AGENDA : Analisis Gender dan Anak , Vol. 4 (2), 2022, (Desember) ISSN Print:2615-1502 ISSN Online:2723-3278 Tersedia online di
http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/agenda
The Dynamics of Gender Equality Minangkabau Cultural Perspective and Its Implications for Counseling
Silvianetri*)
UIN Mahmud Yuhus Batusangkar E-mail:[email protected]
Irman
UIN Mahmud Yuhus Batusangkar E-mail:[email protected]
*)Corresponding Author
Abstract:
Gender equality is a problem that often occurs globally, nationally and locally. This study aims to reveal data related to the dynamics of gender equality from the perspective of Minangkabau culture and its implications for counseling. The research uses a qualitative approach with respondents from all walks of life, especially ninik mamak, cadiak pandai, religious scholars, bundo kanduang and counselor. The data collection techniques in this study are interviews and observation. The research steps are: 1) data collecting, 2) data reduction, 3) data display, and 4) conlusion. To maintain the validity of the data, data triangulation was carried out, especially triangulation of respondents. The results of the research reveal that according to customary law women have gender equality with men in the Minang Realm, but in reality there is still a lot of violence against women. The violence is; sexual violence, physical violence, sychological violence and economic violence. The problem of gender equality is handled by competent experts. One of them is a counselor. The counseling formats used are individual, group and classical formats The results of this study are expected to be initial data for future researchers who have an interest in researching gender equality.
Abstrak: Kesetaraan gender merupakan masalah yang sering terjadi secara global, nasional dan lokal. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan data terkait dengan dinamika kesetaraan gender persfektif budaya Minangkabau dan implikasinya terhadap konseling. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan respondennya semua lapisan masyarakat, terutama ninik mamak, cadiek pandai, alim ulama, bundo kanduang dan konselor. Instrumen penelitian peneliti sendiri. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi. Langkah- langkah penelitian yaitu: 1) data collecting, 2) data reduction, 3) data display, dan 4) conlusion. Untuk menjaga keabsahaan data, maka dilakukan trianggulasi data, khususnya trianggulasi responden. Hasil penelitian menggungkapkan
kesetaraan gender dengan laki-laki di Ranah Minang, akan tetapi kenyataannya masih banyak terjadi kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan tersebut adalah kekerasan seksual, kekerasan pisik, kekerasan psikis dan kekerasan ekonomi. Masalah kesetaraan gender ini diatasi oleh tenaga ahli yang kompeten, salah satunya konselor. Format konseling yang dipakai adalah format individual, kelompok dan klasikal. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data awal bagi peneliti selanjutnya yang mempunyai minat untuk meneliti tentang kesetaraan gender.
Keywords: Gender Equality, Minangkabau Culture, Counseling
PENDAHULUAN
ominasi laki-laki terhadap perempuan menimbulkan berbagai permasalahan, salah satunya terjadi kekerasan terhadap perempuan. Budaya patriarkis ini rentan terhadap terjadinya kekerasan pada perempuan, baik kekerasan domestic maupun kekerasan public (Kango, 2009). Banyak berita di sosial media yang menayangkan kekerasan terhadap perempuan, begitu juga data yang di ekspos oleh Komnas Ham.
Berdasarkan data-data yang terkumpul dari Lembaga layanan/formulir pendataan Komnas Perempuan, terungkap bahwa sebanyak 8.234 terjadinya kasus kekerasan terhadap perempuan. Jenis kekerasan terhadap perempuan yang paling menonjol adalah di ranah pribadi atau domestik, yaitu KDRT dan Relasi Personal, yaitu sebanyak 79% (6.480 kasus).
Diantaranya terdapat kekerasan terhadap istri (KTI) menempati peringkat pertama 3.221 kasus (49%), disusul kekerasan dalam pacaran 1.309 kasus (20%) yang menempati posisi kedua. Posisi ketiga adalah kekerasan terhadap anak perempuan sebanyak 954 kasus (14%), sisanya adalah kekerasan oleh mantan suami, mantan pacar, serta kekerasan terhadap pekerja rumah tangga (Komnas Perempuan, 2021). Data ini menunjukkan bahwa perempuan merupakan merupakan pihak yang dirugikan dalam kasus tidak berjalannya kesetaraan gender.
Kesetaraan gender adalah pembagian tugas yang adil antara laki dan perempuan yang diwujudkan dengan kesamaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan. Banyak contoh stigma yang beredar di masyarakat terkait tidak berjalannya kesetaraan gender, yaitu: 1) bekerja di
kebun hanya merupakan tugas laki-laki, 2) memasak hanya tugas perempuan, 3) yang pantas aktif pada organisasi public adalah laki-laki, 4) organisasi yang pantas untuk wanita adalah kegiatan PKK (Rahminawati, 2001).
Khusus di propinsi Sumatera Barat, wanita Minangkabau menempati posisi yang terhormat. Perempuan yang sudah menikah disebut dengan panggilan bundo kanduang. Bundo kanduang ini termasuk “urang ampek Jinih (Orang Empat Jenis) yang terdiri dari “ ninik mamak, cadiak pandai, alim ulama dan bundo kanduang (Wahyudi, 2018).
Perempuan Minangkabau disebut juga sebagai “ limpapeh rumah nan gadang”.
Artinya perempuan diamanatkan sebagai penjamin keberlangsungan dan keberadaan kaum. Selanjutnya perempuan juga diberi amanat sebagai
“amban paruik aluang bunian”. Artinya perempuan diamanatkan untuk memelihara harta benda dengan sebaik- baiknya (Devi et al., 2014).
Secara umum, dapat dikatakan bahwa kaum ibu ( bundo kanduang ) adalah tiang kokoh dalam suatu rumah- tangga dan tiang nagari, yang menentukan baik buruknya arah kehidupan suatu rumah tangga dan masyarakat. Selain itu, kaum ibu adalah pendidik utama dalam penghayatan budi luhur dalam setiap
aspek kehidupan
masyarakat. Apabila disimak secara lebih mendalam, bundo kanduang sebagai limpapeh rumah nan gadang merupakan seorang ibu yang selalu mendidik anak-anaknya secara baik dan harus menjadikan rumah tangga dan keluarganya sebagai suatu lembaga pendidikan pertama. Hal ini disebabkan oleh pendidikan pertama kali diberikan oleh ibu. Bundo kanduang dalam hal ini sangat menentukan corak dan warna
D
generasi yang akan dilahirkan di dalam
rumah tangga dan
keluarga. Oleh sebab itu, seorang bundo kanduang haruslah menjadi contah tauladan dan memelihara sifat- sifat yang baik, antara lain: jujur, cerdik, pandai berbicara, ramah tamah, sopan, santun , berbudi baik, dan malu (Sismarni, 2013).
Sungguhpun perempuan
mendapatkan tempat terhormat di Sumatera Barat, kenyataannya masih banyak terjadi kasus kekerasan terhadap perempuan di Sumatera Barat.
Kepala Dinas (Kadis) DP3AP2KB menyampaikan tentang jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sumatera Barat pada tahun 2019-2022. Kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat dari 8.864 pada tahun 2019 menjadi 8.686 di tahun 2020 dan 10.247 tahun 2022.
Kebanyakan kasus tercatat adalah kasus kekerasan seksual terdapat 8.145 kasus, kekerasan fisik 6.576 kasus dan psikis 6.295 kasus. Khusus untuk tanah datar, kasus perceraian terbanyak adalah di Lintau Buo Utara.
Berdasarkan wawancara dengan sekretaris camat Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar pada tanggal 28 November tahun 2022, terungkap bahwa kekerasan dalam rumah tangga telah memicu tingginya angka perceraian di Lintau Buo Utara.
Selanjutnya juga dilakukan wawancara terhadap Wali Nagari Tanjung Bonai Lintau Buo Utara pada hari yang sama, terungkap data bahwa kekerasan terhadap istri, penyebab banyaknya terjadi gugat cerai di Nagari Tanjung Bonai. Untuk antisipasi kekerasan dalam rumah tangga perlunya komunikasi yang baik antara suami dan istri. Komunikasi yang buruk memberikan dampak terhadap
keharmonisan dalam rumah tangga.
Salah satu penyebab orang bermasalah dengan orang lain adalah miskomunikasi, termasuk juga yang menyebabkan kekerasan terhadap perempuan. Berdasarkan data penelitian terungkap bahwa 75 % dari seluruh waktu manusia digunakan untuk berkomunikasi. Untuk itu ilmu komunikasi sangat penting untuk dipelajari dan dikuasai. Alat untuk berkomunikasi bagi manusia dalam kehidupan sehari-hari dengan orang lain adalah bahasa (Silvianetri, 2019).
Cara hidup yang dianut mungkin akan menimbulkan persoalan dalam hubungan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Masalah bisa muncul karena komunikasi orang dengan keadaan mereka saat ini. Sangat dapat dibayangkan bahwa persoalan- persoalan yang terjadi berkaitan dengan komponen-komponen sosial, khususnya cara hidup yang dianut oleh individu, cara hidup yang ada dalam situasi tunggal saat ini, dan tuntutan masyarakat yang berbeda yang ada di sekitar individu tersebut (Yukafi Mazidah, Yuliana Nelisma, 2020).
Bahasa ideal digunakan di Ranah Minang adalah “kato nan ampek” (Kata yang empat). yaitu adab dan etika berbicara yang dibedakan atas empat (ampek) jenis lawan komunikasinya.
A.A Navis menjabarkan tentang kato nan ampek yaitu (a) Kato Mandaki yaitu kata dan adab yang digunakan bila kita berkomunikasi dengan orang yang lebih tua dan lebih dihormati karena kedudukannya. (b) Kato Mandata, yaitu kata dan adab yang digunakan bila kita berkomunikasi dengan teman sebaya. (c) Kato Malereng, yaitu kata dan adab yang digunakan bila kita berkomunikasi dengan orang yang memiliki hubungan
keluarga dengan kita. (d) Kato Manurun, yaitu kata dan adab yang digunakan bila kita berkomunikasi dengan yang lebih muda (Yeni & Netri, 2021).
Kasus kekerasan terhadap perempuan ini jika dibiarkan akan memberikan berbagai dampak negative.
Untuk mengatasi kasus kekerasan terhadap perempuan ini tidak bisa lepas dari unsur budaya. Kebudayaan adalah kompleks keseluruhan dari pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan semua kemampuan, serta kebiasaan
yang lain yang diperoleh oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.
Kebudayaan
menjadi satu kesatuan yang memiliki keterkaitan satu sama lain, baik itu dari pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral, hukum, ataupun adat istiadat (Khairiah, V. L, Silvianetri, 2022).
Untuk mengatasi tidak berjalannya kesetaraan gender, salah satunya kasus kekerasan terhadap perempuan, maka perlu dilakukan berbagai upaya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan ketangguhan perempuan melalui layanan konseling oleh konselor. Ketangguhan mempunyai tiga aspek, yaitu; aspek komitmen, aspek kendali diri, dan aspek tantangan.
Aspek komitmen terwujud dalam bentuk kemampuan untuk bangkit dari keadaan terpuruk dan mengambil keputusan untuk menyelesaikan permasalahan, aspek kendali diri yaitu sikap mampu mengendalikan suatu peristiwa yang sedang terjadi, dan tantangan membuat individu mampu memandang setiap peristiwa atau kegagalan yang terjadi di dalam kehidupan sebagai kesempatan untuk bertumbuh menjadi pribadi yang lebih
baik dan dewasa (Silvianetri et al., 2022). Konseling yang dilakukan biasanya berupa format individual, kelompok dan klasikal. Konseling untuk penyelesaian masalah di Minangkabau memakai falsafah konsep surau, yang dinamakan konseling berbasis surau (Irman et al., 2020).
Selain konselor, untuk menyelesaikan masalah rumah tangga di Minangkabau memanfaatkan ninik mamak selaku pemimpin dalam suku (Irman et al., 2022).
Berdasarkan fenomena di atas, maka perlu diteliti terkait dengan dinamika kesetaraan gender persfektif budaya Minangkabau dan implikasinya terhadap konseling.
METODE
Penelitian yang dilakukan memakai pendekatan kualitatif, dengan responden penelitian ninik mamak, cadiak pandai, alim ulama, bundo kanduang, konselor serta masyarakat secara luas. Penelitian dilakukan mulai bulan Januari Tahun 2022 sampai bulan November Tahun 2022. Latar penelitian yaitu Kota Padang, Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar. Instrumen penelitian adalah penelitian sendiri, dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan observasi. Untuk menjaga keabsahaan data digunakan trianggulasi sumber, yaitu melakukan wawancara dan pengamatan terhadap responden yang berbeda-beda. Analisis data menggunakan 3 tahap, yaitu a) data reduction, b) data display, dan c) conclusion (Miles et al., 2014).
Berdasarkan data yang sudah dinalisis ini dapat dilihat hasil dari penelitian kualitatif ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, maka dilakukan analisis data.
Data display dalam penelitian ini tergambar pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Data Display Temuan Hasil Penelitian Kesetaran Gender Persfektif Budaya Minangkabau
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian adalah Posisi perempuan setara
dengan laki-laki dalam budaya Minangkabau. Pada Budaya Minangkabau ada empat pemimpin dalam mengelola masyarakat, disebut dengan istilah urang nan ampek jinih (orang yang empat jenis).
Orang yang empat jenis tersebut adalah;
ninik mamak, cadiek pandai, alim ulama dan bundo kanduang. Hal ini mengisyaratkan bahwa perempuan menduduki posisi yang setara dengan laki- laki dalam struktur organisasi kemasyarakatan di Minangkabau.
Secara hukum dalam adat Minangkabau perempuan mendapatkan tempat sejajar dengan laki-laki, pada kenyataannya kekerasan pada perempuan di Sumatera Barat setiap tahun makin meningkat.
Kekerasan tersebut yaitu: kekerasan seksual, kekerasan fisik, kekerasan psikis dan kekerasan ekonomi. Berdasarkan hasil wawancara terungkap bahwa tidak hanya perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, ternyata laki-laki juga mengalami kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan yang sering dialami oleh laki-laki adalah kekerasan psikis, Penyebab laki-laki mengalami kekerasan psikis adalah karena kurangnya penghasilan atau tidak bekerja.
Perlu adanya penanganan terhadap kekerasan perempuan di Ranah Minang, salah satunya melalui konseling. Jika kekerasan dalam rumah tangga tidak ditanggulangi dengan segera, akan mengakibatkan penderitaan psikis, pisisk, perceraian bahkan kematian (Syahputra et al., 2020). Metode layanan yang juga dapat diterapkan untuk mencegah terjadinya perceraian adalah melalui konseling pranikah berbasis Islam (Irman et al., 2021). Pendekatan berbasis Islam adalah metode yang ampuh untuk mengatasi penikahan (Rejing et al., n.d.).
KESIMPULAN
Hasil Penelitian mengungkapkan bahwa posisi perempuan setara dengan laki-laki dalam budaya Minangkabau. Hal yang perlu menjadi perhatian kita bersama
adalah pada kenyataannya kekerasan pada perempuan di Sumatera Barat setiap tahun makin meningkat. Kekerasan tersebut yaitu:
kekerasan seksual, kekerasan fisik, kekerasan psikis dan kekerasan ekonomi.
Berdasarkan hasil wawancara terungkap bahwa tidak hanya perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tanggga, ternyata laki-laki juga mengalami kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan yang sering dialami oleh laki-laki adalah kekerasan psikis, Penyebab laki-laki mengalami kekerasan psikis adalah karena kurangnya penghasilan atau tidak bekerja.
REFERENSI
Devi, S., Sistem, D., Matrilin, K., &
Minangkabau, D. I. (2014).
Kedudukan Dan Peran Bundo Kanduang Dalam Sistem Kekerabatan Matrilineal Di Minangkabau.
Irman, I., Murisal, M., Syafwar, F., Silvianetri, S., Zubaidah, Z., &
Yeni, P. (2020). Membangun Kesadaran Spritual melalui Konseling Berbasis Surau dalam Pengembangan Pariwisata.
Islamic Counseling: Jurnal Bimbingan Konseling Islam, 4(1), 51.https://doi.org/10.29240/jbk.v4i1.
1421
Irman, I., Silvianetri, S., Hardi, E., Jumiarti, D., & Yulvianti, Y.
(2022). Ninik Mamak Pattern in Resolving Marriage Problems and Implications for Cultural Counseling.
https://doi.org/10.4108/eai.11-10- 2021.2319463
Irman, I., Silvianetri, S., Zubaidah, Z., Yeni, P., Gusria, W., Usman, H.,
& Siraj, R. (2021). the Effectiveness of Islamic
Premarriage Counseling To Readiness for Household Life.
Alfuad: Jurnal Sosial Keagamaan,
5(2), 96.
https://doi.org/10.31958/jsk.v5i2.4 730
Kango, U. (2009). Bentuk-bentuk Kekerasan-yang-dialami-
Perempuan. Jurnal Legalitas Vol 2, No 1.
Khairiah, V. L, Silvianetri, S. (2022).
Penerapan Kato Nan Ampek dalam Proses Konseling oleh Konselor di Sumatera Barat. Al Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan Dan Konseling Islam, 5(1), 1–8.
Komnas Perempuan. (2021).
Perempuan Dalam Himpitan Pandemi : Lonjakan Kekerasan Seksual,Kekerasan
Siber,Perkawinan Anak,Dan Keterbatasan Penanganan Ditengah Covid-19. Journal of Chemical Informatfile, 138(9), 1689–1699.
Miles, M. B., Huberman, • A. Michael,
& Saldaña, • Johnny. (2014).
Qualitative Data Analysis A Methods Sourcebook (3rd ed.).
SAGE.
Rahminawati, N. (2001). Isu Kesetaraan Laki-laki dan Perempuan (Bias Gender).
Mimbar: Jurnal Sosial Dan Pembangunan, 17(3), 273–283.
https://media.neliti.com/media/pu blications/154027-ID-isu-
kesetaraan-laki-laki-dan- perempuan-b.pdf
Rejing, D., Tiris, K., Probolinggo, K.,
& Istiawan, D. (n.d.). Strategi Pencegahan Pernikahan Anak
Usia Dini di Dusun Gembor.
Silvianetri, Irman, & Rozi, A. (2022).
Surau-Based Community Counseling Service to Increase Psychological Resilience of Ms.
Majelis Ta’lim in Nagari Terindah Pariangan, West Sumatra.
Marawa,I(1), 22–30.
Silvianetri, S. (2019). Interpersonal Skill Dalam Kajian Neurosains.
Alfuad: Jurnal Sosial Keagamaan,
3(1), 74.
https://doi.org/10.31958/jsk.v3i1.1 635
Sismarni. (2013). Perubahan Peranan Bundo Kanduang Dalam Kehidupan Masyarakat Minangkabau Moderen. Ilmiah, Jurnal Gender, KajianS, 95–110.
Syahputra, Y., Sandjaja, S. S., Hariyani, H., & Nurlaili, E. (2020).
Kekerasan Rumah Tangga Dari Persperktif Konseling. JURKAM:
Jurnal Konseling Andi Matappa, 4(1).
https://doi.org/10.31100/jurkam.v 4i1.491
Wahyudi, W. A. (2018). Perempuan Minangkabau dari Konsepsi Ideal- Tradisional, Modernisasi, sampai Kehilangan Identitas.Jejak Pena.
Yeni, P., & Netri, S. (2021).
Internalisasi Penggunaan Kato Nan Ampek Dalam Komunikasi Interpersonal Siswa di MAN 3 Batusangkar. IAIN Batusangkar.
Abdimas Unwahas, 6 No.2(2), 139–143.
Yukafi Mazidah, Yuliana Nelisma, S. S.
(2020). Penerapan Budaya dalam Komunikasi Konseling yang Efektif. Al-Irsyad: Jurnal
Bimbingan Konseling Islam, 2(1), 72–75.
https://doi.org/10.31004/jpdk.v1i2.
589