PENDAHULUAN
Latar Belakang
Namun, disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mengubah hal tersebut karena menghilangkan salah satu syarat diskresi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Negara. Melihat adanya persyaratan diskresi dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Negara dan Pemerintahan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di atas, maka klausul “tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” dihilangkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 2020 tentang penciptaan lapangan kerja. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian ilmiah berupa tesis yang berjudul “Perkiraan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja”.
Apa implikasi hukum dari perubahan persyaratan diskresi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Tujuan Penelitian
Definisi Operasional
Diskresi, Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Tata Usaha Negara pasal 1 angka 9 menyebutkan diskresi adalah suatu keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintah untuk mengatasi permasalahan konkrit yang dihadapi penyelenggaraan pemerintahan dari segi peraturan. Peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas dan/atau terjadi stagnasi pemerintahan. Tindakan Administratif Pemerintah Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, tepatnya pada pasal 1 angka 8 disebutkan bahwa Tindakan Administratif Pemerintah yang selanjutnya disebut Tindakan adalah tindakan Pejabat Pemerintah atau penyelenggara negara lainnya untuk melaksanakan dan/atau tidak. untuk melakukan tindakan nyata dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Asas Umum Pemerintahan yang Baik, Berdasarkan Undang-undang nomor 30 Tahun 2014 tentang Tata Usaha Negara, pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa Asas Umum Pemerintahan yang Baik yang selanjutnya disingkat AUPB adalah asas yang dijadikan acuan dalam penggunaan Wewenang bagi Pejabat Pemerintahan. . mengeluarkan keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Keaslian penelitian
Tesis ini merupakan penelitian normatif yang mengkaji bagaimana penggunaan diskresi oleh pejabat publik berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana korupsi.
Metode Penelitian
Sesuai dengan jenis penelitian ini yaitu penelitian hukum normatif yang melakukan penelitian terhadap permasalahan norma hukum yang dilanggar kemudian menggabungkan bahan-bahan kepustakaan yang berkaitan sehingga dapat disimpulkan suatu solusi atau hukum atas permasalahan yang diteliti, maka sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Data Hukum Islam dan Data Sekunder. Tujuan dan kegunaan studi kepustakaan pada dasarnya adalah untuk menunjukkan cara-cara penyelesaian permasalahan penelitian. 7 Studi kepustakaan yang relevan adalah peraturan-peraturan hukum yang berlaku dan secara alami berkaitan dengan penelitian ini. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, sehingga alat pengumpul data tersebut menganalisis dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian dari buku-buku, jurnal ilmiah dan peraturan perundang-undangan yang mempunyai korelasi dengan masalah yang diteliti.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dikelompokkan berdasarkan penelitian dan diperiksa serta dievaluasi keabsahannya.
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Tentang Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik
Pasal 1 Pemerintahan Negara Angka 17 Asas Umum Pemerintahan yang Baik yang selanjutnya disingkat AUPB adalah asas yang dijadikan acuan dalam penggunaan wewenang pegawai negeri sipil dalam mengeluarkan keputusan dan/atau tindakan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan. Imparsialitas, asas ketidakberpihakan merupakan asas yang mewajibkan badan dan/atau pejabat pemerintah untuk memutuskan dan/atau melaksanakan keputusan dan/atau tindakan dengan memperhatikan kepentingan para pihak secara keseluruhan dan tidak melakukan diskriminasi. Akurasi : Asas ketelitian mensyaratkan bahwa suatu keputusan dan/atau tindakan harus didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung keabsahan keputusan dan/atau pelaksanaan, sehingga keputusan dan/atau tindakan yang bersangkutan dipersiapkan secara matang sebelum diambil. ditentukan dan/atau dilaksanakan.
15 Nafiatul Munawaroh, “17 Prinsip Umum Good Governance Beserta Penjelasannya”, melalui https://www. Hukumonline.com/, diakses pada Selasa, 28 Februari 2023 pukul 21.38 WIB. Fungsi asas-asas umum good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah sebagai pedoman atau petunjuk bagi para pejabat pemerintah atau tata usaha negara dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Terkait hal tersebut, Muin Fahmal menyatakan prinsip umum tata kelola pemerintahan yang baik sebenarnya merupakan pedoman bagi penyelenggara negara dalam melaksanakan tugasnya.
17 Solechan, “Prinsip-prinsip umum good governance dalam pelayanan publik”, Jurnal Hukum Administrasi & Tata Kelola, Vol. Tata kelola yang baik selalu berkembang dan mengikuti perkembangan global; tidak bisa hanya bersifat nasional. Leonard dan Kartika Widya Utama, 'Peran PTUN dan AUPB terhadap tata kelola pemerintahan yang baik', Mimbar Hukum - Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Vol.
Prinsip-prinsip umum good governance berkembang menjadi wacana yang dikaji oleh para sarjana dan hal ini menunjukkan bahwa AAUPB merupakan konsep yang terbuka. 21 Ichsan Syuhudi, “Penerapan Asas Umum Good Government”, Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum, Vol.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pengaturan Hukum Tentang Diskresi Berdasarkan Undang-Undang
Berdasarkan Pasal 1 angka 9 UU No. 30 Tahun 2014, diskresi adalah suatu keputusan dan/atau tindakan yang ditentukan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintah untuk mengatasi permasalahan konkrit yang dihadapi penyelenggaraan pemerintahan dari segi peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan. , tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas dan/atau terdapat stagnasi pemerintahan. Hak yang dimaksud adalah penggunaan diskresi sesuai dengan tujuannya, dengan kata lain penggunaan diskresi harus mengikuti petunjuk dan pedoman yang diberikan oleh undang-undang no. Penggunaan diskresi yang berpotensi mengubah alokasi anggaran harus mendapat persetujuan pejabat atasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila penggunaan diskresi didasarkan pada ketentuan Pasal 23 huruf a, b, dan c serta mempunyai akibat hukum yang dapat membebani keuangan negara. Dalam hal penggunaan diskresi menimbulkan keresahan masyarakat, terjadi keadaan darurat, mendesak, dan/atau bencana alam, pejabat pemerintah wajib memberitahukan kepada atasan pejabat sebelum menggunakan diskresi dan melaporkan kepada atasan resmi setelah menggunakan diskresi. . Pelaporan setelah penggunaan Diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan apabila penggunaan Diskresi berdasarkan ketentuan pasal 23 huruf d terjadi dalam keadaan darurat, mendesak dan/atau terjadi bencana alam.
Kemudian terkait penggunaan diskresi dijelaskan dalam Pasal 26-29 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Negara. Pejabat yang menggunakan kebijaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan pemberitahuan secara lisan atau tertulis kepada atasan pejabat tersebut. Pejabat yang menggunakan diskresi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) dan ayat (5) wajib menjelaskan maksud, tujuan, isi dan dampak yang ditimbulkan.
Pejabat yang melaksanakan diskresi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan laporan tertulis kepada atasan pejabat setelah melaksanakan diskresi. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak kebijaksanaan dilaksanakan.
Akibat Hukum Dari Diubahnya Persyaratan Diskresi Oleh Undang-
2011 tentang pembentukan ketentuan peraturan perundang-undangan, oleh karena itu omnibus law dalam konteks Indonesia dinarasikan sebagai undang-undang. Dalam hal ini, jelas pemerintah lebih baik fokus terlebih dahulu pada legalisasi bentuk omnibus legislasi dalam Undang-Undang Ketentuan Perundang-undangan. Perundang-undangan merupakan sumber hukum utama di negara-negara yang tergabung dalam sistem hukum Eropa kontinental atau sistem hukum perdata.
Indonesia sebagai negara yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental menempatkan peraturan perundang-undangan sebagai sumber hukum utama dalam kehidupan bernegara. Artinya, orang-orang yang kepadanya peraturan hukum tersebut dituju, mengalami berbagai keterbatasan dalam menerima kehadiran suatu peraturan hukum. Apabila suatu ketentuan perundang-undangan dibuat secara sepihak oleh pembentuk undang-undang, besar kemungkinan kehadirannya akan ditolak karena tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat.
Demokrasi partisipatif diharapkan dapat menjamin terwujudnya produk hukum yang responsif seiring dengan partisipasi masyarakat dalam penciptaan dan kepemilikan atas lahirnya peraturan perundang-undangan.28. Huruf (b) menjelaskan bahwa setiap Pejabat Pemerintah wajib mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan dalam menjalankan kekuasaan diskresinya. Menghapus ketentuan “tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan” dalam syarat penggunaan diskresi sebagaimana diatur dalam Pasal 175 ayat 2 UU CK, memperluas makna konsep kekuasaan diskresi.
Hal ini memungkinkan pejabat pemerintah lebih leluasa bergerak dalam menjalankan diskresinya karena tidak lagi terikat dengan peraturan perundang-undangan. Namun, Pasal 175 Undang-Undang Cipta Kerja menghapuskan persyaratan yang "tidak bertentangan dengan ketentuan undang-undang" bagi pejabat pemerintah untuk menerapkan kebijaksanaan.
Penerapan Diskresi Yang Menjunjung Tinggi Asas-Asas Umum
Tahap ketiga setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sebagai undang-undang pertama yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pancasila. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Negara sangat diperlukan bagi semua pihak, baik pemerintah, masyarakat maupun PTUN dengan faktor kepentingan yang berbeda, namun secara keseluruhan mempunyai persamaan yaitu untuk meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik. Disahkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Negara (UU AP) dari sudut pandang otoritas negara telah memberikan kepastian hukum mengenai landasan hukum dalam melakukan tindakan diskresi oleh pemerintah.
Jika dianalogikan, pemberian diskresi adalah hak pejabat yang diberikan oleh undang-undang dengan alasan antara lain untuk kepentingan umum dan tidak melanggar Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), padahal kaidahnya pemberian diskresi itu dilakukan. antara lain karena peraturan perundang-undangan tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, kecuali dalam hal mendesak atau mendesak. Sumeleh, “Pelaksanaan diskresi ditinjau dari asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik (AAUPB) berdasarkan UU No. Dari berbagai unsur tersebut dapat dipahami apa yang dimaksud dengan asas pelayanan yang baik berdasarkan UU No. .
Oleh karena itu, diskresi tidak dapat diartikan sebagai tindakan penyalahgunaan kekuasaan jika tindakan diskresi pejabat pemerintah masih berpedoman pada prinsip-prinsip umum pemerintahan yang baik dan Undang-Undang Kepegawaian yang memberikan definisi, batasan, dan tata cara pelaksanaan diskresi atau diskresi. kasus lainnya. Perkataan tersebut telah menjadi payung hukum bagi pejabat pemerintah untuk berhati-hati. Berdasarkan undang-undang no. 30 Tahun 2014 tentang Tata Usaha Negara, hak diskresi mempunyai beberapa syarat, yaitu sesuai dengan tujuan hak diskresi sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (2), tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sesuai dengan ZUPB, berdasarkan alasan obyektif, tidak menimbulkan benturan kepentingan; dan dilakukan dengan itikad baik. Undang-Undang Ketenagakerjaan juga menciptakan masalah baru dengan menghilangkan keharusan bagi pejabat pemerintah untuk menerapkan kebijaksanaan.
Pengaturan hukum mengenai diskresi berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Tata Usaha Negara telah sesuai dengan persyaratan dan kepastian hukum yang diperlukan, terkait dengan persyaratan diskresi yang mengandung poin bahwa diskresi tidak boleh dilakukan apabila bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sumeleh, “Penerapan kewenangan diskresi dalam perspektif asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik (AAUPB) berdasarkan undang-undang no. Firman Muin & Herman, “Diskresi dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan”, Jurnal Hukum Tanjungpura, Vol.
I Gusti Ayu Apsari Hadi, “Tanggung Jawab Pejabat Pemerintahan Dalam Tindakan Diskresi Pasca Berlakunya UU No.