• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diplomasi setengah hati : permohonan maaf Jepang terhadap Korea Selatan terkait isu comfort women (2012-2015)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Diplomasi setengah hati : permohonan maaf Jepang terhadap Korea Selatan terkait isu comfort women (2012-2015)"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

Thank you for believing in me and opening a new door when others were at that time. Thank you for sharing all the stories, secrets, deep talks and gossip that seemed never ending. Thank you for becoming big brothers who teach me more and more about life wisdom every day.

To my girls Busas 94, Karla Aprinita, Mesija Auliia, Thasya Liao, Olivia Juliana and Yenta Amelia, thank you for becoming such lovely kosan friends. To Pak Tri Joko and my MUN students at SMAK 1 BPK Penabur Bandung, thank you for giving me such a valuable opportunity to be your MUN coach. Thank you for being the one I could run to, the one I could trust, and the one I could hope for.

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Di stasiun kenyamanan, wanita penghibur menjalani tes kesehatan rutin untuk memeriksa keperawanan dan kesehatannya. Namun kenyataannya, perempuan penghibur menghadapi pelanggaran hak asasi manusia yang serius, kekerasan fisik, dan kekerasan seksual karena mereka dipaksa menjadi budak seks untuk militer Jepang. Para wanita penghibur menerima upah minimal dari militer Jepang atas layanan yang mereka berikan, dan banyak dari mereka tidak menerima upah sama sekali.

Para wanita penghibur tersebut dipaksa melayani puluhan tentara Jepang setiap hari tanpa memperhatikan kesehatan fisik, seksual, dan mental mereka. Sementara itu, LSM yang terlibat antara lain berbagai organisasi masyarakat yang melakukan advokasi untuk membantu perempuan penghibur mencapai hak-haknya. Sedangkan yang ditampilkan dalam isu ini adalah para comfort women itu sendiri, yang tetap gigih memperjuangkan permintaan maaf dan kompensasi dari pemerintah Jepang.

Di tengah banyaknya wanita penghibur yang direkrut oleh Jepang dari seluruh Asia, jumlah wanita muda yang direkrut dari Korea Selatan termasuk yang terbesar. Permasalahan comfort women yang muncul antara Jepang dan Korea Selatan tidak lepas dari sejarah hubungan kedua negara. Dibandingkan dengan kasus wanita penghibur di negara lain, kasus yang terjadi di Korea mendapat perhatian yang cukup besar dari masyarakat dan pemerintah Korea Selatan karena banyaknya wanita penghibur yang direkrut dan kurang harmonisnya sejarah hubungan antara Korea Selatan dan Jepang.

Besarnya perhatian terhadap kasus ini membuat Jepang terpojok dengan tuntutan meminta maaf kepada mantan wanita penghibur tersebut. Upaya diplomasi Jepang dalam menyikapi berbagai tuduhan sebagai penjahat perang dan dalang perekrutan wanita penghibur, serta dalam negosiasi dan tindakan terhadap mantan wanita penghibur asal Korea Selatan, akan dijelaskan lebih lanjut dalam penelitian ini.

Identifikasi Masalah

  • Pembatasan Masalah

7 dan bagaimana nasib para wanita penghibur yang masih hidup.15 Masyarakat Jepang dan Korea Selatan memilih 'bungkam' mengenai hal ini selama hampir 50 tahun. Sebelumnya, kasus wanita penghibur tidak dianggap sebagai kejahatan serius, namun diperlakukan sebagai sesuatu yang wajar terjadi pada masa perang. Setelah kesaksian Kim, kasus wanita penghibur dianggap sebagai kejahatan perang serius terhadap perempuan dan anak-anak.

Meski demikian, perselisihan kasus wanita penghibur antara kedua negara masih terus berlanjut. Pemerintah Jepang nampaknya tidak konsisten dalam pernyataannya mengenai kasus wanita penghibur, dan tidak pernah mengeluarkan permintaan maaf secara pribadi kepada mantan wanita penghibur asal Korea Selatan tersebut.19 Di sisi lain, para wanita penghibur Korea Selatan yang masih hidup terus menuntut agar pemerintah Jepang mengeluarkan surat pernyataan langsung. permintaan maaf kepada mantan wanita penghibur, serta memberikan kompensasi finansial. Columbia Journal on Transitional Law, diakses dari http://jtl.columbia.edu/comfort-women-the-unresolved-issue-between-korea-and-japan/ pada tanggal 9 Maret 2017.

9 bersedia membawa kasus perempuan penghibur ke ranah hukum.20 Beberapa mekanisme diplomasi yang dilakukan pemerintah Jepang justru dinilai para mantan perempuan penghibur sebagai bentuk penghindaran tanggung jawab.21. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini akan menjelaskan lebih jauh mengenai upaya diplomasi Jepang terhadap Korea Selatan dalam kasus wanita penghibur. Dalam penelitian ini permasalahan akan dibatasi pada upaya diplomasi permintaan maaf atas comfort women yang dilakukan Jepang terhadap Korea Selatan.

Untuk itu, pembahasan berbagai upaya permintaan maaf yang dilakukan Jepang menjadi penting untuk mengkaji sejauh mana dampaknya terhadap penyelesaian kasus wanita penghibur antara kedua negara. Berdasarkan topik yang akan dibahas, maka dirumuskan pertanyaan penelitian yaitu “Bagaimana upaya diplomasi Jepang untuk meminta maaf kepada Korea Selatan dalam menangani permasalahan wanita penghibur pada tahun tersebut.

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Kajian Literatur

Sejak artikel tersebut diterbitkan, isu kenyamanan perempuan menjadi topik yang selalu mengundang perdebatan kedua negara. 25 Tsutomu Nishioka, Isu Wanita Penghibur dalam Fokus yang Lebih Tajam, (Tokyo: Nihon Seisaku Kenkyū Center - Japan Policy Institute, 2015). 13 menarik, namun uraian mengenai moral leverage dalam kasus wanita penghibur ditulis secara singkat dan tidak terlalu panjang lebar.

Di sisi lain, majalah tersebut lebih banyak menjelaskan mengenai perbedaan persepsi mengenai comfort women dari sudut pandang Jepang dan Korea Selatan, namun tidak menjelaskan lebih jauh bagaimana perspektif tersebut dapat menemukan jalan tengah agar permintaan maaf Jepang yang dilakukan oleh Korea Selatan dapat terwujud. diterima. Korea. 27 Kan Kimura, “Discourses on Comfort Women in Japan, South Korea, and International Society,” Hubungan Internasional dan Diplomasi Vol. 28 Gabriel Jonsson, “Dapatkah Perselisihan Jepang-Korea Mengenai “Wanita Penghibur” Diselesaikan?” Pengamat Korea, Vol.

14 kronologi upaya diplomasi Jepang terhadap Korea Selatan terkait wanita penghibur diuraikan dengan sangat lengkap dan menjadi kontribusi jurnal dalam penelitian ini. Selama itu, pemerintah Jepang beberapa kali mengeluarkan permintaan maaf resmi dan mendirikan yayasan untuk memberikan kompensasi kepada mantan wanita penghibur. Faktanya, di era modern ini banyak perubahan dan peristiwa penting yang terjadi sehubungan dengan upaya diplomasi Jepang dalam menyelesaikan permasalahan wanita penghibur.

Karena masih terdapat kekurangan pada penelitian-penelitian sebelumnya, maka penelitian ini akan fokus mengkaji upaya diplomasi Jepang terhadap Korea Selatan dalam menangani isu comfort girl dari sudut pandang permintaan maaf negara. Penelitian ini akan fokus pada beberapa tahun terbatas, yaitu tahun-tahun untuk menyelesaikan kajian penyelesaian permasalahan selimut di zaman modern.

Kerangka Pemikiran

Dalam manajemen konflik, permintaan maaf membantu negara memulihkan harga diri dan melindungi kepentingannya, sekaligus memulai hubungan baru yang tidak terpengaruh oleh masa lalu.37. Dalam permintaan maaf resmi negara, secara umum ada lima unsur yang harus dipenuhi. Kedua, dalam permintaan maaf kenegaraan, perlu ditemukan dan mengakui fakta sejarah agar dapat membentuk sejarah bersama antara kedua pihak yang berkonflik.

Permintaan maaf harus diikuti dengan tanggung jawab moral dan hukum berupa pemberian kompensasi finansial dan kesediaan untuk mengadili pihak yang bersalah.44. Keempat, permintaan maaf harus tulus dan menunjukkan rasa penyesalan, kesedihan, dan empati karena telah menyakiti hati korban. Namun permintaan maaf secara tertulis juga harus bisa mengungkapkan penyesalan dan perasaan sedih yang jujur.47.

20 Unsur terakhir dari permintaan maaf negara mengharuskan pihak apologis berjanji untuk tidak mengulangi kesalahan yang telah dilakukan. Kompleksitas permintaan maaf kenegaraan ini tidak bisa disamakan dengan permintaan maaf interpersonal yang diberikan antar individu.51. Karena kuatnya pengaruh politik dari permintaan maaf negara, permintaan maaf negara sering kali digunakan secara politis untuk menghindari tanggung jawab.

Permintaan maaf negara tidak tulus karena ingin mengakui kesalahan dan memperbaiki hubungan kedua belah pihak yang rusak, melainkan karena negara akan menikmati keuntungan politik dari permintaan tersebut. Ketika permintaan maaf negara hanya untuk pencapaian kepentingan nasional dan dilakukan setengah hati, maka permintaan maaf negara hanya menjadi instrumen politik yang tidak berdampak pada proses rekonsiliasi sosial jangka panjang.54. Sejalan dengan konsep justifikasi negara, konsep keadilan reparatif juga menunjukkan adanya keterkaitan yang kuat antara mekanisme pemberian keadilan dengan politik, baik domestik maupun internasional.

Hal ini menegaskan sekali lagi bahwa dalam permintaan maaf negara, upaya pemenuhan kepentingan nasional seperti pemenuhan kepentingan keamanan material dan kepentingan ideologi masih menjadi tujuan utama permintaan maaf negara.

Metode Pengumpulan Data dan Teknik Pengumpulan Data

Analisis biaya dan manfaat dalam memberikan keadilan reparatif juga menunjukkan bahwa negara merupakan aktor rasional yang tetap mempertimbangkan risiko di balik tindakan permintaan maaf, seperti risiko politik dalam negeri dan risiko keuangan.60 24 instrumen utama terkait sumber data dan terlibat dalam serangkaian proses untuk mengekstrak makna dari penelitian.62. Menurut Nawawi dan Martini, metode deskriptif adalah metode yang menggambarkan suatu keadaan obyektif atau peristiwa tertentu berdasarkan fakta-fakta yang terlihat atau relevan dan kemudian menarik kesimpulan berdasarkan fakta-fakta tersebut.63 Selanjutnya menurut Mohammad Ali, metode penelitian deskriptif analitis adalah berguna untuk memecahkan dan menjawab permasalahan yang terjadi pada masa kini.64 Dalam pendekatan deskripsi analitis, data yang terkumpul kemudian diklasifikasi, dianalisis atau diolah sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan kesimpulan yang dapat menggambarkan keadaan secara objektif. melalui deskripsi.65.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui tinjauan pustaka dengan menggunakan data primer dan sekunder. Tinjauan pustaka yang dimaksud adalah upaya pengumpulan data melalui membaca dan mempelajari literatur serta sumber lain yang berkaitan dengan permasalahan.66 Menurut Martono, tinjauan pustaka dilakukan untuk memperkaya pengetahuan tentang berbagai konsep yang akan dijadikan landasan. 62 Agustinus Ulfie, “Kearifan Lokal Budaya Ain Ni Ain Masyarakat Kei Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah,” Skripsi, Universitas Pendidikan Indonesia, 2013, hal.

64 Shinta Margareta, “Hubungan Penerapan Sistem Kearsipan dengan Efektivitas Pengambilan Keputusan Pimpinan”, Skripsi, Universitas Pendidikan Indonesia, 2013, hal. 66 Khozin Abror, “Persepsi Pustakawan terhadap Kinerja Perpustakaan dalam Pelayanan Sirkulasi di Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen”, Skripsi, Universitas Diponegoro, 2013, hal. Data primer (data langsung) yang dimaksud berupa rancangan perjanjian, kesepakatan, pernyataan pers dan dokumen resmi lainnya yang dikeluarkan pemerintah Jepang dan Korea Selatan terkait kasus ini.

Data sekunder yang bersangkutan (data tidak langsung) adalah data yang diperoleh dari buku, artikel jurnal, artikel, disertasi, tesis, surat kabar, berita dan media massa lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. 67 Abror, “Persepsi Pustakawan Terhadap Kinerja Pustakawan Dalam Pelayanan Sirkulasi di Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen,” hal.

Referensi

Dokumen terkait