• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSISTENSI BUDAYA NYADRAN SEBAGAI PERTAHANAN TRADISI LELUHUR MASYARAKAT DESA BALONGDOWO SIDOARJO

Laila Fadilah

Academic year: 2023

Membagikan "EKSISTENSI BUDAYA NYADRAN SEBAGAI PERTAHANAN TRADISI LELUHUR MASYARAKAT DESA BALONGDOWO SIDOARJO "

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

EKSISTENSI BUDAYA NYADRAN SEBAGAI PERTAHANAN TRADISI LELUHUR MASYARAKAT DESA BALONGDOWO SIDOARJO

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Seminar Proposal Yang diampu oleh Bpk Drs. Sumarwahyudi, M.Sn

Oleh Lailatul Fadilah NIM. 210251604894

Dosen Pembimbing Drs. Sumarwahyudi, M.Sn

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS SASTRA

DEPARTEMEN SENI DAN DESAIN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA

DESEMBER 2023

(2)

BAB I

LATAR BELAKANG MASALAH

Kebudayaan di Indonesia mempunyai nilai dan makna yang berbeda-beda antar satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini membuat para wisatawan lokal maupun luar negara menyebut bahwa negara Indonesia identik dengan ragam kebudayanya. Namun budaya tersebut tidak akan indah jika tidak diapresiasikan dan dilestarikan di dalam kehidupan bermasyarakat. Apresiasi budaya sangat diperlukan agar dapat mencegah budaya lokal tidak digeser oleh arus modernisasi. Bentuk apresiasi terhadap budaya dengan melestarikan dan mengenalkan budaya lokal kepada masyarakat luas, khususnya pada generasi muda sebagai pewaris budaya yang ada.

Tradisi atau kebiasaan adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat yang memiliki kesamaan (Mukrimaa et al., 2016). Tradisi adalah kebiasaan bersama yang dilakukan secara turun-temurun yang secara otomatis akan mempengaruhi aksi dan reaksi dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu kota yang masih menjunjung tinggi dan melaksanakan sebuah tradisi yaitu kota Sidoarjo. Peninggalan yang terdapat di kota Sidoarjo tidak hanya berupa bangunan kuno ataupun benda-benda bersejarah saja, namun juga tradisi yang masih dilaksanakan hingga saat ini. Salah satu tradisi yang masih tumbuh dalam kehidupan masyarakat kota sidoarjo yakni tradisi Nyadran.

(3)

Nyadran merupakan tradisi yang identik dengan perayaan atau ritual yang biasa dilakukan oleh masyarakat pesisir (nelayan) secara turun temurun dan dilakukan khususnya pada menjelang bulan ramadhan. Kebudayaan Nyadran, berawal dari kerajaan Majapahit, bertujuan untuk mendoakan ruh nenek moyang dengan menyediakan berbagai aneka sajian (Wajdi, 2010). Tradisi nyadran tidak hanya sebagai sebuah tradisi yang memiliki ritual sakral dengan membakar sesaji akan tetapi tradisi ini juga membaur dengan Agama Islam yang ada pada setiap daerah. Tradisi nyadran sendiri biasanya dilakukan dengan cara yang berbeda-beda di setiap daerahnya. Selain menyediakan sajian untuk ruh leluhur masyarakat biasanya juga melakukan pengajian dan doa bersama. Masyarakat desa yang bermukim didaerah pesisir khususnya masyarakat Desa Balongdowo umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan untuk menghidupi kehidupan mereka. Desa Balongdowo ini juga merupakan wilayah sentra permukiman nelayan tradisional yang dikenal dengan pengahsilannya yaitu kerang kupang. Dalam hal ini, setiap tahun sebelum menjelang puasa atau bulan ruwah (kalender jawa) masyarakat nelayan kupang di Desa Balongdowo melaksanakan tradisi nyadran sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat atas hasil yang mereka dapatkan. Selain sebagai bentuk rasa syukur atas apa yang mereka peroleh tradisi ini juga dilakukan sebagai bentuk penghormatan warga kepada sosok Dewi Sekardadu dengan cara berziarah ke makamnya. Tradisi nyadran ini biasanya dilaksanakan dalam dua waktu, pertama pada bulan ruwah yaitu saat menjelang bulan Ramadhan dan kedua saat menjelang maulid nabi. Tradisi ini dipusatkan di area pemakaman Dewi Sekardadu yang merupakan ibu Sunan Giri dan juga anak Prabu Menak Sembuyu dari Blambangan tepatnya di Pantai Kepetingan Sidoarjo.

Tradisi nyadran juga dimanfaatkan para nelayan dan penduduk sekitar untuk mencari pendapatan sebagai modal dalam menjalankan tradisi nyadran. Biasanya pada saat tradisi berlangsung para nelayan yang memiliki kapal menyediakan jasa angkutan perahu untuk memfasilitasi warga yang ingin melihat tradisi secara langsung. Namun terkadang masih banyak pemuda yang kurang minat berpatisipasi dalam kegiatan nyadran tersebut. Banyak pemuda yang lebih memilih ikut merayakan tradisi nyadran pada malam harinya dengan hiburan-hiburan yang telah disediakan. Seperti hiburan campursari, orkes, pewayangan atau bahkan atraksi adu sound system yang dilakukan diatas kapal. Nyadran di Desa Balongdowo memang lebih terkenal ramai karena aksi pemuda desa yang melakukan astraksi adu sound system tersebut. Hal ini dikatakan terlihat menarik dan berbeda dari nyadran-nyadran pada umumnya yang ada di Sidoarjo. Fakta yang menarik adalah kegiatan para pemuda desa ini tidak hanya melakukan atraksi adu sound system diatas kapal saja tetapi para pemuda ini juga berjoget diatas kapal yang diisi dengan full sound system yang disusun menjulang

(4)

tinggi. Tetapi disisi lain kegiatan ini juga terkadang diisi dengan minuman beralkohol yang memicu tindakan yang sedikit agresif seperti saling mengejek, berkelahi bahkan sampai saling melempar batu antar satu sama lain. Hal ini terjadi karena pemuda hilang kesadarannya akibat mengonsumsi minuman beralkohol yang dilakukan di atas kapal. Oleh sebab itu butuh usaha lebih untuk melindungi dan melestarikan aset daerah tersebut. Bentuk pelestarian tidak hanya bisa dilakukan oleh masyarakatnya saja, tetapi pemuda dan remaja sekitar harus ikut disadarkan dan digerakkan dalam melindungi dan melestarikan tradisi tersebut.

Penelitian ini cukup menarik untuk di teliti karena upaya pemuda desa dalam ikut berpatisipasi dan mempertahankan tradisi yang dilakukan berbeda dari yang lain.

Tidak hanya masyarakatnya saja tetapi warga lain bahkan wisatawan sangat antusias untuk mengikuti dan melihat proses berjalannya tradisi nyadran hingga hiburan yang disediakan karena adanya atraksi adu sound system di atas kapal. Meskipun pada kenyataannya para pemuda ini mempertahankan tradisi dengan mengisi suatu kegiatan yang kurang baik, tetapi setiap tahunnya semakin banyak pemuda yang ikut serta mengikuti kegiatan nyadran meskipun sebagai iring-iringan saja. Maka penelitian ini tidak hanya berfokus pada upaya masyarakatnya saja tetapi juga upaya pemuda dalam mempertahankan dan memeriahkan tradisi nyadran di Desa Balongdowo Candi Sidoarjo.

A. Rumusan Masalah

(5)

Dari latar belakang yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Bagaimana upaya masyarakat di Desa Balongdowo dalam mempertahankan dan melestarikan tradisi nyadran?

2. Bagaimana partisipasi pemuda masyarakat desa Balongdowo dalam mengikuti dan memeriahkan tradisi nyadran?

B. Tujuan Penelitian

(6)

1. Untuk mengetahui upaya masyarakat di Desa Balongdowo dalam mempertahankan dan melestarikan tradisi nyadran.

2. Untuk mengetahui partisipasi pemuda masyarakat desa Balongdowo dalam mengikuti dan memeriahkan tradisi nyadran.

C. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Manfaat Teoritis

a. Secara akademis, penelitian ini dapat diharapkan bermanfaat bagi perkembangan pengetahuan dalam bidang sosial dan budaya, sebagai sumber referensi atau rujukan untuk penelitian-penelitian berikutnya

(7)

yang memiliki kesamaan mengenai penelitian tentang eksistensi budaya dalam mempertahankan sebuah warisan tradisi.

b. Secara Teoritis, peneliti dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang didapat selama perkuliahan melalui penelitian ini sekaligus memperkaya wawasan peneliti dalam melihat sebuah eksistensi budaya dalam mempertahankan suatu tradisi.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat yang berguna bagi masyarakat yang memiliki warisan tradisi dari para leluhur agar dapat menyikapi eksistensi yang ada dalam mempertahankan sebuah tradisi dengan berkembangnya modernisasi yang ada.

(8)
(9)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Penelitian terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan sebuah penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya dan memiliki topik yang sama dengan penelitian yang dilakukan saat ini. Berikut ada beberapa penelitian yang berfungsi sebagai acuan yang digunakan sebagai perbandingan dalam penelitian selanjutnya.

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Andre Rachmatdana (2019) yang berjudul “ Tradisi Sedekah Laut Nyadran (Studi Interaksionisme Simbolik Pada Masyarakat Desa Balongdowo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo). penelitian ini

(10)

mengkaji tentang tradisi sedekah laut nyadran di desa Balongdowo Sidoarjo yang pada 10 tahun terakhir mengalami perubahan budaya, yaitu ajang untuk berjoged di atas perahu oleh para pemuda sekitar. Hal ini melekat pada pengertian masyarakat sekitar mengenai tradisi nyadran. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, pendekatan fenomenologi dan analisis teori interaksionisme simbolik. Hasil penelitian menyatakan bahwa pemahaman masyarakat Desa Balongdowo mengenai tradisi nyadran cukup beragam. Ada yang memahaminya sebagai ungkapan rasa syukur terhadap hasil laut dan sebagai bentuk penghormatan kepada Dewi Sekardadu.

Selanjutnya, ada yang memahami tradisi nyadran sebagai ajang pertunjukan sound system. Adanya perbedaan pemahaman ini dikarenakan pengetahuan dan interaksi masing-masing orang yang dilakukan berbeda-beda (Rachmatdana, 2019).

Penelitian di atas memiliki tema dan lokasi yang sama dengan penelitian kali ini.

Namun, posisi penelitian kali ini adalah menjadi pembaharuan pada upaya dan partisipasi pemuda dalam mempertahankan tradisi dalam menyambut nyadran meskipun upaya yang dilakukan cenderung kurang baik dan membahayakan.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Hindarto (2019) yang berjudul “ Dari Sakral ke Festival : Sebuah Kebudayaan Parade Sound System Dalam Tradisi Bersih Desa Di Kabupaten Malang”. Penelitian ini menjelaskan tentang adanya perubahan sosial dalam sebuah acara bersih desa di Kabupaten Malang. Hindarto menyimpulkan bahwa acara bersih desa mengalami perubahan sosial yang mulanya sakral menjadi sebuah festival karena adanya parade sound system dan karnaval yang dilakukan masyarakat setempat. Hindarto melihat tersebut sebagai fenomena revitalisasi budaya yang merujuk adanya modifikasi dari faktor internal dan eksternal dalam kehidupan manusia. Namun, esensi dari acara bersih desa masih tetap terjaga yaitu untuk membawa kesejahteraan pada desa dan mengintegrasikan rakyat yang kurang akrab satu sama lain. Sehingga nilai, konsep dan kearifan lokal seperti kerukunan, gotong royong, guyub dalam berinteraksi baik sosial maupun ekonomi masih tetap terlihat (Hindarto, 2019).

Penelitian yang dilakukan oleh Hindarto dengan penelitian kali ini memiliki kesamaan yaitu meneliti tentang perubahan dan keunikan tradisi dengan adanya sound system.

Penelitian di atas dengan penelitian kali ini memiliki perbedaan subyek penelitian yang dilakukan yaitu penelitian dilakukan di Kabupaten Malang yang difokuskan pada fenomena perubahan kebudayaan yang terjadi pada tradisi bersih desa.

Sedangkan penelitian kali ini dilakukan pada Masyarakat Desa Balongdowo, Candi sidoarjo dan difokuskan pada upaya serta partisipasi msyarakat dan pemuda dalam mempertahankan tradisi nyadran. melihat persamaan dan perbedaan tersebut, diharapkan penelitian ini dapat memperkaya kajian tentang tradisi nyadran dan segala bentuk perubahan yang terjadi.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Bharliantina Tri Hastuti (2019) yang berjudul “ Praktik Sosial Pemuda Dalam Mempertahankan Tradisi Nyadran Di Desa Balongdowo, Kecamatan Candi, Sidoarjo”. penelitian ini menjelaskan tentang modifikasi tradisi nyadran dengan adanya astraksi adu sound system yang dilakukan pemuda desa Balongdowo. Bharliantina Tri Hastuti menyimpulkan atraksi adu sound system yang dilakukan pemuda desa terus berjalan pada setiap tahunnya dan terus bertambah yang melakukannya walaupun pada kenyataannya terdapat pelanggaran dari pihak kepolisian setempat. Meskipun atraksi adu sound system yang dahulunya tidak dipermasalahkan dan sekarang dilarang oleh pemerintah desa dan aparat kepolisian. Namun, pada kenyataannya konsekuensi tersebut tidak mempengaruhi praktik adu sound system dalam tradisi nyadran yang dilakukan para pemuda dikarenakan masih berjalan hingga sekarang. Hal ini dikarenakan pandangan

(11)

masyarakat luar yang hanya melihat sisi luar nya saja dalam atraksi adu sound system yang dilakukan. Pada kenyataannya, para nelayan juga melihat sisi positif dari adanya atraksi adu sound system ini karena mejadi sebuah cara yang unik untuk mempertahankan tradisi warisan yaitu tradisi nyadran (tri hastuti, 2019).

Penelitian yang dilakukan oleh Bharliantina Tri Hastuti dan penelitian kali ini memiliki kesamaan tempat yaitu di desa Balongdowo Candi Sidoarjo dengan tema yang hampir mirip mengenai upaya pelestarian tradisi nyadran dan keunikan tradisi dengan adanya atraksi adu sound system yang dilakukan oleh para pemuda setempat.

B. Kerangka Teoritis a. Eksistensi b. Budaya c. Tradisi

Tradisi merupakan sebuah kebiasaan yang dilakukan secara turun-menurun oleh masyarakat sebagai bagian dari kebudayaan warisan leluhur.

d. Nyadran/nyadranan

Nyadran berasal dari kata Sanskerta, sraddha yang artinya keyakinan.

Sedangkan dalam bahasa Jawa, Nyadran berasal dari kata sadran yang artinya ruwah syakban. Nyadran pada umumnya dilakukan oleh masyarakat Jawa yang

tinggal di daerah pesisir. Nyadran merupakan serangkaian budaya membersihkan makam leluhur, menaburkan bunga dan puncak acaranya berupa

kenduri atau selametan. Namun kegiatan Nyadran di setiap daerah berbeda- beda menurut keyakinan para leluhur mereka. Sebutannya pun juga sangat beragam, ada yang mengenalnya dengan sedekah laut, petik laut atau bersih desa. Meskipun berbeda-beda tetapi memiliki inti dan tujuan yang sama yaitu sebagai bentuk rasa syukur atas hasil yang mereka dapatkan dan meminta keselamatan.

Kegiatan sadranan atau “nyadran” memang bukan ajaran Islam tetapi merupakan tradisi ritual atau adat yang memanfaatkan peranti agama, seperti doa-doa dengan lafal bahasa Arab dan bahasa Jawa. Dengan demikian, sadranan hanya sebagai tradisi atau adat masyarakat Jawa sebagai kegiatan ritual dan budaya. Tradisi “kirim doa atau mendoakan” para leluhur sebelum bulan Ramadhan yang berlangsung secara turun-temurun dapat memunculkan budaya yang seolah-olah merupakan kegiatan keagamaan. Namun, pada dasarnya kegiatan itu hanya sebagai tradisi budaya yang telah berlangsung sangat lama.

Kegiatan sadranan dimungkinkan adanya pengaruh Hindu. Artinya, antara ajaran Islam yang berupa doa-doa dan ajaran Hindu yang selalu menggunakan sesajian dalam peribadatannya menyatu dalam satu kegiatan ritual, seperti sadranan itu. Oleh karenanya, pernyataan itu dapat ditafsirkan bahwa kegiatan sadranan bagi sebagian masyarakat Jawa kemungkinan adanya pengaruh konsep Hindu dan Islam. Kegiatan sadranan yang dilaksanakan setiap bulan Ruwah merupakan peristiwa budaya yang bernuansa ritual. Hal itu berbeda dengan kegiatan “qurban” yang juga dilaksanakan setiap tahun pada bulan Dhulhijjah sebab “qurban” bukan peristiwa budaya tetapi murni syariat Islam.

C. Kerangka Berpikir Penelitian

(12)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian B. Jenis dan Sumber Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dapat dikategorikan menjadi dua jenis berdasarkan sumber datanya, yaitu data primer dan data sekunder.

(13)

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah melakukan wawancara secara langsung kepada beberapa informan yang telah memenuhi kriteria yang ditentukan oleh peneliti. Hal tersebut dilakukan agar peneliti dapat memperoleh data secara lengkap dan relevan sesuai dengan penelitian yang telah ditentukan. Sedangkan untuk data sekunder peneliti menggunakannya untuk pendukung dan penguat data primer yang sudah diperoleh oleh peneliti. Data sekunder ini dapat berupa dokumen- dokumen desa mengenai tradisi nyadran, serta data sekunder lainnya dalam bentuk penelitian terdahulu mengenai eksistensi budaya nyadran dan upaya dalam mempertahankan tradisi, buku metode dan teori yang terkait dengan penelitian.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam melakukan penelitian guna mendapatakan data dalam penelitian tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data diantaranya teknik observasi, wawancara dan dokumentasi.

a. Observasi

Observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan peneliti turun langsung ke lapangan, kemudian mengamati gejala yang sedang diteliti setelah itu peneliti bisa menggambarkan masalah yang terjadi yang bisa dihubungkan dengan teknik pengumpulan data yang lain seperti kuesioner atau wawancara dan hasil yang diperoleh dihubungkan dengan teori dan penelitian terdahulu (Sahir, 2022). Observasi pada penelitian ini untuk mengetahui keadaan secara umum dari Desa Balongdowo seperti keadaan sosial-ekonomi dan budaya pada masyarakat di Desa Balongdowo Sidoarjo. Tujuan dari observasi ini adalah sebagai suatu bentuk untuk menjalin persaudaraan ataupun pertemanan dengan tujuan mendapatkan gambaran umum secara mendalam.

Dalam penelitian ini, observasi dibagi menjadi observasi awal dan observasi saat tradisi berlangsung. Tujuan observasi awal digunakan untuk mengamati kondisi sosial masyarakat desa serta untuk mengetahui informasi awal mengenai awal terjadinya pelaksanaan tradisi Nyadran di Desa Balongdowo Sidoarjo. Setelah melakukan observasi awal peneliti melakukan observasi saat tradisi berlangsung dan terlibat langsung dalam mengikuti proses Nyadran dari awal sampaia akhir. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui situasi sosial yang ada, seperti persiapan apa saja yang dilakukan warga dalam meyambut tradisi nyadran.

b. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan memberi sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian kepada narasumber yang sudah ditentukan (Sahir, 2022). Wawancara merupakan proses tanya jawab dalam penelitian secara langsung dengan bertatap muka dan dilakukan secara lisan dengan dua orang atau lebih untuk mendapatkan informasi secara detail dan mendalam. Ada 2 macam wawancara yaitu wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara tidak terstruktur, yaitu teknik wawancara Wawancara Tidak

(14)

Terstruktur. Wawancara tidak terstruktur merupakan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap subjek penelitian secara bebas tidak terstruktur, hanya memakai pedoman berupa garis besar masalah penelitian yang sedang diteliti (Sahir, 2022).

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam bentuk gambar, tulisan dan lain-lain. Dokumentasi adalah aktivitas atau proses yang sistematis dalam melakukan pengumpulan, pencarian, penyelidikan, pemakaian, dan penyediaan dokumen. Tujuannya adalah untuk mendapatkan keterangan, penerangan pengetahuan dan bukti serta menyebarkannya kepada pengguna. Dalam penelitian ini dokumentasi yang digunakan oleh peneliti berupa dokumentasi dengan mengumpulkan data melalui jurnal penelitian yang sesuai dengan topik yang sedang di teliti, serta dokumentasi foto saat tradisi nyadran berlangsung.

D. Teknik Analisis Data

Teknik pengumpulan data merupakan sebuah proses dalam suatu penelitian dan merupakan bagian yang penting dalam sebuah penelitian. Teknik pengambilan data harus benar dan sesuai dengan metode agar hasil yang diraih sesuai dengan tujuan penelitian awal atau hipotesis awal yang sudah ditentukan (Sahir, 2022).

Analisis data dilakukan dalam suatu penelitian agar setiap data yang diperoleh di lokasi penelitian dapat tersusun menjadi sebuah tulisan yang naratif dan runtut sehingga pembaca dapat mengetahui fenomena yang ingin digambarkan oleh peneliti melalui sebuah tulisan (tri hastuti, 2019). Dalam penelitian ini, analisis data sebelum turun ke lapangan dilakukan peneliti dengan melakukan analisis dari data hasil penelitian terdahulu serta observasi awal ke lokasi penelitian. Hal ini dilakukan untuk menetukan fokus awal penelitian. Pada saat turun lapang peneliti juga melakukan analisis data yang dilakukan pada saat kegiatan pengumpulan data berlangsung.

Setelah melakukan kegiatan analisis saat turun lapang, peneliti kemudian menganalisis data yang didapat.

Referensi

Dokumen terkait

การผลิตเปลือกแกวมังกรแผนรสบวย Dragon Fruit Peels Leather Mixed Plum Powder Products  ชนิรัตน ผึ่งบรรหาร อาจารยประจำสาขาวิชาคหกรรมศาสตร

This case is caused by the addition of TiO2 nanoparticles with a volume fraction of 0.03% to the ethylene glycol will increase the heat capacity of the working fluid so that the heat