• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tatalaksana Low Vision pada Retinitis Pigmentosa dengan Moderate Visual Impairment

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Tatalaksana Low Vision pada Retinitis Pigmentosa dengan Moderate Visual Impairment"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJAJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG

__________________________________________________________________

Laporan Kasus : Tatalaksana Low Vision pada Retinitis Pigmentosa dengan Moderate Visual Impairment

Penyaji : Sabrina Indri Wardani

Pembimbing : dr. Ine Renata Musa, SpM(K)

Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing

dr. Ine Renata Musa, SpM(K)

Kamis, 1 Juli 2021 Pukul 08.15 WIB

(2)

1

Low Vision Management for Patient with Moderate Visual Impairment nd Retinitis Pigmentosa

Abstract

Introduction: Retinitis pigmentosa is a retinal degenerative disease that affects retinal photoreceptors. It is a hereditary disease that progress throughout patient’s life. Most patients do not notice the early symptoms of reduced visual acuity until they reach the third or fourth decade of life. The patients may become visually impaired or blind which causes financial dan social burden.

Purpose: To report the low vision management in visually impaired patient with retinitis pigmentosa

Case Report: A 52-year-old woman was referred to the Low Vision unit with chief complaint of having blurred vision in both eyes for eight years. Ophthalmologic examination revealed that her best corrected distant visual acuity for her right eye was 4/40 and left eye was 1/25. Anterior segment examinations and intraocular pressure examination were under normal limits. Funduscopic examination was revealed the bone spicule appearance, blood vessel attenuation, and waxy disc pallor in both eyes. Humphrey visual field examination showed peripheral visual field defect. Patient was diagnosed with moderate visual impairment caused by retinitis pigmentosa. There was history of similar symptom in one member of her family. Patient was managed by low vision aids to help her daily activity in working place as a chief of administration in a military centre in Bandung.

Conclusion: Retinitis pigmentosa patient with visual impairment can get low vision aids to optimize her visual function based on her needs. Managing low vision in patient with visual impairment has to be considered from multiple aspects.

Keyword: visual impairment, low vision aid, retinitis pigmentosa

I. Pendahuluan

Retinitis pigmentosa adalah sekelompok penyakit yang menyebabkan degenerasi pada sel-sel fotoreseptor lapisan retina secara progresif. Prevalensi penyakit ini adalah sebesar 1:4000 di seluruh dunia. Estimasi penderita penyakit ini adalah sekitar 1,5 juta penduduk dunia. Penyakit ini dapat diturunkan secara autosomal resesif (15-20% kasus), autosomal dominan (20-25% kasus), atau X- linked (10-15% kasus). Pola genetik X-linked merupakan pola yang paling jarang terjadi, tetapi pola ini akan menyebabkan bentuk retinitis pigmentosa yang paling berat. Pasien dengan retinitis pigmentosa dengan pola X-linked diperkirakan akan mengalami fungsi penglihatan menyeluruh pada dekade ketiga atau keempat kehidupannya.1-5

(3)

Retinitis pigmentosa mempengaruhi fungsi sel kerucut dan sel batang pada lapisan retina mata. Penglihatan perifer secara bertahap menurun di awal perjalanan penyakit hingga akhirnya berdampak juga pada penglihatan sentral. Penyakit ini dapat berupa sindroma yang disertai dengan gangguan pendengaran, sistem saraf pusat, atau gangguan metabolisme. Retinitis pigmentosa memiliki triad klasik yang sering dijadikan acuan diagnosisnya, yaitu pigmentasi bone spicule pada retina, waxy disc pallor, dan atenuasi arteriolar.2,6,7

Progresivitas penyakit retinitis pigmentosa dapat menyebabkan tajam dan fungsi penglihatan pasien menurun masuk dalam kategori kebutaan. Pasien sering tidak menyadari gangguan melihat jelas di malam hari sebagai sesuatu yang serius sehingga kebanyakan pasien memeriksakan diri saat fungsi penglihatan sangat terganggu atau jatuh pada kategori kebutaan. Penurunan penglihatan dan kebutaan yang disebabkan penyakit ini berdampak pada beban finansial dan sosial terhadap penderita dan keluarga yang merawatnya. Pasien yang dikategorikan sebagai penyandang low vision diharapkan dapat dibantu secara komprehensif untuk tidak seutuhnya bergantung pada orang lain. Laporan kasus ini bertujuan untuk membahas tatalaksana low vision pada pasien dengan retinitis pigmentosa dan moderate visual impairment.3,7-9

II. Laporan Kasus

Seorang pasien wanita berusia 52 tahun datang ke unit low vision di Pusat Mata Nasional (PMN) Rumah Sakit Mata Cicendo. Pasien mengeluhkan penglihatan kedua mata buram sejak kurang lebih 8 tahun terakhir. Pasien merasa lebih buram dan mengalami kesulitan bekerja sejak 5 tahun terakhir. Penglihatan terasa lebih buram saat menjelang malam atau gelap dan pasien mengakui sering tersandung.

Keluhan rabun senja sudah mulai terasa sejak usia 35 tahun, namun pasien tidak pernah konsultasi ke dokter. Pasien mengalami kesulitan dalam membaca dekat saat bekerja. Selama ini pasien meminta tolong rekan kerja atau kakak kandung untuk membacakan dokumen. Pasien baru mengkonsultasikan keluhannya pada bulan Mei 2021 ke dokter spesialis mata di fasilitas kesehatan sekunder karena

(4)

3

sebelumnya masih takut mencari pertolongan. Pasien kemudian dirujuk ke poli low vision PMN Rumah Sakit Mata Cicendo.

Pasien tidak pernah menggunakan kacamata sebelumnya. Keluhan mata merah, penglihatan ganda, pandangan berkabut, gangguan pendengaran, riwayat sakit mata merah berulang, riwayat konsumsi obat rutin, dan riwayat trauma tidak ada pada pasien ini. Riwayat penyakit sistemik, seperti hipertensi, diabetes melitus, dan riwayat alergi tidak ada pada pasien. Pasien merupakan anak keempat dari delapan bersaudara. Saudara kandung yang lain saat ini tidak mengeluhkan adanya gangguan penglihatan. Pasien memiliki ayah kandung dengan masalah rabun senja.

Gambar 1. Garis keturunan keluarga pasien Dikutip dari: PMN RS Mata Cicendo

Pasien bekerja sebagai aparatur sipil negara di Komando Pembina Doktrin, Pendidikan dan Latihan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (Kodiklat TNI-AD) Jawa Barat. Pasien menjabat sebagai kepala kelompok administrasi (kapokmin). Aktivitas dalam pekerjaan tersebut adalah memeriksa surat dinas.

Pasien bekerja di tempat tersebut sejak tahun 1993. Pasien selalu meminta bantuan rekan kerja untuk membaca surat dan pesan di telepon selulernya selama 8 tahun terakhir. Pasien adalah seorang lulusan SMA. Pasien belum menikah. Saat ini pasien tinggal bersama kakak kandungnya. Kakak kandung pasien selalu antar jemput pasien bekerja dan membantu pekerjaan di rumah. Pasien berharap untuk mendapatkan alat bantu untuk dapat lebih mandiri dan memaksimalkan pekerjaan sehari-hari.

(5)

Pemeriksaan tanda-tanda vital dan keadaan umum dalam batas normal. Tajam penglihatan jauh dengan menggunakan early treatment diabetic retinopathy study (ETDRS) chart mata kanan 4/40 dan mata kiri 1/25. Pemeriksaan refraktometer mata kanan didapatkan S +1,00 dan mata kiri S +0,75 C-0,50 X154o. Koreksi penglihatan jauh yang dilakukan pada mata kanan S +1,00 visus tetap 4/40 dan mata kiri S +0,50 visus tetap 1/25. Koreksi penglihatan jauh yang dilakukan tidak menambah peningkatan pada tajam penglihatan.

Pemeriksaan tajam penglihatan dekat pasien dilakukan dengan menggunakan Bailey Lovie Chart. Tajam penglihatan dekat dengan pemberian addisi lensa S +3,00D membuat pasien mampu membaca ukuran 1,25M (N10) dalam jarak 30 cm dengan lambat dan sulit. Pemberian lensa S +8,00 D, pasien mampu membaca 0,8M(N6) dalam jarak 12,5 cm dengan lancar.

Gambar 2. Hasil pemeriksaan Lapang pandang dengan Humphrey Visual Field 10-2 Dikutip dari: PMN RS Mata Cicendo

Pemeriksaan penglihatan warna dengan Ishihara pada kedua mata adalah demoplate. Penilaian sensitivitas kontras dengan Hiding Heidi didapatkan mata

(6)

5

kanan 10% dan mata kiri 25% pada jarak satu meter. Pemeriksaan dengan Amsler Grid pada kedua mata tidak menunjukkan adanya skotoma sentral dan metamorfosia.

Kedua bola mata pasien orthotropia dan bergerak baik ke segala arah. Tekanan bola mata kanan dan mata kiri didapatkan hasil 15 dan 14 dengan tonometer non kontak. Pemeriksaan segmen anterior mata kanan dan mata kiri dengan slit lamp dalam batas normal. Pemeriksaan funduskopi kedua mata menunjukkan retina flat, waxy disc pallor, bone spicule, dan atenuasi pembuluh darah seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3. Pemeriksaan lapang pandang menggunakan Humphrey Visual Field SITA-FAST 10-2 pada kedua mata menunjukkan adanya penyempitan lapang pandang.

Gambar 3. Hasil pemeriksaan foto fundus pasien Dikutip dari: PMN RS Mata Cicendo

Pasien didiagnosis dengan moderate visual impairment dan retinitis pigmentosa. Tatalaksana optik pada pasien ini adalah pemberian kacamata magnifikasi untuk keperluan membaca surat. Tatalaksana non optik pada pasien ini berupa penggunaan reading stand, pengaturan pencahayaan saat membaca, pengaturan ukuran huruf di telepon seluler menjadi lebih besar dan kontras, serta edukasi melakukan systematic head scanning. Pasien diberi edukasi mengenai

(7)

kondisi jangka panjang penyakitnya tersebut dan disarankan untuk melakukan pemeriksaan kembali ke poli low vision pada 6 bulan yang akan datang. Anggota keluarga pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan mata berkala. Prognosis pada pasien berupa quo ad vitam ad bonam, quo ad functionam dubia ad malam dan quo ad sanationam dubia ad malam.

III. Diskusi

Retinitis pigmentosa (RP) merupakan kelompok penyakit herediter yang mempengaruhi fungsi dari sel-sel fotoreseptor dan sel epitel pigmen retina (EPR).

Penyakit ini secara bertahap menyebabkan rabun senja dan penurunan luas lapang pandang secara progresif. Pola penurunan penyakit RP secara genetik dapat berupa autosomal dominan, autosomal resesif, X-linked, atau pola mitokondrial.

Pemeriksaan baku emas dari RP adalah pemeriksaan genetik. Pada pasien ini tidak dikerjakan karena ketersediaan fasilitas dan biaya. Diagnosis RP dapat ditegakkan dari gejala klinis rabun senja (nyctalopia), penurunan lapang pandang, serta gambaran triad klasik yang tampak pada pemeriksaan fundus pasien. 3,10,11

Gambar 1. Foto fundus pasien retinitis pigmentosa yang menunjukkan bone spicule Dikutip dari: Evans dkk.2

Permulaan gejala dan tingkat keparahan penyakit RP sangat bervariasi tergantung dari pola penurunan penyakit tersebut. Gejala pada penyakit RP dengan pola autosomal dominan atau autosomal resesif lebih sering menunjukkan gejala klinis yang lebih ringan dengan penglihatan sentral yang baik hingga dekade

(8)

7

keenam kehidupan. Penyakit RP dengan pola keturunan X-linked dapat menyebabkan pasien mengalami severe visual impairment pada dekade keempat kehidupan. Pasien pada kasus ini sudah memiliki riwayat rabun senja sejak usia 25 tahun dan penglihatan mulai menurun drastis sejak usia 44 tahun.1,2,10,12

RP mempengaruhi fungsi sel fotoreseptor kerucut pada retina. Gejala awal yang pasien rasakan adalah gangguan melihat pada saat malam hari atau gelap.

Gejala ini sering dianggap normal dan diabaikan oleh pasien. Selanjutnya, pasien mengalami penurunan tajam penglihatan secara bertahap karena proses kematian sel-sel fotoreseptor retina yang berlanjut seiring perjalanan penyakit RP. Penderita RP mengalami penyempitan luas lapang pandang secara progresif dimulai dari lapang pandang perifernya. Beberapa hal ini ditemukan pada pasien pada kasus ini.4,6,13

Tabel 1. Kategori visual impairment berdasarkan WHO Tajam penglihatan (koreksi terbaik) Kategori 1 Tajam penglihatan jauh

6/12 – 6/18 Mild visual impairment

<6/18 to 6/60 Moderate visual impairment

<6/60 to 3/60 Severe visual impairment

<3/60 Blindness

2 Tajam penglihatan dekat

<N6 or 0.8M pada jarak 40cm Near vision impairment Dikutip dari: WHO.14

2,9

Pasien pada kasus ini memiliki tajam penglihatan jauh pada mata kanan 4/40 dan mata kiri 1/25. Tajam penglihatan jauh mata kanan dan mata kiri pasien tidak mengalami perbaikan saat dilakukan koreksi tajam penglihatan jauh. Pasien masuk ke dalam kategori low vision dengan moderate visual impairment berdasarkan klasifikasi dari World Health Organization (WHO). Kategori low vision menurut WHO adalah seseorang yang memiliki tajam penglihatan pada mata terbaik kurang dari 6/18 sampai dengan persepsi cahaya atau lapang pandang kurang dari 10o dari titik fiksasi dan tidak dapat diterapi dengan medikasi atau tindakan operasi, namun

(9)

orang tersebut masih berpotensi menggunakan penglihatannya dalam melakukan aktivitas sehari-hari.9,14,15

Tatalaksana low vision pada pasien ini adalah pemberian alat bantu yang dapat digunakan untuk menyokong aktivitasnya sebagai kepala administrasi surat menyurat. Salah satu metode membuat bacaan atau surat tampak lebih besar untuk pasien dengan low vision adalah dengan penggunaan lensa positif dengan kekuatan lensa yang besar (high plus reading glasses). Tajam penglihatan dekat pasien dengan pemberian adisi lensa S +3.00D membuat pasien mampu membaca ukuran 1,25M (N10) dalam jarak 30 cm dengan lambat dan sulit. Target baca dekat untuk bekerja membaca surat adalah ukuran 1M(N8). Dengan mempertimbangkan reserve acuity, maka target membaca dekat adalah 1 baris di bawahnya, yaitu 0,8M(N6). Dengan perhitungan magnifikasi, didapatkan magnifikasi 1,7x. Melalui rumus magnifikasi M=D/4, maka didapatkan kekuatan lensa yang dibutuhkan S +6,80D (⁓ +7,00 D). Pasien diberikan lensa S +6,00D, pasien mampu membaca 1M dalam 17cm secara tidak lancar. Pasien diberikan lensa S +7,00D, pasien mampu membaca 1M dalam 15cm, namun tidak lancar. Saat pasien diberikan lensa S+8,00D pasien mampu membaca 0,8M(N6) dalam jarak 12,5 cm dengan lancar.

Kelancaran membaca dan kenyamanan dalam menggunakan alat bantu adalah salah satu faktor penentu jenis alat bantu yang diberikan.9,15

Penglihatan warna pada pasien tipikal RP biasanya masih baik hingga tajam penglihatan menjadi lebih buruk dari 20/40 dan ketika sel kerucut mengalami kerusakan. Pada pasien ini, hasil pemeriksaan Ishihara kedua mata adalah demoplate. Sensitivitas kontras pada pasien dengan retinitis pigmentosa akan memburuk seiring dengan perburukan penyakit ini. Hasil pemeriksaan sensitivitas kontras pada pasien ini masih menunjukkan mata kanan 10% dan mata kiri 25%

pada jarak satu meter. Pengaturan kontras dan pencahayaan lingkungan saat membaca diperlukan pasien ini untuk membedakan suatu objek dengan latar belakangnya.2,8,9

Tujuan tatalaksana low vision pada pasien ini berupa memaksimalkan penglihatan sentral yang tersisa dengan memberikan alat bantu penglihatan agar kualitas hidup pasien optimal dan lebih mandiri. Pasien menerima resep berupa

(10)

9

kacamata magnifikasi untuk menunjang pekerjaannya sebagai kepala administrasi surat-menyurat. Alasan pemberian kacamata tersebut kepada pasien adalah pasien mampu membaca sesuai target baca dengan lancar, pasien nyaman menggunakan alat tersebut, mudah dibawa, dan praktis digunakan dengan tangan terbebas. 8,9,15

Tatalaksana non optik pada pasien ini berupa penggunaan reading stand untuk menjaga postur saat membaca, pengaturan cahaya yang baik saat beraktivitas, pengaturan ukuran huruf di telepon seluler menjadi lebih besar dan kontras. Pasien disarankan untuk melakukan systematic head scanning. Pasien juga mendapatkan edukasi mengenai penyakitnya dan diberikan pelatihan orientasi dan mobilisasi.8,9,15

Evaluasi yang yang dilakukan saat pasien datang kontrol adalah penilaian ulang penglihatan, kemampuan membaca atau melakukan aktivitas harian dengan alat bantu yang diberikan, keamanan pasien sehari-hari, motivasi untuk kontrol walaupun memiliki gangguan penglihatan, dan status psikososial pasien tersebut.

Proses skrining, konseling, dan edukasi terhadap pasien dan keluarga merupakan hal yang penting untuk melakukan tracing dan tatalaksana gangguan penglihatan seoptimal mungkin. Prognosis pasien ini adalah quo ad vitam ad bonam dan quo ad functionam dubia ad malam karena retinitis pigmentosa merupakan penyakit yang bersifat progresif dan irreversible. 2,3,16

IV. Simpulan

Penurunan tajam penglihatan, lapang pandang, dan fungsi visual lain sering ditemukan pada pasien dengan retinitis pigmentosa. Tatalaksana pada pasien low vision dengan retinitis pigmentosa harus menyesuaikan dengan kebutuhan pasien dan mempertimbangkan berbagai aspek. Tatalaksana pada pasien ini meliputi alat bantu optik, alat bantu non optik, edukasi, dan latihan orientasi serta mobilisasi.

Tujuan tatalaksana ini adalah mengoptimalkan penglihatan yang masih tersisa dengan alat bantu penglihatan untuk meningkatkan kemandirian dan kualitas hidup pasien.

(11)

10

DAFTAR PUSTAKA

1. Bravo-Gil N, González-Del Pozo M, Martín-Sánchez M, Méndez-Vidal C, Rodríguez-de la Rúa E, Borrego S, et al. Unravelling the genetic basis of simplex Retinitis Pigmentosa cases. Sci Rep. 2017;7:41937-.

2. Evans KG, Weleber RG, Pennesi ME. Retinitis Pigmentosa and Allied Disorders.

Dalam: Schachat AP, Sadda SR, Editor. Ryan’s Retina. Edisi ke-6. Philladelphia:

Elsevier Inc.; 2018. hlm. 905-1063.

3. Vaidya P, Vaidya A. Retinitis Pigmentosa: Disease Encumbrance in the Eurozone.

Int J Ophthalmol Clin Res. 2015;2(4).

4. Verbakel SK, van Huet RAC, den Hollander AI, Geerlings MJ, Kersten E, Klevering BJ, et al. Macular Dystrophy and Cone-Rod Dystrophy Caused by Mutations in the RP1 Gene: Extending the RP1 Disease Spectrum. Invest Ophthal Vis Sci.

2019;60(4):1192-203.

5. Ali MU, Rahman MSU, Cao J, Yuan PX. Genetic characterization and disease mechanism of retinitis pigmentosa; current scenario. 3 Biotech. 2017;7(4):251.

6. Birtel J, Eisenberger T, Gliem M, Müller PL, Herrmann P, Betz C, et al. Clinical and genetic characteristics of 251 consecutive patients with macular and cone/cone-rod dystrophy. Sci Rep. 2018;8(1):4824.

7. Fahim A. Retinitis pigmentosa: recent advances and future directions in diagnosis and management. Curr Opin Pediatr. 2018;30(6).

8. Dewang A, Rebika, Sneha, Rohit, Radhika. Current perspectives in low vision and its management. J Ophthalmol. 2017;2(2): 000125.

9. Jackson AJ. Low vision manual. Philadelphia: Butterworth Heinemann/Elsevier;

2007. hlm.183-290;308-49.

10. Gill JS, Georgiou M, Kalitzeos A, Moore AT, Michaelides M. Progressive cone and cone-rod dystrophies: clinical features, molecular genetics and prospects for therapy.

Br J Ophthalmol. 2019;103(5):711-20.

11. McCannel CA, Berrocal AM, Holder GE, Kim SJ, Leonard BC, Rosen RB. Retina and Vitreous. Dalam: Cantor LB, Rapuano CJ, McCannel CA, editor. Basic and clinical science course. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2019.

hlm. 261-4

12. Natarajan S. Retinitis pigmentosa: a brief overview. Indian J Ophthalmol.

2011;59(5):343-6.

13. Wang AL, Knight DK, Vu T-tT, Mehta MC. Retinitis Pigmentosa: Review of Current Treatment. Int Ophthalmol Clin. 2019;59(1).

14. WHO. Blindness and vision impairment [Internet]. Geneva: World Health Organization; 2021 [diperbarui tanggal 26 Februari 2021; diunduh 10 Juni 2021].

Tersedia dari: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/blindness-and- visual-impairment.

15. Brodie SE, Gupta PC, Irsch K, Jackson ML, Mauger TF, Strauss L. Clinical optics.

Dalam: Cantor LB, Rapuano CJ, McCannel CA, editor. Basic and clinical science course. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2019. hlm. 309-28 16. Parmeggiani F, Sato G, Nadai KD, Romano MR, Binotto A, Costagliola C. Clinical

and Rehabilitative Management of Retinitis Pigmentosa: Up-to-Date. Curr Genomics. 2011;12(4):250-259.

Referensi

Dokumen terkait

Secara bertahap dapat dilakukan dengan mengklik pada toolbar untuk melakukan check syntax dan untuk mengetahui apakah program yang kita tulis ada error ataukah

Dalam penelitian variabel jumlah pipa venturi ini, jumlah pipa venturi mempengaruhi efisiensi penurunan kadar Mn karena dengan semakin banyaknya jumlah pipa venturi yang terpasang

Tiap lembaran insang terdiri dari sepasang filamen, dan tiap filamen mengandung banyak lapisan tipis (lamela). Pada filamen terdapat pembuluh darah yang memiliki

Endapan belerang ini terbentuk oleh kegiatan solfatara, fumarola atau sebagaiakibat dari gas dan larutan yang mengandung belerang keluar dari dalam bumi

335 Alwaritzi Merupakan variasi dari nama Al Warits (asmaul husna yang artinya Merupakan variasi dari nama Al Warits (asmaul husna yang artinya ‘Allah yang ‘Allah yang mewarisi

Peningkatan KMA terjadi pada tanah lempung setelah perlakuan disebabkan karena tanah lempung memiliki pori tidak berguna (pori sangat kecil) yang banyak sehingga jika

Tujuan penelitian adalah menghitung dan menilai kapasitas adaptif ekosistem padang lamun yang ditemukan tumbuh pada perairan sekitar pulau-pulau kecil dalam gugus

1. Tahap pendahuluan , meliputi kajian studi literatur dan sumber informasi lainnya terutama sistem tanggap bencana banjir yang ada sekarang sehingga dapat