Referat
DERMATITIS SEBOROIK
Oleh:
Claudea Yustika 2208436606 Indah Putri Arwandi 2208438125 Leina Putri Zahra 2308439082 Muhammad Rendi Alfarez 2308439190 Muhammar Khadafi 2208438052 Nadia Salsabila 2208438043
Rara Andita 2208438023
Silmina Suhdi 2308439022
Pembimbing:
dr. Heffi Anindya Putri, Sp. D.V.E
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU RSUD ARIFIN ACHMAD
PROVINSI RIAU
2024
DERMATITIS SEBOROIK
Claudea Yustika*, Indah Putri Arwandi*, Leina Putri Zahra*, Muhammad Rendi Alfarez*, Muhammar Khadafi*, Nadia Salsabila*, Rara Andita*,
Silmina Suhdi*, Heffi Anindya Putri.**
*Program Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Riau/RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
** Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin, KJF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
ABSTRAK
Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit papuloskuamosa yang terjadi di daerah kaya kelenjar sebasea, skalp, wajah dan badan dengan penyebaran lesi dimulai dari derajat ringan hingga berat. Prevalensi dermatitis seboroik secara umum berkisar 3-5% pada populasi umum. Umumnya diawali sejak usia pubertas, dan memuncak pada umur 40 tahun. Interaksi flora mikroskopis normal pada kulit (terutama Malassezia spp.), komposisi lipid pada permukaan kulit dan kerentanan individu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan dermatitis seboroik. Gejala klinis dermatitis seboroik adalah ditemukannya skuama kuning berminyak , eksematosa ringan , kadang kala disertai rasa gatal dan menyengat.
Ketombe merupakan tanda awal manifestasi dermatitis seboroik. lesi khas pada dermatitis seboroik adalah eksema dengan skuama kuning berminyak di daerah predileksi. Pengobatan tidak menyembuhkan secara permanen sehingga terapi dilakukan berulang saat gejala timbul. Pengobatan yang diberikan adalah sampo yang mengandung obat anti Malassezia dan kortikosteroid topikal potensi sedang.
Kata kunci : Dermatitis seboroik, diagnosis, gejala klinis, tatalaksana
ABSTRACT
Seborrheic dermatitis is a papulosquamous skin disorder that occurs in areas rich in sebaceous glands, scalp, face and body with the spread of lesions ranging from mild to severe. The prevalence of seborrheic dermatitis generally ranges from 3-5% in the general population. Usually begins at puberty, and peaks at the age of 40 years. The interaction of normal microscopic flora on the skin (especially Malassezia spp.), lipid composition on the skin and individual susceptibility are factors that influence the begin of seborrheic dermatitis. The clinical symptoms of seborrheic dermatitis are the presence of oily, mildly eczematous yellow scales, sometimes accompanied by itching and stinging. Dandruff is an early sign of seborrheic dermatitis. The typical lesion in seborrheic dermatitis is eczema with oily yellow scales in the predilection areas. Treatment does not cure permanently so therapy is carried out repeatedly when symptoms appear. The treatment given is shampoo containing anti- Malassezia drugs and medium potency topical corticosteroids.
Keywords : Seborrheic dermatitis, diagnose, clinical symtomps, treatment
PENDAHULUAN
Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit papuloskuamosa dengan predileksi di daerah kaya kelenjar sebasea, skalp, wajah dan badan. penyakit ini dikaitkan dengan malasesia, terjadi gangguan imunologis mengikuti kelembaban lingkungan, perubahan cuaca, ataupun trauma, dengan penyebaran lesi dimulai dari derajat ringan, misalnya ketombe sampai dengan bentuk eritroderma. Prevalensi dermatitis seboroik secara umum berkisar 3-5% pada populasi umum. Umumnya diawali sejak usia pubertas, dan memuncak pada umur 40 tahun.1
Penyebab pasti dari infeksi ini belum diketahui namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi etiopatogenesis antara lain sekresi kelenjar sebasea yang berlebihan, kolonisasi Malassezia spp., dan respon imun tubuh penderita.2 Lokasi yang terkena seringkali di daerah kulit kepala berambut, di wajah (alis dan lipat nasolabial), side bum (telinga dan liang telinga), bagian atas-tengah dada dan punggung, lipat gluteus, inguinal, genital, ketiak. Dapat ditemukan skuama kuning berminyak, eksematosa ringan, kadang kala disertai rasa gatal dan menyengat.
Ketombe merupakan tanda awal manifestasi dermatitis seboroik. 1
Pengobatan dermatitis seboroik tidak menyembuhkan secara permanen sehingga terapi dilakukan berulang saat gejala timbul, misalnya penggunaan sampo yang mengandung obat anti Malassezia, seprti selenium sulfida, zinc pirithione, ketokonazol, berbagai sampo yang mengandung ter dan solusio terbinafine 1 % dan lainnya.1 Sebagian besar masyarakat tidak memahami tentang dermatitis seboroik, mulai dari penyebab timbulnya sampai dengan cara mengatasinya. Oleh karena itu, penelitian terus dilakukan untuk memahami mekanisme yang mendasari kondisi ini dan untuk mengembangkan metode pengobatan yang lebih efektif.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka dilakukan penulisan referat ini dengan tujuan untuk mengetahui diagnosis dan tatalaksana dari dermatitis seboroik.
DEFINISI
Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit papuloskuamosa dengan predileksi di daerah kaya kelenjar sebasea, skalp, wajah dan badan. penyakit ini dikaitkan dengan malasesia, terjadi gangguan imunologis mengikuti kelembaban
lingkungan, perubahan cuaca, ataupun trauma, dengan penyebaran lesi dimulai dari derajat ringan, misalnya ketombe sampai dengan bentuk eritroderma.1
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi dermatitis seboroik di seluruh dunia adalah sekitar 5%, sedangkan pada pasien imunokompromais meningkat sebesar 34%-83%.
Dermatitis seboroik mempengaruhi semua kelompok etnis di seluruh wilayah secara global. Berdasarkan analisis data oleh studi Rotterdam, ditemukan bahwa 14% orang dewasa dan lanjut usia mengalami dermatitis seboroik.3 Menurut Borda dan Wikramanayake, (2015) menyatakan bahwa prevalensi dermatitis seboroik pada pria (3,0%) lebih sering terkena daripada wanita (2,6%) pada semua kelompok umur, hal ini menunjukkan bahwa dermatitis seboroik mungkin berkaitan dengan hormon seks seperti androgen.
Prevalensi dermatitis seboroik di Singapura yaitu 3,2% pada anak-anak dan 7,0% pada orang dewasa. Penduduk Asia yang berusia 12-20 tahun memiliki prevalensi dermatitis seboroik yang bervariasi berdasar kota dan negara (misalnya, Macao 2,7%, Guangzhou 2,9%, Malaysia 17,2%, dan Indonesia 26,5%).4
ETIOLOGI
Peranan kelenjar sebasea pada dermatitis seboroik masih diperdebatkan, sebab pada remaja dengan kulit berminyak yang mengalami dermatitis seboroik, menunjukkan sekresi sebum yang normal pada laki-laki dan menurun pada perempuan. Dermatitis seboroik sering ditemukan pada pasien HIV/AIDS, transplantasi organ, malignansi, pankreatitis alkoholik kronik,hepatitis C juga pasien parkinson. Kelainan in sering juga dijumpai pada pasien dengan gangguan paralisis saraf.1
Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan perkembangan dermatitis seboroik, namun timbulnya dermatitis seboroik tampaknya berkaitan dengan interaksi flora mikroskopis normal pada kulit (terutama Malassezia spp.), komposisi lipid pada permukaan kulit dan kerentanan individu. Baik tingkat produksi sebum maupun jumlah ragi tampaknya tidak menjadi faktor yang signifikan.3
2
Meningkatnya lapisan sebum pada kulit, kualitas sebum, respons imunologis terhadap Pityrosporum, degradasi sebum dapat mengiritasi kulit sehingga terjadi mekanisme eksema. Jumlah ragi genus Malassezia meningkat di dalam epidermis yang terkelupas pada ketombe ataupun dermatitis seboroik. Diduga hal ini terjadi akibat lingkungan yang mendukung. Telah banyak bukti yang mengaitkan dermatitis seboroik dengan Malassezia. Pasien dengan ketombe menunjukkan peningkatan titer antibodi terhadap Malassezia, serta mengalami perubahan imunitas selular. Kelenjar sebasea aktif pada saat bayi dilahirkan, namun dengan menurunnya androgen ibu, kelenjar ini menjadi tidak aktif selama 9-12 tahun.
Beberapa obat tertentu yang memicu dermatitis seboroik antara lain: buspiron, klorpromazin, simetidine, etionamid, fluorourasil , gold, griseofulvin, haloperidol, metildopa, interferon alfa, litium , fenotiazine, psoralen.1
PATOGENESIS
Penyebab dermatitis seboroik belum diketahui dengan jelas karena multifaktorial antara lain peranan kelenjar sebasea, status imunologis pasien, Malassezia, dan faktor cuaca.5 Mekanisme patogenesis dermatitis seboroik meliputi hal-hal berikut, yaitu:3
1. Kelenjar sebasea mensekresi lipid pada permukaan kulit.
2. Kolonisasi Malassezia pada area kulit yang mengandung lipid.
3. Malassezia mensekresi lipase, menghasilkan asam lemak bebas dan lipid peroksida yang mengaktifkan respons inflamasi.
4. Sistem imun menghasilkan sitokin seperti IL-1α, IL-1ß, IL-2, IL-4, IL-8, IL-10, IL- 12, dan TNF-α, menstimulasi keratinosit untuk diferensiasi dan proliferasi
5. Kerusakan barier kulit menyebabkan lesi eritema, pruritus, dan skuama
Spesies Malassezia yang merupakan flora normal kulit manusia dianggap berperan pada proses patogenesis dermatitis seboroik. Pada kulit pasien dermatitis seboroik, tidak selalu didapatkan peningkatan aktivitas kelenjar sebasea, namun juga didapatkan perubahan komposisi lipid. Malassezia bergantung pada lipid eksogen karena tidak memiliki gen untuk sintesis asam lemak (kecuali M.
pachydermatis). Lipase dan fosfat yang dihasilkan Malassezia menghidrolisis lipid kelenjar sebasea, menghasilkan penurunan trigliserida dan peningkatan asam lemak bebas. Malassezia menggunakan asam lemak jenuh, sedangkan asam lemak tak jenuh yang iritatif seperti asam oleat dibiarkan dan diduga menjadi pencetus utama inflamasi dan terjadinya skuama seperti dandruff pada individu yang rentan. Asam lemak bebas meningkatkan pertumbuhan Malassezia, dan menyebabkan hiperproliferasi stratum korneum, sehingga kulit bersisik, dan diferensiasi korneosit yang tidak sempurna, akhirnya merusak fungsi barier kulit.
Kerusakan barier epidermis mempermudah penetrasi metabolit iritatif ke dalam kulit.6
Malassezia diduga menginduksi maturasi sel dendritik, stimulasi sel T helper 2, berbagai jalur inflamasi, dan sekresi sitokin. Banyak penanda inflamasi meningkat pada DS, yaitu IL-1α, IL1ß, IL-2, IL-4, IL-6, IL-8, IL-10, IL-12, TNF- α, betadefensin, IFN-γ, nitric oxide, dan histamin. Penelitian lain menunjukkan peningkatan sel T yang menghasilkan IL-17. Selain itu, terjadi kerusakan pada keratin 1, 10, dan 11, seramid, dan lipid sphingoid yang penting untuk integritas barier kulit. Kerusakan barier kulit menyebabkan lesi eritema, pruritus, dan skuama.6
GEJALA KLINIS
Lokasi yang terkena seringkali di daerah kulit kepala berambut; wajah: alis, lipat nasolabial, side bum; telinga dan liang telinga; bagian atas-tengah dada dan punggung , lipat gluteus , inguinal , genital , ketiak . Sangat jarang menjadi luas . Dapat ditemukan skuama kuning berminyak , eksematosa ringan , kadang kala disertai rasa gatal dan menyengat. Ketombe merupakan tanda awal manifestasi dermatitis seboroik. Dapat dijumpai kemerahan perifolikular yang pada tahap lanjut menjadi plak eritematosa berkonfluensi , bahkan dapat membentuk rangkaian plak di sepanjang batas rambutfrontal dan disebut sebagai korona seboroika.1
Pada fase kronis dapat dijumpai kerontokan rambut. Lesi dapat juga dijumpai pada daerah retroaurikular. Bila terjadi di liang telinga, lesi berupa otitis eksterna atau di kelopak mata sebagai blefaritis. Bentuk varian di tubuh yang
4
dapat dijumpai pitiriasifrom (mirip pitiriasis rosea) atau anular. Pada keadaan parah dermatitis seboroik dapat berkembang menjadi eritroderma.1
DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, riwayat peenyakit, gambaran klinik maupun dari hasil pemeriksaan penunjang.
Diagnosis dermatitis seboroik juga di tegakkan berdasarkan lokasi dan penampilan lesi. Pada remaja dan orang dewasa, dermatitis seboroik biasanya muncul sebagai bercak bersisik, berminyak pada kulit kepala, lipatan nasolabial, telinga, alis, dada bagian depan, atau punggung atas. Diagnosis yang benar biasanya dapat dibuat secara klinis dengan distribusi lesi yang khas dan perjalanan penyakit yang bervariasi. Morfologi khas lesi eksema dengan skuama kuning berminyak.1
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis dari dermatitis seboroik dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gejala klinis. Diagnosis banding dapat ditegakkan berdasarkan keluhan dan gejala klinis, umur dan ras.Pada anak, diferensial diagnosisnya adalah dermatitis kontak, dermatitis atopik, tinea kapitis, kandidiasis, scabies, impetigo dan psoriasis. Pada orang dewasa differensial diagnsosinya adalah psoriasis pitryasis rosea, dermatitis kontak, SLE, dermatitis atopik, kandidiasis, rosasea, impetigo, tinea vesicolor dan sarcoidosis.1
1. Psoriasis
Psoriasis vulgaris meskipun jarang pada bayi, memiliki ciri yang mirip dengan dermatitis seboroik. Bedanya terdapat skuama yang tebal, kasar, dan berlapis-lapis, disertai tanda tetesan lilin, Kobner dan Auspitz. Tempat
predileksinya juga berbeda, psoriasis sering terdapat di ekstremitas bagian ekstensor terutama siku, lutut, kuku dan daerah lumbosakral. Jika psoriasis mengenai scalp, maka sukar dibedakan dengan DS. Perbedaannya ialah skuamanya lebih tebal dan putih, seperti mika. Psoriasis inversa yang mengenai daerah fleksor juga dapat menyerupai DS. Selain itu, pada pemeriksan histopatologis terdapat papilomatosis7
2. Pitiriasis Rosea
Pitiriasis rosea ialah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, dimulai dengan lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Lesi awal berupa herald patch, umumnya di badan, soliter, bentuk oval dan terdiri atas eritema serta skuama halus dan tidak berminyak di pinggir. Lesi berikutnya lebih khas yang dapat dibedakan dengan DS, yaitu lesi yang menyerupai pohon cemara terbalik.
Tempat predileksinya juga berbeda, lebih sering pada badan, lengan atas bagian proksimal dan paha atas, jarang pada kulit kepala.7
3. Tinea kapitis
Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh spesies dermatofit dan biasanya menyerang anak–anak. Kelainan pada tinea kapitis dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerahan, alopesia dan kadang- kadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat, yaitu kerion. Bercak-bercak seboroik pada kulit kepala yang berambut kadang-kadang membingungkan.
Biasanya lesi DS pada kulit kepala lebih merata dan mempunyai lesi kulit yang simetris distribusinya. Pada tinea kapitis dan tinea kruris, eritema lebih menonjol di pinggir dan pinggirannya lebih aktif dibandingkan di tengahnya. Pada pemeriksaan didapatkan KOH positif dimana terlihat hifa yang bersekat, bercabang, serta spora. Untuk menyingkirkan tinea kapitis dapat dilakukan pemeriksaan kerokan kulit pada kultur jamur.8
4. Dermatitis Atopik
Dermatitis Atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal. Biasanya terjadi pada bayi atau anak-anak. Skuama kering dan difus, berbeda dengan DS yang skuamanya berminyak dan kekuningan. Selain itu,
6
pada dermatitis atopik dapat terjadi likenfikasi. Ciri khas yang paling berguna sebagai pembeda dermatitis seboroik dari dermatitis atopik adalah adanya lesi yang makin meningkat jumlahnya di daerah dahi dan dagu pada tahap awal, dan di axilla pada tahap lebih lanjut. Selain itu dermatitis seboroik biasanya hilang spontan dalam usia 6-12 bulan. Tes-tes dengan bahan-bahan allergen dan pemeriksaan kadar IgE merupakan tanda khas dermatitis atopik.1
5. Systemic Lupus Erythematosus
SLE adalah penyakit yang basanya bersifat akut, multisistemik dan menyerang jaringan konektif dan vaskular. SLE sulit dibedakan dengan DS, oleh karena pada SLE juga dapat dijumpai skuama. Yang dapat membedakan ialah lesi SLE berbentuk seperti kupu-kupu, tersering di area molar dan nasal dengan sedikit edema, eritema dan atrofi. Terdapat gejala demam, malaise, serta tes antibodi-antinuklear (+).8
6. Rosasea
Rosasea adalah penyakit kulit kronis pada derah sentral wajah (yang menonjol/ cembung). Gambaran histopatologi terdapat daerah ektasia vaskular, edema dermis dan diorganisasi jaringan konektif dermis. Ditandai dengan kemerahan pada kulit dan talangiektasis, disertai episode peradangan yang memunculkan erupsi, papul, pustul dan edema.7
7. Kandidiasis
Kandidiasis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies Candida, biasanya oleh Candida albicans. Kandidiasis kadang sulit dibedakan dengan DS jika mengenai lipatan paha dan perianal. Lesi dapat berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik dan basah. Perbedaannya ialah pada kandidiasis terdapat eritema berwarna merah cerah berbatas tegas dengan satelit-satelit di sekitarnya.
Predileksinya juga bukan pada daerah-daerah yang berminyak, tetapi lebih sering pada daerah yang lembab. Selain itu, pada pemeriksaan dengan larutan KOH 10
%, terlihat sel ragi, blastospora atau hifa semu.7
TATALAKSANA
Pengobatan tidak menyembuhkan secara permanen sehingga terapi dilakukan berulang saat gejala timbul. Tatalaksana yang dilakukan antara lain1:
1. Sampo yang mengandung obat anti Malassezia, misalnya: selenium sulfida, zinc pirithione, ketokonazol, berbagai sampo yang mengandung ter dan solusio terbinafine 1 %.
2. Untuk menghilangkan skuama tebal dan mengurangi jumlah sebum pada kulit dapat dilakukan dengan mencuci wajah berulang dengan sabun lunak. Pertumbuhan jamur dapat dikurangi dengan krim imidazol dan turunannya, bahan antimikotik di daerah lipatan bila ada gejala.
3. Skuama dapat diperlunak dengan krim yang mengandung asam salisilat atau sulfur
4. Pengobatan simtomatik dengan kortikosteroid topikal potensi sedang, immunosupresan topikal (takrolimus dan pimekrolimus) terutama untuk daerah wajah sebagai pengganti kortikosteroid topikal.
5. Metronidazol topikal, siklopiroksolamin, talkasitol, benzoil peroksida dan salep litium suksinat 5%.
6. Pada kasus yang tidak membaik dengan terapi konvensional dapat digunakan terapi sinar ultraviolet-B (UVB) atau pemberian itrakonazole 100mg/hari per oral selama 21 hari.
7. Bila tidak membaik dengan semua modalitas terapi, pada dermatitis seboroik yang luas dapat diberikan prednisolon 30 mg/hari untuk respons cepat.
KOMPLIKASI
Dermatitis seboroik pada umumnya merupakan kelainan ringan, komplikasi serius sangat jarang terjadi. Area intertriginosa dan kelopak mata rentan terinfeksi bakteri sekunder, terutama saat serangan akut; area popok rentan mengalami pertumbuhan Candida yang berlebih. Eritroderma pernah dilaporkan pada
8
neonatus imunosupresi dengan dermatitis seboroik infantil, namun lebih sering dijumpai pada pasien dewasa dengan HIVAIDS.3
PROGNOSIS
Umumnya dermatitis seboroik pada remaja atau dewasa mempunyai perjalanan penyakit yang kronis dan berulang. Eksaserbasi parah dengan dermatitis eksfoliasi dapat terjadi, meskipun jarang, namun prognosisnya biasanya baik. dermatitis seboroik infantil tidak berkembang hingga dewasa mereka perlu bersiap menghadapi wabah berulang di masa depan dan menghindari faktor-faktor yang memperburuk dermatitis seboroik. Namun, dermatitis seboroik infantil tidak berbahaya dan dapat disembuhkan dengan sendirinya; dermatitis seboroik infantil menghilang secara spontan pada usia 6 hingga 12 bulan. Eksaserbasi parah dengan dermatitis eksfoliasi dapat terjadi, meskipun jarang, namun prognosisnya biasanya baik. dermatitis seboroik infantil tidak berkembang hingga dewasa.9
DAFTAR PUSTAKA
1. Jacoeb TNA. Dermatitis seboroik dalam: Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi W, editor.
Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Ed 7th. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017: Hal. 232-233
2. Bakardzhiev Ilko. New Insights into the Etiopathogenesis of Seborrheic Dermatitis. Journal of Clinical Research in Dermatology. 2017 Feb 3;4(1):1–5.
3. Tucker D, Masood S. Seborrheic Dermatitis. StatPearls [Internet]. 2023 Feb 16 [cited 2024 Feb 13]; Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551707/
4. Ilmiah Kesehatan Sandi Husada J, PENELITIAN Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Angka Kejadian Dermatitis Seboroik A, Silvia E, Effendi A, Nurfaridza I, Abdul Moeloek Lampung H. The Correlation between Gender and Incidence Rate off Seborrheic Dermatitis.
Juni [Internet]. 2020;9(1):37–46. Available from: https://akper-sandikarsa.e- journal.id/JIKSH
5. Dwi D, Marganingsih R, Kes M, Kk S, Kulit S, Kelamin D, et al. DERMATITIS SEBOROIK DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL TAHUN 2020.
6. Puspa Dewi Rumah Sakit Angkatan Laut Marinir Ewa Pangalila N, Timur J. Aspek Klinis Dermatitis Seboroik. Cermin Dunia Kedokteran [Internet]. 2022 Jun 1 [cited 2024 Feb 13];49(6):327–31. Available from: https://cdkjournal.com/index.php/cdk/article/view/241 7. Berk T, Scheinfeld N. Clinical practice. Seborrheic dermatitis. N Engl J Med [Internet]. 2009
Jun [cited 2024 Feb 13];360(4):348–55. Available from:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/19164189/
8. Heath CR, Usatine RP. Seborrheic dermatitis. Journal of Family Practice. 2021 Nov 1;70(9):E3–4.
9. Dae Hun Suh. Seborrheic Dermatitis. In: Sewon Kang, Masayuki Amagai, editors.
Fitzpatrick’s Dermatology 9th edition vol 1. New York: McGraw-Hill Education. 2019. P.
434
10