• Tidak ada hasil yang ditemukan

di KAWAsAn HutAn

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "di KAWAsAn HutAn"

Copied!
1026
0
0

Teks penuh

Oleh karena itu, penting untuk dipahami lebih jauh, “Apa yang menjadi akar dan penyebab berbagai konflik agraria struktural akibat MHA di kawasan hutan yang masih terjadi. Pada saat yang sama, penting untuk memikirkan strategi untuk menyelesaikan agenda pengakuan hukum. MHA dan wilayahnya dalam kawasan hutan.

Komisioner inkuiri

Inkuiri Nasional merupakan cara Komnas HAM dalam mengembangkan upaya penyelesaian pelanggaran HAM yang meluas dan meluas. Inkuiri Nasional merupakan sebuah metodologi terobosan untuk melakukan pendekatan terhadap isu pelanggaran hak asasi manusia dan mengembangkan rekomendasi kebijakan secara partisipatif.

Dalam tradisi adat Batak, tanah tidak dapat berpindah kepemilikan kepada marga lain kecuali pihak perempuan (Parboru) mengajukan permintaan kepada pemilik tanah melalui upacara pemberian Pago-pago. “Pada awal keberadaannya, Indorayon (TPL) memposisikan diri sebagai partai perempuan (Parboru), dengan ritual pemberian Pago-pago untuk mendapatkan legitimasi adat atas tanah yang diperoleh perusahaan.”

Kisah Kemenyan, Perempuan yang Menangis

Di tengah perbincangan mengenai masa depan perjuangan masyarakat adat, pada tanggal 8 Oktober, tiba-tiba ada yang menelpon kepala desa. Karena semakin khawatirnya peserta rapat, kepala desa akhirnya keluar ruangan dan melanjutkan komunikasinya dengan camat.

Suatu pagi, 9 Oktober 2014, kedua penulis sarapan pagi di rumah Ny. Makan di rumah Oppung Putra di Desa Sipituhuta. Nyonya. Oppung Putra menjelaskan, sejak hancurnya pendapatan dupa, keluarga-keluarga di desa tersebut berjuang untuk hidup.

Akar Kemarahan

Lahan Jampalan di Desa Pandumaan telah digunakan sebagai tempat penggembalaan kerbau selama puluhan tahun sebelum muncul program pemerintah dan wirausaha untuk menanam pohon pinus pada tahun 1990-an. Hal inilah yang menjadi akar konflik dan kekerasan yang berlangsung selama lima tahun terakhir di Desa Pandumaan dan Sipituhuta.

Perempuan, Pago-pago dan Piso-piso

Namun belakangan, peristiwa pago-pago tersebut dimanipulasi sebagai bukti transaksi jual beli tanah. Pago-pago merupakan sejenis stempel untuk menguatkan keputusan raja, bukan uang untuk membeli tanah khususnya tanah adat rakyat (Simanjuntak, 2013).

Kontrak yang timbul di mana pago pago disaksikan bukanlah peralihan hak untuk selamanya, melainkan menurut waktu tertentu yang disepakati. Sedangkan transfer tetap disebut pate, dan gaji saksi disebut upa manggabei, lebih tinggi dari pago-pago (Vergowen, 1986).

Bedanya dengan Pago-pago, pago-pago diberikan pada saat saksi yang diminta sebagai saksi terlibat dalam suatu transaksi tanah yang sebenarnya, artinya perjanjian itu terjadi pada saat pago-pago itu diserahkan kepada saksi.

Alumni Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara angkatan 1966 ini pernah menjadi Wakil Gubernur Sumatera Utara pada tahun 1999 dan anggota DPRD Sumatera Utara pada tahun 2005.3. Oppung PD (inisial) menjelaskan, saat perusahaan masih bernama Indorayon, ada direktur perusahaannya. “Dia bukan orang Indonesia, tapi dia menghormati kami.

Pembagian kerja

Perempuan bertugas memilah damar kemenyan dan menjualnya di pasar atau ke tempat dupa yang pulang. Perempuan merupakan pihak yang paling merasakan dampak dari berkurangnya hasil dupa yang dibawa oleh laki-laki setiap minggunya.

Kesimpulan

Sekarang, setelah TPL menghancurkan Hutan Kemenyan, tidak ada lagi yang bisa kita harapkan dari tombak haminjon. “Kebutuhan sehari-hari di ladang harus kita tanam seperti sayur-sayuran dan buah-buahan,” kata Oppu Putra.

Merampas Hidup

Abstrak

Asal usul Masyarakat adat Pandumaan dan sipituhuta

  • silsilah Marga-Marga

Marga-marga yang terdapat pada masyarakat adat Pandumaan dan Sipituhuta adalah (1) Lumban Batu khususnya. Artinya marga-marga di atas, Lumban Batu dan Lumban Gaol merupakan marga Raja Bius yang ada di desa ini.

Produksi kemenyan di Kecamatan Pollung pada tahun 2005 sebanyak 14,64 ton.17 Dinas Perkebunan Sumut memperkirakan pada tahun 2005, luas kemenyan di Sumut mencapai 23.592,70 hektar dengan produksi 5.837,86 ton. Dupa merupakan komoditas andalan di Kabupaten Humbang Hasundutan dengan total produksi +60 ton/bulan.18 Produksi Dupa di Kabupaten Humbahas pada tahun 2004 sebanyak 1.129,30 ton dan tahun 2005 sebanyak 4.559,28 ton.19.

Pada musim panen, antara bulan Oktober dan Desember, negara menghasilkan 400 kg/ha (0,5 kg/batang), dengan harga Rp 130.000/kg untuk kualitas terbaik. Batas tombak ini di sebelah barat berbatasan dengan tombak milik masyarakat adat yang tinggal di Desa Sihas Dolok dan Simataniari, Kecamatan Parlilitan; di sebelah timur berbatasan dengan Desa Pandumaan; di sebelah selatan berbatasan dengan Tombak milik penduduk desa Aek Nauli; dan disebelah utara berbatasan dengan masyarakat Tombak Desa Pancur Batu.

Hatubuan hotang lamosik ma tombak ni Pandumaan dohot Sipituhuta, hatubuan hotang pulogos ma tombak ni Parlilitan" (Tempat tumbuhnya jenis tongkat merambat yang disebut hotang lamosik20 adalah Tombak milik Huta Pandumaan dan Sipituhuta, sedangkan tempat tumbuhnya hotangos21. masyarakat adat ke wilayah Parlilitan.) Meskipun istilah jual beli sudah mulai dikenal, namun hanya dilakukan oleh marga lain yang mempunyai hak milik.

Peristiwa Penyitaan Chainsaw tPl

Orang Petani Kemenyan

Karena tidak berhasil menghentikan para pekerja TPL, mereka pulang dan bermaksud menyampaikan informasi tersebut ke desa. Saat itu, mereka mendapati pekerja TPL (CV Rolan) sedang menanam dan memupuk kayu putih di tanah.

Karena mendapat tekanan keras dari warga, 15 warga dibebaskan sekitar pukul 21.00 WIB, sedangkan 16 orang lainnya dipindahkan ke Mapolda Sumut di Medan.35 Tidak puas dengan tindakan aparat yang hanya membebaskan 15 warga dan 15 warga lainnya. 16 warga lainnya ke Polda, keesokan harinya, 27 Februari 2013, warga kembali berkumpul di kampung. Namun beberapa pertemuan menyimpulkan bahwa pemerintah tetap bersikukuh perlunya adanya peraturan daerah yang mengakui atau menegaskan wilayah adat dan keberadaannya sebagai masyarakat adat.

“Masih banyak undang-undang atau peraturan lain yang bisa digunakan,” demikian reaksi warga terhadap pernyataan Dirjen.

Saat itu, Dinas Kehutanan menyatakan akan terlebih dahulu mengubah usulan revisi peta tersebut, dengan peta milik Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan. Namun pada pertemuan berikutnya, 15 Mei 2012, Kepala Dinas Kehutanan menyatakan belum siap menandatangani usulan revisi peta karena sudah dikesampingkan.

Pekerja PT TPL diserahkan warga ke Polsek Humbaha pada malam 12 Oktober 2012, Sinar Indonesia Baru. Bentrokan Masyarakat Pollung dengan PT TPL di Desa Sipituhuta, 20 September 2012, Sinar Indonesia Baru.

Bambu”

Ü Wina Khairina 41 dan Vera Valinda 42

Penelitian ini menggambarkan perempuan Dusun Lame Banding Agung Semende memiliki keterikatan dan ketergantungan terhadap tanah, kopi dan wilayah adat sebagai bagian dari penghidupan mereka. Penelitian ini menunjukkan perlunya upaya multipihak untuk memastikan masyarakat adat Dusun Lame Banding Agung Semende dapat dilibatkan dalam proses pembangunan sebagai bagian dari implementasi Pasal 28 ayat. H dalam UUD 1945.

Pendahuluan

Banding Agung semende dalam latar sejarah dan Kepemilikan

Dusun Lama menyerukan kepada masyarakat adat Agung Semende yang kemudian mengembangkan kopi sebagai hasil pertanian utama dan mengembangkan pertanian yang selaras dengan alam. 46 Cacar dikenal sebagai penyakit atom oleh masyarakat adat Dusun Lame Banding Agung Semende.

Menuju dusun lame semende Banding Agung 48

Lereng dan tebing di sini sangat tinggi, sangat sulit untuk mencapai bagian ini dengan sepeda motor. Untuk melintasi satu sungai terakhir, sepeda motor harus masuk ke dalam air karena tidak ada jembatan yang melintasinya.

Kehidupan Perempuan semende dalam Mengelola Kopi dan Hutan

Kalau kopi baru ditanam, biasanya perempuan dan laki-laki Banding Agung Semende sama-sama menanam padi. Bagi masyarakat adat Banding Agung Semende, khususnya perempuan, panen kopi merupakan peristiwa yang sangat penting.

Makna tanah dan sistem Waris dalam Kehidupan Masyarakat Adat semende

Kini Mulana hidup miskin di rumah beratap terpal dan tanpa dinding di Dusun Lame Banding Agung Semende. Hingga saat ini, masyarakat adat dan perempuan Banding Agung Semende sudah 15 tahun mendiami wilayah adatnya.

Dalam praktiknya, Profesi Perempuan Adat, Agung Semende, jarang menghadiri pertemuan masyarakat adat untuk membahas tanah yang akan dirampas negara melalui stateisasi wilayah adat. Masyarakat adat Dusun Lame Banding Agung Semende ditempatkan sebagai 'penyerang' taman nasional dan terpaksa disingkirkan dari belakang Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

Perempuan dusun lame Banding Agung dan sumber Air Bersih

Biasanya pada waktu pagi dan petang wanita pergi ke mata air untuk mendapatkan air, membasuh pakaian dan membasuh pinggan dan. Kelestarian air dapat dilihat dengan banyaknya serangga berwarna-warni yang datang bermain di Umbai Abu.

Potensi Konflik Baru: Mineral di Wilayah Adat dusun lame Banding Agung semende

Perempuan dusun lame Banding Agung semende

Hilangnya Kewarganegaraan Perempuan- Perempuan Adat semende

Pemerintah desa eks tempat mereka bernaung secara administratif juga tidak berani lagi mengakui keberadaan masyarakat adat di Dusun Lame Banding Agung Semende. Selain masyarakat adat pada umumnya, perempuan dan anak di Banding Agung Semende tidak lagi memiliki identitas sebagai warga negara atas kemauannya sendiri.

Polhut tnBBs dan tengkulak Kopi

Menghadang Kopi Masyarakat Banding Agung semende

Peristiwa Juli 2012, operasi turunkan Perambah: semende Membara

Hilang sudah rasa aman di hati Rahayu, Rita dan Mulan, serta perempuan dan masyarakat adat Dusun Lama Banding Agung Semende. Hal ini merupakan puncak dari berbagai aksi Polhut TNBBS dalam melaksanakan ekspedisi masyarakat adat Banding Agung Semende.

Peristiwa desember 2013, operasi turunkan Perambah 2 dan Kriminalisasi Hrds : semende

Operasi penyingkiran perambahan tersebut merupakan operasi yang dilakukan Polhut TNBBS bersama aparat kepolisian setempat untuk mengusir masyarakat adat Dusun Lame Banding Agung Semende. Upaya kriminalisasi ini jelas bertujuan untuk melemahkan masyarakat adat Dusun Lame Banding Agung Semende dalam upaya mempertahankan tanah dan wilayah adatnya.

Salah satu warga sekitar, Heri, mencoba memantau aktivitas Mitra Polhuti karena khawatir akan terjadi aksi pembakaran lagi. Usai berdiskusi, Heri bersama warga lainnya menggiring tim Polsek Kauri menuju pos operasi, karena tim mengetahui di mana rekanan Polhut mendirikan pos tersebut.

Yenny dan Zul juga nyaris tak punya waktu untuk mengurus kebunnya sendiri dan kebun milik ayah Yenny, karena harus melalui prosedur hukum yang memakan waktu hampir 2 bulan. Kisah Yenny dan keluarganya merupakan potret kerusakan psikologis dan sosial ekonomi yang dialami para korban dan keluarga yang menghadapi kekerasan, kriminalisasi, dan pengucilan dari tanah adatnya.

Dahulu kala, nenek moyang warga Dusun Lame Banding Agung Semende harus menyeberangi Sungai Benula yang berkelok-kelok sebanyak 44 kali hanya untuk mendapatkan garam, makanan, dan kebutuhan pokok. Setelah dilakukan groundbreaking jalan, meski sudah berupaya keras untuk mencapainya, tetap saja terjadi penggusuran terhadap masyarakat adat Dusun Lame Banding Agung Semende.

Harapan Perempuan Banding Agung semende atas tanah Adatnya

Payung Hukum Perjuangan Masyarakat Adat dusun lame Banding Agung semende

Masyarakat hukum adat62 telah dinyatakan sebagai pemegang hak.63 Penegasan status masyarakat hukum adat sebagai pemegang hak ini tentu mempunyai arti yang penting, terutama jika dilihat dari sejarah politik agraria sejak masa penjajahan Hindia Belanda, dimana terjadi kriminalisasi terhadap hak milik masyarakat. akses adat terhadap tanah dan hutan serta hasil hutan menjadi salah satu dasar penetapan kawasan hutan negara (Peluso, 1992; Peluso dan Vandergeest 2001). Terdapat hubungan yang saling membentuk klaim kawasan hutan negara dengan kriminalisasi akses masyarakat terhadap lahan dan sumber daya hutan di kawasan hutan negara.

Perubahan dalam uu nomor 41 tahun 1999

Putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa “hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat”. Keputusan ini menjamin hak-hak masyarakat adat. Sehingga harapan bagi ibu-ibu Dusun Lame Banding Agung seperti Ibu Rahayu, Solehatun, Ibu Mulana adalah pemerintah dapat menyelesaikan konflik antara TNBBS dan.

Mimpi Masa depan Perempuan dusun lame Banding Agung semende

Oleh karena itu, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 yang merupakan bagian dari permohonan uji materi UU Nomor. Ambil beliung di bawah ahe, ambil Selimpat yang berambut, tunggu adikmu berakhir. sampai di penjara, memperjuangkan tanah adat Semende.

Diperlukan upaya untuk mengembangkan inklusi sosial bagi masyarakat adat sebagai kelompok rentan korban agar dapat terlibat dalam proses pembangunan yang berkeadilan. Pemerintahan baru harus memiliki mekanisme untuk menjamin tersedianya mekanisme lokal untuk membagi wilayah adat kepada masyarakat adat pemegang haknya.

Situasi marginalisasi yang dialami perempuan membuat perempuan semakin sulit mengakses tanah adat. Meskipun budaya tradisional Semende mewariskan tanah kepada perempuan tertua dalam keluarga, namun pada saat yang sama perempuan juga dibebani tanggung jawab untuk mengasuh orang tua dan saudara kandungnya, baik laki-laki maupun perempuan.

Ü rai sita 64

Negara tidak berkewajiban melindungi hak warga negara SAD 113, karena kewarganegaraan SAD 113 pun tidak diakui. Di sisi lain, PT Asiatic Persada juga tidak menggunakan pendekatan berbasis hak asasi manusia dalam mengembangkan bisnisnya.

Pengantar

Seperti yang terjadi di hutan-hutan yang menjadi tempat tinggal masyarakat adat Anak Dalam (SAD) di Provinsi Jambi, khususnya di Desa Bungku, pada tahun 1971 hutan negara dikuasai oleh pihak swasta (private property). Padahal, hutan di sekitar Desa Bungku merupakan tempat tinggal masyarakat adat yang telah menguasai hutan secara turun-temurun.

Sumber lain menyebutkan bahwa sejarah Desa SAD Batin Sembilan Bungku merupakan keturunan Puyang Semikat yang berasal. Sejarah berdasarkan sumber kedua ini merupakan versi yang juga diceritakan oleh responden penelitian ini, yaitu tokoh SAD Batin Sembilan tertua di Desa Bungku.

Gambar 1. Peta Wilayah SAD Batin Sembilan
Gambar 1. Peta Wilayah SAD Batin Sembilan

Konflik yang Berkepanjangan

Mengingat izin HGU yang diterbitkan baru 20 ribu ha, akhirnya pada tahun 2002 Keputusan Bupati No. Pada tahun 2001 dilaporkan Dinas Perkebunan Provinsi Jambi luas lahan PT JMT seluas 3.500 ha dan luas PT MPS 3.650 ha.

Jalan tempuh yang Panjang

Sementara itu, sekitar tahun 2008, perjuangan masyarakat SAD 113 yang menuntut pengembalian tanah adat mereka seluas 3.550 ha dalam HGU PT Asiatic Persada seluas 20.000 ha mulai didampingi oleh LSM lokal Jambi yaitu SETARA. Masyarakat SAD 113 menuntut agar kepemilikan bersama mereka atas sumber daya di kawasan HGU PT Asiatic Persada dikembalikan.

Gambar 2. Klaim Masyarakat Desa Bungku atas Lahan Perkebunan Sawit Swasta
Gambar 2. Klaim Masyarakat Desa Bungku atas Lahan Perkebunan Sawit Swasta

Pasca penggusuran, seluruh areal perkebunan PT Asiatic Persada dibersihkan dari kamp pendudukan masyarakat adat. Keberadaan PT Asiatic Persada yang sedang memperluas perkebunan kelapa sawit mengancam perekonomian SAD Batin Sembilan.

Penutup: Masih Adakah Harapan

Ü Zulfikar Arma 70

Jika PT.Potensi Bumi Sakti (PBS) membuka lahan perkebunan karet di Kecamatan Woyla Timur, Kecamatan Panton Reu, Kecamatan Sungai Mas dan Kecamatan Pante Ceureumen seluas 6.751,64 ha, jelas akan merambah hutan lindung dan kawasan adat kita. Mapoli Raya berlanjut pada tahun 1998, kembali lagi ke HPH PT. Raja Garuda Mas yang menggantikan PT.

  • data sosial Penduduk
  • struktur organisasi Mukim
  • Wilayah Mukim lango
  • Mukim sebagai Masyarakat Hukum di Aceh

Berdasarkan hasil pemetaan partisipatif dan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG), luas wilayah Mukim Lango diperkirakan seluas 45.485,41 Ha. Berdasarkan hasil pemetaan partisipatif dan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG), luas wilayah Mukim Lango diperkirakan seluas 45.485,41 Ha atau 16,40% dari luas Ha yang ada di Kabupaten Aceh Barat.

  • Pemungutan Hasil dari sumberdaya Alam dari tanah ulayat Mukim
  • Pengelolaan seunebok (kebun), lampoh (ladang) dan sawah
  • Pemanfaatan tanah ulayat untuk Menjadi lahan Milik
  • Pemanfaatan Jasa lingkunan (Air)

Pengumpulan hasil sumber daya alam tanah adat mukim seperti ikan (dari sungai, rawa dan laut, hasil hutan kayu dan bukan kayu (dari hutan adat, mukim), hasil pertambangan (Galian C). Pemanfaatan sumber daya alam di mukim ulayat -tanah masih berpedoman pada prosedur yang sudah ada sebelumnya.

  • era orde Baru (Masa daerah operasi Militer)
  • era Pasca orba (darurat Militer, darurat sipil dan Perdamaian Aceh)
  • Akar dan sebab Konflik di Mukim lango
  • dampak-dampak Konflik Agraria

Dengan demikian, pada masa Orde Baru berkuasa, setidaknya sudah ada dua izin konsesi yang dikeluarkan di kawasan adat Mmukim Lango. Hal serupa juga terjadi di wilayah adat Mukim Lango yang dirampas hak atas tanah dan sumber daya alamnya.

Gambar disamping kegiatan operasi pengambilan emas menggunakan alat berat di krueng  Lawet dan krueng Wela (sumber; dokumen M.Idrus)
Gambar disamping kegiatan operasi pengambilan emas menggunakan alat berat di krueng Lawet dan krueng Wela (sumber; dokumen M.Idrus)

Pelestari konflik dan akibat lanjutannya

Jika dilihat dari izin-izin yang diberikan kepada para pengusaha, khususnya di kawasan adat Mukim Lango, terlihat banyak izin yang tumpang tindih, baik izin kehutanan, perkebunan, dan lainnya. Sehingga kawasan konsesi mereka yang termasuk dalam kawasan adat Mukim Lango masih berfungsi hingga saat ini.

Selain itu, pemerintah tidak pernah membuka informasi kepada masyarakat, apalagi dikuasai oleh masyarakat, mengenai perizinan dari izin yang dikeluarkannya. Penyelesaian konflik di Aceh yang dilakukan pemerintah tidak sepenuhnya dilakukan, yaitu bagaimana menghilangkan stigmatisasi trauma terhadap masyarakat adat yang menyebabkan mereka tidak pernah mampu melakukan perlawanan terbuka.

Lembaga dan aturan adat yang masih terjaga dan dipatuhi, rumah adat yang masih terjaga, upacara adat tahunan (seren taun) yang masih hidup mendapat berbagai penghargaan sebagai bukti pengakuan sistem pengelolaan hutan lestari dan. Lebih lanjut, teks ini juga menjelaskan sejarah konflik petahana pada masyarakat Kasepuhan yang melewati tiga periode rezim, yaitu (1) periode rezim pertambangan, (2) periode rezim hutan produksi Perum Perhutani, (3) periode hutan konservasi. periode rezim daerah.

Komunitas sisa Pasukan/laskar Kerajaan sunda Padjadjaran yang lari bersembunyi

Sekitar 800 orang anggota Kerajaan Sunda Padjadjaran mengungsi ke lereng Gunung Cibodas, Gunung Palasari, Jayanga (sekarang Jasinga), sekitar Bayah bahkan ke kawasan pertapaan Sanghyang Sirah dan Borosngora di Jungkulan (Ujung Kulon) serta ke Lemah Parahyangan (di Baduy). Area Komunitas /Kanekes sekarang). Koorders (1864) dalam Ekadjati (1995) menyatakan bahwa beberapa anggota kelompok pengungsi Kerajaan Sunda Padjadjaran yang masih menganut agama Hindu membuka pemukiman baru di wilayah selatan Halimun.

Komunitas sisa Pasukan/laskar Kerajaan Mataram

Isi Pantun Bogor berjudul Dadap Malang Sisi Cimandiri (1908) yang dinarasikan oleh Ki Baju Rombeng menjelaskan tentang kisah lolosnya pasukan Kerajaan Sunda. Memanfaatkan kondisi Kerajaan Mataram yang semakin memburuk (akibat perang dengan Kerajaan Sunda Padjadjaran dan Kesultanan Banten), VOC semakin menggencarkan penetrasi militer dan politiknya di Pulau Jawa, khususnya Mataram.

Memanfaatkan kondisi Kerajaan Mataram yang semakin melemah (akibat peperangan dengan Kerajaan Sunda Pajajaran dan Kesultanan.

Banten

Lepasnya wilayah Banten dari penguasaan Kerajaan Sunda Padjadjaran memicu Kerajaan Mataram untuk memperluas wilayah Kerajaan Sunda Padjadjaran pula. Sejak Masehi, Bogor dan Sukabumi – daerah lain di wilayah Halimun yang merupakan wilayah kekuasaan kerajaan Sunda Pajajaran – menguasai kerajaan Mataram.

Pola hidup masyarakat Kasepuhan terbentuk dalam rangkaian upacara adat dengan segala tata cara masing-masing. Menurut Ugis Suganda81 dan Mufachri Buchori,82, bagi masyarakat Kasepuhan, seluruh sumber daya alam yang mereka kelola adalah milik mereka.

Misalnya Kasepuhan Ciptagelar yang telah melakukan Ritual Seren Taun ke 686; di Kasepuhan Citorek sudah dijalankan sebanyak 212 kali dan Kasepuhan Cibedug sudah lebih dari 150 kali. Selain dipentaskan di Kasepuhan induk, seren taun juga dipentaskan di tempat rendang/pengikut Kasepuhan bersamaan dengan ritual adat lainnya seperti

Huma/ladang

Tanggal kerti kana beusi, tanggal kidang turun silet, artinya para petani harus sudah mempersiapkan alat-alat pertaniannya, seperti arit, cangkul, dan garpu. Kerti mudun yang sudah matang mencrang di tengah langit, artinya sudah tiba waktunya ngaseuk (menanam padi di huma).

Keadaan ini berarti musim panas yang panjang dan tanda terbakarnya ranting dan daun di huma (ngahuru). Sedangkan di kalangan masyarakat Kanekes, budaya dan adat istiadat Karuhun dalam memanen padi hanya bersifat huma.

Arti penting hutan dalam masyarakat Kasepuhan Banten Kidul ditunjukkan melalui pengetahuan dan pengelolaan kawasan hutan menurut “zonasi” adat yaitu. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya pertanian dan manusia pada masyarakat Kasepuhan Banten Kidul dilakukan dalam suatu lembaga perekonomian lokal yang dikenal dengan sistem leuit atau lumbung padi (Adimihardja, 1992).

Pada tahun 1968, PN Tambang Emas Cikotok berkali-kali diubah menjadi Unit Tambang Emas Cikotok di bawah payung PT Aneka Tambang dan akhirnya pada tahun 1974 diubah. Di tengah permasalahan perekonomian dan harga emas yang terus meningkat, potensi penambangan emas di dalam dan sekitar kawasan tradisional Citorek akhirnya terbuka.

Pungutan” itu Wajib!

Pemenuhan Pangan, Papan, dan Kesehatan Warga Kasepuhan

Pudarnya nilai-nilai Kasepuhan yang terkandung dalam sdA

Ritual yang biasa dilakukan masyarakat Kasepuhan terancam punah jika pemerintah terus melarang adat tradisional tersebut. Kalau tadi naik Ki Lame hanya jalan kaki ke sana (hutan), sekarang harus ke sungai Cibareno.

Seperti yang terjadi di Kasepuhan Cibedug, tercatat lebih dari 10 perempuan Kasepuhan Cibedug bekerja sebagai PRT di luar kota. Perubahan lain yang terjadi adalah semakin mudahnya mencari pengangguran pada usia produktif, seperti yang terjadi di Kasepuhan.

Meningkatnya hilangnya hak asasi manusia di Kasepuhan Cirompang, ditambah dengan masuknya bantuan Raskin (beras untuk masyarakat miskin) ke wilayah tersebut, membuat warga Cirompang semakin tidak berdaya dan jauh dari cita-cita kedaulatan pangan. Dalam dinamika konflik, posisi masyarakat Kasepuhan masih menjadi pihak yang dirugikan dan disubordinasikan serta hak-hak dasarnya dilanggar.

Vi. tuntutan dan Perlawanan Kasepuhan di Kawasan Konservasi

Gambar

Gambar 1. Peta Wilayah SAD Batin Sembilan
Gambar 2. Klaim Masyarakat Desa Bungku atas Lahan Perkebunan Sawit Swasta
Gambar 3 Keberadaan tiga dusun: Tanah Menang, Padang Salak, Pinang Tinggi di dalam  Wilayah HGU PT Asiatic Persada
Gambar disamping alat berat buka jalan dan bawa peralatan ke lokasi tambang
+2

Referensi

Dokumen terkait

Norma Adat Sosial yang Ada Di Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Pemulung bukan hanya seorang masyarakat bawah yang tidak memiliki sebuah norma adat secara lisan dan tidak secara tertulis