• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekstraksi Minyak Mikro Alga Skeletonema Costatum dengan Bantuan Gelombang Ultrasonik

N/A
N/A
Opet Evin

Academic year: 2024

Membagikan "Ekstraksi Minyak Mikro Alga Skeletonema Costatum dengan Bantuan Gelombang Ultrasonik"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Diterima 22 Juli 2017, Disetujui 5 Desember 2018, Diterbitkan online 29 April 2019

2019 Universitas Brawijaya, e-ISSN: 2548-2181, p-ISSN : 2548-2300

1

Ekstraksi Minyak Mikro-Algae Skeletonema costatum dengan Bantuan Gelombang Ultrasonik

Wara Dyah Pita Rengga

1,*)

, Ade Bintang Prayoga

1)

, Agus Asnafi

1)

, dan Bayu Triwibowo

1)

1) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang Kampus Sekaran Gunungpati Semarang 50229, Indonesia

*) Penulis korespondensi : [email protected]

Abstract

Micro-Algae Oil Extraction Skeletonema Costatum With Ultrasonic Waves Aid. n the current conditions, the amount of petroleum is running low, so that new alternative energy is needed to support the availability of fuel oil in Indonesia. One such alternative energy is biodiesel, which is liquid fuel for diesel motors from plants or animals. Making this biodiesel needs raw materials in the form of oil. The oil used in this study is the Skeletonema costatum microalgae oil available in Jepara. Oil extraction is carried out utilizing dried microalgae then extracted with the help of ultrasonic waves. The extraction temperature used was 50, 60, 70, 80 ° C for 60, 120, 180 minutes and using hexane solvents. The results showed that the longer the extraction time according to the contraction temperature which was close to the boiling point of hexane showed an increase in the amount of microalgae oil produced. The extracted microalgae oil yield obtained optimally at 70oC for 180 minutes was 18.44%. The dominant microalgae oil content is palmitic acid as much as 74.48%, followed by oleic acid as much as 7.21%.

Keywords: extraction; microalgae oil;ultrasonic wave; Skeletonema costatum

Abstrak

Pada kondisi saat ini sumber minyak bumi jumlahnya semakin menipis sehingga diperlukan suatu energi alternatif baru dalam rangka untuk menunjang ketersediaan bahan bakar minyak di Indonesia. Salah satu energi alternatif tersebut adalah biodiesel yaitu bahan bakar cair untuk motor diesel dari tumbuhan atau hewan. Pembuatan biodiesel ini sangat membutuhkan bahan baku berupa minyak. Minyak yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak mikroalga jenis Skeletonema costatum yang tersedia di Jepara. Pengambilan minyak dilakukan dengan cara mikroalga dikeringkan kemudian diekstraksi dengan berbantuan gelombang ultrasonik. Suhu ekstraksi yang digunakan adalah 50, 60, 70, 80°C selama 60, 120, 180 menit dan menggunakan pelarut heksana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu ekstraksi sesuai dengan suhu ekatraksi yang mendekati titik didih dari heksana menunjukkan peningkatan jumlah minyak mikroalga yang dihasilkan. Yield minyak mikroalga hasil ekstraksi diperoleh optimal pada 70oC selama 180 menit sebesar 18,44%. Kandungan minyak mikroalga yang dominan adalah asam palmitat sebanyak 74,48%, diikuti asam oleat sebanyak 7,21%.

Kata kunci: ekstraksi; minyak mikroalga; gelombang ultrasonik; Skelonema costatum

PENDAHULUAN

Energi merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia saat ini. Semakin bertambah banyaknya konsumsi energi, maka saat ini

sumber energi minyak bumi akan semakin menipis.

Hal ini disebabkan oleh bahan bakar yang umum dipakai bersumber dari minyak bumi yang tidak dapat diperbaharui. Biodisel merupakan salah satu sumber

(2)

energi alternatif pengganti bahan bakar mesin diesel yang bersifat biodegradable serta mempunyai beberapa keunggulan dari segi lingkungan apabila dibandingkan dengan solar.

Bahan baku pembuatan biodisel berasal dari minyak nabati yang juga dapat digunakan sebagai bahan pangan dan bahan non pangan. Bahan pangan di Indonesia sangat melimpah dan tersebar di seluruh wilayah termasuk bahan penghasil minyak. Bahan pangan penghasil minyak nabati yang tumbuh subur di Indonesia misalnya kelapa sawit (Anshary dkk, 2012).

Sementara ini untuk bahan baku non pangan dapat bersumber dari biji jarak pagar (Mariyamah, 2017), biji nyamplung (Chandra dkk, 2013), biji karet (Rengga dkk, 2015), dan biji kapok (Salamah, 2014).

Namun, bahan penghasil minyak nabati tersebut memiliki beberapa kelemahan yang mengakibatkan kurang optimalnya produksi minyak, seperti massa panen yang lama, memerlukan lahan yang luas. Oleh sebab itu, perlu dicari bahan penghasil minyak nabati yang dapat mengatasi kelemahan tersebut.

Salah satu bahan penghasil minyak nabati yang tersebar luas di Indonesia yaitu mikroalga. Kandungan minyak yang cukup tinggi mencapai 70% dari berat kering dan tidak membutuhkan tanah subur justru menjadikan mikroalga sebagai salah satu bahan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel maupun untuk produk kesehatan, kecantikan, dan lain sebagainya (Matakupan. 2010).

Kandungan minyak nabati pada mikroalga yang besar mengidentifikasikan tingginya kandungan asam lemak dalam alga. Mikroalga memiliki produktivitas lebih tinggi sehingga produktif menghasilkan minyak. Minyak mikroalga dari beberapa spesial sudah diteliti untuk dapat dibuat menjadi biodiesel yaitu Chlorella vulgaris (Widyastuti dan Dewi, 2015)

Salah satu jenis mikroalga yang menghasilkan minyak yaitu Skeletonema costatum. Alga ini merupakan diatom yang bersifat eurytermal yaitu mampu tumbuh pada kisaran suhu 3–30OC dan temperatur optimal 25-27 OC (Uddin dan zafar, 2007).

Skeletonema costatum dapat menghasilkan yield asam lemak dan lipida 28,2 % (Rekha dkk., 2012).

Mikroalga Skeletonema costatum menunjukkan kandungan lemak mencapai 24,4% (Perez dkk, 2017).

Metode dalam pengambilan minyak mikroalga yang digunakan harus mempertimbangkan beberapa hal, diantaranya yaitu waktu yang dibutuhkan selama proses ekstraksi dan efisiensi energi yang digunakan, sehingga dibutuhkan metode alternatif yang digunakan untuk memberi keuntungan yang lebih besar dibanding dengan metode pada umumnya. Metode alternatif tersebut harus mampu mengekstrak minyak mikroalga dengan cepat sehingga meminimalkan penggunaan energi. Salah satu metode pengambilan minyak mikroalga yang mempunyai kelebihan tertentu yaitu dengan melalui metode sonikasi. Metode ini adalah metode ekstraksi yang dibantu dengan gelombang ultrasonik sehingga dapat membantu

mempercepat reaksi karena efek yang di timbulkan mampu memberi efek kavitasi, panas, dan penetrasi zat terlarut ke dalam sel (Putri dkk, 2014).

Penggunaan gelombang ultrasonik memungkinkan proses dilakukan pada tekanan dan temperatur lebih rendah, mengurangi pemakaian bahan baku dan meningkatkan keaktifan katalis sehingga memungkinkan penggunaan energi yang lebih efisien.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu ekstraksi terhadap hasil rendemen minyak mikroalga Skeletonema costatum dengan berbantuan sonikasi.

METODE PENELITIAN

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu seperangkat alat Ultrasonic cleaning batch, beaker glass, erlenmeyer, kertas saring, pipet tetes, seperangkat alat distilasi, piknometer, seperangkat alat titrasi, labu alas bulat dan pipet ukur. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroalga Skeletonema costatum, heksana teknis 98%, aquades, etanol teknis 97%, HCl 0,1 N, indikator pp, KOH 0,1 N, dan asam oksalat.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode eksperimental yang dilakukan dengan melakukan analisis pengaruh variasi suhu dan waktu ekstraksi terhadap yield yang dihasilkan. Proses ekstraksi dilakukan suhu 50°C , 60°C, 70°C, 80°C selama waktu 60, 120, dan 180 menit.

Analisis sifat fisika kimia yang digunakan ada lima, yaitu uji densitas, kelarutan dalam alkohol, analisa bilangan asam dan analisa bilangan penyabunan, serta untuk mengetahui kandungan asam lemak dalam minyak dilakukan analisa GCMS.

Peralatan untuk proses ekstraksi minyak mikroalga jenis Skeletonema costatum disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Rangkaian Alat Ekstraksi Ultrasonik (a) kondensor, (b) Termometer, (c) Air pendingin keluar (d) air pendingin masuk, (e) Labu alas datar leher 2, (f) Serbuk mikroalga Skeletonema costatum yang sudah dikeringkan, (g) Air, (h) Chamber ekstraksi Ultrasonik

Cara kerja dari penelitian ini adalah diawali dengan menimbang mikroalga Skeletonem costatum

(3)

yang sudah dikeringkan dan dihaluskan 250 mesh sebanyak 18 g. Selanjutnya serbuk mikroalga kering itu ditempatkan pada labu alas bulat yang sudah dirangkai dengan beberapa alat sesuai dengan Gambar 1. Ekstraksi dilakukan dengan tambahan heksana dan dibantu oleh ultrasonik dari sonikator. Frekuensi 50/60 Hz, yang dipanaskan pada suhu 60,70,80oC selama 60, 120, dan 180 jam. Setelah itu dilakukan penyaringan antara ampas dan filtrat kemudian dari filtrat tersebut diuapkan dengan evaporator untuk memisahkan antara pelarut (air) dan minyak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Variasi Suhu Esktraksi terhadap Rendemen

Pada penelitian ekstraksi ini digunakan beberapa variasi suhu, diantaranya yaitu 50°C , 60°C, 70°C, 80°C. Hasil dari ekstraksi dengan beberapa suhu tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Hubungan suhu ekstraksi mikroalga berbantuan gelmobang ultrasonik terhadap rendemen

Berdasarkan gambar 2, dapat dilihat bahwa proses ekstraksi optimum didapat pada suhu ekstraksi 70oC dengan rendemen 18,44%. Sementara itu untuk suhu 50oC hanya 8,68%. Pada suhu lainnya yaitu suhu ekstraksi 60°C lebih baik dari suhu 50oC dengan rendemen sebesar 14,55%. dan pada suhu 80°C mengahsilkan rendemen terbesarnya yaitu sebesar 15,11%. Pada penelitian yang menggunakan sampel basis kering nampak bervariasi yang didapat dengan rendemen 28,2% (Rekha dkk., 2012) dan 11,24%

(Sharmin dkk, 2016), 24,4% (Perez dkk, 2017), dan 31,15% (Putri dkk, 2009).

hasil data disimpulkan bahwa semakin suhu naik maka hasil rendemenpun relatif semakin banyak pada kondisi ekstraksi serbuk alga kering. Kontak antara pelarut heksana dan serbuk alga akan maksimal pada kondisi fasa cair dan suhu mendekati titik didih dari pelarutnya. Titik didih heksana adalah 69oC yang mendekati suhu 70oC, dimana suhu optimal reaksi tumbukannya maksimal. Namun jika suhu dinaikkan menjadi 80oC, fasa heksana cenderung menjadi gas dan kontak antara fasa padat cair dan gas kurang optimum dengan lipida dan asam lemak dibawa ke fasa cair. Hal ini juga didukung bahwa proses

ekstraksi dengan menggunakan variasi suhu berdampak pada rendemen yang dihasilkan.

Peningkatan suhu, mengakibatkan difusi yang terjadi juga semakin besar, sehingga proses ekstraksi semakin cepat. Ketika suhu meningkat maka sifat fisik pelarut yaitu viskositas dan densitas dapat menurun sehingga terjadi peningkatan transfer massa. (Shalmashi, 2009).

Pada suhu yang berbeda akan menghasilkan densitas yang lebih rendah pada suhu ekstraksi yang tinggi pada fasa air untuk heksana yaitu 70oC sehingga gelombang ultrasonik akan merambat pada suhu yang berbeda juga. Terjadinya penurunan viskositas dapat membantu peningkatan rambatan gelombang ultrasonik (Manan dkk, 2017) sehingga menambah jumlah rendemen pada fasa cair yang mendekati titik didih heksana. Oleh karena itu, suhu 70oC merupakan suhu optimal untuk ekstraksi sonikasi pada serbuk alga Skeletonema costatum.

Pengaruh Variasi Waktu terhadap Rendemen Pemilihan dan penggunaan waktu dalam ekstraksi yang tepat diharapkan dapat menghasilkan rendemen yang tinggi. Pada penelitian ini, kami mencoba menggunakan waktu yang cukup lama agar hasil dari ekstraksi tersebut dapat menghasilkan rendemen yang baik pula. Gambar 3 terlihat rendemen minyak mikroalga pada variasi waktu dan suhu untuk ekstraksi dengan Skeletonema costatum dapat diketahui. Hasil rendemen terbesar terjadi pada ekstraksi dengan lama waktu 180 menit dengan rendemen 18,44%. Selama waktu 60 menit, rendemen minyak mikroalga yang dihasilkan bervariasi yaitu dari 4,55% hingga 8,94% dengan beberapa variasi suhu. Penambahan 60 menit kemudian yaitu total waktu 120 menit, rendemen minyak mikroalga terjadi peningkatan dari 7,3% sampai 17,83%. Sementara itu pada ekstraksi selama 180 menit juga bervariasi antara 7,72% - 18,44%, dan dicapai pada suhu 80oC.

Keseluruhan menunjukkan kecenderungan semakin lama ekstraksi lama terjadi tumbukan dan difusi untuk mengambil lipida dan asam lemak bebas semakin banyak.

Gambar 3. Hubungan pengaruh waktu ekstraksi mikroalga berbantuan gelombang ultrasonik terhadap rendemen

(4)

Perbedaan rendemen ini dipengaruhi oleh waktu ekstraksi sonikasi dikarenakan ultrasonik dapat meningkatkan kemampuan reaksi ekstraksi atau proses tumbukan antar atom – atom dan molekul dalam sistem. Adanya ultrasonik pada proses ekstraksi pada serbuk kering alga berfungsi untuk memecah serbuk padatan itu dari energi yang ditimbulkannya yang berakibat luas permukaan serbuk itu menjadi lebih besar sehingga laju ekstraksi meningkat (Rismiarti dkk, 2016). Jika waktu sonikasi semakin lama maka ukuran partikel cenderung lebih homogen dan mengecil yang akhirnya menuju ukuran nanopartikel yang stabil serta penggumpalan pun semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena gelombang kejut pada metode sonikasi dapat memisahkan penggumpalan partikel dan terjadi dispersi sempurna.

Daya ultrasonik meningkatkan perubahan kimia dan fisika dalam pelarut heksana melalui generasi dan pecah dari gelembung kavitasi. Gelombang ultrasonik disebarkan melalui serangkaian kompresi dalam molekul heksana yang dilewatinya. Pada daya yang cukup tinggi siklus penghalusan dapat melebihi kekuatan menarik dari molekul cairan dan kavitasi gelembung dapat terbentuk. Gelembung tersebut tumbuh dengan proses yang dikenal sebagai difusi yang dikoreksi yaitu sejumlah kecil uap (atau gas) dari heksana memasuki gelembung selama fase ekspansi dan tidak sepenuhnya dikeluarkan selama kompresi.

Karakteristik Minyak Skeletonema costatum Minyak mikroalga yang diperoleh dianalisis sifat fisika-kimianya yaitu dengan uji densitas, kelarutan dalam alkohol, bilangan asam, bilangan penyabunan dan uji GCMS. Pada Tabel 1 yang menunjukan hasil karakterisasi minyak Skeletonema costatum sebagai minyak mikroalga dibandingkan dengan minyak mikroalga lainnya.

Angka asam menunjukan jumlah asam lemak bebas pada minyak. Jika semakin kecil nilai angka asam menunjukan kualitas minyak hanya sedikit kandungan asam lemaknya yang sangat disarankan untuk produk biodisel. Apabila tingkat keasaman tinggi dapat menyebabkan biodisel bersifat korosif maka dapat menimbulkan kerusakan pada sistem bahan bakar sehingga asam lemak pada minyak mikro alga harus kecil. Angka asam disyaratkan 2% untuk biodiesel. Dalam penelitian ini diperoleh bilangan penyabunan setelah dilakukan pengujian yaitu sebesar 250,9. Hasil ini menunjukkan kan bahwa rantai asam lemak yang menyusun trigliserida lebih panjang atau lebih besar berat molekulnya dari minyam mikroalga Ejim dan Kamen (2013).

Hasil analisis kandungan asam lemak pada minyak mikro alga jenis Skeletonema costatum dapat dilihat pada Tabel 2. Asam lemak terbesar dalam minyak alga adalah asam palmitat sebesar 74,48%.

Hal ini sesuai dengan minyak mikroalga jenis yang sama dengan kandungan asam palmitat tertinggi namun hanya mencapai 43,34% (Widianingsih dkk, 2013). Senyawa asam lemak ini yang berfungsi untuk

menjadi biodisel jika direkasi kan dengan alkohol jenis metanol ataupun etanol.

Tabel 1. Perbandingan Karakteristik Minyak Mikroalga

Karakteristik Hasil analisis

Ejim dan Kamen, 2013

Densitas (g/mL) 0,808 0,892

Angka asam 1,23 1,9

Angka penyabunan 250,9 200

Analisis GCMS digunakan untuk megatahui kandungan senyawa kimia minyak mikroalga jenis Skeletonema costatum. Hasil uji GC-MS pada minyak mikroalga jenis Skeletonema costatum dengan gelombang ultrasonik dapat dilihat pada Gambar 4.

Hasil analisis GCMS dapat dilihat bahwa beberapa puncak mengindikasikan kandungan komponen dalam minyak alga tersebut yaitu asam heksadekanoat sebanyak 74,48%. Komponen lainnya dapat disajikan dalam Tabel 1.

Gambar 4. Kromatogram Minyak Skeletonema

Costatum

Tabel 2. Komponen dari Minyak Mikroalga Skeletonema costatum

Komponen

%berat Riset Widianingsih

, dkk (2013)

Asam miristat (C14:0) 0 9,34

Asam palmitat (C16:0) 74,48 43,34 Asam palmitoleat (C16:1) 1,02 1,17

Asam stearat (C18:0) 2,43 5,11

Asam oleat (C18:1) 7,21 0,62

Asam linoleat (C18:2) 1,52 1,41

Asam linolenat (C18:3) 2,06 25,31

Asam arakidat (C20:0) 1,73 1,14

Asam behenoat (C22:0) 1,42 0

KESIMPULAN

Hasil rendemen terbesar untuk memperoleh minyak mikralga jenis Skeletonema costatum dengan proses ekstraksi dengan bantuan sonikasi dilakukan suhu 70°C selama 180 menit adalah 18,44% pada berat kering.. Karakteristik mikroalga sesuai dengan SNI terutama pada densitas,, angka asam dan angka penyabunan. Kandungan asam lemak terbesar adalah asam palmitat sebanyak 74,48%..

(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anshary, M.I., Damayanti, O., dan Roesyadi, A.

(2012) Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit dengan Katalis Padat Berpromotor Ganda Dalam Reaktor Fixed Bed. Jurnal Teknik Pomits. 1(1), 1-4.

Chandra, B.B., Setiawan, F., Gunawan, S., dan Widjaja, T. (2013) Pemanfaatan Biji Buah Nyamplung (Callophylum Inophylum) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Biodisel, Jurnal Teknik Pomits, 2(1), B13- B15.

Ejim, I.F. and Kamen, F.L. (2013). Physiochemical Characterization of Algae Oil from Microalgae of Nike Lake Enugu, Journal of Engineering and Applied Science, 5(1), 181-187.

Maran, J.P, Manikandan, S., Nivetha, C.V., Dinesh, R.

(2017) Ultrasound assisted extraction of bioactive compounds from Nephelium lappaceum L. fruit peel using central composite face centered response surface design. Arabian Journal of Chemistry, 10(supp 1), S1145-S1157.

Mariyamah. (2017) Analisa Konsumsi Penggunaan Bahan Bakar Campuran Biodiesel Jarak Pagar dan Solar pada Boiler. Alkimia, 1(1), 37-42

Pérez, L., Salgueiro, J.L., González, J., Parralejo, A.I., Maceiras, R., Cancela, A. 2017, Scaled up from indoor to outdoor cultures of Chaetoceros gracilis and Skeletonema costatum microalgae for biomass and oil production, Biochemical Engineering Journal, 127(15), 180-187

Pratiwi, A.R., Syah, B., Hardjito, L., Panggabean, L.M.G., dan Suhartono, M.T., Hayati, (2009) Fatty acid synthesis by Indonesian marine diatom, Chaetoceros gracilis. Journal Bioscience, 16(4),151- 156

Putri, T.W., Raya, I., Natsir, H. dan Mayasari, E., (2017) Fatty Acid Extraction of Skeletonema costatum by Using Avocado Oil as Solvent and Its Application as an Anti-Aging Cream, Oriental Journal Of Chemistry, 33(6), 2848-2857.

Rengga, W.D.P., Handayani, P.A., Kadarwati, S., Feinnudin, A. (2015). Kinetic Study on Catalytic Cracking of Rubber Seed (Hevea brasiliensis) Oil to Liquid Fuels, Bulletin of Chemical Reaction Engineering & Catalysis, 10(1), 50-60.

Rismiarti, Z.,, Yuniati, Y.,dan Alfanaar, R. (2016) Penerapan Metode Sonikasi terhadap Adsorpsi Fe (III) pada Zeolit Alam Teraktivasi, Alchemy, 5(2), 63-68.

Salamah, S. (2014) Kinetika Reaksi Esterifikasi Minyak Biji Kapuk pada Pembuatan Biodiesel Shalmashi, A. (2009) Ultrasound‐ Assisted Extraction of Oil from Tea Seeds, Journal of Food Lipids, 16(4), 465-474.

Sharmin, T., Hasan, CMM, Aftabuddin, S., Rahman, M.A. Khan, M. 2016. Growth, Fatty Acid, and Lipid Composition of Marine Microalgae Skeletonema costatum Available in Bangladesh Coast:

Consideration as Biodiesel Feedstock, Journal of Marine Biology, 6832847, 1-8.

Widianingsih, Hartati, R., Endrawati, H., Mamuaja, J.

(2013) Fatty acid composition of marine microalgae in Indonesia, Journal of Tropical Biology and Conservation, 10, 75-82.

Widyastuti, C.R., dan Dewi C.D. (2015) Sintesis Biodiesel dari Minyak Mikroalga Chlorella Vulgaris Dengan Reaksi Transesterifikasi Menggunakan Katalis KOH. Jurnal Bahan Alam Terbarukan, 4(91) 29-33.

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah melakukan proses ekstraksi biji melinjo kerikil berbantu gelombang ultrasonik yang dilakukan pada berbagai suhu ekstraksi,

memperbaiki konversi minyak tanaman menjadi biodiesel. Faktor yang mempengaruhi laju reaksi pada penerapan gelombang ultrasonik untuk pengolahan biodiesel adalah peningkatan

METODE PENGAMBILAN MINYAK JAHE DENGAN VARIASI JUMLAH PENAMBAHAN SOLVENT DAN SUHU DALAM RIMPANG JAHE MERAH.. MENGGUNAKAN EKSTRAKSI

Hasil ekstraksi minyak nabati sulit untuk memisahkan dengan mediumnya yaitu air karena hasil minyak nabati yang dihasilkan dari mikroalga tidak memisah maka itu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intensitas daya gelombang mikro dan waktu reaksi terhadap rendemen dan kualitas biodiesel dari bahan minyak jelantah dengan

Ekstraksi menggunakan pelarut etanol p.a memberi yield minyak lebih tinggi dibandingkan dengan yield yang diperoleh saat menggunakan pelarut HCl Yield minyak

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh variabel rasio bahan baku-pelarut, daya dan waktu proses ekstraksi tanin dari kulit bawang putih dengan bantuan gelombang

Percobaan ini bertujuan untuk mengekstraksi pektin dari limbah kulit jeruk dengan metode ekstraksi gelombang ultrasonik dan mengetahui pengaruh konsentrasi