Kelompok Ikhwan as-Shafa', kelompok pemikir Islam yang berpusat di Basra yang sebenarnya dan formal sudah ada pada abad ke-4 H/10 M, tampaknya punya. TIDAK. (373 H/983 M),46 signifikansinya dalam upaya penelitian epistemologi atau teori ilmu pengetahuan menurut islam. Pentingnya pemikiran epistemologis Ikhwan as-Shafa dalam banyak hal telah ditunjukkan oleh Osman Bakar, misalnya52 dengan kutipan-kutipan yang berkaitan dengan sikap optimisnya dalam upaya membangun ilmu atau ilmu pengetahuan Islam. Hal inilah yang juga akan berdampak pada kurangnya pemahaman mereka terhadap pemikiran epistemologis Ikhwan as-Shafa, kecuali jika dibatasi hanya pada penjelasan parsial dan abstraksi yang tidak lengkap.
Selama ini kita menemukan berbagai pandangan dan pembenaran mengenai jati diri Ikhwan as-Shafa', tentunya mengenai pandangan mereka terhadap teori ilmu (epistemologi) yang tidak hanya berbeda, tetapi juga seringkali saling bertentangan (kontradiksi). Berbeda bahkan bertentangan dengan pandangan tersebut, ditemukan juga pendapat-pendapat yang membenarkan Ikhwan as-Shafa'. Pandangan dan pembenaran Ikhwan as-Shafa' sebagai Neo-Platonis di atas berimplikasi pada pemahaman bahwa teori ilmu Ikhwan as-Shafa' dapat dikatakan lebih dekat dengan mazhab rasionalisme.
13 Bahkan penghayatan kuat Ikhwan as-Shafa terhadap pentingnya peran indra, 69 dan kemudian penggunaan metode induksi, 70 jelas semakin menegaskan identitas mereka karena lebih dekat dengan pandangan aliran pemikiran empiris. Nuansa akomodasionis ini dapat ditelusuri lebih jauh pada renungan Ikhwan as-Shafa mengenai epistemologi, khususnya mengenai sumber dan metode ilmu pengetahuan. Merujuk pada pendapat Ikhwan as-Shafa' yang membagi akal (akal) menjadi akal bawaan (al-'aql al-gharizi) dan akal budi (al-'aql al-muktasab),81 kemudian thariq al-.
Dari uraian panjang di atas dapat dipahami bahwa Ikhwan as-Safa' memang mempunyai pemikiran filosofis tentang epistemologi atau teori ilmu pengetahuan, bahkan nampaknya mereka menaruh perhatian yang serius terhadapnya.
Tujuan dan Nilai Guna Studi
Selain itu, tulisan ini dapat menjadi titik tolak dan motivasi untuk lebih mengenal keberadaan Ikhwan as-Shafa', khususnya dalam posisinya sebagai kelompok pemikir Islam. Relevansi penelitian ini dengan situasi saat ini adalah untuk meningkatkan kesadaran umat Islam terhadap khazanah dirinya, khususnya yang berkaitan dengan epistemologi atau epistemologi. Kesadaran tersebut pada gilirannya akan meningkatkan semangat umat Islam untuk menggali lebih dalam teori ilmu pengetahuan dalam Islam, terutama untuk menjawab kebutuhan mendesak umat manusia khususnya umat Islam saat ini, mengenai perlunya sistem epistemologis baru (Islam) sebagai alternatif setelahnya. epistemologi ilmiah modern semakin merasakan dampak destruktifnya terhadap kehidupan manusia.
Memposisikan Studi Terdahulu
Memang dalam karya ini telah disinggung keberadaan jiwa manusia menurut pandangan Ikhwan as-Shafa' – aspek kemanusiaan yang erat kaitannya dengan epistemologi, namun karena orientasi kajiannya lebih ditujukan untuk memahami dan menjelaskan secara komprehensif konsepsi manusia dalam pandangan Ikhwan as-Shafa', maka informasi tentang epistemologi yang dapat diperoleh dari uraian buku ini hanya bersifat parsial dan minim. Kedua, kitab “Al-Falsafah as-Siyasiyyah ‘inda Ikhwan as-Shafa’”, karya Muhamad Farid Hijab. Buku yang diterbitkan pada tahun 1982 oleh Hai'ah al-Misriyyah, Kairo ini, sengaja disusun untuk menggambarkan konsepsi politik Ikhwan as-Shafa'.
Oleh karena itu, wajar jika tidak memuat uraian yang memadai tentang pemikiran Ikhwan as-Shafa dalam bidang epistemologi, meskipun sekilas menyinggung konsep kemanusiaan dalam pandangan Ikhwan as-Shafa'. Dari judulnya dapat diasumsikan bahwa karya ini lebih banyak membahas tentang konsep pendidikan (Islam) menurut Ikhwan as-Shafa'. Keempat, buku berjudul “Muslim Neoplatonists, an Introduction to the Thought of the Brethren of Purity (Ikhwan as-Shafa’)”, karya Ian Richard Netton, diterbitkan oleh Edinburgh University Press, Edinburgh, 1991.
Hanya saja, karena kitab tersebut, menurut penulis, sengaja dimaksudkan sebagai pengantar90 kajian dan pemahaman Ikhwan as-Shafa' lebih dalam dan komprehensif, maka uraian dalam kitab tersebut cenderung singkat, dan masih ada. banyak sisi Ikhwan as-Shafa.-Shafa' yang tertinggal, tentu saja termasuk dalam bidang epistemologi. Dari judulnya dapat diasumsikan bahwa fokus disertasinya adalah menjelaskan pemikiran dan pandangan para Ikhwan as-Shafa' dalam bidang pendidikan sebagaimana tertuang dalam magnum opusnya yakni Rasa'il Ikhwan as-Shafa'. . Dengan demikian, dapat dipahami bahwa meskipun saat ini terdapat beberapa karya yang memuat kajian tentang Ikhwan as-Shafa', baik dalam bentuk kitab (kitab) maupun disertasi, namun secara khusus karya tersebut hanya memuat kajian tentang pemikiran epistemologis Ikhwan as- Shafa' – setahu penulis – tidak pernah ada, apalagi yang ada di Indonesia.
Meskipun demikian, beberapa data dari penelitian-penelitian terdahulu sungguh bermanfaat bagi penulis untuk memperluas wawasannya mengenai keberadaan Ikhwan as-Shafa', khususnya yang masih relevan dan berkaitan dengan pemikiran epistemologisnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Berbeda dengan penelitian-penelitian yang telah ada dan pernah dilakukan sebelumnya, penelitian ini sengaja menitikberatkan pada epistemologi atau teori ilmu pengetahuan Ikhwan as-Shafa. Pengertian Metode Kajian Epistemologi Ikhwan as-Shafa Kajian kualitatif ini mengambil model kajian akhlak sekaligus.
Memahami Metode Studi Epistemologi Ikhwan as-Shafa Studi kualitatif ini mengambil model kajian tokoh sekaligus
21 karya tulis yang mengandung gagasan sekunder yaitu dokumen tertulis dalam berbagai bentuk (buku, kamus, ensiklopedia, jurnal ilmiah, terbitan berkala dan sejenisnya) yang tidak disusun oleh Ikhwan as-Shafa', tentunya bahan kajiannya masih berkaitan dan relevan. dengan tema artikel penelitian ini. Sumber data primer tentunya adalah kitab Rasa’il Ikhwan as-Shafa’, sebuah karya asli yang ditulis secara intelektual yang terdiri dari empat jilid besar dari Ikhwan as-Shafa’ itu sendiri, yang merupakan bahan bibliografi pertama yang ditelusuri oleh penulis. . Implementasinya dilakukan dengan menelaah seluruh informasi yang penulis peroleh dari masing-masing sumber, kemudian menghubungkan dan membandingkannya dengan hasil dari sumber lain bahkan mengkritiknya, sehingga diperoleh hasil pemahaman yang tidak hanya mendalam tetapi juga kritis terhadap penelitian. pemikiran epistemologis Ikhwan as-Shafa' tercapai.
Lebih dari itu, karena penelitian ini juga bertujuan untuk melihat posisi filosofis Ikhwan as-Shafa dalam kaitannya dengan pemikiran epistemologisnya, maka dalam analisisnya perlu juga menggunakan metode analisis tipologis,99 yaitu metode yang berangkat dari. dari konstruksi teori tertentu yang disebut tipologi, dan data yang dikumpulkan dikategorikan menurut teori tersebut. Karena penelitian ini bermaksud tidak hanya menyajikan atau mendeskripsikan petikan saja, namun juga diskusi dan kritik, maka penulis melakukan diskusi dan kritik terhadap gagasan utama Ikhwan as-Shafa mengenai epistemologi. Lihat Haidar Bagir dan Zainal Abidin, dalam pengantar Mahdi Gulsyani, Filsafat Ilmu Menurut Al-Qur'an, hal.
47 Judul lengkap karya ini adalah: Rasa'il Ikhwan as-Shafa' wa Khullan al-Wafa', terdiri dari empat jilid besar. 50Dalam konteks ini, Ian Richard Netton pernah berkata: Belum pernah ada karya modern berbahasa Inggris yang disajikan secara khusus untuk mengkaji Ikhwan as-Safa'. Lihat, Ian Richard Netton, Muslim Neoplatonis sebuah Pengantar Pemikiran Ikhwan as-Shafa') (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1991), hal.
51 Harun Nasution misalnya, yang diakui sebagai pakar filsafat Islam di Indonesia, dalam karya-karyanya mengenai filsafat dan tasawuf, ternyata sama sekali tidak membahas tentang Ikhwan as-Shafa. 55 Mereka yang berpandangan demikian antara lain dapat ditangkap oleh: Ian Richard Netton melalui karyanya yang berjudul The Muslim Neoplatonists; Nurcholish Madjid, Cakrawala Peradaban Islam (Jakarta: Parmadina, 1997), hal. 60 Mengenai penyebutan nama-nama tersebut sebagai tokoh aliran rasionalisme, lihat antara lain: Paul Edwards (ed.), The Encyclopedia of Philosophy, vol.
61 Apresiasi terhadap Plato sebagai salah satu penggagas aliran epistemologi rasionalis antara lain dapat dilihat pada: 73 Apresiasi terhadap Francis Bacon sebagai salah satu pendiri aliran empirisme antara lain dapat dilihat pada: Hopkin dan Avrum Stroll, Filsafat Dibuat Sederhana, hal.
74 Penghargaan terhadap Aristoteles sebagai penggagas empirisme antara lain dapat ditemukan dalam: Muhamad Abu Hamdan, Al-Falasifah wa al-Fikr al-Islami, hal. 88 Hal ini setidaknya tercermin dalam ungkapan Ikhwan as-Shafa: al-maujudat ar-ruhani – materi pertama, jiwa universal dan akal aktif – ma yudraku bi al-'aql wa yutashawwaru bi al-fikr (Realitas spiritual atau non-fisik) adalah segala sesuatu yang dicatat oleh pikiran dan dikonsep oleh pikiran).