1 Introduction : Profound visual impairment considered as the best-corrected visual acuity of less than 20/400 to 20/1000, or visual field 10o or less, resulted by many pathological processes in the eye, one of them is retinitis pigmentosa.
Objective : To report a case of profound visual impairment in patient with retinitis pigmentosa and the management.
Case report : A 29 years policeman consulted from the Vitreo-Retina department to low vision department of Cicendo National Eye Hospital, diagnosed as retinitis pigmentosa. His chief complaints was gradually blurred vision on both eyes since nine months ago, decreased visual field, nyctalopia, and photopsia. On the examination, the best corrected visual acuity was 4/4 in both eyes. Other visual function impairment was decreased peripheral visual field. There was also retinal hipopigmentation on both eyes. He was diagnosed as Profound Visual Impairment ec Retinitis Pigmentosa. He was worked up with a distance spectacles prescription and counseling to head scanning and work adjustment.
Conclusion : Retinitis pigmentosa causes visual acuity and visual field irreversible impairment. Retinitis pigmentosa worked up to optimalized quality of life and psychosocial wellbeing. Distance spectacle, head scanning, and work adjustment was recommended to this patient.
I. Pendahuluan
Definisi low vision menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah seseorang yang mengalami gangguan fungsi penglihatan meskipun telah diberikan pengobatan optimal dan atau dikoreksi dengan koreksi refraksi standar, dan memiliki tajam penglihatan kurang dari 6/18 (20/60) sampai dengan persepsi cahaya atau lapang pandang kurang dari 10o dari titik fiksasi, yang masih berpotensi menggunakan penglihatannya untuk kegiatan sehari-hari. Pembagian low vision menurut The International Classification of Diseases, Ninth Revision, Clinical Modification ( ICD-9-CM) yaitu Moderate visual impairment (koreksi tajam penglihatan terbaik 20/60 – 20/160); Severe visual impairment (koreksi tajam penglihatan terbaik 20/160 – 20/400 atau diameter lapang pandang 20 derajat atau kurang); Profound visual impairment (koreksi tajam penglihatan terbaik 20/400 – 20/1000 atau diameter lapang pandang 10 derajat atau kurang); Near total vision loss (koreksi tajam penglihatan terbaik 20/1250 atau kurang); dan Total blindness (tidak ada persepsi cahaya).1,2,3
Retinitis pigmentosa (RP) merupakan suatu kumpulan kelainan pada fotoreseptor dan retinal pigment epithelium (RPE) yang memiliki karakteristik diwariskan, disfungsi yang progresif, kehilangan sel, dan dapat terjadi atropi dari jaringan retina. Prevalensi penyakit ini berkisar antara 1 : 3000 sampai 1 : 5000.
Kelainan ini lebih sering ditemukan pada laki-laki. Klasifikasi retinitis pigmentosa dapat dibagi berdasarkan kelainan genetik dan onset usia. Berdasarkan kelainan genetik dapat dibagi menjadi autosomal dominan, autosomal resesif, dan x-linked.
RP merupakan penyakit genetik namun pada 15-63% kasus tidak ditemukan adanya riwayat penyakit RP pada anggota keluarga yang lain. Pembagian berdasarkan onset usia dapat dibagi menjadi juvenille-onset dan adult-onset.4,5,6,7,8
Gejala klinis yang khas adalah penurunan lapang pandang, nyctalopia, dan photopsia. Gambaran khas yang dapat ditemukan pada funduskopi arteriolar attenuation, retinal bone-spicule pigmentation, dan waxy disc pallor. Beberapa kasus retinitis pigmentosa awal gambaran ini tidak ditemukan. Retinitis pigmentosa tanpa kelainan fundus yang khas sering didiagnosis sebagai retinitis pigmentosa
sine pigmento atau paucipigmentary yang memiliki gambaran tidak adanya atau kekurangan akumulasi pigmen pada funduskopi.4,7,9,10
Laporan kasus ini akan membahas mengenai tatalaksana profound visual impairment pada pasien retinits pigmentosa.
II. Laporan Kasus
Seorang pria, 29 tahun, dikonsulkan dari unit retina ke unit refraksi, lensa kontak dan low vision PMN RSM Cicendo tanggal 29 September 2015 dengan keluhan penglihatan kedua mata buram. Keluhan dirasakan sejak 9 bulan yang lalu.
Penglihatan kedua mata dirasakan makin lama makin buram disertai dengan penglihatan berkunang-kunang. Keluhan juga disertai dengan lapang pandang dirasakan semakin sempit sehingga pasien merasa seperti melihat dari teropong.
Penglihatan saat malam atau gelap dirasakan semakin memburuk sehingga pasien sering membawa senter. Saat berjalan pasien sering menabrak sesuatu atau terjatuh.
Keluhan tidak disertai adanya nyeri pada mata, gangguan pendengaran, dan penggunaan obat-obatan psikosis dan klorokuin sebelumnya.
Pasien merupakan anak tunggal. Di keluarga tidak ada yang memiliki kelainan yang sama. Orang tua pasien tidak pernah diperiksakan matanya. Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami gangguan penglihatan dan tidak pernah memakai kacamata. Pasien pernah berobat ke SpM RS di Sumedang 6 bulan lalu dikatakan saraf matanya bengkak. Pasien ke RS Cicendo atas keinginan sendiri.
Pasien masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari sendiri dan masih bekerja.
Pekerjaan pasien adalah seorang polisi yang bertugas di kantor dan lapangan.
Pasien masih mengendarai kendaraan bermotor sendiri dan sempat hampir tertabrak. Sebelumnya pasien sempat memiliki senjata untuk bekerja namun pasien mengembalikan senjata tersebut sejak matanya mengalami kelainan.
Pemeriksaan fisik pasien pada status generalis didapatkan dalam batas normal.
Pemeriksaan refraksi koreksi penglihatan jauh dengan chart modifikasi ETDRS didapatkan visus dasar mata kanan 4/5 F-1 dan visus dasar mata kiri 4/5. Hasil pemeriksaan refraksi objektif didapatkan pada mata kanan S -1,00 C -0,50 X 21 dan mata kiri S -1,75. Dari hasil koreksi penglihatan jauh mata kanan dengan lensa
S -1,00 didapatkan visus 4/4 dan koreksi mata kiri dengan lensa S – 1,00 didapatkan hasil visus 4/4.
Pada koreksi baca dekat dengan Bailey Lovie Reading Chart tanpa kacamata (unaided) pasien dapat membaca hingga 0,63M dengan jarak 30 cm. Pada pemeriksaan sensitivitas kontras dengan menggunakan Hidding Heidi, pasien dapat melihat kontras hingga 1,25 % pada mata kanan dan kiri. Pemeriksaan warna dengan Ischihara pada mata kanan dan kiri didapatkan hasil 14/14. Pemeriksaan dengan Amsler Grid pada mata kanan dan kiri tidak didapatkan adanya skotoma dan metamorphosia. Lapang pandang pasien diperiksa melalui Bernell Hand-held Disc Perimetry, sehingga didapatkan lapang pandang pada mata kanan dan kiri di bagian temporal 5º, superior 5º, nasal 5º, dan di bagian inferior 5º.
Pemeriksaan posisi bola mata pasien full orthotropia, dengan gerakan bola mata baik ke segala arah. Pada pemeriksaan segmen anterior dengan menggunakan slitlamp didapatkan hasil dalam batas normal. Pemeriksaan segmen posterior dengan menggunakan funduskopi indirek didapatkan kesan pada mata kanan dan kiri serupa dengan gambaran media jernih, papil bulat batas tegas, a/v rasio fisiologis, c/d rasio fisiologis, retina flat, reflek fundus (+), dan ditemukan bercak hipopigmentasi dengan kesan retinitis pigmentosa sine pigmento. Pasien telah menjalani pemeriksaan Humphrey 30-2 dan didapatkan hasil penurunan lapang pandang. Pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan foto fundus dan ERG (Electroretinogram).
Di unit Low vision pasien didiagnosis profound visual impairment ec retinitis pigmentosa + miopia simplex ODS. Tatalaksana pada pasien ini adalah kacamata dan konseling mengenai penyesuaian pekerjaan, dilarang menyetir, dan head scanning. Prognosis quo ad vitam ad bonam dan quo ad functionam ad malam.
Gambar 1 Hasil Humphrey Field Test OD
Gambar 2 Hasil Humphrey Field Test OS
III. Diskusi
Definisi low vision menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah seseorang yang mengalami gangguan fungsi penglihatan meskipun telah diberikan pengobatan optimal dan atau dikoreksi dengan koreksi refraksi standar, dan memiliki tajam penglihatan kurang dari 6/18 (20/60) sampai dengan persepsi cahaya atau lapang pandang kurang dari 10o dari titik fiksasi, yang masih berpotensi menggunakan penglihatannya untuk kegiatan sehari-hari. Kriteria Profound visual impairment adalah koreksi tajam penglihatan terbaik 20/400 – 20/1000 atau diameter lapang pandang 10 derajat atau kurang). Pada kasus diatas, pasien memiliki tajam penglihatan pada terbaik sebesar 4/4 dan luas lapang pandang 10o sehingga pasien merupakan pasien low vision dan diklasifikasikan sebagai penderita profound visual impairment karena lapang pandang ODS 10o.1,2,3
Usia pasien ini sesuai dengan onset terjadinya retinitis pigmentosa yang dapat terjadi sejak bayi hingga dekade ke-5. Pada pasien ini terjadi pada usia 29 tahun.
Gejala pada pasien ini yang merupakan gejala khas retinitis pigmentosa adalah bilateral, nyctalopia, lapang pandang yang berkurang, photopsia (pandangan yang berkunang-kunang). Retinitis pigmentosa biasanya hanya mengenai mata saja atau disebut retinitis pigmentosa primer, namun 20-30% kasus memiliki manifestasi non-okular yang disebut syndromic retinitis pigmentosa. Sindrom yang paling umum terjadi adalah Usher syndrome yang memiliki manifestasi penurunan pendengaran dengan atau tanpa disfungsi vestibular dan penurunan penglihatan.
Pada pasien ini merupakan retinitis pigmentosa primer karena hanya mengenai mata tanpa adanya gangguan sistemik lainnya. Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obat psikosis dan klorokuin, hal ini menyingkirkan diagnosis banding dari drug toxicity yang memiliki gejala yang menyerupai retinitis pigmentosa pada stadium awal. Gejala awal dari keracunan obat psikosis seperti fenotiazine adalah nyctalopia dan penglihatan buram terutama pada bagian sentral. Keracunan klorokuin dapat memberikan gejala lapang pandang yang menurun.4,11,12,13
Gambaran fundus klasik yang dapat ditemukan pada retinitis pigmentosa adalah vascular attenuation, retinal bone-spicule pigmentation, dan waxy disc pallor.
Funduskopi pada pasien ini tidak ditemukan gambaran klasik tersebut, namun
ditemukan gambaran hipopigmentasi yang disebut sine pigmento. Sine pigmento merupakan gambaran tidak adanya atau kekurangan akumulasi pigmen pada funduskopi. Sine pigmento menunjukkan awal dari retinitis pigmentosa dan dapat berlangsung beberapa dekade sebelum tanda-tanda khas retinitis pigmentosa muncul. 4,6,9,11,12
Tajam penglihatan pasien ini masih baik yaitu 4/5 pada mata kanan dan kiri.
Tajam penglihatan koreksi terbaik 4/4 pada mata kanan dan kiri. Pasien diberikan kacamata untuk melihat jauh agar pasien dapat melihat jarak jauh yang lebih jelas.
Tajam penglihatan pada awal perjalanan penyakit masih baik dan dapat bertahan 6/6 selama beberapa tahun. 5
Pemeriksaan penglihatan dekat pada pasien low vision menggunakan Bailey- Lovie word reading chart. Target yang diinginkan yaitu pasien dapat membaca huruf dengan notasi 1 M. Pasien ini dapat membaca huruf dengan notasi 0,63 M pada jarak 30 cm sehingga saat ini tidak diperlukan bantuan kacamata baca.5 Pemeriksaan sensitivitas kontras pada pasien ini menunjukkan hasil yang normal, yaitu kedua mata dapat mengenali kontras 1,25% dengan menggunakan Hiding Heidi picture. Pasien masih dapat membedakan antara objek dan latar belakangnya, yang antara keduanya memiliki kontras sebesar 1,25%. Sensitivitas kontras pada retinitis pigmentosa biasanya memburuk sesuai dengan perburukan penyakit. 14,15 Pemeriksaan Ischihara pasien ini dalam batas normal. Pada retinitis pigmentosa, penglihatan warna masih baik sampai tajam penglihatan 20/40 atau lebih buruk.
Penglihatan warna dapat memburuk pada awal kasus jika sel kerucut sentral mengalami abnormalitas.4
Pada pemeriksaan Amsler Grid tidak ditemukan adanya skotoma maupun metamorphosia. Hasil pemeriksaan Bernell Hand-held Disc Perimetry dan Humphrey pada pasien ini menunjukkan terdapat penurunan lapang pandang pada mata kanan dan kiri. Penurunan lapang pandang merupakan salah satu gejala dari retinitis pigmentosa. 4,9
Hal yang harus diperhatikan dalam penanganan pasien ini adalah usianya yang masih produktif. Low vision pada pasien usia produktif dapat mempengaruhi pilihan pekerjaannya dan dapat mengganggu hubungan interpersonal Pasien ini disarankan
agar memberitahukan keadaan penyakitnya kepada atasannya di tempat kerja agar diberikan tugas yang sesuai dengan kondisi penglihatannya saat ini seperti tidak bekerja di lapangan yang membutuhkan lapang pandang yang luas, bekerja di tempat dengan pencahayaan yang baik, dan tidak diperbolehkan untuk menyetir kendaraan. Informasi lain yang perlu diberikan kepada atasan di tempat kerjanya adalah pasien dapat tetap bekerja namun disesuaikan dengan keadaannya saat ini.
Pasien tidak diperbolehkan menyetir kendaraan karena lapang pandangnya yang sangat sempit. Pasien disarankan untuk selalu membawa senter karena penglihatannya yang makin buruk pada keadaan yang lebih gelap. Pasien juga disarankan untuk melakukan head scanning dengan menggerakan kepalanya untuk mendapatkan lapang pandang yang lebih banyak, dan dipertimbangkan untuk penggunaan tongkat untuk membantu pasien terhindar dari terbentur atau terjatuh saat berjalan. 3,16,17
Motivasi diberikan kepada pasien agar tidak berkecil hati dengan keadaannya dan tetap dapat bekerja namun disesuaikan dengan kondisinya saat ini, mencari hobi atau keterampilan lain yang dapat dikerjakan sesuai dengan penglihatannya.
Pekerjaan yang dapat disarankan pada pasien retinitis pigmentosa antara lain guru, operator telepon, dan pekerjaan yang menggunakan komputer. Komputer merupakan salah satu alat yang dapat membantu pasien ini dalam bekerja. Beberapa metode yang dapat dilakukan sehingga komputer dapat digunakan pada pasien low vision, yaitu mengatur cahaya, kontras, resolusi layar, dan pembesaran. 3,16,17
.Penatalaksanaan pasien ini bertujuan untuk memaksimalkan penglihatan yang
masih ada dan mengoptimalkan kualitas hidup. Prognosis pada pasien ini adalah quo ad vitam ad bonam, quo ad fungsionam ad malam. Quo ad vitam ad bonam karena tidak ditemukan penyakit sistemik yang mengancam nyawa pasien ini. Quo ad fungsionam ad malam karena penyakit retinitis pigmentosa merupakan penyakit ireversibel dengan kecenderungan untuk memburuk dan lapang pandang pasien yang saat ini sudah sangat sempit.2,3
IV. SIMPULAN
Retinitis pigmentosa menyebabkan gangguan tajam penglihatan dan lapang pandang yang irreversible. Penanganan pasien low vision pada kasus retinitis pigmentosa dengan lapang pandang terbatas bertujuan untuk mengoptimalkan kualitas hidup dan kesejahteraan psikososial. Hal-hal yang dapat disarankan pada pasien ini adalah pemakaian kacamata, head scanning, dan penyesuaian pekerjaan.
Daftar Pustaka
1. Skuta GL, Louis BC & Jayne SW. Clinical Optics. American Academy of Ophtalmology : San Fransisco, 2011-2012. hlm.283 – 307
2. Decarlo DK, Woo S, Woo GC. Patient with Low vision. Dalam: Benjamin WJ, penyunting. Borish’s clinical refraction. Edisi ke-2. Missouri: Butterworth Heinemann Elsevier; 2006. hlm. 1591-618
3. Jackson AJ, Wolffhson JS. Low vision Manual. Edisi ke-1. Philadelphia : Elsevier.
2007. hlm 84-103, 291-350.
4. Gregory-Evans K, Pennesi ME, Weleber RG. Retinitis Pigmentosa and Allied Disorders. Dalam : Ryan SJ, Sadda SR, Hinton DR, Schachat AP , Wilkinson CP, Wiedemann P, dkk. Retina. Philadelphia : Elsevier; 2011. hlm. 761-835
5. Cukras CA, Zein WM, Caruso RC, Sieving PA. Progressive and ‘Stationary’
Inherited Retinal Degenerations. Dalam : Yanoff M dan Duker JS. Ophthalmology.
Edisi ke-4. Philadelphia : Elsevier; 2014. hlm. 480-90
6. Wiggs JL. Molecular Genetics of Selected Ocular Disorders. Dalam : Yanoff M dan Duker JS. Ophthalmology. Edisi ke-4. Philadelphia : Elsevier; 2014. hlm. 9-14 7. Skuta GL, Louis BC & Jayne SW. Retina and Vitreus. American Academy of
Ophtalmology : San Fransisco, 2011-2012. Hlm. 228-36
8. Anderson RE, LaVail MM, dan Hollyfield JG. Recent Advances in Retinal Degeneration. New York : Springer; 2008.
9. Kanski JJ and Bowling B.Clinical Ophthalmology ; A Systematic Approach. Edisi ke-7. Philadelphia: Elsevier; 2011. Hlm 651-4
10. Fletcher EC, Chong V, Augsburger JJ, dan Correa ZM. Retina. Dalam : Riordan- Eva P dan Cunningham ET, editor . Vaughan’s and Asburry Ophthalmology. Edisi ke-18. New York: Mc. Graw Hills Lange; 2011. hlm. 210-1
11. Nguyen HV, Sujirakul T, Kulkarni N, and Tsang SH. Understanding Retinitis Pigmentosa. Retinal Physician, 2013 [diunduh 1 Oktober 2015]; 10:34 – 42.
Tersedia dari : http://www.retinalphysician.com/articleviewer.aspx?article ID=109105
12. Shankar SP. Hereditary Retinal and Choroidal Dystrophies. Dalam : Rimoin D dan Korf B, editor. Emery and Rimoin's Principles and Practice of Medical Genetics . Edisi ke-6. Philadelphia: Elsevier; 2013. hlm.1-18
13. Nemeth AH dan Downes SM. Disorders of vision. Dalam : Warner TT dan Hammans SR. Practical Guide To Neurogenetics. Philadelphia: Elsevier; 2009. hlm 53-66
14. Yioti GG, Kalogeropoulos CD, Aspiotis MB, Stefaniotou MI. Contrast Sensitivity and Color Vision in Eyes With Retinitis Pigmentosa and Good Visual Acuity:
Correlations With SD-OCT Findings. Ophthalmic Surgery, Lasers & Imaging , 2012 [diunduh 1 Oktober 2015];43(6):44-53. Tersedia dari : http://m4.wyanokecdn.com/49291e2f540a3ea59fd280018f260498.pdf
15. Oishi M, Nakamura H, Hangai M, Oishi A, Otani A, Yoshimura N. Contrast visual acuity in patients with retinitis pigmentosa assessed by a contrast sensitivity tester, 2012 [diunduh 1 Oktober 2015];60(6):545-9. Tersedia dari : http://www.ijo.in/temp/IndianJOphthalmol606545-460702_124750.pdf
16. McGillivray R. Computer Technology Assistance for the Low Vision Patient.
Dalam : Albert DM, Miller JW, Azar DT, Blody BA, Cohan JE, dan Perkins T, editor. Albert & Jakobiec's Principles & Practice of Ophthalmology. Edisi ke-3.
Philadelphia: Elsevier; 2008. hlm 5377-82
17. Parmeggiani F, Sato G, Nadai KD, romano MR, Binotto A, dan Costagliola C.
Clinical and Rehabilitative Management of Retinitis Pigmentosa: Up-to-Date. Curr Genomics, 2011 [diunduh 2 Oktober 2015];.12(4): 250–259. Tersedia dari : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3131732/pdf/CG-12-250.pdf