• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dunia yang Menyala Api Neraka (Al-Isra ayat 10)

N/A
N/A
Aris Setyawan

Academic year: 2025

Membagikan "Dunia yang Menyala Api Neraka (Al-Isra ayat 10)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

“Dunia yang Menyala Api Neraka: Tafsir Sosial QS Al-Isra Ayat 10”

Dr. Aris Setyawan, M.Pd, C.Ps, C.EQL

Kesimpulan Surah Al-Isra Ayat 9 :

Al-Qur’an adalah petunjuk paling lurus, dan kabar gembira diberikan kepada orang-orang beriman yang membuktikan imannya dengan amal shalih — yaitu surga.

Maka, kita mencoba untuk melakukan komitmen untuk :

• Jadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup yang membimbing setiap langkah kita, bukan hanya dibaca tapi juga dihayati.

• Teguhkan keimanan kita dengan amal shalih, sekecil apa pun itu karena surga bukan untuk mereka yang hanya mengaku beriman dalam hati saja, tetapi untuk mereka yang membuktikannya.

• Berjalan di jalan lurus bersama Al-Qur’an, dalam keluarga, pekerjaan, pergaulan, dan seluruh aspek kehidupan.

• Ambil kabar gembira ini dengan harapan dan kesungguhan, karena rahmat Allah terbuka lebar bagi siapa yang mau berusaha mendekat.

• berjalan di jalan yang lurus bersama Al-Qur’an karena di ujungnya, ada surga yang dijanjikan.

Akan tetapi, ada sebagian manusia, bahkan banyak, yang tidak siap melakukan komitmen itu. Mereka justru memilih untuk berpaling dari petunjuk Al-Qur’an, seakan kabar gembira tentang surga dan peringatan tentang akhirat bukanlah sesuatu yang benar-benar penting. Mereka menutup hati dan telinga, menganggap kehidupan dunia sebagai tujuan akhir, bukan sekadar persinggahan.

Padahal, penolakan terhadap kebenaran bukanlah karena kurangnya bukti, melainkan karena hati yang enggan tunduk dan nafsu yang lebih dicintai daripada ketaatan. Mereka cenderung terus-menerus menunda untuk berubah, hingga akhirnya, hati mereka menjadi keras dan sulit menerima cahaya kebenaran.

Inilah yang pada kesempatan ini kita akan bahas, satu ayat penting lanjutan ayat kemarin surah al- isra ayat 9 yakni ayat 10.

َتۡع َ

أ ِةَرِخلۡأٓٱِب َنوُنِمۡؤُي لَ َنيِ َ َّ

لَّٱ َّن َ أَو اٗم ِلِ َ

أ اًباَذَع ۡمُهَل اَنۡد

١٠

(2)

“Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, Kami sediakan bagi mereka azab yang pedih.” (QS. Al-Isra: 10)

A. Struktur Bahasa dan Penekanan

“Wa anna” → penegasan bahwa ini bagian dari peringatan penting.

“Alladzina laa yu’minuuna bil-akhirah” → bukan sekadar orang kafir, tapi siapa pun yang tidak meyakini (atau mengabaikan) eksistensi dan peran akhirat dalam kehidupan.

“A’tadnaa lahum ‘adzaaban aliimaa” → azab sudah disiapkan, bukan akan diciptakan nanti.

Ini menunjukkan bahwa ketidakimanan terhadap akhirat bukan hanya masalah akidah, tapi berpotensi membawa konsekuensi sosial dan spiritual yang serius.

B. Makna Iman kepada Akhirat Apa yang dinamakan dengan akhirat?

Dalam surah Al-Hasyr ayat 18:

َهُّي َ أََٰٓي َ َّللَّٱ ْاوُقَّتٱ ْاوُنَماَء َنيِ َّ

لَّٱ ا ٖۖ دَغِل ۡتَمَّدَق اَّم ٞسۡفَن ۡر ُظنَ لَۡو ۡ

َ َّللَّٱ َّنِإ ََۚ َّللَّٱ ْاوُقَّتٱَو

َنوُلَمۡعَت اَمِب ُُۢيِبَخ ١٨

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat);

dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan."

Perhatikan:

"Hari esok ( دَغِل / lighad)" dalam ayat ini dimaknai oleh para mufassir sebagai hari akhirat—hari di mana setiap amal manusia akan diperhitungkan.

• Allah menyeru orang-orang beriman untuk:

1. Bertakwa kepada-Nya.

2. Mengevaluasi diri: apa yang telah mereka persiapkan untuk menghadapi akhirat.

• Ayat ini mengingatkan kita bahwa akhirat bukan sesuatu yang jauh, melainkan hari esok yang pasti datang.

(3)

Oleh karena itu, pada penghujung surat Al-isra ayat 10:

اٗم ِلِ َ

أ اًباَذَع ۡمُهَل اَنۡدَتۡع َ أ

“Kami sediakan bagi mereka azab yang pedih, bagi mereka yang tidak percaya pada hari esok (hari akhirat).”

Ayat ini bukan sekadar peringatan bagi yang mengingkari kehidupan setelah mati, tetapi juga membawa pelajaran besar bagi kita yang masih hidup: jangan pernah berharap akan meraih kesuksesan di masa depan, jika kita tidak bersungguh-sungguh hari ini. Jika seseorang menyepelekan hari akhir, yang merupakan "hari esok" yang pasti dating maka ia telah kehilangan arah hidupnya.

Demikian pula dalam kehidupan dunia: masa depan adalah cerminan dari persiapan hari ini. Maka, bila kita menginginkan keberhasilan di dunia dan keselamatan di akhirat, kita harus memulai dari sekarang yakni dengan iman yang teguh, amal yang nyata, dan hidup yang penuh makna. Karena esok tidak akan berarti apa-apa bagi mereka yang lalai hari ini.

Dengan demikian azab yang pedih salah satunya adalah kegagalan dan piala oscarnya adalah Neraka.

Jadi bila mendengar azab neraka kita tidak boleh lagi mengidentikan dengan kehidupan sesudah kematian. Tetapi neraka itu juga sudah ada sejak di dunia.

C. Neraka tidak hanya diakhirat tetapi juga di Dunia.

Kita lihat Neraka di dunia ini dengan dimensi sosial dan psikologis.

Kita sepakat bahwa neraka akhirat adalah ghaib, namun sejatinya bara apinya atau panasnya dari neraka itu bisa menyala di dunia dalam berbagai bentuk:

1. Kecemasan Eksistensial

Banyak orang kaya, sukses secara duniawi, namun hatinya gelisah, kosong, depresi, kehilangan arah hidup, ketidakjelasan makna. Ini karena mereka tidak memiliki arah transendental.

ٗكن َض ٗة َشيِعَم ۥُ َ

لَ َّنِإَف يِر كِذ نَع َضَرۡع ۡ َ

أ ۡنَمَو

ۡع َ أ ِةَمَٰ َيِقۡلٱ َمۡوَي ۥُهُ ُشُۡ َنََو َٰ َمَ

١٢٤

(4)

“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha: 124)

2. Masyarakat yang Rusak

Ketika iman kepada akhirat hilang dari kolektif masyarakat, lahirlah:

o Korupsi

o Penindasan

o Ketidakadilan sistemik

Masyarakat seperti ini hidup dalam “neraka sosial” yang menyesakkan.

3. Kecanduan Dosa

Orang yang kecanduan maksiat (pornografi, narkoba, perjudian, dll) mengalami neraka batin.

Mereka hidup yang kecanduan Dosa hanya sibuk dengan siklus:

o Nikmat sesaat → penyesalan → pengulangan → kehancuran diri

Maka Implikasi saat ini Muslim tapi Duniawi maksudnya

Banyak Muslim hanya secara formal saja beragama, secara KTP saja agama islam tapi kenyataanya masih jauh dari yag mesetinya. Contoh:

Takut miskin, bukan takut hisab Allah, sehingga takut bersedekah takut berbagi karena memang secara zhohir berkurang tetapi sejatinya tidak.

Mengejar status sosial, bukan status di sisi Allah

Berbuat baik karena gengsi, bukan karena ridha Ilahi

Ini bentuk ketidakimanan fungsional terhadap akhirat, meski secara lisan mereka mengaku percaya.

Coba kita renungkan bentuk – bentuk Neraka Dunia yang lainnya.

Allah punya cara memberi azab duniawi bagi yang melupakan akhirat:

Bentuk Azab

Dunia Contohnya

Kekacauan keluarga Perceraian massal, hilangnya kasih sayang

Hilangnya keberkahan

Penghasilan besar, tapi habis tak tahu arah

(5)

Bentuk Azab

Dunia Contohnya

Kekosongan spiritual

Banyak hiburan, tapi hati tetap gelisah

Hukuman sosial Terjebak di komunitas masyarakat yang penuh tipu daya

Strategi Menghidupkan Iman kepada Akhirat

Agar tidak merasakan “panasnya” neraka dunia dan selamat dari neraka akhirat, kita perlu menghidupkan kembali keyakinan terhadap akhirat melalui:

1. Pendidikan Akidah yang Substantif

Ajarkan anak tentang surga-neraka bukan dengan horor, tapi dengan logika dan hati

2. Membiasakan Diri Mengingat Kematian

Rasulullah ﷺ bersabda: “Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan: kematian.” (HR. Tirmidzi)

3. Konsistensi Ibadah dan Amal

Jadikan setiap amal sebagai investasi akhirat, bukan hanya kebiasaan kosong

4. Kritis terhadap Gaya Hidup Hedonis

Filter gaya hidup modern dengan prinsip akhirat 5. Bangun Komunitas Sadar Akhirat

Berada di lingkungan yang saling menasihati dan mengingatkan Penutup: Dunia dan Akhirat Satu Kesatuan

Kita sering berpikir bahwa akhirat adalah sesuatu yang masih jauh, padahal sejatinya kita tidak sedang menunggu akhirat—kita sedang menjalaninya.

Setiap langkah, pilihan, dan sikap kita hari ini adalah bagian dari jalan menuju sana. Dunia bukanlah tempat terpisah dari akhirat, tetapi awal dari perjalanannya.

(6)

Jika hidup kita hari ini penuh dengan kebohongan, kesombongan, kemaksiatan, dan kelalaian, lalu kita bertanya-tanya kenapa hati ini gelisah, jiwa terasa sempit, maka itulah isyarat bahwa kita sedang mencicipi bayang-bayang dari neraka.

Karena neraka bukan hanya tempat kelak, tapi bisa mulai terasa sejak cara hidup kita di dunia.

Maka, sebelum api itu menyala, mari koreksi arah hidup kita. Bila surga adalah tujuan kita, hidupkan nilai-nilainya sejak sekarang: dengan kejujuran, kebaikan, kesabaran, dan hubungan yang tulus dengan Allah. Karena siapa yang menanam benih akhirat di dunia, dia akan menuai kebahagiaan yang sejati, di dunia maupun di akhirat.

Referensi

Dokumen terkait