• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOCX Unigal Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "DOCX Unigal Repository"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN GASTRITIS PADA REMAJA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPAKU KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2020

1 Bella Nurmaidini, 2 Tita Rohita, & 3 Ana Samiatul Milah Abstrak

Gastritis merupakan masalah saluran pencernaan yang paling sering ditemukan dikehidupan sehari-hari Faktor risiko gastritis adalah pola makan yang tidak teratur, menggunakan obat aspirin atau anti-radang non steroid, infeksi kuman helicobacter pylori, memiliki kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol, memiliki kebiasaan merokok, sering mengalami stres. Kebiasaan makan yang buruk dan mengkomsumsi makanan yang tidak hygiene merupakan faktor resiko terjadinya gastritis. Pola makan yang tidak teratur disebabkan oleh kesibukan remaja yang banyak diluar rumah seperti ke sekolah, kegiatan-kegiatan organisasi, bermain sehingga membuat remaja tidak sempat sarapan pagi dan siang dirumah. Metode dalam penelitian ini adalah analitik kuantitatif dengan menggunakan pendekatan cross. Populasi dalam penelitian ini adalah adalah seluruh remaja usia 15-19 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Cipaku Kabupaten Ciamis sebanyak 4.256 orang.. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan cara proporsional random sampling sehingga diperoleh sampel sebanyak 98 orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa pola makan pada remaja sebagian besar responden yaitu 60 orang (61,2%) memiliki pola makan tidak baik dan kejadian gastritis pada remaja sebagian besar responden yaitu 56 orang (57,1%) terjadi gastritis dan terdapat hubungan antara pola makan dengan kejadian gastritis pada remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Cipaku Kabupaten Ciamis Tahun 2020 karena nilai α > ρ value (0,05 > 0,000) dan nilai chi square (χ2) hitung > chi square (χ2) tabel (43,341 > 3,841), yaitu semakin baik pola makan maka semakin kecil terjadinya gastritis pada remaja dan sebaliknya semakin tidak baik pola makan maka semakin banyak terjadinya gastritis pada remaja.

Kata Kunci : pola makan, gastritis, remaja Referensi : 40 Referensi (2010-2020) Abstract

Gastritis is a digestive tract problem most often found in daily life. Risk factors for gastritis are irregular eating patterns, using aspirin or non-steroidal anti-inflammatory drugs, helicobacter pylori infection, having the habit of consuming alcoholic beverages, having smoking habits, often experiencing smoking stressful. Poor eating habits and consuming foods that are not hygiene are risk factors for gastritis. Irregular eating patterns are caused by the bustle of many teenagers outside the home such as to school, organizational activities, playing so as to make teenagers not have time to eat breakfast and lunch at home. The method in this research is quantitative analytic using cross approach. The population in this study were all adolescents aged 15-19 years in the Cipaku Community Health Center in Ciamis Regency as many as 4,256 people. Sampling in this study was proportional random sampling so that a sample of 98 people was obtained. The results showed that the majority of respondents' eating patterns in adolescents namely 60 people (61.2%) had poor diet and the incidence of gastritis in adolescents most of the respondents namely 56 people (57.1%) had gastritis and there was a relationship between eating patterns with the incidence of gastritis in adolescents in the Work Area of Cipaku Health Center in Ciamis Regency in 2020 because the value of α> ρ value (0.05> 0,000) and chi square value (χ2) count> chi square (χ2) table (43,341> 3,841), which is increasingly good eating patterns, the smaller the occurrence of gastritis in adolescents and vice versa the less good eating patterns, the more occurrence of gastritis in adolescents.

Keywords : diet, gastritis, teenagers Literature : 40 References (2010-2020))

PENDUHULUAN Pola makan disuatu daerah

(2)

dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor budaya, agama/kepercayaan, status sosial ekonomi, hal-hal yang disukai atau tidak disukai, rasa lapar, nafsu makan, rasa kenyang dan kesehatan.

Berbicara tentang makanan berarti membicarakan saluran pencernaan yaitu dimulai dari mulut, kerongkongan, esofagus, lambung, usus halus, usus besar dan anus.

Masing-masing bagian saluran makanan ini dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit karena pola makan yang salah. Pola makan yang tidak sehat, dapat menyebabkan gangguan pencernaan. Salah satu penyakit yang dapat timbul pada lambung adalah gastritis (Nurminda, 2018).

Gastritis atau yang lebih dikenal dengan maag berasal dari bahasa Yunani yaitu gastro yang berarti perut atau lambung dan itis yang berarti inflamasi atau peradangan.

Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronik, difus atau lokal, dengan karakteristik anoreksia, perasaan penuh diperut (tengah), tidak nyaman pada epigastrium, mual, dan muntah (Prio, 2015).

Gastritis merupakan masalah

saluran pencernaan yang paling sering ditemukan dikehidupan sehari-hari dan gangguan kesehatan yang sering dijumpai di klinik, karena diagnosisnya sering hanya berdasarkan gejala klinis bukan pemeriksaan histopatologi.

Gastritis sering dianggap penyakit ringan, namun dapat merusak fungsi lambung dan dapat meningkatkan risiko untuk terkena kanker lambung hingga menyebabkan kematian (Hartati, 2018).

Badan penelitian kesehatan dunia World Health Organization (WHO) mengadakan tinjauan terhadap 8 negara dan mendapatkan beberapa hasil persentase dari angka kejadian gastritis di dunia, dimulai dari negara yang angka kejadian gastritisnya paling tinggi yaitu Amerika dengan persentase mencapai 47% kemudian diikuti oleh India dengan persentase 43%, lalu beberapa lainnya seperti Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, Perancis 29,5%, dan khususnya Indonesia 40,8%

(Kemenkes RI, 2019).

Angka kejadian gastritis di Indonesia cukup tinggi. Hasil penelitian dan pengamatan yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI angka kejadian gastritis di beberapa kota di Indonesia ada yang tinggi mencapai 91,6% yaitu di kota Medan,

(3)

lalu di beberapa kota lainnya seperti Surabaya 31,2%, Denpasar 46%, Jakarta 50%, Bandung 32,5 %, Palembang 35,35, Aceh 31,7%, dan Pontianak 31,2 % (Zakaria, 2019).

Berdasarkan sepuluh penyakit terbanyak di rumah sakit di Indonesia tahun 2019 adalah gastritis dengan posisi ke lima pada pasien rawat inap yaitu dyspepsia, penyakit sakit ulu hati yang terdiri dari penyakit gastritis dan penyakit lainnya dengan jumlah kasus pada laki-laki 9.954 sedangkan pada perempuan 15.122 yang pada posisi pertama adalah diare gastroenteritis dengan jumlah kasus pada laki-laki 37.281 sedangkan pada perempuan 34.608 dan posisi ke enam pada pasien rawat jalan yaitu dyspepsia, penyakit sakit pada ulu hati yang terdiri dari penyakit gastritis dan penyakit lainnya dengan jumlah kasus pada laki-laki 34.981 sedangkan perempuan 53.618 yang pada posisi pertama adalah infeksi saluran nafas bagian atas lainnya dengan jumlah kasus pada laki- laki 147.410 sedangkan pada perempuan 143.946 (Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2019).

Prevalensi infeksi helicobacter pylori di negara berkembang dilaporkan lebih tinggi dibandingkan negara maju. Prevalensi di negara

berkembang, pada orang dewasa 70- 90%, sedangkan anak-anak berkisar 30-80%. Sedangkan di negara maju diperkirakan pada orang dewasa sebesar 25-50%, dan anak-anak 10%.

Angka prevalensi juga tergantung dari status sosial-ekonomi, budaya, lingkungan dan genetic (Triana, 2018).

Beberapa survey

menunjukkan bahwa gastritis paling sering menyerang usia produktif.

Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) tahun 2019, sekitar 60 persen penduduk Jakarta yang termasuk dalam usia produktif sudah terkena gastritis dan pada usia anak-anak muda sudah sekitar 27% terkena gastritis yang menganggap sepele penyakit gastritis.

Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa keluhan sakit pada penyakit gastritis paling banyak ditemui akibat dari gastritis fungsional,yaitu mencapai 70-80% dari seluruh kasus. Gastritis fungsional merupakan sakit yang bukan disebabkan oleh gangguan pada organ lambung melainkan lebih sering dipicu oleh pola makan yang kurang sesuai, faktor psikis dan kecemasan (Mikail, 2019).

Dari data yang didapat dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis Tahun 2019 diperoleh jumlah remaja sebanyak 213.652 jiwa, yang terdiri dari 105.743 laki-laki dan 107.909 jiwa

(4)

perempuan. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis diketahui bahwa Puskesmas Cipaku merupakan Puskesmas yang memiliki jumlah remaja yang mengalami kejadian gastritis terbanyak yaitu 726 orang (15%) dengan jumlah remaja usia 16-19 tahun sebanyak 4798 orang dibandingkan dengan Puskesmas Rancah yaitu 623 orang (13,7%) dengan jumlah remaja usia 16-19 tahun sebanyak 4.556 orang, Puskesmas Kawalimukti yaitu 530 orang (12%) dengan jumlah remaja usia 16-19 tahun sebanyak 4532 orang, Puskesmas Kawalii yaitu 521 orang (11,7%) dengan jumlah remaja usia 16-19 tahun sebanyak 4.445 orang.

Faktor risiko gastritis adalah pola makan yang tidak teratur, menggunakan obat aspirin atau anti- radang non steroid, infeksi kuman helicobacter pylori, memiliki kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol, memiliki kebiasaan merokok, sering mengalami stres. Kebiasaan makan yang buruk dan mengkomsumsi makanan yang tidak hygiene merupakan faktor resiko terjadinya gastritis (Hartati, 2018).

Pola makan yang tidak teratur disebabkan oleh kesibukan remaja yang banyak diluar rumah seperti ke sekolah, kegiatan-kegiatan organisasi,

bermain sehingga membuat remaja tidak sempat sarapan pagi dan siang dirumah sehingga mereka hanya membeli jajan di kantin atau jajan diluar rumah dengan makan makanan yang pedas dan berbumbu seperti mie rebus, nasi goreng, soto, bakso, pentol, sate, atau gorengan dengan menambah saos yang banyak kedalam makanan tersebut dan juga tampak remaja saat istirahat yang hanya makan snack dan minuman kaleng yang mengandung gas/soda untuk mengisi perut yang kosong (Hartati, 2018).

Makanan tertentu yang dapat menyebabkan penyakit gastritis, seperti buah yang masih mentah, kari, makanan pedas, asam dan makanan yang banyak mengandung krim atau mentega. Bukan berarti makanan ini tidak dapat dicerna, melainkan karena lambung membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencerna makanan tadi dan lambat meneruskannya kebagian usus selebihnya. Akibatnya, isi lambung dan asam lambung tinggal di dalam lambung untuk waktu yang lama sebelum diteruskan ke dalam 3 duodenum dan asam yang dikeluarkan menyebabkan rasa panas di ulu hati dan dapat mengiritasi (Karwati, 2015).

Penelitian Duwi (2013) mengenai pola makan sehari-hari penderita gastritis diperoleh hasil

(5)

bahwa dari 40 responden didapat 26 responden (65%) memiliki pola makan yang kurang baik dan 14 orang (35%) memiliki pola makan yang baik.

Sedangkan penelitian Julia Ankow (2015) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Kota Manado diperoleh hasil bahwa faktor-faktor yang memiliki hubungan dengan kejadian gastritis adalah pola makan, merokok, alkohol dan kopi sedangkan faktor yang tidak memiliki hubungan dengan kejadian gastritis adalah penggunaan OAINS.

Gastritis biasanya diawali dengan pola makan yang tidak baik dan tidak teratur sehingga lambung menjadi sensitif di saat asam lambung meningkat. Peningkatan asam lambung diluar batas normal akan menyebabkan terjadinya iritasi dan kerusakan pada lapisan mukosa dan submukosa lambung dan jika peningkatan asam lambung ini dibiarkan saja maka kerusakan lapisan lambung atau penyakit gastritis akan semakin parah.

Dalam penelitian Gustin (2015) menunjukkan bahwa dari 30 responden yang mengalami gastritis didapatkan proporsi kejadian gastritis lebih tinggi pada responden yang mempunyai kebiasaan makan yang kurang baik (100%) dibanding responden dengan

kebiasaan makan yang baik (22%).

Dalam penelitian Maulidiyah (2016) dari 90 orang responden didapatkan bahwa jumlah responden yang mengalami kekambuhan sebanyak 54 responden (77,1%) mempunyai kebiasaan makan yang kurang baik dan sebanyak 16 responden (22,9%) mempunyai kebiasaan makan yang baik. Pengaturan pola makan yang tidak baik dan tidak teratur akan menimbulkan kekambuhan pada penderita gastritis. Oleh karena itu pengaturan pola makan yang baik dan teratur merupakan salah satu dari penatalaksanaan gastritis dan juga merupakan tindakan preventif dalam mencegah kekambuhan gastritis.

Kasus dengan gastritis merupakan salah satu jenis kasus yang umumnya diderita oleh kalangan remaja, khususnya penyakit ini meningkat pada kalangan pelajar atau mahasiswa. disebabkan oleh berbagai faktor misalnya tidak teraturnya pola makan, gaya hidup yang salah dan meningkatnya aktivitas (tugas perkuliahan) sehingga mahasiswa tersebut tidak sempat untuk mengatur pola makannya dan malas untuk makan (Fahrur, 2018).

Pada usia produktif rentan terserang gejala gastritis karena tingkat kesibukan serta gaya hidup yang

(6)

kurang memperhatikan kesehatan serta stres yang mudah terjadi akibat pengaruh faktor-faktor lingkungan.

Tingkat kesadaran masyarakat Indonesia masih sangat rendah mengenai pentingnya menjaga kesehatan lambung, padahal gastritis atau sakit maag akan sangat mengganggu aktivitas sehari-hari, baik bagi remaja maupun orang dewasa.

Bahaya penyakit gastritis jika dibiarkan terus menerus akan merusak fungsi lambung dan dapat meningkatkan risiko untuk terkena kanker lambung hingga menyebabkan kematian (Nurhayati, 2015).

Dampak dari penyakit gastritis dapat mengganggu aktifitas pasien sehari-hari karena munculnya berbagai keluhan seperti rasa sakit di ulu hati, rasa terbakar, mual, muntah, lemas, tidak nafsu makan dan keluhan- keluhan lainnya. Bila penyakit ini tidak ditangani secara optimal dan dibiarkan hingga kronis, grastritis akan berkembang menjadi ulkus peptikus yang pada akhirnya mengalami komplikasi perdarahan, perforasi gaster, peritonitis dan bahkan kematian. Untuk mencegah penyakit gastritis sebaiknya pasien memilih makanan yang seimbang sesuai kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, memilih makan yang lunak,

mudah dicerna, makan dalam porsi kecil tapi sering, hindari stress dan tekanan emosi yang berlebihan serta menghindari makanan yang menaikan asam lambung (Muttaqin, 2015).

Berdasarkan studi

pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 13 Maret 2020 kepada 10 orang remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Cipaku Kabupaten Ciamis dengan metode wawancara didapatkan hasil 8 remaja (80%) memiliki riwayat gastritis (maag) dan 2 orang remaja (20%) tidak memiliki riwayat gastritis. Dimana karakteristik pola makan remaja yang mempunyai riwayat gastritis kadang-kadang sarapan, memiliki frekuensi makan kurang dari 3 kali dalam sehari, serta selalu mengkonsumsi makanan pedas dan asam. Selain itu berdasarkan wawancara beberapa remaja, selain mengkonsumsi makanan yang disediakan di rumah sebagian dari mereka juga sering membeli makanan dan camilan diluar rumah seperti makanan yang pedas dan berbumbu seperti mie rebus, nasi goreng, soto, bakso, pentol, sate, atau gorengan dengan menambah saos yang banyak kedalam makanan tersebut. Jika hal ini tidak ditindak lanjutidengan baik akan berdampak negatifterhadap proses pertumbuhan dan bagipelajar dapat

(7)

mengganggu proses belajar mengajarnya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis merasa tertarik unutk melakukan penelitian tentang

”Hubungan pola makan dengan kejadian gastritis pada remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Cipaku Kabupaten Ciamis Tahun 2020”.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian yang bersifat analitik kuantitatif dengan menggunakan pendekatan cross sectional, yaitu pengambilan data yang dikumpulkan pada suatu waktu sama untuk lebih mempersingkat waktu (Notoatmodjo, 2010).

Dalam penelitian ini pengambilan data variabel bebas dan variabel terikat dilakukan secara bersamaan berdasarkan status keadaan pada saat itu (pengumpulan data), yaitu hubungan pola makan dengan kejadian gastritis pada remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Cipaku Kabupaten Ciamis Tahun 2019 Hasil pengukuran disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabel silang.

HASIL PENELITIAN 1. Analisis Data

Dari hasil pengumpulan data yaitu hubungan pola makan dengan kejadian gastritis pada remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Cipaku Kabupaten Ciamis Tahun 2020 adalah sebagai berikut :

a. Analisis Univariat

1) Gambaran Pola Makan Pada Remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Cipaku Kabupaten Ciamis Tahun 2020

No Pola

Makan F %

1. Baik 38 38,8

2. Tidak Baik 60 61,2 Jumlah 98 100

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa pola makan pada remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Cipaku Kabupaten Ciamis Tahun 2020, sebagian besar responden yaitu 60 orang (61,2%) memiliki pola makan tidak baik dan hampir sebagian responden yaitu 38 orang (38,8) memiliki pola makan baik.

2) Gambaran Kejadian Gastritis Pada Remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Cipaku Kabupaten Ciamis Tahun 2020

No Kejadian

Gastritis F % 1. Terjadi

Gastritis 56 57,

1 2. Tidak Terjadi 42 42,

(8)

Gastritis 9 Jumlah 98 100

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa kejadian gastritis pada remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Cipaku Kabupaten Ciamis Tahun 2020, sebagian besar responden yaitu 56 orang (57,1%) terjadi gastritis dan hampir sebagian responden yaitu 48 orang (42,9) tidak terjadi gastritis.

b. Analisis Bivariat

Berdasarkan data

menunjukan dari 38 orang remaja yang memiliki pola makan baik hampir seluruhnya yaitu sebanyak 32 orang (84,2%) tidak terjadi gastritis dan sebagian kecil dari responden yaitu 6 orang (15,8%) terjadi gastritis, dan dari 60 orang remaja yang memiliki pola makan tidak baik hampir seluruhnya yaitu sebanyak 50 orang (83,3%) terjadi gastritis dan sebagian kecil dari responden yaitu 10 orang (16,7%) tidak terjadi gastritis

Dari hasil analisa data diperoleh nilai chi square 2) sebesar 43,341 dan nilai ρ value sebesar 0,000. Berdasarkan hasil

analisa data di atas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola makan dengan kejadian gastritis pada remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Cipaku Kabupaten Ciamis Tahun 2020karena nilai α > ρ value (0,05 > 0,000) dan nilai chi square 2) hitung > chi square2) tabel (43,341 > 3,841), yaitu semakin baik pola makan maka semakin kecil terjadinya gastritis pada remaja dan sebaliknya semakin tidak baik pola makan maka semakin banyak terjadinya gastritis pada remaja.

PEMBAHASAN 1. Analisis Univariat

a. Gambaran Pola Makan Pada Remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Cipaku Kabupaten Ciamis Tahun 2020

Hasil penelitian

menunjukan bahwa pola makan pada remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Cipaku Kabupaten Ciamis Tahun 2020, sebagian besar berkategori tidak baik sebanyak 60 orang (61,2%).

Berdasarkan hasil analisis kuesioner dalam jenis makanan sebagian besar sering pada

(9)

pernyataan makan makanan yang pedas sebanyak 59%, sering pada pernyataan makan makanan yang asam sebanyak 59%, sering pada pernyataan makan makanan yang digoreng sebanyak 60%, dan sering pada pernyataan makan makanan yang menggunakan bahan penyedap sebanyak 58%.

Untuk frekuensi makan sebagian besar sering pada pernyataan menunda waktu makan sebanyak 61%, sering pada pernyataan makan buah yang mengandung asam sebanyak 59%.

Untuk jadwal makan sebagian responden tidak pernah makan tepat waktu walaupun banyak tugas sebanyak 54%, sering pada pernyataan terlambat makan, perut terasa perih, kembung dan mual-mual sebanyak 58%.

Untuk porsi makan sebagian responden sering pada pernyataan hanya makan sedikit bila sudah capek sebanyak 56%, sering pada pernyataan tidak selera makan bila pekerjaan banyak sebanyak 56%, tidak pernah makan makanan selingan secara teratur sebanyak 70%, sering pada pernyataan makan pada saat lapar saja sebanyak

52%, dan sering pada pernyataan tidak membatasi makan buah musiman sebanyak 54%.

Hal ini dapat disebabkan karena responden kurang perhatian akan kesehatan diri atau kurang mengerti apa akibat bila tidak memperhatikan makanan yang dikonsumsi juga faktor kesibukan.

Jenis makanan dengan kategori tidak sesuai yaitu makanan yang dapat meningkatkan asam lambung sedangkan kategori sesuai yang dikonsumsi responden agar tidak terjadi gastritis yaitu jenis makanan yang tidak dapat meningkatkan asam lambung.

Jenis makanan merupakan salah satu faktor penyebab dari penyakit gastritis. Suratum (2016) mengatakan bahwa mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan dapat merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Pendapat ini juga didukung oleh Misnadiarly (2016) tentang jenis

makanan yang dapat

mengakibatkan gastritis yaitu makanan yang pedas, makanan yang mengandung gas dan asam.

Selain itu responden tidak memperhatikan makanan yang dikonsumsinya, faktor kesibukan,

(10)

mengkonsumi makanan yang

pedas, makanan yang

keasamannya tinggi, makanan yang banyak mengandung lemak/goreng-gorengan, makanan yang mengandung kafein seperti kopi yang dapat meningkatkan produksi asam lambung dan pada akhirnya kekuatan dinding lambung menurun. Tidak jarang kondisi seperti ini menimbulkan luka pada dinding lambung dan menyebabkan penyakit gastritis (Misnadiarly, 2016). Sebaiknya responden menghindari makanan yang bersifat merangsang dinding lambung yang memproduksi zat asam berlebihan diantaranya makanan yang pedas, asam makanan yang mengandung gas maupun yang banyak mengandung lemak atau goreng-gorengan yang dapat mengakibatkan terjadinya gastritis.

Pola makan sehari-hari terlihat pada kebiasaan jadwal makan yang sering tidak teratur, seperti sering terlambat makan atau menunda waktu makan bahkan kadang tidak sarapan pagi atau tidak makan siang atau tidak makan malam sehingga membuat perut mengalami kekosongan dalam waktu yang lama. Jadwal

makan yang tidak teratur tentunya akan dapat menyerang lambung yang dapat menimbulkan penyakit maag atau gastritis

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Penelitian Duwi (2013) mengenai pola makan sehari-hari penderita gastritis diperoleh hasil bahwa dari 40 responden didapat 26 responden (65%) memiliki pola makan yang kurang baik dan 14 orang (35%) memiliki pola makan yang baik.

Menurut Prita (2016) menyatakan bahwa pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah atau jenis makanan dengan maksud tertentu.

Dengan demikian, pola makan yang sehat dapat diartikan sebagai suatu cara atau usaha untuk melakukan kegiatan makan secara sehat. Sedangkan yang dimaksud pola makan sehat dalam penelitian ini adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis bahan makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit. Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang berhubungan

(11)

dengan kebiasaan makan setiap harinya.

b. Gambaran Kejadian Gastritis Pada Remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Cipaku Kabupaten Ciamis Tahun 2020

Dari hasil penelitian menunjukkan kejadian gastritis pada remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Cipaku Kabupaten Ciamis Tahun 2020, sebagian besar berkategori terjadi gastritis sebanyak 56 orang (57,1%). Hal ini disebabkan remaja yang sering terlambat makan dan suka makan makanan asam dan pedas, selain itu juga pola makan remaja yang tidak teratur sehingga mudah terserang gastritis.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Purnomo (2014) bahwa penyebab asam lambung tinggi antara lain : aktivitas padat sehingga telat makan, stress tinggi yang berimbas pada produksi asam lambung berlebih. Faktor lain yaitu infeksi kuman (e-colli, salmonella atau virus), pengaruh obat-obatan, konsumsi alkohol berlebih. Secara hispatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel. Sedangkan, menurut Lindseth dalam Prince (2010), gastritis adalah suatu

peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal. Gastritis merupakan suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi .

Gastritis menyerang sejak usia dewasa muda hingga lanjut usia. Pada usia tersebut semua responden yang masih berstatus pelajar sering tidak terkontrol dalam asupan makannya, disebabkan antara lain oleh karena kesibukan, dan sudah adanya ketertarikan terhadap lawan jenis sehingga pada usia tersebut berusaha semaksimal mungkin untuk melangsingkan tubuh dengan mengurangi makan. Yang perlu dipahami bahwa pada usia ini sebenarnya sangat diperlukan adanya pemenuhan semua zat gizi (Riyanto, 2012).

Hal ini penelitian yang dilakukan oleh Bagas (2016) tentang gambaran kejadian gastritis pada remaja di Pondok

(12)

Pesantren Al-Hikmah Trayon

Karanggede Boyolali

menunjukkan sebagian besar gastritis terjadi pada santri dengan usia 15-19 tahun dengan frekuensi 39 orang (65%).

2. Analisis Bivariat

Berdasarkan hasil penelitian hubungan pola makan dengan kejadian gastritis pada remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Cipaku Kabupaten Ciamis Tahun 2020 menunjukan bahwa dari 38 orang remaja yang memiliki pola makan baik hampir seluruhnya yaitu sebanyak 32 orang (84,2%) tidak terjadi gastritis dan sebagian kecil dari responden yaitu 6 orang (15,8%) terjadi gastritis, dan dari 60 orang remaja yang memiliki pola makan tidak baik hampir seluruhnya yaitu sebanyak 50 orang (83,3%) terjadi gastritis dan sebagian kecil dari responden yaitu 10 orang (16,7%) tidak terjadi gastritis

Dari hasil analisa data diperoleh nilai chi square (χ2) sebesar 43,341 dan nilai ρ value sebesar 0,000. Berdasarkan hasil analisa data di atas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola makan dengan kejadian gastritis pada remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Cipaku Kabupaten Ciamis

Tahun 2020 karena nilai α > ρ value (0,05 > 0,000) dan nilai chi square (χ2) hitung > chi square (χ2) tabel (43,341 > 3,841), yaitu semakin baik pola makan maka semakin kecil terjadinya gastritis pada remaja dan sebaliknya semakin tidak baik pola makan maka semakin banyak terjadinya gastritis pada remaja..

Berdasarkan analisis item kuesioner pola makan pada remaja berdasarkan jenis makanan sebagian besar berkategori kurang baik sebanyak 61 orang (62,2%), berdasarkan frekuensi makan sebagian besar berkategori kurang baik sebanyak 60 orang (61,2%), berdasarkan jadwal makan sebagian besar berkategori kurang baik sebanyak 59 orang (60,2%), dan berdasarkan pola makan sebagian besar berkategori kurang baik sebanyak 58 orang (59,2%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian dilakukan oleh Julia Ankow (2015) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas Bahu Kota Manado diperoleh hasil bahwa faktor-faktor yang memiliki hubungan dengan kejadian gastritis adalah pola makan, merokok, alkohol dan kopi sedangkan faktor yang tidak

(13)

memiliki hubungan dengan kejadian gastritis adalah penggunaan OAINS.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan Karwati (2012) bahwa ada hubungan yang signifikan antara frekuensi makan dengan kejadian gastritis dengan nilai p= 0,031 dimana responden dengan frekuensi makan beresiko lebih banyak menderita gastritis dibandingkan dengan responden tidak beresiko.

Hal ini juga sejalan dengan teori Hartati (2013) yang menyatakan bahwa faktor risiko gastritis adalah pola makan yang tidak teratur, menggunakan obat aspirin atau anti- radang non steroid, infeksi kuman helicobacter pylori, memiliki kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol, memiliki kebiasaan merokok, sering mengalami stres.

Kebiasaan makan yang buruk dan mengkomsumsi makanan yang tidak hygiene merupakan faktor resiko terjadinya gastritis. Pola makan yang tidak teratur disebabkan oleh kesibukan remaja yang banyak diluar rumah seperti ke sekolah, kegiatan- kegiatan organisasi, bermain sehingga membuat remaja tidak sempat sarapan pagi dan siang dirumah sehingga mereka hanya membeli jajan di kantin atau jajan diluar rumah dengan makan makanan yang pedas dan berbumbu

seperti mie rebus, nasi goreng, soto, bakso, pentol, sate, atau gorengan dengan menambah saos yang banyak kedalam makanan tersebut dan juga tampak remaja saat istirahat yang hanya makan snack dan minuman kaleng yang mengandung gas/soda untuk mengisi perut yang kosong (Hartati, 2013).

Makanan tertentu yang dapat menyebabkan penyakit gastritis, seperti buah yang masih mentah, kari, makanan pedas, asam dan makanan yang banyak mengandung krim atau mentega. Bukan berarti makanan ini tidak dapat dicerna, melainkan karena lambung membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencerna makanan tadi dan lambat meneruskannya kebagian usus selebihnya. Akibatnya, isi lambung dan asam lambung tinggal di dalam lambung untuk waktu yang lama sebelum diteruskan ke dalam 3 duodenum dan asam yang dikeluarkan menyebabkan rasa panas di ulu hati dan dapat mengiritasi (Karwati, 2012).

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan pola makan dengan kejadian gastritis pada remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Cipaku Kabupaten

(14)

Ciamis Tahun 2020, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut :

1. Pola makan pada remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Cipaku Kabupaten Ciamis Tahun 2020, sebagian besar responden yaitu 60 orang (61,2%) memiliki pola makan tidak baik dan hampir sebagian responden yaitu 38 orang (38,8) memiliki pola makan baik.

2. Kejadian gastritis pada remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Cipaku Kabupaten Ciamis Tahun 2020, sebagian besar responden yaitu 56 orang (57,1%) terjadi gastritis dan hampir sebagian responden yaitu 48 orang (42,9) tidak terjadi gastritis.

3. Terdapat hubungan antara pola makan dengan kejadian gastritis pada remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Cipaku Kabupaten Ciamis Tahun 2020 karena nilai α > ρ value (0,05 >

0,000) dan nilai chi square 2) hitung

> chi square 2) tabel (43,341 >

3,841), yaitu semakin baik pola makan maka semakin kecil terjadinya gastritis pada remaja dan sebaliknya semakin tidak baik pola makan maka semakin banyak terjadinya gastritis pada remaja

SARAN

1. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan informasi kesehatan khususnya tentang kejadian gastritis dan dapat dijadikan bahan referensi khususnya bagi bidang keperawatan. Instansi pendidikan juga sebaiknya dapat mengembangkan keilmuannya secara mendalam terkait dengan intervensi terhadap pola makan pada remaja sehingga dapat menurunkan kejadian gastritis pada remaja.

2. Bagi Puskesmas

Lebih meningkatkan promosi kesehatan ataupun penyuluhan- penyuluhan kesehatan mengenai pola makan dan kejadian gastritis pada remaja misalnya dengan cara melakukan promosi kesehatan melalui penyuluhan gerakan masyarakat baik secara kelompok maupun penyuluhan tatap muka oleh petugas pelayanan kesehatan secara intensif dan berkesinambungan, melakukan kunjungan rumah (home visit). Kemudian untuk cara

penyampaian informasi

menggunakan cara-cara yang lebih sederhana seperti dengan pembagian leafleat atau brosur mengenai pola makan sehingga dapat menurunkan kejadian gastritis pada remaja.

3. Bagi Remaja

(15)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan remaja untuk memperbaiki pola makan dan pola hidup sehat sehingga menurunkan kejadian gastritis pada remaja.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini meneliti tentang hubungan pola makan dengan kejadian gastritis pada remaja, ada beberapa hal yang belum tergali lebih mendalam. Oleh karena itu maka peneliti selanjutnya disarankan untuk menggali faktor lain yang berhubungan dengan kejadian gastritis pada remaja dengan metode yang lebih tepat misalnya judul

”faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian gastritis pada remaja”.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, (2010), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.

Achmad (2014). Ilmu Gizi. Jakarta : Dian rakyat

Ali, (2015). Psikologi Remaja.

www.google.co.id . Diakses tanggal 13 Maret 2020.

Almatsier, (2016). Prinsip Dasar Ilmu Gizi.

Jakarta : Gramedia Pustaka Umum.

Aziz, (2016). Helicobacter pylori.

www.google.co.id . Diakses 15 Maret 2020.

Baliwati, (2014). Pangan dan Gizi. Jakarta : Penebar swadaya.

Brunner & Sudarth, (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2. Jakarta : EGC

Budiman, (2016). Gambaran Pengetahuan Klien Tentang Gastritis di RSU Dr.

FI Tobing Sibolga. Depok : FKMUI Depkes RI (2012). Perkembangan Remaja di

Indonesia. www.google.co.id . Diakses tanggal 13 Maret 2020.

Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, (2019). Peningkatan kejadian gastritis. www.google.co.id . Diakses tanggal 16 Maret 2020.

Duwi (2013). Pola Makan Sehari-Hari

Penderita Gastritis.

http://respiratory.usu.ac.id.

www.google.co.id . Diakses tanggal 13 Maret 2020.

Fahrur, (2018). Disiplin Waktu Tuntaskan Maag.

http://www.ngobrolaja.com/showthre ad.php. www.google.co.id . Diakses tanggal 13 Maret 2020.

Hirlan, (2015). Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta : EGC

Hartati, (2015). Hubungan Pola Makan dengan Resiko Gastritis pada Mahasiswa yang Menjalani Sistem KBK, JOM PSIK Vol. 1 No.2

Julia Ankow (2015). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas

Bahu Kota Manado.

http://respiratory.usu.ac.id.

www.google.co.id . Diakses 18 Maret 2020.

Karwati, (2015). Hubungan frekuensi konsumsi makanan beresiko Gastritis dan Stress dengan kejadian gastritis pada wanita usia 20-40 tahun yang berobat di Puskesmas Cilembang

(16)

Tahun 2012.

http://respiratory.usu.ac.id.

www.google.co.id . Diakses tanggal 20 Maret 2020.

Kemenkes RI, (2016). Konsep kebiasaan makan.http://www.depkes.go.id/

downloads/profil_kesehatan_2009/fil es/buku%20profil%20kesehatan

%20indonesia%202009.pdf. Diakses tanggal 13 Maret 2020.

_______, (2019). Pedoman Gizi Seimbang.

Jakarta

Mikail, (2019). Hubungan Antara Stres dan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Kekambuhan Penyakit Gastritis.

Tersedia di http://adln.lib.unair.ac.id/.

Diakses tanggal 13 Maret 2020.

Misnadiarly, (2016). Mengenal penyakit organ cerna. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Muttaqin, (2015). Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: Selemba Medika.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

_____________, (2012) Promosi kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka cipta

Nurhayati, (2015). Kesalahan-kesalahan Pola Makan Pemicu Seabrek Penyakit Mematikan. Jogjakarta: Buku Biru.

Nurminda, (2018). Persagi Penuntun Diet.

Jakarta : Gramedia

Prio, (2015). Gambaran Pengetahuan Klien Tentang Gastritis di RSU Dr. FI Tobing Sibolga. Depok : FKMUI.

Prita, (2016). Gastritis.www.wordpress.co.id.

Diakses tanggal 13 Maret 2020.

Puspadewi, (2015). Penyakit maag &

gangguan pencernaan. Yogyakarta:

Kanisius.

Riduwan dan Akdon, (2013). Rumus dan Data dalam Analisis dan Statistik.

Bandung : Alfabeta

Sugiyono (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D.

Bandung : Alfabeta.

Suratum, (2016). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 11, Ed. 3. Jakarta : FKUI.

Suyono, (2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pola Makan Mahasiswa Di Asrama Mahasiswa Universitas Indonesia Depok, Skripsi.

FKMUI.

Triana, (2018). Konsultasi Sehat Gastritis

Kronik. Tersedia di

http://eramuslim.com. Diakses tanggal 19 Maret 2020.

Wenny, (2016). Gizi dan Pengolahan Pangan. Yogyakarta: Adicita

Yuliarti, (2016). 15 Ramuan Penyembuh Maag. Jakarta: Bee Media Indonesia.

www.wordpress.co.id. Diakses tanggal 17 Maret 2020.

Zakaria, (2019). Pengetahuan Tentang Pola Makan yang Benar dan Sikap dalam Mencegah Kekambuhan Gastritis Kronis di Wilayah Kerja Puskesmas Mlarak, Ponorogo. KTI FIK Universitas Muahammadiyah.

Ponorogo

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis tabel silang hubungan antara pola makan dengan kejadian gastritis pada Remaja di Pondok Pesantren Al-Munjiyah, Durisawo, Kelurahan

Hasil penelitian menunjukan sebagian besar responden tidak rutin dalam melakukan olahraga (68,8%) , sebagian besar responden mempunyai pola tidur yang buruk

Hasil penelitian menunjukan sebagian besar responden tidak rutin dalam melakukan olahraga (68,8%) , sebagian besar responden mempunyai pola tidur yang buruk

Kepercayaan masyarakat juga mempengaruhi pola pemberian makan pada balita, sebagian besar responden di wilayah kerja Puskesmas Dasuk memiliki nilai budaya positif dimana responden

Dari diagram distribusi frekuensi responden berdasarkan pola makan pasien gastritis menunjukkan bahwa sebanyak 14 responden (47%) memiliki pola makan kurang baik.. Pola

Hasil penelitan menunjukkan kejadian emesis gravidarum sebanyak 60%, ibu hamil dengan emesis gravidarum yang melakukan penanganan; sebagian besar tepat dalam mengatur pola makan,

Hasil penelitian pola asuh sebagian besar responden adalah pola asuh otoriter sebanyak 65 orang 65,7%, jenis kenakalan remaja yang cenderung dilakukan sebagian besar responden adalah

Responden dengan ini menyatakan SETUJU ikut serta dalam penelitian yang berjudul Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Gastritis di Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin untuk menjawab