BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang
Produksi makanan dan pengelolaan limbah adalah dua masalah yang seringkali menjadi topik utama sejak dahulu hingga saat ini sebagai akibat dari populasi penduduk dunia yang terus bertambah. Mendaur ulang residu organik baik yang berasal dari limbah pertanian, peternakan dan limbah perkotaan menjadi kompos yang bermanfaat untuk produksi pangan tampaknya muncul sebagai peluang sebagai salah satu upaya memecahkan kedua persoalan ini (Blouin et al., 2019).
Vermicomposting adalah proses dimana cacing tanah mengubah residu organik menjadi kompos yang dapat digunakan sebagai substrat untuk pertumbuhan tanaman. Produk yang dihasilkan dikenal dengan vermikompos. Vermikompos ini memberikan pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap pertumbuhan tanaman. Pengaruh langsung vermikompos terhadap pertumbuhan tanaman adalah menyediakan hara, zat perangsang tumbuh tanaman, dan meningkatkan ketersediaan air bagi tanaman, sedangkan pengaruh tidak langsung vermikompos adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang bermanfaat sehingga mampu mencegah serangan hama dan penyakit bagi tanaman (Arancon et al., 2007; Lazcano & Domínguez, 2011). Nurhidayati et al. (2017) menambahkan bahwa vermikompos memiliki C/N rasio yang rendah serta memiliki kandungan unsur hara yang tinggi
Vermikompos adalah pupuk organik yang memiliki unsur hara tinggi karena dalam vermikompos mengandung kotoran cacing. Keunggulan vermikompos adalah menyediakan N, P, K, Ca dan Mg yang tersedia dalam jumlah yang seimbang dan meningkatkan kandungan bahan organik, meningkatkan kemampuan tanah, menyediakan hormon pertumbuhan tanaman serta sebagai penyangga pengaruh negatif (Lazcano dan Domínguez 2011). Selain itu aplikasi vermikompos menggunakan media tanah dan kotoran sapi mampu meningkatkan kualitas tanaman kubis(Nurhidayati et al.2016).Pada percobaan dilahan pertanian aplikasivermikompos meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman brokoli (Nurhidayati et al. 2017a) serta memberikan efek residu positif pada tanaman berikutnya (Nurhidayati et al. 2017b; Nurhidayati et al. 2018).Aplikasi vermikompos 20 ton/ha yang dikombinasikan dengan pupuk semprot mampu meningkatkan hasil tanaman Cucurbita (Labu) (Razzaghifard et al. 2017).
Pembuatan metode vermakopos tidak terlalu sulit dengan menggunakan kotoran sapi yang telah diproses dan digabungkan dengan cacing tanah (Brata, 2017). Para peternak sapi dapat memanfaatkan pembuatan vermikompos dengan baik sehingga berpotensi untuk mendapatkan pendapatan tambahan. Selain itu dari sisi pemeliharaan tanaman,ini dapat dijadikan salah satu referensi katalis dalam meningkatkan kualitas tanaman. Vermicompos berarti pupuk kompos dari sampah biodegradable yang dalam proses pengomposannya dibantu oleh cacing tanah (Lumbricus rubellus). Proses produksi pupuk organik dengan aktivator cacing tanah menggunakan sampah organik sebagai bahan baku, yang akan dicampurkan dengan cacing tanah. Dalam hal ini cacing tanah memakan selulosa dari sampah organik yang tidak dapat dimakan oleh bakteri pengompos. Hasil dari pencernaan cacing berupa kotoran cacing, dan kotoran ini akan menjadi tambahan makanan bagi bakteri pengompos (Setiawan, 2012)
Ball milinng
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA II.I DEFINISI NANOPARTIKEL
Nanoteknologi adalah
teknologi yang
digunakan dalam pembuatan suatu
material berukuran nano yaitu pada rentang 1- 100 nm (Deepak, d kk.
2011).
Nanopartikel memiliki
luas permukaan yang
besar karena ukurannya
yang sangat kecil.
Pengembangan material nano terbagi dalam tiga macam, pertama yaitu nanopartikel
yang merupakan
material nano
berdimensi nol, selanjutnya material nano berdimensi
satu yang disebut
nanowire, d an material
nano berdimensi dua
yang disebut thin films.
Nanopartikel dapat berasal dari emas, perak, paladium, dan platinum. Namun
nanopartikel perak merupakan nanopartikel yang sering digunakan karena memiliki
keunikan karena mudah
digunakan dan memiliki
afinitas untuk dapat
mengikat banyak
molekul biologis sehingga dapat d
igunakan untuk
memberantas bakteri dan bersifat non
toksik terhadap manusia, hewan, dan tumbuhan (Loza, dkk., 2014)
Nanoteknologi adalah
teknologi yang
digunakan dalam
pembuatan suatu
material berukuran nano yaitu pada rentang 1- 100 nm (Deepak, d kk.
2011).
Nanopartikel memiliki luas permukaan yang besar karena ukurannya yang sangat kecil.
Pengembangan material
nano terbagi dalam tiga
macam, pertama yaitu
nanopartikel
yang merupakan
material nano
berdimensi nol, selanjutnya material nano berdimensi
satu yang disebut nanowire, d an material nano berdimensi dua yang disebut thin films.
Nanopartikel dapat
berasal dari emas,
perak, paladium, dan
platinum. Namun
nanopartikel perak merupakan nanopartikel yang sering digunakan karena memiliki
keunikan karena mudah digunakan dan memiliki afinitas untuk dapat mengikat banyak
molekul biologis sehingga dapat d
igunakan untuk
memberantas bakteri
dan bersifat non
toksik terhadap manusia, hewan, dan tumbuhan (Loza, dkk., 2014)
Nanoteknologi adalah
teknologi yang
digunakan dalam pembuatan suatu
material berukuran nano yaitu pada rentang 1- 100 nm (Deepak, d kk.
2011).
Nanopartikel memiliki
luas permukaan yang
besar karena ukurannya
yang sangat kecil.
Pengembangan material nano terbagi dalam tiga macam, pertama yaitu nanopartikel
yang merupakan
material nano
berdimensi nol, selanjutnya material nano berdimensi
satu yang disebut
nanowire, d an material
nano berdimensi dua
yang disebut thin films.
Nanopartikel dapat berasal dari emas, perak, paladium, dan platinum. Namun
nanopartikel perak merupakan nanopartikel yang sering digunakan karena memiliki
keunikan karena mudah
digunakan dan memiliki
afinitas untuk dapat
mengikat banyak
molekul biologis sehingga dapat d
igunakan untuk
memberantas bakteri dan bersifat non
toksik terhadap manusia, hewan, dan tumbuhan (Loza, dkk., 2014)
Nanoteknologi adalah
teknologi yang
digunakan dalam
pembuatan suatu
material berukuran nano yaitu pada rentang 1- 100 nm (Deepak, d kk.
2011).
Nanopartikel memiliki luas permukaan yang besar karena ukurannya yang sangat kecil.
Pengembangan material
nano terbagi dalam tiga
macam, pertama yaitu
nanopartikel
yang merupakan
material nano
berdimensi nol, selanjutnya material nano berdimensi
satu yang disebut nanowire, d an material nano berdimensi dua yang disebut thin films.
Nanopartikel dapat
berasal dari emas,
perak, paladium, dan
platinum. Namun
nanopartikel perak merupakan nanopartikel yang sering digunakan karena memiliki
keunikan karena mudah digunakan dan memiliki afinitas untuk dapat mengikat banyak
molekul biologis sehingga dapat d
igunakan untuk
memberantas bakteri
dan bersifat non
toksik terhadap manusia, hewan, dan tumbuhan (Loza, dkk., 2014)
Nanoteknologi adalah teknologi yang digunakan dalam pembuatan suatu material berukuran nano yaitu pada rentang 1-100 nm (Deepak, dkk. 2011).Nanopartikel memiliki luas permukaan yang besar karena ukurannya yang sangat kecil.Pengembangan material nano terbagi dalam tiga macam, pertama yaitu nanopartikel yang merupakan material nano berdimensi nol, selanjutnya material nano berdimensi satu yang disebut nanowire, dan material nano berdimensi dua yang disebut thin films. Nanopartikel dapat berasal dari emas, perak, paladium, dan platinum. namun nanopartikel perak merupakan nanopartikel yang sering digunakan karena memiliki keunikan karena mudah digunakan dan memiliki afinitas untuk dapat mengikat banyak molekul biologis sehingga dapat digunakan untuk memberantas bakteri dan bersifat non toksik terhadap manusia, hewan, dan tumbuhan (Loza, dkk., 2014).
Nanoteknologi dapat didefinisikan sebagai sebuah teknologi pada material berskala nanometer (nm) yakni berkisar antara 1-100 nm. Kata nano diambil dari bahasa Yunani yaitu
“nanos” yang berarti kecil (Fauza, et.al., 2021). Dalam skala nanometer, sebuah material akan memperlihatkan sifat-sifat fisika, biologi, maupun kimia yang berbeda jika dibandingkan dengan material yang berukuran bulk. Dalam hal ini, rekayasa nanomaterial berperan penting pada aplikasi nanoteknologi yang dapat menghasilkan nanomaterial berperforma kerja lebih sensitif dibandingkan dengan material yang berukuran bulk karena reaktifitas nanomaterialnya semakin tinggi disebabkan oleh luas permukaan spesifiknya semakin besar (Indrayana, 2019).
Nanosains (nanoscience) maupun nanoteknologi (nanotechnology), saat ini banyak diteliti oleh para ilmuwan. Seorang ahli fisika bernama Richard Phillips Feynman pada tanggal 29 Desember 1959 dalam pertemuan tahunan Masyarakat Fisika Amerika (American Physical Society) di California Institute of Technology (Richard Phillips Feynman merupakan Pemenang Hadiah Nobel Fisika tahun 1965). Pada pertemuan tersebut, Richard Phillips Feynman memberikan gambaran dari istilah nanosains yang kita kenal sekarang ini dalam pidatonya yang berjudul “There’s Plenty of Room at the Bottom” (Fahmi, 2019).
Peneliti terus mencari material baru yang memiliki keunggulan dari aspek fisika dan kimia, pada beberapa era dikenal beberapa zaman yaitu zaman batu dengan peralatan terbuat dari batu. Setelah itu adapun zaman alloy atau campuran logam atau lebih dikenal zaman perunggu. Abad ke 8-15 berkembang penemuan gelas, perselen, dan keramik. Pada zaman modern tepatnya pada tahun 1937-1947 mulai berkembang material baru yaitu plastic nilon bahan semikonduktor. Era teknologi material yang akan datang ialah era nanopartikel.
Banyak ilmuan berpendapat bahwa akan terjadi revolusi industri dari material konvensional seperti saat ini ke arah material baru produk material yang memiliki partikel dalam ukuran nanometer. Diperkirakan perubahan besar itu akan berdampak luas terhadap produk teknologi saat ini (Abdassah, 2019).
Nanosains menggabungkan aspek-aspek fisika, kimia, dan biologi dalam satu teknologi dengan tujuan tertentu, peralatan elektronik di bidang kedokteran yang dibuat dengan ukuran sangat kecil bahkan lebih kecil daripada sel darah merah. Sel darah merah berukuran 2-5 mikron atau seukuran diameter sehelai rambut yang dibelah 25. Banyak ahli berpendapat bahwa jika kita mampu membuat alat seukuran itu maka alat tersebut bisa dimasukkan ke dalam pembuluh darah dan diarahkan pada lokasi tertentu untuk membunuh virus, sel-sel kanker, atau tujuan lainnya (Batra et al, 2019).
Nanoteknologi atau teknologi rekayasa zat berskala nanometer atau sepermiliar meter masa pengembangannya belumlah tergolong lama. Pengembangan nanopartikel di Indonesia dilakukan sejak sekitar tahun 2000. Selama 10 tahun terakhir muncul berbagai aplikasinya.
Orang yang pertama kali menciptakan istilah nanopartikel adalah Profesor Nario Taniguchi dari Tokyo Science University pada tahun 1940. Ia mulai mempelajari mekanisme pembuatan nanopartikel 4 dari kristal kuarsa, silicon, dan keramik alumina dengan menggunakan mesin ultrasonic (Fahmi, 2019).
2.2 aplikasi nanopartikel dalam dunia pertanian
Sistem pertanian yang efektif dan berkelanjutan sangat dibutuhkan untuk menghadapi bencana kelaparan di dunia di masa yang akan datang. Perkembangan populasi penduduk dunia yang sangat pesat, perubahan iklim, pencemaran lingkungan dan terus naiknya permintaan akan energi dan air telah mendorong peningkatan produksi pangan dunia serta perbaikan system distribusinya (Usman, et.al., 2020). Sistem yang ada pada saat ini banyak mengandalkan pupuk konvensional,pestisida, air dan energi yang sangat besar, tetapi tidak sebanding hasil pertanian yang didapatkan (Kah, et.al., 2019). Oleh karena itu, diperlukan sistempertanian baru yang dapat menghasilkancapaian produksi pangan yang jauh lebihbesar dari sistem pertanian konvensional.Berdasarkan pantauan hasil riset padasaat ini, nanoteknologi merupakan sistemyang menjanjikan dalam meningkatkanhasil pertanian untuk keamanan pangandi masa yang akan datang (Arora, et.al.,2022, Maity, et.al., 2022, dan Haris,et.al., 2022).
Hasil penelitian menjelaskan bahwa material yang berukuran nanometer memiliki sejumlah sifat fisika dan kimia yang lebih unggul dibandingkan material yang berukuran besar. Kesemua sifat-sifat tersebut dapat diubah dengan pengontrolan ukuran sebuah material, memodifikasi bagian permukaan, pengaturan komposisi kimiawi, maupun pengontrolan interaksi antar partikel (Yanuar, et.al., 2014). Material dan perangkat skala nanotelah dieksplorasi secara ekstensif selama 20 tahun terakhir. Telah diketahui dengan baik bahwa material berukuran di bawah 100 nanometer yang biasa disebut sebagai material nano dengan luas permukaan spesifik yang tinggi, peningkatan reaktivitas dan sifat mekanik serta optoelektronik yang unik, telah menciptakan kemajuan yang signifikan di bidang-bidang seperti elektronik, perangkat, energi, kosmetik, obat-obatan,pangan, pertanian dan lain sebagainya(Kargozar, et.al., 2018).
Pada bidang pertanian, para ilmuan di berbagai penjuru dunia telah mencoba melakukan beberapa riset guna memperbaiki beberapa sifat pada tanaman, seperti menghasilkan tanamanyang bebas dari virus serta mendapatkan bibit unggul melalui rekayasa genetika(Yanuar, et.al., 2014, Zhi, et.al., 2022, dan Almeida, et.al., 2022). Prinsip dasar ditemukannya nanoteknologi pada bidang pertanian ialah untuk memaksimalkan produksi maupun hasil dari sebuah tanaman dengan cara meminimalkan penggunaan pupuk konvensional, pestisida maupun kebutuhan lainnya dengan melakukan monitoring langsung keadaan tanah seperti perakaran serta mengaplikasikannya secara langsung pada target agar tidak ada yang terbuang(Yanuar, et.al., 2014). Jika diperhatikan, aplikasi nanoteknologi pada bidang pertanian saat ini berkembang pesat terutama di negara maju maupun berkembang.
Artikel ini ditulis untuk memberikan tinjauan terhadap sejumlah temuan penelitian terkait perkembangan penerapan aplikasi nanoteknologi pada bidang pertanian.
2.3 SINSTESIS NANOPARTIKEL SECARA GENERAL(bottom and top down )
Miniaturisasi material hingga orde molekuler itu dilakukan, antara lain, dipicu oleh tuntutan pengecilan ukuran perangkat elektronik dan komputer. Dengan adanya partikel nano itu, rangkaian terpadu atau IC berukuran 1 sentimeter persegi, dapat dijejali miliaran transistor sehingga rangkaian tersebut berkapasitas terabyte, bukan lagi gigabyte. Potensi penerapan nanoteknologi sesungguhnya lebih besar, tidak sebatas untuk membuat nanopartikel bagi peranti mikroelektronik, tetapi juga bagi industri lain. Penerapan material nano bukan hanya pada barang teknik, melainkan juga pada produk makanan, obat-obatan, dan kosmetik (Martien et al, 2012).
Penerapan teknologi nano pada berbagai bidang akan mengubah kehidupan masyarakat modern. Dengan membuat partikel berskala nanometer, kemudian menyusupkannya di antara partikel berukuran mikron, sehingga dihasilkan jenis material baru bersifat super, antara lain tingkat kekerasan, pengantaran listrik, dan sifat magnetnya. Dengan kelebihan itu akan dihasilkan produk berkualitas, yaitu tidak mudah aus, hemat energi karena tahan panas, dan tidak memerlukan pendinginan. Dengan demikian, akan menghemat biaya operasional dan pemeliharaan serta ramah lingkungan (Maryam et al, 2018)
Sintesis nanopartikel dapat dilakukan dalam fasa padat, cair, maupun gas. Secara garis besar, sintesis nanopartikel dapat dilakukan dengan metode bottom up (kimia) dan metode top down (Fisika) (Fahmi, 2019).Metode top-down, penggilingan/penggerusan adalah salah satu ciri khas dalam membuat nanopartikel. Sedangkan dispersi koloid adalah contoh metode yang digunakan dengan pendekatan bottom-up. Sementara metode litografi dapat dianggap sebagai pendekatan hibrid, karena penumbuhan film tipis adalah ciri dari bottom-up sedangkan mengetsa merupakan karakteristik dari top-down, sedangkan nanolithography dan nanomanipulation umumnya merupakan pendekatan bottom-upKedua pendekatan ini memainkan peran yang sangat penting dalam industri modern nanopartikel. Ada kelebihan dan kekurangan dari kedua pendekatan ini. Untuk metode top-down,ketidaksempurnaan struktur permukaan menjadi kendalanya. Teknik top-down konvensional seperti litografi dapat menyebabkan kerusakan kristalografi yang signifikan pada proses fabrikasi dan cacat tambahan dapat terjadi bahkan selama proses etsa. Misalnya, kawat nano yang dibuat dengan teknik litografi tidak mulus dan mungkin mengandung banyak kotoran dan cacat struktural di permukaan. Ketidaksempurnaan seperti itu akan memiliki dampak yang signifikan pada sifat fisik dan kimia permukaan struktur nano dan material nano, karena rasio volume permukaan atas dalam struktur nano dan material nano sangat besar. Ketidaksempurnaan permukaan akan menyebabkan konduktivitas berkurang karena hamburan permukaan inelastik, yang pada akhirnya menghasilkan panas yang berlebihan dan dengan demikian perlu inovasi ekstra pada desain dan fabrikasi perangkat. Terlepas dari ketidaksempurnaan permukaan dan cacat lain yang mungkin dihasilkan dengan pendekatan top-down, Teknik ini akan terus memainkan peran penting dalam sintesis dan pembuatan struktur nano dan material nano.
Pendekatan bottom-up sering muncul dalam berbagai literatur nanopartikel. Sintesis material yang umum adalah untuk membangun atom demi atom dalam skala yang sangat besar, dan telah digunakan di industri selama lebih dari seabad. Contohnya produksi garam dan nitrat dalam industri kimia, pertumbuhan kristal tunggal dan pengendapan film dalam industri elektronik. Untuk sebagian besar bahan, tidak ada perbedaan dalam sifat fisik bahan terlepas dari metode sintesis, asalkan komposisi kimia, kristalinitas, dan mikrostruktur bahan tersebut identik. Pendekatan bottom-up mengacu pada penumpukan material dari bawah:
atom demi atom, molekul demi molekul, atau cluster by cluster. Dalam ilmu kimia organik, kita tahu polimer disintesis dengan menghubungkan masing-masing monomer. Pada penumbuhan kristal, atom, ion dan molekul akan berkumpul menjadi struktur kristal satu demi satu dimulai dari dasar permukaan substrat
2.4.definisi PBM(Planetry ball mill)
Ball Milling adalah teknik yang luas digunakan untuk menggilas bubuk(powder) menjadi partikel yang sangat halus (termasuk dalam skala nanometer) dan material campuran.
Tidak memerlukan pelarut organik,mudah, ramah lingkungan dan ekonomis menjadi kelebihan dari metode ini. pada umumnya terdiri dari cangkang silinder berlubang yang berputar padaporosnya, diisi dengan bola yang terbuat dari steel (baja), stainless steel,keramik atau karet. Kinerjanya bergantung pada energi yang dilepaskan dari dampak antara gesekan antara bola, bubuk dan waktu. Semakin lama mesin dioperasikan, maka partikel yang dihasilkan semakin halus. Kekurangan dari metode ini adalah kemungkinan terkontaminasi, pembentukan nanomaterial dengan bentuk yang tidak teratur, lama waktu penggilingan dan pembersihannya (Piras, et.al, 2018).
Penggunaan Ball Milling dalam sintesis nanoselulosa dipaparkan dalam jurnal Nge et.al (2013). Bubuk selulosa turunan dari pulp kayu dengan rata-rata ukuran partikelnya 37 μm digunakan sebagai bahan baku utama. Pertama-tama sampel bahan baku di biarkan dalam kondisi vakum pada suhu 40C selama 3 hari. Setelah itu, diproses dalam planetary ball-mill.
Penggilingan bubuk selulosa ini dilakukan dalam 10 interval dengan waktu jeda selama 10 menit di tiap sesi (total 8 jam) pada 400 rpm. Langkah selanjutnya sampel di homogenisasi dengan HPH (High Pressure Homogenization). Terakhir, sampel di cuci dengan akuades dan dilanjutkan dengan t-butyl alcohol (t-BuOH) dan di freeze-dried untuk dapat dianalisis lebih lanjut.
Proses penghalusan pasir silika salah satunya menggunakan prinsip milling menggunakan Ball mill . Banyak parameter yang digunakan dalam proses milling, namun setelah pengujian parameter yang paling optimum pada saat pengujian adalah kecepatan putaran dan waktu milling (Zulkhairi, 2014). Metode ball mill ini berfungsi sebagai penghancur pasir silika menggunakan sejumlah bola penghancur dalam sebuah tabung yang berbentuk silinder yang berputar searah jarum jam sehingga bola-bola penghancur akan naik kepermukaan tabung dan kemudian jatuh ke bahan yang akan ditumbuk dan menyebabkan perubahan bentuk pada struktur pasir silika menjadi ukuran yang sangat halus (Widjanarko, dkk 2014).
Penelitian sebelumnya telah dilakukan Sugeng (2018) yaitu mengenai daur ulang pasir silika menggunakan teknik ball mill dengan kecepatan putaran 200 dan 350 rpm berat pasir yang diolah 1000 gr. Menunjukan hasil pada mesin ball mill dengan melakukan variasi putaran, pada putaran 200 rpm tingkat kehalusan serbuk sebesar 0,45 mm dengan waktu milling 60 menit, pada putaran 350 rpm tingkat kehalusan serbuk sebesar 0,75 mm dengan waktu milling selama 60 menit.
2.4.1 perbandingan efektevitas PBM(planertry ball mill) dengan wet and dry mill
Penggilingan umumnya berlangsung dalam kondisi basah (wet grinding).
Penggilingan dalam kondisi kering (dry grinding) biasanya hanya dilakukan untuk industri tertentu yang mengharuskan material diproses secara kering (Jankovic dkk., 2015), misalnya industri semen.Namun berbagai isu mengenai kelangkaan air, perlindungan lingkungan (konservasi sumber daya air) dan tingginya biaya pengolahan air menjadi suatu tantangan besar bagi industry pertambangan dan pengolahan mineral, terutama yang terletak di negara beriklim kering dan gersang (Chelgani dkk., 2019). Penggilingan kering juga menjadi pilihan karena beberapa material dapat berubah sifat fisik dan kimianya apabila digerus Bersama dengan air. Korosi akan terjadi apabila media berbahan besi kontak dengan air (wet grinding) atau kontak dengan mineral yang memiliki sifat elektrokimia aktif seperti mineral sulfida (Tanhua dkk., 2022). Penggilingan kering dapat mengurangi efek korosi yang disebabkan oleh adanya air, yang berdampak pada berkurangnya tingkat penggantian dan konsumsi media penggilingan.
DAFTAR PUSTAKA
Deepak, V.; Umamaheshwaran, P.S.; Guhan, K.; Nanthini, R.A.; Krithiga, B.; Jaithoon, N.M.;
Gurunathan, S. Synthesis of gold and silver nanoparticles using purified URAK.Colloid Surface B 2011, 86, 353–358
.Loza, K.; Diendorf, J.; Sengstock, C.; Ruiz-Gonzalez, L.; Gonzalez-Calbet, J.M.; Vallet- Regi,M.; Köllerb, M.; Epple, M. The dissolution and biological effects of silver nanoparticlesin biological media. J. Mater. Chem. B 2014, 2, 1634–1643.
Indrayana, I. P. T. 2019. Review Fe3O4 dari Pasir Besi: Sintesis,Karakterisasi, dan Fungsionalisasi hingga Aplikasinya dalam BidangNanoteknologi Maju. Jurnal UNIERA, 8(2): 65-75.
Fauza, R., P. Manurung, dan Y. Yulianti. 2021. Efek NaOH pada Pembentukan Nano ZnO Metode Hidrotermal. Journal of Energy, Material, and Instrumentation Technology, 2(3): 98-103.
Arora A, Padua GW. 2010. Review: nanocomposites in food packaging. J Food Sci. 75(1):R43- R49.doi: 10.1111/j.1750-3841.2009.01456.x.
Zhao R, Torley P, Halley P. 2008. Emerging biodegradable materials: starch- and proteinbased bio-nanocomposites. J Mater Sci. 43(9):3058-3071. doi:10.1007/s10853-007- 24348.
Fahmi, M. Z. 2019. Nano Teknologi Dalam Perspektif Kesehatan. Surabaya: Airlangga University Press.
Abdassah,.M. 2019. Nanopartikel Dengan Gelasi Ionik. Farmaka. 15(1) : 45-52Batra, H., Pawar, S., and Bahl, D. 2019. Curcumin In Combination With Anti-Cancer Drugs: Nanomedicine Review. Pharmacological Research 139:91-105.
Martien, R., Adhyatmika, Irianto, I.D.K., Farida, V., dan Sari, D.P. 2012.
PerkembanganTeknologi Nanopartikel Sebagai Sistem Penghantaran Obat.
Majalah Farmaseutik,8(1):133-144.
Maryam, Kasim, A., Novelina, dan Emriadi. 2018. Review : Teknologi Preparasi Pati Nanopartikel dan Aplikasinya Dalam Pengembangan Komposit Bioplastik.
Majalah Ilmiah Teknologi Industri (SAINTI), 15(1) : 36-56
EK. Elumalai, T.N.V.K.V Prasad, J.Hemachandran, S.Viviyan Therasa,T.Thirumalai dan E.David. “Extracellular synthesis of silver nanoparticles using leaves of Euphorbia hirta and their antibacterial activities”. Journal of Pharmaceutical Sciences and Research Vol. 2 No.9 (2010) 549-554
Zulkhairi dan Mamat. 2014. Process Parameters Optimization of Silica Sand Nanoparticles Production Using Low Speed Ball Milling Method. Universitas Teknologi Petronas. Malaysia.
Widjanarko dan Suwasito. 2014. Pengaruh Lama Penggilangan Dengan Metode Ball Mill Terhadap Rendemen Dan Kemampuan Hidrasi Tepung Porang (Amorphophallus Muelleri Blume). Universitas Brawijaya. Jawa Timur.
Sugeng. 2018. Daur ulang pasir silika bekas inti cor melalui teknik ball mill untuk mengembalikan daya ikatnya. Universitas Muria Kudus. Jawa Tengah.
Blouin, M, Barrere, J, Meyer, N, Lartigue, J, Barot, S, Mathieu, J 2019. Vermicompost significantly affects plant growth . A meta-analysis. Agronomy for Sustainable Development. vol. 39 no. 1pp1–15. https://doi.org/10.1007/s13593-019-0579-x
Ãrancon, NQ, Edwards, CA, Yardim, EN, Oliver TJ, Byrne, RJ and Keeney, G 2007, Suppression of two-spotted spider mite (Tetranychus urticae), mealy bug (Pseudococcus sp ) and aphid (Myzuspersicae) populations and damage by vermicomposts, Crop Protection, vol 26: pp.
29–39, https://doi.org/10.1016/j.cropro.2006.03.013
Arancon, NQ, Edward, CA, Bierman, P, Welch, C & Metzger, JD 2004. Influences of vermicompostson field strawberries : 1. Effects on growth and yields, Bioresource Technology, vol. 93: pp.145–153. https://doi.org/10.1016/j.biortech.2003.10.014
Nurhidayati, N, Machfudz, M & Murwani, I 2017, Combined effect of vermicompost and earthworm Pontoscolex corethrurus inoculationon the yield and quality of broccoli (Brassica oleracea L .) using organic growing media. Journal of Basic and Applied Research International, vol. 22 no. 4 pp. 148–156.
Lazcano C, Domínguez J. 2011. The use of vermicompost in sustainable agriculture: impact on plant growth and soil fertility. In: Mohammad Miransari, editor. Soil nutrients. Vol. 10.
Nova Science Publishers New York, NY. p. 187.
Nurhidayati, Machfudz M, Murwani I. 2017a. Pertumbuhan, Hasil dan Kualitas Tanaman Brokoli (Brassica oleraceae L.) Sebagai Respon Terhadap Aplikasi Tiga Macam Vermikompos dengan Sistem Penanaman Secara Organik. In: Prosiding. SeminarNasional. Fakultas Pertanian Universitas NasionalJakarta. Vol. 8.
Nurhidayati N, Ali U, Murwani I. 2016. Yield and Qualityof Cabbage (Brassica oleracea L. var.
Capitata)Under Organic Growing Media Using Vermicompost and Earthworm Pontoscolex
corethrurus Inoculation.Agric Agric Sci Procedia. 11:5–13.
doi:10.1016/j.aaspro.2016.12.002.
Nurhidayati, Machfudz M, Murwani I. 2017b. Direct and Residual Effect of Various Vermicomposton Yield and Qualityof Broccoli. J Appl Sci Res. 13(8):30–37.
Nurhidayati, Machfudz M, Murwani I. 2018. Direct and residual effect of various vermicompost on soil nutrient and nutrient uptake dynamics and productivity of four mustard Pak-Coi (Brassica rapaL.) sequences in organic farming system. Int J Recycl Org Waste Agric.
7(2):173–181. doi:10.1007/s40093018-0203-0.
Nurhidayati N, Ali U, Murwani I. 2016. Yield and Qualityof Cabbage (Brassica oleracea L. var.
Capitata) Under Organic Growing Media Using Vermicompost and Earthworm Pontoscolex corethrurus Inoculation. Agric Agric Sci Procedia. 11:5–13.
doi:10.1016/j.aaspro.2016.12.002.
Brata, B. (2017). Pengaruh Beberapa Campuran Media pada Feses Sapi Kaur yang Diberi Pakan Rumput Setaria dan Pelepah Sawit terhadap Biomassa dan Kualitas Vermikompos Cacing Tanah Pheretima sp. Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 12(2), 142–151.
Setiawan, Agus. 2012. Pertumbuhan dan Perkembangan Lumbricus rubellus. Jurnal.
http://blog.unila.ac.id/agussetiawan/2012/02/10/pertumbuhan-dan-perkembanganLumricus- rubellus. Diakses pada tanggal 20 Desember 2015 pukul 21:30 WIB.