• Tidak ada hasil yang ditemukan

DINAMIKA TOTAL FACTOR PRODUCTIVITY INDUSTRI BESAR DAN SEDANG INDONESIA

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "DINAMIKA TOTAL FACTOR PRODUCTIVITY INDUSTRI BESAR DAN SEDANG INDONESIA"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

While in the period of technical change becomes the main supporting factor of TFP, however, it goes along with the growth of negative efficiency change or the decrease in the company's catch-up effect ability to adapt with the more advanced technology. Grouping the sample across subsectors, technical change and also efficiency change shows the declining amount of manufacturing industry with superior productivity. Keempat, sector industry processing has backward linkage (derajat sensibilty) then forward linkage (daya dispersal) yang tinggi dengan sektor lainnya.

Pertumbuhan sektor manufaktur pada masa sebelum krisis keuangan tahun 1998 relatif tinggi yaitu mencapai sekitar 9,2% (yoy) pada periode 1991-1998. Tujuan pertama dari penelitian ini adalah menghitung Total Factor Productivity (TFP) perusahaan manufaktur besar dan menengah Indonesia; kedua, mengidentifikasi sumber-sumber peningkatan produktivitas di sektor industri manufaktur; dan ketiga, analisis subsektor industri pengolahan berdasarkan tingkat perubahan teknis dan perubahan efisiensi. Terminologi berikut adalah perubahan teknis yang diukur dengan pergeseran batas produksi, katakanlah dari satu periode ke periode lainnya.

Dalam kasus beberapa keluaran, perubahan teknis dapat mengubah produksi satu keluaran relatif terhadap keluaran lainnya dalam dua cara. Mengingat perhitungan MTFPI didasarkan pada asumsi CRS, hanya ada 2 sumber pertumbuhan produktivitas, yaitu perubahan efisiensi dan perubahan teknis.

Grafik 3. Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan
Grafik 3. Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan

Data Envelopment Analysis

Padahal, jika menggunakan variable returns to scale, selain kedua sumber pertumbuhan produktivitas tersebut, ada juga sumber pertumbuhan produktivitas yang berasal dari perbaikan ruang lingkup operasi atau skala efisiensi. Bobot optimal u dan v pada FP di atas diperoleh dengan cara memaksimalkan nilai efisiensi dengan batas nilai efisiensi kurang dari atau sama dengan 1. Bentuk model DEA pada LP dapat diselesaikan, namun mengingat semakin banyaknya kendala seiring dengan bertambahnya jumlah perusahaan (lebih kompleks). , perlu dilakukan perubahan bentuk LP menjadi Dual Programming (DP).

Skala ekonomi yang dihasilkan dalam model ini tidak menunjukkan apakah skala hasil perusahaan meningkat atau menurun. Jika TE (Technical Efficiency atau biasa disebut efisiensi) NIRS tidak sama dengan TE VRS, maka Incremental Return to Scale (IRS) diindikasikan. Sedangkan jika TE NIRS sama dengan TE VRS maka mengindikasikan Declining Return to Scale (DRS).

Constant Return to Scale (CRS) DEA mengasumsikan bahwa semua DMU beroperasi pada skala ekonomi yang paling optimal. Namun adanya persaingan tidak sempurna, kendala finansial, yang membuat DMU tidak dapat beroperasi pada skala ekonomi yang optimal, untuk itu dikembangkan model DEA dengan asumsi Variable Return to Scale (VRS). Atau, jika perusahaan menggunakan input yang sama pada periode t dan t+1, tetapi menghasilkan output yang berbeda, yaitu output periode t+1 bertambah 30% dari output periode t, maka indeks TFP adalah 1,3.

Selain MTFI yang sudah dijelaskan secara detail sebelumnya, ada juga dua cara lain untuk menghitung indeks TFP, yaitu indeks Hicks-Moorsteen TFP (HM TFP) dan indeks TFP berdasarkan Profitability Ratio. Namun terdapat kelemahan dari indeks HM TFP yaitu ketidakmampuan untuk menjelaskan sumber pertumbuhan produktivitas (perubahan teknis, perubahan efisiensi). Di sisi lain, metode perhitungan Profitability Ratio mengukur indeks TFP dengan menggunakan pendapatan dan biaya (setelah disesuaikan dengan perubahan harga antara periode s dan t).

Untuk itu indeks yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah indeks Malmquist TFP.

Grafik 16. Ilustrasi Non-Increasing  Returns to Scale
Grafik 16. Ilustrasi Non-Increasing Returns to Scale

Penelitian tentang TFP Sektor Industri Pengolahan di Indonesia

Metodologi yang digunakan dalam penelitian Ikhsan kemudian diadopsi oleh Bappenas (2010) dengan menggunakan data SIBS periode 2000–2007. Setelah sempat mengalami penurunan yang diduga terkait dengan proses konsolidasi kebijakan ekonomi pasca krisis 1998, produktivitas industri kembali meningkat pada 2004-2007. Pada tingkat perincian ISIC 2 digit, sektor kimia mencatat pertumbuhan TFP tertinggi dengan rata-rata 0,21% per tahun, diikuti oleh sektor mineral bukan logam (0,14%) dan sektor makanan dan minuman (0,09%).

Sementara itu, pertumbuhan produktivitas terendah dicapai oleh industri perkayuan (-1,18%), sektor industri pengolahan lainnya (-0,31%) dan sektor tekstil (-0,08%). Prabowo dan Cabanda (2011) meneliti produktivitas perusahaan manufaktur Indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2000-2005. Masih menggunakan metode SFA, Prabowo dan Cabanda menemukan adanya inefisiensi teknis di perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel penelitian.

Dengan menggunakan data UNIDO pada tingkat ISIC 3 digit, kami mencatat bahwa selama periode 1990-2001 terdapat 5 subsektor industri yang memiliki efisiensi tertinggi, yaitu: Tembakau; besi dan baja; peralatan transportasi; logam bukan besi; dan kimia. Secara umum, subsektor industri pada kategori industri dasar menunjukkan kinerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan industri pada kategori industri tradisional rendah dan industri teknologi tinggi. Namun demikian, industri pada kategori yang terakhir cenderung menunjukkan kinerja yang lebih tinggi dalam pengamatan 2 tahun terakhir.

Terkait dengan tujuan tersebut, input yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi pada ekuitas dan biaya pemasaran. Metode DEA diterapkan pada 5 kategori industri perusahaan manufaktur yang tercatat di BEI, sepanjang meliputi: Makanan dan minuman; produk pakaian dan tekstil; Plastik dan barang pecah belah; Otomotif dan produknya; dan Farmasi. Kesimpulan utama dari penelitian ini adalah produktivitas pemasaran pada tahun tersebut memiliki nilai tertinggi dibandingkan periode lainnya dengan penyumbang utama efisiensi teknologi.

Nilai TFP perusahaan yang efisien memiliki hubungan positif dengan pengembalian aset, yang mencerminkan bahwa semakin tinggi efisiensi produktivitas pemasaran maka kinerja keuangan akan semakin baik.

METODOLOGI 3.1. Metodologi

Data, Variabel, dan Proksi

Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Survei Industri Besar dan Menengah (SIBS) yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Untuk setiap perusahaan, variabel yang digunakan meliputi output, modal, tenaga kerja, bahan mentah, dan energi. Untuk menentukan output yang dihasilkan oleh perusahaan dapat menggunakan pendekatan hasil produksi atau penjualan.

Ini memperhitungkan semua sumber daya (modal, tenaga kerja, bahan mentah dan energi) yang menghasilkan sejumlah produk, dijual dan tidak terjual dan disimpan sebagai persediaan. Data nilai output yang dihasilkan akan dipublikasikan dengan menggunakan indeks harga perdagangan besar Indonesia berdasarkan masing-masing sektor industri. Data modal yang digunakan dalam penelitian ini adalah perkiraan nilai (stok) dari seluruh barang modal tetap (tanah, bangunan, mesin, kendaraan dan lain-lain).

Data modal pada tahun t dapat memperkirakan modal pada tahun-tahun lainnya dengan mempertimbangkan nilai investasi (pembelian atau perbaikan), nilai penjualan dan penyusutan (asumsi 14%) pada tahun-tahun tersebut. Deflator yang digunakan untuk mengeluarkan data barang modal adalah deflator pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTB) dalam PDB di sisi konsumsi. Hal ini terkait dengan jumlah tenaga kerja yang sama dalam suatu perusahaan akan menghasilkan keluaran yang berbeda jika jumlah jam kerja berubah (terjadi lembur atau penghentian sementara proses produksi).

Data bahan baku menggunakan informasi data bahan baku dan bahan pendukung baik internal maupun eksternal. Nilai total bahan baku (domestik dan impor) dideflasi dengan menggunakan indeks harga grosir total yang berlaku sama untuk semua perusahaan. Sumber energi yang digunakan sebagai input produksi menggunakan informasi dari bahan bakar dan pelumas serta listrik.

Deflator yang digunakan untuk bahan bakar dan pelumas adalah indeks harga grosir Indonesia menurut jenisnya masing-masing (premium, minyak tanah, solar, minyak solar, minyak bakar dan pelumas).

HASIL DAN ANALISIS

TFP Agregat Industri Pengolahan

Berdasarkan komponennya, sumber pertumbuhan TFP didominasi oleh pertumbuhan perubahan teknis, diikuti oleh perubahan skala ekonomi dan perubahan efisiensi. Artinya perusahaan sampel pada periode 2000-2009 rata-rata lebih mengandalkan penggunaan teknologi baru dan bergerak menuju skala optimal. Jika periode pengamatan dibagi menjadi 2 periode, maka pertumbuhan TFP pada periode 2005-2009 akan melambat dibandingkan periode 2000-2004.

Jika pada tahun 2000-2004 sumber pertumbuhan TFP adalah perubahan efisiensi, maka pada tahun 2005-2009 sumber utama adalah perubahan teknis. Hal ini terkait dengan keadaan perekonomian Indonesia saat itu yang pasca krisis moneter masih dalam proses konsolidasi di berbagai bidang, termasuk perbaikan iklim investasi sehingga kepercayaan investor dan dunia usaha kembali meningkat. Selama periode tersebut, di tengah lemahnya permintaan domestik dan aktivitas investasi, perusahaan meningkatkan produktivitasnya melalui proses produksi yang efisien.

Beberapa contoh upaya agar proses produksi perusahaan menjadi lebih efisien adalah memperbaiki praktik penggunaan bahan baku untuk mengurangi pemborosan bahan baku, memperbaiki tata letak produksi agar perpindahan antar workstation menjadi lebih singkat, workflow alignment antar workstation (konsep sistem tarik) untuk mengurangi akumulasi produk setengah jadi, yaitu antar workstation, dan menerapkan konsep Lean Manufacturing untuk mengurangi waktu menganggur produk setengah jadi antar workstation. Pada periode ini penurunan technical change dapat diartikan sebagai penurunan production frontier yaitu penurunan kapasitas produksi mesin dan salah satu kemungkinannya adalah karena keterlambatan proses peremajaan dan penggantian mesin. Terganggunya proses ini ditunjukkan oleh pertumbuhan investasi (PMTB) dan rendahnya realisasi PMA dan PMDN.

Hal ini sejalan dengan rata-rata pertumbuhan investasi dan realisasi FDI dan PMDN pada periode ini yang relatif lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya. Peningkatan investasi secara total, serta peningkatan realisasi FDI dan PMDN secara umum, membawa teknologi baru. Selama periode ini, meskipun perubahan teknis meningkat, perubahan efisiensi yang menggambarkan efek catch-up justru menurun.

Dalam beberapa penelitian serupa tentang produktivitas di negara lain, salah satu penjelasan dari efek yang semakin berkurang ketika perubahan teknis meningkat adalah terbatasnya kemampuan sumber daya manusia untuk beradaptasi dengan teknologi baru.

Grafik 18. Rata-rata Pertumbuhan PMTB Grafik 19 Rata-rata Pertumbuhan  Investasi PMA dan PMDN
Grafik 18. Rata-rata Pertumbuhan PMTB Grafik 19 Rata-rata Pertumbuhan Investasi PMA dan PMDN

TFP dan Komponennya berdasarkan Subsektor Industri

Lima subsektor industri yang mencatat pertumbuhan TFP rata-rata tertinggi tahun ini secara umum tergolong industri berteknologi tinggi.

Kuadran Subsektor Industri dan Karakteristiknya

Hal ini mempengaruhi dua hal: pertama, ketidakmampuan perusahaan manufaktur untuk berproduksi pada tingkat potensial mereka; dan kedua, lambatnya kemampuan subsektor untuk beradaptasi dengan teknologi yang terus berkembang. Hal di atas bertentangan dengan konsep perubahan teknis tinggi yang dapat memberikan prospek peningkatan produktivitas. Implikasi dari meningkatnya jumlah subsektor industri pada Kuadran II adalah perlunya pengembangan keterampilan tenaga kerja agar mampu beradaptasi dengan kemajuan teknologi.

Sebaran subsektor pada keempat kuadran di atas dapat dipengaruhi oleh karakteristik perusahaan pada masing-masing subsektor. Beberapa variabel yang diperoleh dari Survei Industri Menengah dan Besar yang dapat menggambarkan karakteristik masing-masing perusahaan tersebut antara lain intensitas penelitian dan pengembangan (R&D); kegiatan inovatif; orientasi penjualan; lokasi perusahaan; penggunaan fasilitas PMA; Ada beberapa fakta menarik untuk disimpulkan; Pertama, penggunaan fasilitas penanaman modal asing sesuai dengan perubahan teknis dan perubahan efisiensi yang lebih baik, dan ini menempatkan perusahaan yang menggunakan fasilitas tersebut di kuadran I.

Kedua, pola yang sama ditemukan pada perusahaan yang sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh asing. Kedua hal ini akan mendorong peningkatan produktivitas mereka sehingga cenderung berada di Kuadran I, II dan kemudian Kuadran III.

Tabel 9 di bawah ini merangkum keterkaitan antara masing-masing kuadran dengan  beberapa faktor penjelas tersebut
Tabel 9 di bawah ini merangkum keterkaitan antara masing-masing kuadran dengan beberapa faktor penjelas tersebut

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Gambar

Grafik 3. Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan
Grafik 4. Ilustrasi Produktivitas
Grafik 5. Ilustrasi Efficiency
Grafik 7. Ilustrasi Technical Change
+7

Referensi

Dokumen terkait

ASISTEN AHLI - DOSEN S-2 TEKNOLOGI INFORMASI / S-2 TEKNIK INFORMATIKA / S-2 TEKNIK KOMPUTER 2 2 UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG FAKULTAS TEKNIK 2932 ASISTEN AHLI - DOSEN S-2 ARSITEKTUR 2