• Tidak ada hasil yang ditemukan

Digest Epistema Vol. 3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Digest Epistema Vol. 3"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

Pada Kompendium jilid 3 ini, fokus pembahasan berkisar pada kajian dan penelitian sosial hukum. Menurut Nicola Lacey, kajian sosio-legal dapat dipahami sebagai suatu bentuk kajian hukum yang menggunakan perspektif ilmu sosial terhadap hukum, namun dilakukan sebagai kritik internal.

Metode Penelitian Sosial/Nondoktrinal untuk Mengkaji Hukum dalam Konsepnya

Yang pertama ialah kajian undang-undang - dan oleh itu kaedah penyelidikannya - yang dipanggil kajian undang-undang doktrin; dan yang kedua ialah kajian undang-undang bukan doktrin. Dalam kajian dan penyelidikan undang-undang doktrin, logik formal dengan silogisme deduktifnya adalah yang paling banyak digunakan.

Sebagai Realitas Sosial

Meskipun tidak dapat dikatakan sepenuhnya benar, terdapat perbedaan dikotomis dalam studi hukum – dan juga metodenya – menjadi dua kategori besar. Karena dikonseptualisasikan sebagai gejala yang ada dan bergerak atau beroperasi dalam dunia empiris, maka jura – keduanya sebagai substansi.

Metode, Teori dan Ideologi dalam Studi Perempuan Interdisiplin terhadap Hukum

Kajian sosio-hukum merupakan titik temu metodologis (pembangunan teori, ideologi dan metode argumentasi) bagi berbagai kajian humanistik tentang atau tentang hukum. Mengacu pada pandangan Banakar dan Travers, kajian hukum sosial dapat dikatakan sebagai ruang atau cara pandang yang mempertemukan berbagai disiplin ilmu kajian hukum.3 Dalam hal ini, berbagai metode keilmuan, teori, dan ideologi dari berbagai disiplin ilmu terlibat dalam jalinan disiplin ilmu, seperti geografi sosial. , kajian gender dan teori wacana sejumlah hukum positif, yang dapat menghasilkan kajian interdisipliner (kajian sosio-hukum) tentang hubungan hukum dan perempuan. 2 Dermot Feenan, "Foreward: Socio-Legal Studies and the Humanities", Jurnal Internasional Hukum dalam Konteks (n.d.), hal.

3 Reza Banakar dan Max Travers, 2005, “Hukum, Sosiologi dan Metode” dalam Teori dan Metode dalam Penelitian Sosio-Legal, Reza Banakar dan Max Travers (eds.), Oxford dan Portland Oregon, Hart Publishing, hal. Argumen Franz Magnis-Suseno dan Jürgen Habermas adalah untuk menunjukkan bahwa studi interdisipliner—misalnya studi sosio-hukum—bukanlah anti-studi. Kajian sosio-legal, sebagaimana juga dikemukakan oleh Banakar dan Travers, sebenarnya ingin menunjukkan pentingnya metode hukum tradisional, keterbatasannya, dan sekaligus melampauinya.

Metode bukan sekadar teknik yang dapat digunakan untuk memperoleh fakta tentang dunia sosial, namun selalu digunakan sebagai bagian dari komitmen terhadap perspektif teoritis, meskipun hal ini tidak dibahas secara eksplisit dalam sebuah proyek penelitian.”7 Karena itu adalah sebuah perspektif. . interdisipliner dalam kajian hukum, kajian sosio-hukum bukan sekedar gabungan berbagai disiplin ilmu – geografi sosial, kajian gender atau teori wacana hukum – tanpa memperhatikan ideologi keilmuan yang melatarbelakangi teori-teori tersebut.

Mengapa Good Governance?

Salah satu wacana yang paling menarik, ofensif, dan pada akhirnya diformalkan dalam wacana ketatanegaraan adalah tata pemerintahan yang baik.

Refleksi dalam Penelitian Socio-Legal

Membongkar Mitos

Seperti tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang disuntikkan dari satu negara ke negara lain yang menyebarkan pengaruhnya. Mengapa transmisi tata pemerintahan yang baik dipromosikan dengan sangat kuat oleh Bank Dunia dan kemudian ditransplantasikan dengan baik oleh lembaga-lembaga negara dan non-negara? Misalnya, isu perlindungan hak asasi manusia bukanlah isu penting dalam skema tata pemerintahan yang baik.

Pertama, munculnya good governance tidak terlepas dari dorongan liberalisasi pasar dalam bentuk yang lebih santun. Tata pemerintahan yang baik kini lebih banyak dimasukkan dalam wacana hak asasi manusia, namun bersifat selektif dan mensyaratkan bahwa pemerintahan tersebut ramah pasar (paradigma hak asasi manusia yang ramah pasar). Kita sekarang melihat tata pemerintahan yang baik sebagai sebuah teknologi yang mendisiplinkan demokrasi dengan kerangka hukum untuk pembangunan.

Good governance sebagai teknologi neoliberal telah dipersiapkan dengan sangat baik untuk meruntuhkan kedaulatan rakyat melalui pintu reformasi ketatanegaraan Indonesia.

Penjelasan Socio-Legal, Rengkuhan

Barangkali cukup banyak akademisi dan pusat studi di perguruan tinggi yang sadar untuk mentransfer gagasan neoliberalisme ke dalam konstitusionalisme melalui tata kelola pemerintahan yang baik. Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan sistem pasar bebas, salah satu elemen kunci tata kelola yang baik adalah 'kerangka hukum pembangunan' (Bank Dunia 1992). Oleh karena itu, tidak mengherankan jika perspektif Bank Dunia mengenai tata kelola yang baik terutama berkaitan dengan kebutuhan legislatif para pelaku komersial di pasar (LCHR 1993: 53).

Posisi yang cukup kritis diungkapkan dalam analisis hubungan antara supremasi hukum dan kerangka legislatif bagi pembangunan dalam agenda good governance ditulis oleh Tsuma (1999). Menurutnya, Bank Dunia mulai memimpin proyek reformasi hukum pada tahun 1990an ketika tata kelola pemerintahan yang baik menjadi bagian dari agenda pembangunan (Bank Dunia 1992; 1995a). Tata kelola yang baik dalam konsepnya menunjukkan hubungan yang sangat erat antara upaya reformasi hukum (termasuk reformasi peradilan) dengan cara menciptakan sistem keuangan yang 'sehat'.

Sekali lagi, tata kelola pemerintahan yang baik lebih bergantung pada rancangan substantif kerangka hukum yang (semata) liberalisasi pasar.

Pendahuluan

Menjadikan Penelitian Sosio-Legal Bermakna bagi Advokasi Kebijakan

Tenurial Kehutanan

  • Membangun Nalar Penelitian untuk Masalah Tenurial Hutan
  • Merumuskan Masalah Penelitian Penelitian ini menganalisis peraturan per-
  • Melakukan Penelitian
  • Bergerak ke Ranah Advokasi: Kebutu- han Pendekatan Transdisiplin
  • Catatan penutup

Saya menyebut penelitian ini sebagai penelitian sosio-legal karena penelitian ini mempelajari keterkaitan antara faktor-faktor hukum, sosial dan politik setempat, baik faktor-faktor yang mendukung maupun menghambat kepastian penguasaan hutan masyarakat. Kelompok pertama berkaitan dengan isi dan sejarah peraturan perundang-undangan nasional, misalnya: Bagaimana pengaturan kepemilikan hutan negara dan kepemilikan hutan kemasyarakatan diatur dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang berlaku saat ini. Pertanyaan ketiga berkaitan dengan norma dan praktik penguasaan hutan masyarakat, misalnya: Bagaimana kelompok masyarakat di dalam dan sekitar hutan di Lampung membangun dan menerapkan norma penguasaan hutan.

Apa ciri-ciri utama hak milik dalam sistem penguasaan hutan ini? Apa saja faktornya dan siapa saja aktor yang berperan dalam memperkuat atau melemahkan kepastian tenurial hutan masyarakat di wilayah tersebut? Karena beberapa alasan, Lampung merupakan lokasi penelitian yang menarik untuk mempelajari tenurial hutan serta konteks hukum, sosial dan lingkungannya.

Informasi dari aktivis masyarakat sipil di Lampung sangat berguna dalam memahami realitas kompleks penguasaan hutan dan konflik.

Gambar 1. Hierarki relasi antar disiplin
Gambar 1. Hierarki relasi antar disiplin

Penelitian Socio-Legal dalam Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam

Pada kesempatan kali ini saya akan berbagi pengalaman menggunakan pendekatan sosio-legal dalam penelitian penguasaan dan eksploitasi sumber daya pesisir di Delta Mahakam, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Sumber daya pesisir dalam hal ini meliputi sumber daya hutan, perikanan, pertambangan minyak dan gas, serta lahan. Selain menjelaskan proses penelitian, saya juga akan menginformasikan kepada Anda tentang posisi penelitian saya dalam proyek penelitian yang saya ikuti.

Proyek penelitian ini melibatkan sejumlah peneliti post-doc dan PhD dengan latar belakang ilmu eksakta dan non-eksakta. Pertama, untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai perubahan lingkungan fisik, serta pranata sosial dan hukum di Delta Mahakam, beserta penyebabnya. Penelitian EKP diawali dengan data dan fakta mengenai perubahan (baca: kerusakan) lingkungan fisik Delta Mahakam dan sekitarnya.

Parameter utama yang digunakan untuk menyimpulkan kerusakan lingkungan adalah deforestasi yang pada saat penelitian dimulai pada tahun 2007 telah mencapai 85% dari ± 110.000 ha hutan mangrove Delta Mahakam.

Pengalaman Penelitian di Delta Mahakam, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur

Dokumen-dokumen tersebut juga menyajikan informasi perselisihan atau perselisihan mengenai kepemilikan dan pemanfaatan sumber daya alam. Bagi peneliti pada kelompok ilmu eksakta, data tersebut memancing keinginan untuk mengetahui lebih detail mengenai bentuk dan pola perubahan lingkungan serta faktor penyebabnya. Sementara bagi peneliti kelompok Exact Sciences, data di atas telah menggugah minat untuk mengidentifikasi penyebab perubahan dari perspektif hukum dan kelembagaan.

Sebagai penelitian sosio-hukum, penelitian yang saya lakukan memanfaatkan data hukum (baca: teks otoritatif), sosial, dan fisik secara bersamaan. Penelitian saya hanya pada tahap yang umumnya dilakukan oleh penelitian sosio-legal, yaitu penggabungan data penelitian doktrinal dengan data penelitian sosial. Integrasi tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan data penelitian sosial untuk membahas asas atau prinsip hukum sehingga pendekatan sosio-legal tidak hanya mengusulkan perubahan pragmatis (Campbell & Wiles 1976; Posner 1981).

Hal ini mengejutkan karena data penelitian ilmiah eksakta memiliki kesimpulan yang berbeda dengan pengetahuan, yang seharusnya menjadi titik tolak penelitian doktrinal dan penelitian sosial.

Antusias Peserta Pelatihan Metodologi Penelitian Sosio-Legal

Pelatihan ini diselenggarakan untuk menjawab permasalahan hukum yang kompleks dan memerlukan penyelidikan yang lebih luas dibandingkan penelitian hukum dogmatis. Shidarta, Penelitian Sosial dengan Objek Hukum dan Metode Penelitian Sosial/Nondoktrinal untuk Kajian Hukum dalam Konsepnya sebagai Realitas Sosial dari Prof. Konferensi nasional ketiga ini mengangkat tema “Beyond the Debate on Legal Positivism and Natural Law Theory”, dengan keynote speaker selaku Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Kritik dan perdebatan di luar itu, (2) Positivisme, hukum kodrat dan berbagai pandangan lain mengenai pembentukan hukum, (3) Menyeimbangkan kepastian hukum dan keadilan dalam penegakan hukum: beberapa tantangan dan harapan. Panel 1 akan mengkaji secara kritis pemikiran-pemikiran para filosof atau pemikir hukum yang menyeimbangkan hubungan antara bentuk dan isi hukum, termasuk kritik terhadap positivisme hukum dan teori hukum kodrat, atau kritik hukum lainnya. Dan pada Panel 3 kita akan mengkaji proses penegakan hukum dengan fokus pada keseimbangan aspek bentuk dan isi hukum, dengan menggunakan perspektif pluralisme hukum, kajian sosio-hukum, geografi hukum dan perspektif hukum lainnya.

Sidang pleno akan dibagi menjadi 2 sidang pleno yaitu (1) Positivisme hukum dan teori hukum kodrat: keamanan dan keadilan hukum, dengan wasit prof.

Penelitian Interdisipliner Tentang Hukum

Beberapa ahli hukum berpendapat bahwa metode penelitian hukum yang bersifat doktrinal, dogmatis, atau normatif (penelitian hukum) merupakan metode penelitian yang dianggap lebih sesuai dengan tujuan hukum dan merupakan metode terpenting dalam arus utama disiplin ilmu hukum. Menurut Shidarta, interaksi disiplin ilmu hukum dengan disiplin ilmu non-hukum lebih cenderung dilakukan pada teori hukum, karena teori hukum bersifat antar-ilmu. Perbandingan ini dilakukan karena ketiganya merupakan ciri-ciri penelitian yang lebih banyak ditemukan pada penelitian-penelitian yang melibatkan lebih banyak ilmu hukum. dari satu disiplin ilmu. .

Sedangkan pada penelitian ilmu hukum interdisipliner, para peneliti dari disiplin ilmu hukum dan ilmu sosial sepakat untuk meneliti suatu topik yang menjadi permasalahan bersama dalam suatu proses penelitian tersendiri. Dan untuk penelitian interdisiplin ilmu hukum baik disiplin ilmu hukum maupun ilmu sosial dilibatkan dalam komunikasi dan integrasi sejak awal penjabaran desain penelitian. Mereka tidak sekedar meminjam metode dari disiplin ilmu lain, namun sebenarnya terdapat integrasi beberapa disiplin ilmu dalam satu analisis dan perspektif baru dalam memandang suatu permasalahan.

Oleh penulis, buku ini digunakan sebagai upaya untuk mengenalkan dan memperkaya wacana mengenai penelitian interdisiplin ilmu hukum di Indonesia, khususnya bagi mahasiswa dan peneliti di daerah.

Gambar

Gambar 1. Hierarki relasi antar disiplin
Gambar  2.  Kesadaran  Integrasi  dalam  Interdisipli- Interdisipli-naritas

Referensi

Dokumen terkait

Pendapat tersebut juga dapat dipahami dari pendapat Soerjono Soekanto yang menyebutkan bahwa “ruang lingkup sosiologi hukum adalah pola-pola perikelakuan dalam

G-,1 5 Tender Package Name Supply and Installation of Science equipments for different laboratories 6 Tender Publication Date 06t0st2021 1 Tender Last Selline Date 2410512A21 at,1 00