BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangSalah satu peran auditor eksternal adalah untuk memberikan keyakinan
kepada pihak yang berkepentingan bahwa laporan keuangan telah disusun sesuai
standar yang berlaku serta mencerminkan keadaan yang sebenarnya atas suatu
entitas bisnis. Selain itu peran auditor eksternal adalah memastikan laporan
keuangan tidak mengandung salah saji (misstatement) yang material baik yang
disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan (fraud). Menurut standar audit, faktor
yang membedakan kekeliruan dan kecurangan adalah tindakan yang
mendasarinya, apakah kesalahan pada laporan keuangan terjadi karena tindakan
yang disengaja atau tindakan yang tidak disengaja. Peran auditor adalah
memeriksa laporan keuangan tersebut sehingga pemakai laporan keuangan akan
percaya bahwa laporan keuangan tersebut tidak akan menyesatkan mereka.
Kecurangan atau fraud semakin marak terjadi dengan berbagai cara yang
terus berkembang sehingga kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan
juga harus terus ditingkatkan, bagaimanapun juga auditor dituntut untuk tetap
mampu mendeteksi kecurangan seandainya terjadi kecurangan dalam
melaksanakan tugas auditnya. Masalah yang timbul adalah auditor juga memiliki
keterbatasan dalam mendeteksi fraud. Keterbatasan yang dimiliki auditor akan
menyebabkan kesenjangan atau expectation gap antara pemakai jasa auditor yang
disajikan tidak mengandung salah saji dan telah mencerminkan keadaan yang
sebenarnya.
Menurut Hartan (2016) praktik kecurangan di Indonesia tidak hanya
melibatkan orang-orang yang mempunyai jabatan tinggi, tetapi juga orang-orang
yang berada dibawahnya. Kecurangan yang seringkali dilakukan di antaranya
adalah memanipulasi pencatatan transaksi keuangan, penghilangan dokumen, dan
mark-up laba yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian pemerintahan
maupun non pemerintahan. Kecurangan ini biasanya dipicu oleh adanya
kesempatan untuk melakukan penyelewengan. Hal tersebut di dukung dan
diperkuat dengan data pada tahun 2016 dari survei yang dilakukan oleh organisasi
masyarakat internasional Anti Korupsi, yaitu Transparency International dalam
situsnya www.transparency.org yang mengeluarkan Indeks Persepsi Korupsi
(IPK) atau Corruption Perception Index (CPI). IPK atau CPI sendiri digunakan
untuk membandingkan kondisi korupsi di suatu negara terhadap negara lain. Di
dalam situs tersebut, Indonesia menempati ranking 90 dari 176 negara dengan
skor 37 dari skor tertinggi yaitu 100. Dengan demikian, data tersebut
menunjukkan bahwa Indonesia tergolong negara dengan tingkat korupsi yang
cukup tinggi..
Dalam mengerjakan tugas-tugasnya seorang Auditor harus profesional dan
kompetitif agar dapat memberikan kepuasan kepada klien. Auditor seringkali
berada di situasi dilematis. Dalam persaingan yang semakin ketat, tentu sikap
skeptisme profesional harus diterapkan dan merupakan hal penting dalam
mengaudit suatu laporan keuangan, mungkin saja auditor kurang mempertahankan
sikap skeptisme profesionalnya.
Skeptisme profesional merupakan sikap seorang auditor dengan selalu
mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit yang
ada (SA seksi 230). Seorang auditor yang memiliki sikap skeptisme profesional
tidak akan begitu saja menaruh kepercayaan terhadap penjelasan dari klien yang
berhubungan dengan bukti audit. Adanya sikap skeptisme profesional akan lebih
mampu menganalisis adanya tindak kecurangan pada laporan keuangan sehingga
auditor akan meningkatkan pendeteksian kecurangan pada proses auditing
selanjutnya. Penelitian Supriyanto (2014:16) menyatakan bahwa skeptisme
profesional berpengaruh signifikan terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan. Hasil ini menunjukkan bahwa skeptisme profesional akan
mengarahkan untuk menanyakan setiap bukti audit dan isyarat yang menunjukkan
kemungkinan terjadinya kecurangan dan mampu meningkatkan auditor dalam
mendeteksi setiap gejala kecurangan yang timbul. Hasil penelitian dari Supriyanto
tersebut diperkuat dengan hasil penelitian dari Eko Ferry Anggriawan (2014:13)
yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara skeptisme profesional
auditor terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan, hal ini disebabkan karena
semakin tinggi skeptisme seorang auditor maka kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan juga semakin baik.
Tanpa menerapkan skeptisme professional auditor hanya akan menemukan
salah saji yang disebabkan oleh kekeliruan saja dan sulit untuk menemukan salah
oleh pelakunya. Pada tahun 2018 terdapat fenomena kasus SNP Finance yang
menyebabkan rusakya reputasi Akuntan Publik Marlinna dan Akuntan public
Merliyana Syamsul yang melanggar standar audit professional. Dalam melakukan
audit laporan keuangan SNP tahun buku 2012 sampai dengan 2016, mereka belum
sepenuhya menerapkan pengendalian system informasi terkait data nasabah dan
akurasi jurnal piutang pembiayaan.
Akuntan publik tersebut belum menerapkan pemerolehan bukti audit yang
cukup dan tepat atas akun piutang pembiayaan konsumen dan melaksanakan
prosedur yang memadai terkait proses deteksi risiko kecurangan serta respon atas
risiko kecurangan.Di samping itu, system pengendalian mutu akuntan publik
tersebut mengandung kelemahan. Pasalya, sisstem belum bisa mencegah ancaman
kedekatan antara personel senior dalam perikatan audit pada klien yang sama
untuk suatu periode yang cukup lama. Kementrian keuangan menilai bahwa hal
tersebut berdampak pada berkurangya skeptisme professional
akuntan.berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, kementrian keuangan
menjatuhkan sanksi administrative kepada mereka berupa pembatasan pemberian
jasa audit terhadap entitas jasa keuangan selama 12 bulan yang mulai berlaku
tanggal 16 September 2018 sampai dengan 15 September 2019. Selain terhadap
dua akuntan public tersebut, kementrian keuangan juga menghukum Deloiite
Indonesia. Mereka diberi sanksi berupa rekomendasi untuk membuat kebijakan
dan prosedur dalam system pengendalian mutu akuntan public terkait ancaman
Selain harus menerapkan sikap skeptisme profesional auditor dituntut
juga untuk memiliki sikap independensi yang tinggi. Independensi adalah salah
satu faktor yang menentukan kredibilitas dari audit yang dihasil auditor, sehingga
apabila seorang auditor tidak independen, maka laporan audit yang dihasilkan
auditor tersebut tidak akan dipercaya oleh pihak yang berkepentingan.
Independensi ditunjukkan dalam bentuk tidak ada hubungan tertentu antara
auditor dengan klien, tidak ada kepentingan (financial gain), dan tidak
terpengaruh dengan faktor-faktor yang tidak ada kaitannya dengan audit. Dalam
teori persepsi dijelaskan bahwa persepsi dapat memengaruhi perilaku seseorang
dan perbedaan persepsi dipengaruhi oleh interpretasi yang berbeda oleh individu
atau kelompok atas berbagai hal. Hal ini bergantung pada faktor yang berasal dari
diri individu pemiliki persepsi, seperti kepentingannya; atau faktor pada target
persepsi, seperti adanya hubungan/kedekatan, sehingga auditor yang tidak
memiliki kepentingan pribadi atas audit tersebut dan tidak memiliki
hubungan/kedekatan dengan auditee menunjukkan bahwa auditor tersebut
independen, sehingga akan berpengaruh terhadap persepsinya terhadap auditee
menjadi netral dan tidak memihak, kemudian akan berpengaruh pula kepada
serangkaian perilaku yang akan diambilnya dalam proses audit investigatif
menjadi tepat.
Auditor harus memiliki sikap independensi dalam setiap tugasnya, terlebih
lagi saat mendeteksi adanya tindakan kecurangan dalam laporan keuangan.
Auditor harus mampu melaporkan adanya tindakan kecurangan meskipun
mempertahankan sikap independensi agar auditor tidak memihak pada siapapun
sehingga dapat bersikap objektif dan bertindak adil dalam memberikan opini
ataupun kesimpulannya (Hartan,2016).
Auditor tidak hanya dituntut untuk bekerja secara professional, tetapi juga
sesuai dengan anggaran waktu yang ditetapkan. Anggaran waktu adalah situasi
yang ditunjukan untuk auditor dalam melakukan efisiensi terhadap waktu yang
telah disusun atau terdapat pembatasan waktu dan anggaran yang sangat ketat dan
kaku (Pangestika, 2014). Anggaran waktu ini dibutuhkan guna menentukan kos
audit dan mengukur efektifitas kinerja auditor. Namun seringkali anggaran waktu
tidak realistis dengan pekerjaan yang harus dilakukan, akibatnya muncul
perilakuperilaku kontraproduktif yang menyebabkan kualitas audit menjadi lebih
rendah. Anggaran waktu yang sanat terbatas ini salah satunya disebabkan oleh
tingkat persaingan yang semakin tinggi antar kantor akuntan publik (KAP).
Alokasi waktu yang lama seringkali tidak menguntungkan karena akan
menyebabkan kos audit yang semakin tinggi.
Dalam penelitian ini ingin mengetahui apakah seorang auditor mampu dan
dapat mengatasi tekanan anggaran waktu yang begitu terbatas dengan sikap
skeptisme profesionalnya dan independensinnya dalam mendeteksi kecurangan
laporan keuangan yang disajikan wajar atau tidak wajar sesuai dengan Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Publik
Indonesia (IAPI). Fakta empirik dari berbagai hasil penelitian menunjukkan
kualitas audit yang dapat disebabkan oleh tidak adanya sikap skeptisme
profesional dan independensi audito
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis bermaksud melakukan penelitian
dengan judul : “PENGARUH SIKAP SKEPTISME PROFESIONAL,
INDEPENDENSI AUDITOR, DAN TEKANAN ANGGARAN WAKTU TERHADAP KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI KECURANGAN”
(
Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di daerah Jakarta Selatan)
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut dilatar belakang, maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Apakah pengaruh sikap skeptisme profesional auditor terhadap keberhasilan
dalam mendeteksi kecurangan ?
2. Apakah pengaruh sikap independen auditor terhadap keberhasilan dalam
mendeteksi kecurangan ?
3. Apakah pengaruh tekanan anggaran waktu terhadap keberhasilan dalam
mendeteksi kecurangan ?
4. Apakah pengaruh sikap skeptisme professional auditor, independensi auditor
dan tekanan anggaran waktu dalam mendeteksi kecurangan ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang disampaikan, maka tujuan yang ingin
1. Mengetahui pengaruh skeptisme auditor terhadap keberhasilan dalam
mendeteksi kecurangan.
2. Mengetahui pengaruh independensi terhadap keberhasilan auditor dalam
mendeteksi kecurangan.
3. Mengetahui tekanan anggaran waktu terhadap keberhasilan auditor dalam
mendeteksi kecurangan.
4. Mengetahui pengaruh sikap skeptisme profesional, independensi auditor dan
tekanan anggaran waktu terhadap keberhasilan auditor dalam mendeteksi
kecurangan.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan memberikan manfaar bagi berbagai
pihak, antara lain:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
pengembangan ilmu akuntansi, khususnya dalam bidang auditing.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai bahan
bacaan untuk menambah pengetahuan serta dapat dijadikan referensi di
masa yang akan datang
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
Peneliti dapat menambah wawasan khususnya tentang pengaruh sikap
mendeteksi kecurangan. Selain itu juga sebagai sarana bagi peneliti untuk
mengembangkan dan menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh.
b. Bagi Para Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai penerapan
sikap skeptisme profesional dan independensi auditor dalam kondisi
seperti apapun yang ditunjukan melalui keberhasilan auditor dalam
mendeteksi kecurangan.
1.5. Sistematika Penulisan
Dalam menyajikan hasil penelitian, penulis akan memaparkan dalam lima bab
penulisan dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I PENDAHULUAN
Mencakup latar belakang masalah yang memuat rumusan masalah,
batasan masalah tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab II Landasan Teori
Mengutarakan landasan teori yang merupakan formulasi universal dari
kajian pustaka yang dirangkum untuk membangun suatu kerangka
pemikiran hingga muncul hipotesis penelitian.
Bab III Metode Penelitian
Menjelaskan mengenai metode defenisi dan pengukuran variabel,
jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, dan analisis