efek beban lalu lintas terhadap struktur atas jembatan, maka perlu disesuaikan dengan jenis beban yang bekerja. Berdasarkan SNI 1725:2016, beban lalu lintas terdiri dari beban “T” (truk) dan beban “D” (beban merata). Intensitas beban “T” dan beban “D” diatur dalam SNI 1725:2016 Pasal 8.

Untuk analisis pengaruh beban “D”, beban lalu lintas dimodelkan sebagai beban merata (BTR) dan beban terpusat (BGT) di atas balok satu dimensi. Beban BTR dan BGT diterapkan pada jembatan dengan area penerapan beban adalah sepanjang jembatan dan selebar jalan raya pada jembatan. Besarnya beban BTR dan BGT dihitung berdasarkan lebar tributari pelat dimana lebar tributari yang digunakan sama dengan lebar tributari pelat untuk menghitung pengaruh beban mati seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.4 (c). Besar beban BTR diperoleh dari perkalian antara beban BTR (kN/m2) dengan lebar efektif pelat sehingga diperoleh beban merata per meter panjang (kN/m). Beban garis BGT (kN/m) dikalikan dengan lebar efektif sehingga diperoleh beban terpusat dengan satuan kN. Pemodelan struktur

QMS dan QMA

sg

bef = sg

(c) sg sg

sg sg

(a) sg

sg

(d)

sg (b)

bef = sg

(36)

21

jembatan terhadap beban “D” untuk kasus jembatan bentang sederhana diperlihatkan seperti pada Gambar 2.5. Untuk jembatan bentang menerus, pembebanan harus diatur sedemikian rupa sehingga memberikan pengaruh geser dan momen maksimum sesuai dengan SNI 1725:2016.

Gambar 2.5 - Pemodelan struktur jembatan dengan pembebanan beban lalu lintas “D”

2.4.2.2.4 Analisis struktur terhadap beban lalu lintas (beban truk “T”)

Untuk analisis pengaruh beban truk (“T”) terhadap gelagar, analisis struktur dapat dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan. Prosedur analisis struktur terhadap beban “T”

dengan metode pendekatan adalah sebagai berikut:

1) Memodelkan sistem dek sebagai balok satu dimensi, jika jembatan yang ditinjau adalah jembatan dengan bentang sederhana, maka pemodelan struktur berupa balok di atas dua tumpuan sederhana. Pengaruh dari beban truk ditentukan dengan metode garis pengaruh dengan beban berasal dari berat gandar truk. Konfigurasi beban (jarak antar beban) untuk menentukan pengaruh beban truk pada keadaan batas ultimit dan layan serta fatik ditentukan berdasarkan spesifikasi truk yang ditetapkan SNI 1725:2016 Pasal 8.4.1.

Secara umum, konfigurasi sumbu roda truk memiliki jarak bervariasi 4000 mm sampai dengan 9000 mm untuk roda tengah dan roda belakang dan jarak konstan sebesar 5000 mm untuk roda tengah dan roda depan. Namun, agar diperoleh pengaruh beban yang besar, untuk keadaan batas ultimit dan layan, jarak antara roda depan dan roda tengah adalah sebesar 5000 mm, sedangkan jarak antara roda tengah dan roda belakang adalah sebesar 4000 mm. Untuk kasus beban fatik, konfigurasi gandar truk ditentukan berdasarkan Pasal 8.11.1 pada standar pembebanan jembatan (SNI 1725:2016) yaitu

BGT

Lb

Lb

(c)

bef = sg

BTR

(b)

bef = sg

Lb (a)

BTR BGT

(37)

22

jarak gandar tengah dan gandar belakang merupakan jarak konstan sebesar 5000 mm.

Detail konfigurasi truk secara umum diperlihatkan pada Gambar 2.6(a) dan untuk keadaan batas ultimit dan layan diperlihatkan pada Gambar 2.6(b) sedangkan untuk keadaan batas fatik diperlihatkan pada Gambar 2.6(c).

Gambar 2.6 - (a) Konfigurasi truk (b) keadaan batas ultimit dan layan (c) keadaan batas fatik

Pada kasus beban truk, momen maksimum pada jembatan bentang sederhana selalu terjadi tepat di bawah sumbu tengah P2, dengan resultan gaya berat sumbu truk PR berada antara sumbu tengah dan belakang dengan konfigurasi gaya seperti pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.7 - Konfigurasi roda untuk menghitung momen maksimum

4000 5000

225 kN

50 kN

(b) 5000

50 kN

L

b

5000

50 kN

(c) 5000 225 kN

225 kN 225 kN

L

b

L

b

4000-9000

225 kN (a)

225 kN

Lb/2 Lb/2

x1

RB RA

x2

Lb/2-x1-d2

P3 = 50 kN

d2 d1

Lb/2-(d1 -x1)

P1 = 225 kN PR P2 = 225 kN

(38)

23 Keterangan:

P1 adalah beban roda gandar belakang (kN) P2 adalah beban roda gandar tengah (kN) P3 adalah beban roda gandar depan (kN)

d1 adalah jarak antara roda tengah ke roda belakang (m) d2 adalah jarak antara roda tengah ke roda depan (m) L adalah panjang bentang jembatan (m)

x1 adalah jarak antara tengah bentang jembatan ke roda tengah (m) x2 adalah jarak antara resultan gaya dengan roda tengah truk (m)

Pengaruh beban maksimum (momen) akibat beban truk pada keadaan batas ultimit dan layan dihitung dengan persamaan-persamaan berikut:

3 2 .1 1 2

R

P d P d

x P

 

 

 

 

  

(4)

2

1

2

x  x

(5)

.1 1 2 1 2 2 2 1 2 3 1 2

2 2 2

b b b

A

b

L L L

P d d x d P d x d P x d

R L

      

      

      

           

 (6)

1 1 1

_ max

2

b A Truk

M R L x Pd

 

   (7)

Gaya geser maksimum yang bekerja pada jembatan akibat beban truk terjadi di dekat tumpuan. Perhitungan gaya geser maksimum akibat beban truk pada keadaan batas ultimit dan layan ditentukan dengan persamaan berikut:

_ max

1350

Truk

500

V kN kN

  L

(8)

Untuk keadaan batas fatik, gaya dalam momen dan geser ditentukan dengan persamaan di bawah ini:

.1 1 2 1 2 2 2 1 2 3 1 2

2 2 2

b b b

A

b

L L L

P d d x d P d x d P x d

R L

      

      

      

           

 (9)

1 1 1

_ _ max _

2

b Truk fatig A fatig

M R L x Pd

 

   (10)

max_

865 50

fatig

2

V  kN  kN

(11)

2) Pengaruh beban kendaraan ditentukan dengan mengalikan pengaruh beban yang ditentukan pada tahap 1 dengan faktor distribusi yang terdiri dari:

(39)

24

a) Faktor distribusi momen untuk gelagar interior (gmi); nilai gmi ditentukan pada kondisi satu lajur terbebani dan pada kondisi dua atau lebih lajur terbebani dengan persamaan sebagai berikut:

0,4 0,3 0,1

(1_ _ ) 0,06 4300 3

 

     

     

     

  S S Kg

gmi lajur terbebani L Lts

(12)

0,6 0,2 0,1 0,075

(2_ _ ) 2900 3

 

     

     

     

  S S Kg

gmi lajur terbebani L Lts

(13)

Keterangan:

S adalah jarak antar gelagar (m)

L adalah panjang bentang jembatan (m) ts adalah tebal pelat (mm)

Kg adalah parameter kekakuan longitudinal (mm4)

b) Faktor distribusi geser untuk gelagar interior (gvi); nilai gvi ditentukan pada kondisi satu lajur terbebani dan pada kondisi dua atau lebih lajur terbebani dengan persamaan sebagai berikut:

(1_ _ )0,367600S

gvi lajur terbebani (14)

2,0 0, 2 3600 10700

(2_ _ )

 

   

 

S S

gvi lajur terbebani (15)

c) Faktor distribusi momen untuk gelagar eksterior (gme); nilai gme pada kondisi satu lajur terbebani ditentukan dengan aturan tuas. Aturan tuas adalah analogi prosedur perhitungan untuk menen

Referensi

Dokumen terkait