YAYASAN AKRAB PEKANBARU
Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 3 Edisi Agustus 2022 (107-122)
EFFEKTIFIAS KEBIJAKAN MONETER, INFLATION TARGETING TERHADAP SHOCK PANDEMI COVID-19 : VAR ANALISIS
--- Dudi Duta Akbar
Universitas Bina Sarana Informatika
(Naskah diterima: 1 juni 2022, disetujui: 28 Juli 2022) Abstract
This study focuses on analyzing the monetary policy reaction to the shock caused by the Covid- 19 pandemic. Canada is one of the pioneer countries for inflation targeting. Will monetary policy in targeting inflation make a difference when facing a pandemic shock?. The data used is time series. The data is obtained from the website of the Canadian Central Bank (Bank of Canada) with the variables being interest rates, inflation and the output gap. Time series from 1993Q1 to 2021Q3. The estimation uses the Vector Auto Regression (VAR) method, referring to the variables contained in the Taylor Rule. The analysis concludes that the central bank conducts monetary policy to respond to economic shocks with various shocks that occur from output (GDP), inflation and interest rates. The central bank's monetary policy in this case is to overcome output shocks that result in controlled inflation by controlling interest rates to create monetary stability.
Keyword : monetary effectiveness, monetary policy, VAR analysis, Bank of Canada, monetary stability.
Abstrak
Penelitian ini fokus pada analisis mengenai reaksi kebijakan moneter yang dilakukan terhadap shock yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. Kanada merupakan salah satu negara pelopor inflation targeting. Apakah kebijakan moneter dalam melakukan penargetan inflasi akan membuat perbedaan saat menghadapi shock pandemi?. Data yang digunakan adalah time series.
Data diperoleh dari situs bank sentral Kanada (Bank of Canada) dengan variabel-variabelnya adalah suku bunga, inflasi dan gap output. Runtun waktu dari tahun 1993Q1 sampai dengan tahun 2021Q3. Estimasi menggunakan metode Vector Auto Regression (VAR), mengacu pada variabel-variabel yang terdapat di Taylor Rule. Analisis menyimpulkan bahwa Bank sentral melakukan kebijakan moneter untuk merespon shock perekonomian dengan aneka guncangan yang terjadi dari output (GDP), inflasi dan suku bunga. Kebijakan moneter bank sentral dalam hal ini adalah mengatasi guncangan output yang berakibat terhadap inflasi dikendalikan dengan cara mengendalikan suku bunga untuk terciptanya kestabilan moneter.
Keyword: efektifitas moneter, kebijakan moneter, VAR analisis, Bank of Canada, stabilitas moneter.
YAYASAN AKRAB PEKANBARU
Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 3 Edisi Agustus 2022 (107-122)
I. PENDAHULUAN
ejak Selandia Baru mengadopsi penargetan inflasi pada tahun 1990, semakin banyak industri dan negara- negara berkembang secara eksplisit mengadopsi target inflasi. Delapan negara industri dan tiga belas negara berkembang memiliki penargetan inflasi penuh diawal 2005. Banyak negara berkembang lainnya berencana untuk mengadopsi penargetan inflasi dalam waktu dekat dimasa depan. Tren ini telah memicu perdebatan intensif mengenai apakah penargetan inflasi akan membuat perbedaan.
S
Pendapat berbeda secara luas mengenai apakah bank sentral lebih baik setelah mereka mengadopsi penargetan inflasi (perkiraan) untuk melakukan kebijakan moneter. Analis menuntut bukti kuat bahwa penargetan inflasi meningkatkan kinerja ekonomi makro, hal ini relatif terhadap negara-negara tanpa penargetan inflasi.
(Schmidt-hebbel 2007). Instrumen moneter yang digunakan bank sentral untuk mencapai target operasional, tersebut adalah operasi pasar terbuka, reserve requirement, kebijakan disconto, pinjaman bank dan suku bunga.
Target menengah dapat mencakup agregat moneter dan suku bunga jangka pendek.
Target operasional tersebut merupakan variabel keuangan yang dapat dikendalikan oleh bank central dan berdampak pada pencapaian akhir dari kebijakan moneter dimana untuk jangka pendek adalah cadangan uang dan suku bunga yang mengacu pada stabilitas harga, keuangan, nilai tukar dan pertumbuhan ekonomi.(Dua 2020).
Gambar 1
Inflation Targeting Regime Adoption
Sumber: (Dua 2020)
Menurut (Sheridan 2003), dalam salah satu makalah empirisnya yang kritis terhadap penargetan inflasi, berpendapat bahwa penargetan inflasi tidak membuat perbedaan di negara-negara industri. Mereka mengklaim bahwa keberhasilan nyata dari negara-negara penargetan inflasi hanya mencerminkan regresi terhadapnya, artinya: inflasi akan turun lebih cepat di negara-negara yang
YAYASAN AKRAB PEKANBARU
Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 3 Edisi Agustus 2022 (107-122)
memulai dengan inflasi tinggi daripada di negara-negara dengan tingkat inflasi yang awalnya rendah.
Negara-negara yang mengadopsi penargetan inflasi umumnya memiliki tingkat inflasi awal yang lebih tinggi, penurunan inflasi yang lebih besar hanya mencerminkan kecenderungan umum semua negara, baik penargetan maupun non-penarget, untuk mencapai inflasi dan kinerja output yang lebih baik di1990-an, ketika penargetan inflasi diadopsi (Schmidt-hebbel 2007).
Adopsi penargetan inflasi jelas merupakan pilihan endogen, seperti yang ditunjukkan oleh (Schmidt-hebbel 2007).
Temuan itu lebih baik dimana kinerja dikaitkan dengan penargetan inflasi sehingga mungkin tidak menyiratkan bahwa penargetan inflasi menyebabkan kinerja yang lebih baik.
Dalam pelaksanaan inflation targeting, pemilihan sasaran operasional merupakan salah satu hal yang penting untuk dilakukan, dimana pemilihan sasaran operasional ini tergantung pada kemampuan bank sentral dalam mengontrol dan eratnya hubungan antara sasaran operasional tersebut dengan aktivitas perekonomian dan inflasi.
Dalam hal ini terdapat dua opsi, jika bank sentral menggunakan suku bunga sebagai sasaran operasional kebijakan moneter untuk mencapai sasaran akhir, maka respon kebijakan dapat dilakukan dengan menggunakan Taylor rule. Sedangkan jika menggunakan base money sebagai sasaran operasional kebijakan moneter, maka respon kebijakan dapat dilakukan dengan menggunakan McCallum rule (Khan, 2003).
Inflation Targeting Framework (ITF) tengah menjadi isu yang hangat dan bahkan telah dijadikan jargon dalam penetapan kebijakan moneter bagi beberapa negara di dunia karena telah berhasil menekan laju inflasi. Dipelopori oleh Selandia Baru, beberapa negara maju seperti Inggris, Kanada, Swedia, Finlandia, Spanyol, Australia dan Israel mengikuti langkah nagara ini untuk menerapkan inflation targeting. Setelah itu, beberapa negara berkembang seperti Republik Ceko, Chili, Brazil, Korea, Thailand dan Filipina turut pula mengadopsinya agar dapat memperbaiki dan memperkuat fundamental ekonomi makro negaranya (Dhewanto and Maulina 2008)
YAYASAN AKRAB PEKANBARU
Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 3 Edisi Agustus 2022 (107-122)
Bahan utama untuk melakukan pengukuran inflasi adalah menggunakan indeks harga konsumen (CPI), yang merupakan ukuran inflasi terbaik. CPI mencakup harga sekeranjang barang dan jasa yang rata-rata yang dibeli orang Kanada.
Barang-barang yang dibeli lebih banyak memiliki bobot yang lebih besar di
“keranjang” (indeks). Tetapi COVID-19 mengubah kebiasaan Kanada. Terus berusaha memahami apa artinya ini bagi inflasi (Koroviy 2020)
Gambar 2
Consumer Price Inde
Sumber : Bank Of Canada Gambar 3
Sumber : Bank Of Canada
Bank of Canada bertugas memberikan inflasi yang rendah, stabil, dan dapat diprediksi. Ini adalah kontribusi terbaik yang dapat diberikan untuk kesejahteraan ekonomi Kanada. Ini adalah fondasi pertumbuhan ekonomi, dan ketika inflasi mendekati targetnya, semua orang yang ingin bekerja dapat mencari pekerjaan.
Penelitian ini akan terfokus pada analisis mengenai fungsi reaksi kebijakan moneter di Kanada, menganalisis kebijakan Bank Of Canada dalam melakukan kebijakan moneter. Menguji apakah Inflation Targeting dimana Kanada sebagai salah satu negara yang mempeloporinya, apakah kebijakan moneter Bank of Canada dalam melakukan penargetan inflasi akan membuat perbedaan saat menghadapi shock pandemi?.Variabel yang digunakan adalah inflasi, cadangan devisa dan suku bunga.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kebijakan moneter merupakan hal yang dilakukan pemerintah atau otoritas moneter (bank sentral) dengan menggunakan peubah jumlah uang beredar dan suku bunga.
Merubah uang beredar dan suku bunga merupakan peubah yang dapat dikendalikan oleh bank sentral dalam mempengaruhi
YAYASAN AKRAB PEKANBARU
Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 3 Edisi Agustus 2022 (107-122)
permintaan agregat guna mengendalikan ketidakstabilan perekonomian akibat adanya suatu guncangan (Nanga, 2001)
Inflation targeting merupakan salah satu bentuk kebijakan moneter yang ditetetapkan oleh otoritas moneter yakni menetapkan target laju inflasi pada periode waktu tertentu.
Kebijakan inflation targeting lebih berorientasi ke depan (forward looking) dibandingkan kebijakan moneter lainnya (kebijakan moneter conventional), untuk kebijakan inflation targeting dipergunakan proyeksi inflasi sebagai target. Jika menggunakan target antara, maka akan menggunakan tingkat suku bunga pada jangka pendek (Dhewanto and Maulina 2008).
Teori moneter yang memberikan kontribusi untuk konsep ini adalah teori klasik hingga teori modern, antara lain, Boediono (2000) dalam (Dhewanto and Maulina 2008):
a. Teori Klasik dengan Teori Keynes
Menurut teori klasik, kebijakan moneter tidak memiliki pengaruh terhadap sektor riil. Menurut Keynes, moneter dan sektor ril saling terkait melalui transmisi suku bunga. Berdasarkan perkembangan teori dan temuan empirik dapat disimpulkan secara jangka panjang dan
jangka pendek. Untuk jangka panjang teori yang sesuai yang dapat digunakan adalah teori klasik, sementara untuk jangka pendek teori yang dapat digunakan adalah teori Keynese lebih tepat. Kebijakan moneter tersebut hanya mempunyai dampak permanen pada tingkat inflasi.
Pembenahan sektor ekonomi dapat dilakukan dengan cara melakukan pengendalian inflasi.
b. Teori Klasik Modern dengan Teori Keynes Milton Friedman, salah satu penganut teori klasik modern mengemukakan bahwa kebijakan rule lebih baik dibandingkan discretion.
Pernyataan tersebut bertentangan dengan teori Keynes, dimana untuk menentukan pilihan antara rule dan discreation ada framework yang dapat mengkombinasikan keduanya yaitu inflation targeting, yang mengkombinasikan keduanya secara sistematis. Kebijakan moneter pada prakteknya tidak ada yang murni peraturan (rules) ataupun murni discreation
c. Teori Kuantitas dengan Teori Keynes Teori Keynes mempergunakan tingkat suku bunga sebagai sasaran antara, sedangkan dalam teori kuantitas
YAYASAN AKRAB PEKANBARU
Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 3 Edisi Agustus 2022 (107-122)
dipergunakan jumlah uang beredar.
Keduanya (kuantitas uang maupun suku bunga) akan menyebabkan pembatasan diri terhadap informasi. Berikutnya adalah guna untuk menghindarikan polemik ini, kebijakan target inflasi menentukan inflasi sebagai sasaran akhir, dengan begitu otoritas moneter dapat lebih bebas dan lebih fleksibel dalam menggunakan semua data dan informasi yang tersedia untuk mencapai sasaran, karena inflasi bukan hanya dipengaruhi oleh satu faktor.
d. Teori Rational Expectation
Teori ini menyebutkan bahwa faktor ekspektasi berperan penting, karena mempengaruhi perilaku dan reaksi para pelaku ekonomi terhadap suatu kebijakan.
Kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi output dalam jangka pendek, karena setelah ekspektasi masyarakat beperan, output akan kembali seperti semula. Ekspektasi masyrakat inilah yang menjadi kunci keberhasilan yang harus dikendalikan. Dengan menerapkan target inflasi pada kebijakan moneter, diharapkan dapat menjadi anchor bagi ekspektasi masyarakat
e. Teori Moneter Modern.
Perkembangan selanjutnya dalam teori moneter adalah memasukkan aspek kredibilitas yang bersumber dari masalah time inconsistensy. Artinya bahwa inkonsistensi dalam kebijakan moneter dapat terjadi apabila otoritas terpaksa harus mengorbankan sasaran jangka panjang demi mencapai sasaran lain dalam jangka pendek. Pengendalian inflasi harus menjadi sasaran tunggal atau utama, agar menghindari inkonsistensi kebijakan.
Terdapat beberapa syarat agar kebijakan moneter berhasil :
1. Independensi Bank Sentral 2. Fokus terhadap sasaran 3. Capacity to Forecast Inflation 4. Pengawasan Instrumen
5. Pelaksanaan secara konsisten dan transparan
6. Fleksibel sekaligus kredibel.
III. DATA DAN METODOLOGI Data
Data yang digunakan adalah time series, Data diperoleh dari situs bank sentral Kanada (Bank of Canada) dengan variabel- variabelnya adalah suku bunga, inflasi dan gap output. Runtun waktu dari tahun 1993 Q1 sampai dengan tahun 2021 Q3.
YAYASAN AKRAB PEKANBARU
Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 3 Edisi Agustus 2022 (107-122)
Estimasi menggunakan metode Vector Auto Regression (VAR), mengacu pada variabel-variabel yang terdapat di Taylor Rule (Bunzel and Enders 2010).
= .04 + 1.5 )+ + )
Dimana, = tingkat suku bunga, = inflasi aktual, = PDB, = PDB potensial.
Oleh karena itu, model tersebut prinsipnya adalah mengatur tingkat bunga nominal pada tingkat tertentu yang dilakukan Bank Sentral.
Metodologi
Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan metode Vector Auto Regression (VAR). VAR adalah suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi linear dari konstanta dan nilai lag (lampau) dari peubah itu sendiri serta nilai lag dari peubah lain yang ada dalam sistem. VAR merupakan pendekatan yang terfokus pada data, jika pola data telah disimpulkan maka data akan berbicara. Dengan demikian, dari data dasar maupun data tersaring, spesifikasi model dapat dilakukan. VAR dapat juga digunakan untuk peramalan dan juga untuk menganalisis suatu kebijakan .
Dalam VAR tidak hanya menghasilkan rekomendasi berdasarkan model yang
digunakan dalam merespon adanya suatu guncangan dalam perekonomian, tetapi membiarkan hal ini bekerja melalui model teoritik dan dapat melihat respon jangka panjang berdasarkan data historisnya. Di dalam metode analisis VAR, hanya ada variabel endogen yang berarti bahwa pembuat kebijakan dapat membuat keputusan secara rasional berdasarkan pengalaman sebelumnya dan keputusan yang diambil akan berbeda untuk setiap sistem yang berbeda.
Model Umum VAR
VAR dapat dimodelkan sebagai berikut :
= + + +
+
Dimana, = Vektor peubah tak bebas ( , , ) berukuran n x 1; = = Vektor intercept berukuran n x 1; = Matrik parameter berukuran n x 1;
( , . Pengujian Model
Hal penting yang berkaitan dengan penelitian yang menggunakan data time series adalah stasioneritas. Pengujian ini sangat penting agar tidak terjadi regresi yang semu
YAYASAN AKRAB PEKANBARU
Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 3 Edisi Agustus 2022 (107-122)
apabila data tersebut tidak stasioner. Data time series dikatakan stasioner jika data tersebut menunjukan pola yang konstan dari waktu ke waktu, artinya tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data. Salah satu cara untuk mengukur keberadaan stasioneritas adalah dengan Augmented Dicky–Fuller (ADF) Test. Jika nilai ADF statistik lebih kecil dari critical value maka dapat diketahui bahwa data tersebut stasioner. Hasil series stasioner akan berujung pada penggunaan VAR dengan metode standar, sementara series yang tidak stasioner harus dilanjutkan pada tahap pengujian selanjutnya yaitu pada ordo satu dan akan berimplikasi pada penggunaan VECM.
Penetapan Lag optimal
Penentuan lag optimal sangat penting dalam model VAR, hal ini dikarenakan suatu variabel juga dipengaruhi oleh variabel itu sendiri, selain dipengaruhi oleh variabel lain.
Sebelum menentukan lag optimal, perlu dilakukan pengujian lag maksimal. Lag maksimal didapat jika roots memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya terletak dalam unit circle, sehingga didapat persamaan VAR yang stabil.
Pengujian lag optimal dapat ditetapkan dengan beberapa kriteria, antara lain Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SIC), Hannan-Quinn Information Criterion (HQ), dan Likelihood Ratio (LR). Pengujian lag yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada uji SIC.
Impuls Response Function (IRF)
VAR merupakan metode yang akan menentukan sendiri struktur dinamisnya dari suatu model. Setelah melakukan uji VAR, diperlukan adanya metode yang dapat mencirikan struktur dinamis yang dihasilkan oleh VAR secara jelas. IRF menunjukkan bagaimana respon dari setiap variabel endogen sepanjang waktu terhadap kejutan dari variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya. IRF dapat juga mengidentifikasikan suatu kejutan pada satu variabel endogen sehingga dapat menentukan bagaimana suatu perubahan yang tidak diharapkan dalam variabel mempengaruhi variabel lainnya sepanjang waktu. Dengan demikian, IRF digunakan untuk melihat pengaruh kontemporer dari sebuah variabel dependen jika mendapatkan guncangan atau inovasi dari variabel independen sebesar satu standar deviasi. Hasil IRF tersebut sangat sensitif
YAYASAN AKRAB PEKANBARU
Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 3 Edisi Agustus 2022 (107-122)
terhadap pengurutan (ordering) variabel yang digunakan dalam perhitungan. Pengurutan variabel yang didasarkan pada faktorisasi cholesky dilakukan dengan catatan variabel yang memiliki nilai prediksi terhadap varaibel lain diletakkan di depan berdampingan satu sama lain sedangkan variabel yang tidak memiliki nilai prediksi terhadap variabel lain diletakkan paling belakang, kemudian variabel lainnya diletakkan diantara kedua variabel tersebut berdasarkan nilai matriks korelasi yang menyatakan tingkat korelasi paling besar.
IV. HASIL DAN ANALISIS Tabel 4.1 Analisis Diskriptif
Uji Stationaritas
Pengujian stasioneritas sangat penting dalam analisa runtut waktu (time series), dimana pengujian ini bertujuan untuk
menganalisis apakah suatu variabel stasioner atau tidak. Jika stasioner maka tidak ada akar- akar unit, sebaliknya jika tidak stasioner maka ada akar-akar unit. Data yang dipergunakan dalam penelitian harus bersifat stasioner, memiliki ragam yang tidak terlalu besar dan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya. Pengujian non-stasioneritas pada penelitian ini didasarkan pada Augmented Dickey Fuller (ADF) test dengan menggunakan taraf nyata 5% atau dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil pengujian non-stasioneritas dapat dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.2 Uji Stationaritas
Cross-
Method Statistic Prob.** sections Obs
Null: Unit root (assumes common unit root process)
Levin, Lin & Chu t* -14.5680 0.0000 3 332 Null: Unit root (assumes individual unit root process)
Im, Pesaran and Shin W-stat -14.9890 0.0000 3 332 ADF - Fisher Chi-square 158.928 0.0000 3 332 PP - Fisher Chi-square 207.314 0.0000 3 339
** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi -square distribution. All other tests assume asymptotic normality.
Tabel 41 menunjukkan bahwa semua variabel yang digunakan telah stationer pada tingkat first difference atau pada derajat satu.
Hal ini dikarenakan nilai ADF semua variabel, nilai prob. lebih kecil pada taraf nyata 5%.
Penetapan Lag Optimal
Penetapan lag optimal penting dilakukan karena dalam model VAR lag
YAYASAN AKRAB PEKANBARU
Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 3 Edisi Agustus 2022 (107-122)
optimal variabel endogen merupakan variabel independen yang digunakan dalam model.
Nilai lag optimal diperoleh dengan melakukan estimasi VAR terlebih dahulu. Sebelum melakukan penentuan lag optimal maka dilihat dahulu apakah model VAR tersebut stabil atau tidak.
Berdasarkan hasil uji kestabilan yang telah dilakukan ditunjukan bahwa model VAR dalam penelitian ini telah stabil, yang diperlihatkan dengan semua nilai modulusnya tidak lebih dari satu. Setelah dipastikan bahwa hasil estimasi VAR berada dalam kondisi stabil, maka langkah selanjutnya dilakukan penetapan lag optimal. lag optimal dihitung dengan menggunakan Schwarz Information Criterion (SIC) dengan mengambil nilai SIC yang paling kecil. Hasil penetapan lag optimal dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.3 Lag optimal
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 -548.7924 NA 6.051145 10.31388 10.38882 10.34426 1 -341.0098 400.0301 0.147311 6.598314 6.898070* 6.719831 2 -323.3634 32.98383 0.125385 6.436700 6.961274 6.649355*
3 -314.6088 15.87295 0.126097 6.441286 7.190677 6.745079 4 -301.6135 22.83274 0.117255 6.366608 7.340817 6.761540 5 -285.7593 26.96698* 0.103482* 6.238492* 7.437518 6.724561 6 -282.0145 6.159655 0.114693 6.336720 7.760564 6.913928 7 -274.3567 12.16671 0.118365 6.361807 8.010468 7.030152 8 -269.3355 7.696018 0.128597 6.436177 8.309656 7.195661
Berikutnya didapatkan lag nya adalah lag 5 dan kemudian diuji stabilitasnya
Tabel 4.4
Uji stabiltas lag 5
Root Modulus
0.922355 0.922355
0.582778 - 0.627488i 0.856371 0.582778 + 0.627488i 0.856371 0.802560 - 0.123004i 0.811931 0.802560 + 0.123004i 0.811931 -0.498370 - 0.614111i 0.790889 -0.498370 + 0.614111i 0.790889 -0.396164 - 0.665684i 0.774649 -0.396164 + 0.665684i 0.774649 0.591874 - 0.184525i 0.619972 0.591874 + 0.184525i 0.619972 0.101383 - 0.587873i 0.596551 0.101383 + 0.587873i 0.596551
-0.525853 0.525853
0.018510 0.018510
No root lies outside the unit circle.
VAR satisfies the stability condition.
Nilai modulus lebih kecil dari satu dan semuanya terletak dalam unit circle hal ini menunjukkan model dengan lag 5 tersebut telah memenuhi syarat stabilitas.
Kemudian melakukan uji kointegrasi antar variabel.
YAYASAN AKRAB PEKANBARU
Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 3 Edisi Agustus 2022 (107-122)
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)
Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**
None * 0.782022 50.23819 29.79707 0.0001
At most 1 0.246043 12.15412 15.49471 0.1497 At most 2 * 0.184330 5.093633 3.841465 0.0240 Trace test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Tabel diatas adalah melakukan uji kointegrasi dan dinyatakan paling tidak terdapat satu yang tidak ter kointegrasi, sehingga dilanjutkan analisis VAR.
Berikutnya adalah melakukan uji causalitas granger
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob.
INF does not Granger Cause GGDP 110 0.35293 0.8793
GGDP does not Granger Cause INF 1.19734 0.3161
IR does not Granger Cause GGDP 110 0.39276 0.8528
GGDP does not Granger Cause IR 4.08249 0.0021
IR does not Granger Cause INF 110 0.25087 0.9385
INF does not Granger Cause IR 0.92644 0.4673
Hanya terjadi causalitas satu arah antara gap GDP dengan suku bunga (IR), dimana gap GDP mempengaruhi suku bunga, ditandai dengan signifikansi probabiltas antara GGDP dengan suku bunga (IR), dibawah 0,05, yakni sebesar 0,0021, namun suku bunga tidak mempengaruhi GDP. Variabel lainnya yakni inflasi tidak terjadi hubungan causalitas dengan GGDP, begitu pun sebaliknya.
Variabel suku bunga terhadap inflasi juga tidak terdapat hubungan causalitas (saling
mempengaruhi) terhadap suku bunga, begitupun sebaliknya.
Impulse Response Function (IRF) Penggunaan IRF memungkinkan peneliti dapat menelusuri time path dari suatu guncangan (inovasi) terhadap suatu variabel dalam sistem VAR. IRF melihat dampak guncangan satu standar deviasi terhadap variabel lain dan variabel itu sendiri pada periode pertama, kedua, dan seterusnya. IRF dapat menunjukan pula tanda dari multiplier dinamis, tetapi tidak menunjukan ukuran dan besarnya.
Analisis IRF merupakan cara yang paling baik untuk menunjukan respon dari model terhadap shock.
Gambar 4. Impuls Respons
Setiap gambar diatas diamati, dimana menunjukkan ada tiga impuls dan tiga respons. Untuk memudahkan analisis dari
YAYASAN AKRAB PEKANBARU
Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 3 Edisi Agustus 2022 (107-122)
periode penelitian sebanyak 115 periode (data kuartal) dari tahun 1993 hingga tahun 2021.
Masing-masing gambar di “potret” dari akhir periode ditarik 20 periode kebelakang. Untuk masing-masing keterangannya adalah sebagai berikut :
(P1=2016Q4; P2=2017Q1; P3=2017Q2;
P4=2017Q3; P5=2017Q4; P6=2018Q1;
P7=2018Q2; P8=2018Q3; P9=2018Q4;
P10=2019Q1; P11=2019Q2; P12=2019Q3;
P13=2019Q4;P14=2020Q1;P15=2020Q2;P16
=2020Q3;17=2020Q4;P18=2021Q1;
P19=2021Q2; P20=2021Q3), dimana P=Periode, Q = Quartal
Gambar 5.
Respon gap GDP terhadap guncangan variabel itu sendiri dan guncangan terhadap inflasi (INF) dan suku bunga (IR)
Gambar 2. Memperlihatkan bagaimana respon output gap (GGDP) terhadap guncangan variabel itu sendiri, dan respons output gap (GGDP) terhadap guncangan inflasi dan respon output gap (GGDP) terhadap guncangan suku bunga.
Respon output gap (GGDP) di periode awal terhadap guncangan variabel itu sendiri mengalami peningkatan sebesar positif (1.5) namun mengalami kesetabilannya pada periode 13 di tabel yang menunjukkan respon output gap (GGDP) terhadap guncangan variabel itu sendiri (artinya guncangan output gap (GGDP) tidak berpengaruh terhadap variabel itu sendiri.
Sementara untuk output gap (GGDP) terhadap inflasi. Periode awal stabil, artinya respon output gap (GGDP) terhadap guncangan inflasi tidak terjadi respon positif ataupun negatif. Sempat mengalami respon negatif (output gap (GGDP) terhadap inflasi) di periode 3 hingga periode 8, dan kemudian stabil diperiode 9 hingga akhir periode penelitian (periode 20).
Respon output gap (GGDP) terhadap suku bunga, diawal periode terhadap guncangan varibel suku bunga sempat mengalami kenaikan (positif) diperiode 2 hingga periode 14, dan kemudian stabil hingga periode akhir.
Berdasarkan hasil analisis diatas menunjukkan bahwa respon output gap (GGDP) terhadap guncangan yang disebabkan oleh output gap (GGDP) itu sendiri, inflasi
YAYASAN AKRAB PEKANBARU
Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 3 Edisi Agustus 2022 (107-122)
dan suku bunga adalah mengalami kestabilan di periode 14, tahun 2020 Qurtal 1 hingga akhir periode penelitian di tahun 2021 Qurtal 3.
Gambar 6
Respon Inflasi terhadap guncangan variabel itu sendiri dan guncangan terhadap Gap GDP (GGDP) dan suku bunga (IR)
Gambar 3. Memperlihatkan bagaimana inflasi terhadap guncangan variabel itu sendiri (inflasi), output gap (GGDP) dan terhadap guncangan suku bunga.
Respon inflasi, terhadap guncangan output gap (GGDP), berfluktuasi dari periode awal bernilai positif 2 lalu sempat mengalami kenaikan dan kemudian turun terus hingga hampir minus 2 dan terus berfluktuasi negatif dan stabil di periode 18 hingga diakhir penelitian.
Sementara untuk inflasi terhadap varibel itu sendiri (inflasi). Diawal periode mengalami positif (kenaikan) diatas 4 persen, kemudian turun terus hingga mengalami puncak penurunan di periode 6 di negatif 1.5 dan kemudian naik dan terus berfluktuasi
negatif dan positif hingga diakhir periode, kecenderungan fluktuasi semakin rendah, mendekati stabil.
Respon inflasi terhadap sukubunga relatif stabil, diawal periode stabil dan sedikit mengalami kenaikan di periode 4 dan mencapai puncak di periode 6 dan terus turun dan mencapai kestabilan di periode 12 hingga akhri periode.
Berdasarkan hasil analisis diatas menunjukkan variabel inflasi memiliki respon sangat responsif terhadap guncangan pada variabel itu sendiri (inflasi), berfluktuasi sangat tinggi diawal dan kemudian menurun dan kecenderungan stabil di akhir periode.
Sementara untuk guncangan gap GDP (GGDP) mengalami hal yang sama walaupun tidak begitu tinggi dan fluktuatif seperti terhadap variabel inflasi itu sendiri. Sementara untuk guncangan pada suku bungan respon inflasi relatif stabil.
Gambar 7
Respon Suku Bunga terhadap guncangan variabel itu sendiri, guncangan Gap GDP (GGDP) dan suku bunga (IR)
YAYASAN AKRAB PEKANBARU
Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 3 Edisi Agustus 2022 (107-122)
Gambar 4. Memperlihatkan bagaimana respon suku bunga terhadap guncangan variabel itu sendiri (suku bunga), output gap (GGDP) dan terhadap guncangan inflasi.
Respon suku bunga, terhadap guncangan output gap (GGDP), diawal periode mendekati nol, namun kemudian naik hingga melebihi angka 3 positif di periode 4 hingga periode 5 kemudian turun terus dan mencapai keseimbangannya dari periode 14 hingga akhir periode
Sementara untuk suku bunga terhadap inflasi. Diawal periode periode konstan, namun terus respon suku bunga terhadap inflasi terus menurun dan mencapai puncaknya mendekati nilai negatif 4 dan terus mengalami negatif hingga akhir periode penelitian. Respon suku bunga terhadap guncangan inflasi bernilai negatif
Sementara untuk respon suku bunga terhadap guncangan pada variabel itu sendiri (suku bunga) bernilai positif, diawal periode mencapai nilai positif 4 dan turun sempt naik melebihi positif 4 di periode 5 dan terus turun, walaupun tetap bernilai positif hingga diakhir periode penelitian. Respon suku bunga akan seiring (naik) terhadap guncangan suku bunga (variabel itu sendiri
Berdasarkan hasil analisis diatas menyatakan bahwa respon suku bunga hanya mencapai kesetabilan di periode 14 hingga akhir periode penelitian hanya terhadap guncangan gap GDP (GGDP). Sementara untuk guncangan inflasi bernilai negatif dan guncangan suku bunga bernilai positif terhadap suku bunga. Suku bunga sangat sensitif terhadap guncangan inflasi dan suku bunga (variabel itu sendiri).
Varians Dekomposisi Gambar 8
Varians Dekomposisi
Kontribusi variabel tertentu terhadap varibel lainnya untuk tiap periodenya
YAYASAN AKRAB PEKANBARU
Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 3 Edisi Agustus 2022 (107-122)
Pada gambar diatas menjelaskan bahwa jika ada perubahan terhadap variabel gap output (GGDP) paling besar dikontribusikan oleh variabel itu sendiri (GGDP). Sementara untuk perubahan variabel inflasi kontribusi terbesar juga oleh varibel itu sendiri (inflasi), namun variabel gap output (GGDP) juga memiliki kontribusi yang besar terbesar perubahan inflasi. Namun untuk suku bunga, kontribusi terbesar masih sama yaitu oleh variabel itu sendiri, namun adakalanya varibel gap output (GGDP) memiliki kontribusi besar diperiode 4 hingga periode 5, untuk berikutnya kontribusi terbesar selain variabel itu sendiri adalah varibel inflasi memiliki kontribusi besar hingga diakhir periode penelitian.
V.KESIMPULAN
Kebijakan Bank of Canada yang memiliki tujuan untuk mencapai inflasi rendah, stabil, dan dapat diprediksi yang bertujuan untuk berkontribusi dalam kesejahteraan ekonomi Kanada. Dalam situasi tantangan shock terkini yakni pandemi Covid- 19 bank sentral Kanada menghadapi tantangan yang besar. Penelitian ini fokus melihat reaksi bank sentral Kanada tersebut dalam menghadapinya. Bank sentral merespon
perubahaan perbedaan output (gap output) yang memiliki kontribusi besar terhadap inflasi dengan cara mengendalikan suku bunga. Hal ini terlihat dari analisis varians dekomposisi yang menemukan bahwa kontribusi terbesar perubahan output adalah dari inflasi.
Sementara untuk kontribusi terbesar perubahan inflasi adalah dari suku bunga.
Fluktuasi inflasi tersebut dijaga dengan mengendalikan suku bunga yang terkendali.
Temuan ini sesuai dengan pernyataan bahwa negara-negara yang menggunakan inflation targeting pada umumnya memiliki tingkat inflasi awal yang lebih tinggi, penurunan inflasi yang lebih besar hanya mencerminkan kecenderungan umum semua negara, baik negara yang menerapkan inflation targeting maupun yang tidak (Schmidt-hebbel 2007).
Temuan dari penelitian yang dilakukan di negara Kanada sebagai salah satu pelopor Inflation Targeting, dimana temuan mengkonfirmasi bahwa penerapan yang dilakukan Bank of Canada sesuai dengan teori dan bukti empiris, dimana teori Keynes mempergunakan tingkat suku bunga sebagai sasaran antara dan target inflasi sebagai sasaran akhir, dengan begitu otoritas moneter
YAYASAN AKRAB PEKANBARU
Jurnal AKRAB JUARA Volume 7 Nomor 3 Edisi Agustus 2022 (107-122)
dapat lebih bebas dan lebih fleksibel dalam menggunakan semua data dan informasi yang tersedia untuk mencapai sasaran. Bukti empiris (Dua 2020) dimana pada jangka pendek, suku bunga yang dapat dikendalikan oleh bank central akan berdampak pada pencapaian akhir dari kebijakan moneter .
Penerapan Inflation Targeting di Indonesia pada periode pandemi Covid-19 selayaknya memperhatikan temuan-temuan dan salah satunya adalah bahwa negara yang mengadopsi penargetan inflasi umumnya memiliki tingkat inflasi awal yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Bunzel, Helle, and Walter Enders. 2010.
“The Taylor Rule and ‘Opportunistic’
Monetary Policy.” Journal of Money, Credit and Banking 42(5): 931–49.
Dhewanto, , and Rindawati Maulina. 2008.
“Evaluasi Satu Tahun Penerapan Kebijakan Moneter Berdasarkan Lnflation Targeting Di Indonesia.”
Journal of Technology Management 7(2).
Dua, Pami. 2020. 55 Indian Economic Review Monetary Policy Framework in India. Springer India.
https://doi.org/10.1007/s41775-020- 00085-3.
Hyvonen, Markus. 2004. “Inflation
Convergence across Countries.”
Research Discussion Paper 04(June).
Koroviy, V. V. 2020. “Monetary Policy in the Context of Economic Transformations.” The Problems of Economy 3(45): 167–75.
Schmidt-hebbel, Klaus. 2007. “Does Inflation Targeting Make a Difference.” National Bureau of Economic Research (December).
Sheridan, Laurence Ball and Niamh. 2003.
“Does Inflation Targeting Matter?”
IMF Working Papers 03(129): 1.
Vega, Marco, and Diego Winkelried. 2005.
“‘Inflation Targeting and Inflation Behavior : A Successful Story ?’”
International Journal of Central Banking 1(3): 153–75.