• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of ESTIMASI INTENSITAS RADIASI MATAHARI DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPRPAGATION DI KOTA JAYAPURA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of ESTIMASI INTENSITAS RADIASI MATAHARI DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPRPAGATION DI KOTA JAYAPURA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

44

ESTIMASI INTENSITAS RADIASI MATAHARI DENGAN

MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPRPAGATION DI KOTA JAYAPURA

Presli Panusuanan Simanjuntak1, Krisnandi Pandu Wibowo2

BMKG, Stasiun Klimatologi Kelas IV Bangka Belitung, Komplek Perkantoran Terpadu Bangka Tengah, Jalan Kartika I, Bangka Tengah, 33681, Indonesia

BMKG, Stasiun Pemantau Atmosfer Global Sorong, Sorong Utara, Kota Sorong, 98412, Indonesia E-mail: [email protected]

Abstrak

Indonesia bagian Timur memiliki potensi energi surya sangat besar. Untuk pemanfaatan energi ini, dibutuhkan data intensitas radiasi matahari yang dapat menggambarkan ketersediaan energi matahari yang dapat dimanfaatkan. Informasi ketersediaan energi matahari akan digunakan untuk pendugaan intensitas radiasi matahari, sehingga penggunaan energi matahari dapat optimal. Pada penelitian ini dilakukan pendugaan intensitas radiasi matahari Data yang digunakan untuk menduga intensitas radiasi matahari adalah suhu udara, kelembapan, lama penyinaran matahari, dan curah hujan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jaringan saraf tiruan (JST) dengan pelatihan backpropagation. Penelitian ini menggunakan variasi jumlah neuron dalam 1 hidden layer untuk mendapatkan kelompok terbaik berdasarkan nilai RMSE dan korelasi. Kelompok terbaik dari masing – masing simulasi pelatihan kemudian digunakan untuk melakukan pendugaan radiasi matahari.Hasil pendugaan untuk kota Jayapura memiliki nilai RMSE sebesar 1,970 kWh/m2 Radiasi matahari yang diterima wilayah jayapura memiliki potensi yang cukup tinggi untuk dimanfaatkan sebagai energi alternatif dengan nilai rata-rata radiasi bulanannya mencapai 4,5 kWh/m2

Kata kunci: radiasi matahari; pendugaan; JST; backpropagation; RMSE

Abstract

[Estimation of Solar Radiation Intensity Using Backppropagation Neural Network In Jayapura City] Eastern Indonesia has enormous potential for solar energy. For the utilization of this energy, data on the intensity of solar radiation is needed that can describe the availability of solar energy that can be utilized. Information on the availability of solar energy will be used to estimate the intensity of solar radiation, so that the use of solar energy can be optimal. In this study, the intensity of solar radiation was estimated. The data used to estimate the intensity of solar radiation were air temperature, humidity, duration of solar radiation, and rainfall. The method used in this study is an artificial neural network (ANN) with backpropagation training. This study uses variations in the number of neurons in 1 hidden layer to get the best group based on the RMSE value and correlation.

The best group from each training simulation is then used to estimate solar radiation. The estimation results for the city of Jayapura have an RMSE value of 1,970 kWh/m2. The solar radiation received in the Jayapura area has a high enough potential to be used as alternative energy with an average monthly radiation value of 4,5 kWh/m2.

Keywords: solar radiation; estimation; ANN; backpropagation; RMSE

PENDAHULUAN

Indonesia yang terletak di daerah khatulistiwa memiliki tingkat radiasi matahari yang cukup baik [1]. Indonesia yang berada dalam wilayah khatulistiwa mempunyai potensi energi surya yang cukup besar sepanjang tahunnya. Energi surya sangat berpotensi untuk dimanfaatkan secara langsung sebagai sumber energi alternatif [2]. Potensi energi surya di

Indonesia masih belum dimanfaatkan secara optimal. Di Indonesia energi surya baru dimanfaatkan untuk perumahan khususnya di wilayah terpencil yang jauh dari jaringan listrik pembangkit tenaga listrik [3].

Radiasi surya di Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi dua wilayah menurut distribusi penyinarannya yaitu kawasan barat dan timur Indonesia. Kawasan Barat Indonesia

(2)

45 (KBI) sekitar 4,5 kWh/m/hari dengan variasi bulanan sekitar 10%; dan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan sekitar 9% [4]. Wilayah Papua memiliki potensi energi matahari sebesar 4,97 kWh/m2/hari sehingga sangat layak untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga surya [5].

Data radiasi surya yang biasanya diamati dan diukur oleh stasiun Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) umumnya adalah radiasi global dengan jumlah stasiun pengamatan yang terbatas, karena tidak semua stasiun BMKG mengamatinya. Hal tersebut disebabkan karena terbatasnya alat ukur radiasi surya yang dimiliki. Sehingga, untuk memenuhi ketersediaan data radiasi yang memadai, maka diperlukan suatu cara yang efektif dan efisien.

Salah satu diantaranya adalah dengan cara membuat model pendugaan berdasarkan data- data yang ada maupun menggunakan beberapa persamaan matematis serta data yang telah dipublikasikan oleh peneliti-peneliti radiasi surya terdahulu [6].

Penelitian yang berkaitan dengan pendugaan intensitas radiasi matahari telah banyak diterapkan seperti prediksi radiasi surya global bulanan kota Bandung menggunakan data lama penyinaran matahari [7], mengestimasikan intensitas radiasi matahari di wilayah kota Makassar [8], mengestimasikan radiasi surya global harian di Indonesia dengan artificial neural network [9], mengestimasikan radiasi surya global menggunakan lama penyinaran matahari di Spanyol [10].

Penerapan artificial intellegence sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti untuk memudahkan dalam hal pendugaan, seperti contohnya penerapan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) untuk prakiraan cuaca, prakiraan tinggi gelombang, prakiraan terjadinya hujan dan lain- lain yang berhubungan dengan meteorologi.

Prediksi radiasi matahari dengan menggunakan JST telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti dan mendapatkan hasil yang cukup akurat. Prediksi radiasi matahari dengan menggunakan JST di beberapa wilayah Indonesia dan mendapatkan hasil akurasi yang cukup baik yaitu pendugaan radiasi matahari menggunakan JST dan mendapatkan nilai akurasi sebesar 96,531% [6]. Di Spanyol, pendugaan radiasi matahari dilakukan dengan JST JST dan mendapatkan nilai error yang cukup kecil yaitu sebesar 0,008% [11].

Metode JST juga lebih baik dibandingkan metode statistik seperti Autoregressive-Moving Average (ARMA) dalam melakukan pendugaan [12].

Backpropagation merupakan salah satu algoritma pembelajaran dalam JST yang paling umum digunakan dan memiliki keakuratan yang tinggi [13]. Model jaringan ini banyak digunakan untuk proses pengenalan pola dan prediksi dengan tingkat akurasi yang cukup baik [14].

Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini dilakukan untuk membuat model estimasi besaran radiasi matahari menggunakan JST backpropagation. Model JST ini akan menduga besaran pancaran radiasi matahari menggunakan data-data masukan hasil pencatatan stasiun BMKG di wilayah Jayapura yang dipengaruhinya, yaitu durasi penyinaran matahari, suhu udara, curah hujan dan kelembaban udara.

METODE PENELITIAN Lokasi dan data penelitian

Data hasil pengukuran intensitas radiasi tenaga surya di seluruh Indonesia yang sebagian besar dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan sisanya oleh BMKG dari tahun 1965 hingga 1995 menunjukkan jumlah intensitas radiasi matahari yang diterima di wilayah Jayapura sebesar 5.720 Wh/m per tahun. Kota Jayapura memiliki satu stasiun BMKG yaitu, Stasiun meteorologi dok II Jayapura. Ketiga stasiun tersebut tidak melakukan pengamatan terhadap unsur radiasi matahari. Sehingga dalam melengkapi ketersediaan data radiasi matahari peneliti menggunakan data Automatic Weather Station (AWS) dan Automatic Agroclimate and Weather Station (AAWS) yang terdapat di wilayah Jayapura yaitu AWS DIGI Dok II Jayapura dengan koordinat 2,5369 LS dan 140,716 BB. Untuk data prediktor yang digunakan yaitu data rata-rata harian dari parameter suhu, curah hujan, kelembaban, dan lama penyinaran matahari tahun 2009-2019 yang diperoleh dari Stasiun meteorologi dok II Jayapura.

Menghitung radiasi ekstraterestrial

Radiasi Ekstraterestrial atau radiasi luar angkasa adalah radiasi yang berada di atas atmosfer bumi yang dapat dihitung menggunakan rumus [15]:

(3)

46 𝑅𝑎= 37,6𝑑𝑟(𝜔𝑠𝑠𝑖𝑛𝜑 𝑠𝑖𝑛𝛿 𝑐𝑜𝑠𝜑 𝑐𝑜𝑠𝛿 𝑠𝑖𝑛𝜔𝑠) (1) dimana :

𝑑𝑟 : jarak relatif antara bumi dan matahari 𝛿 : sudut deklinasi matahari

𝜑 : letak lintang

𝜔𝑠 : sudut saat matahari terbenam Nilai sudut 𝜔𝑠 dihitung menggunakan rumus:

𝜔𝑠= 𝑐𝑜𝑠−1(𝑡𝑎𝑛 𝜑 𝑡𝑎𝑛 𝛿) (2) untuk menghitung jarak relatif 𝑑𝑟 dapat menggunakan persamaan:

𝑑𝑟= 1 + 0,033 𝑐𝑜𝑠 (3652𝜋𝐽) = 1 + 0,033 𝑐𝑜𝑠(0,0172𝐽) (3) besarnya 𝛿 dapat dihitung

𝛿 = 0,409(3652𝜋𝐽 − 1,39) = 0,409 𝑠𝑖𝑛(0,0172𝐽 − 1,39) (4) nilai (0,0172𝐽) pada persamaan (3) dan (0,0172𝐽 − 1,39) pada persamaan (4) dalam radian. Secara sistematis, besarnya nilai J dapat dihitung dengan:

𝐽 = 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑔𝑒𝑟 (275𝑀

9 − 30 + 𝐷) − 2 (5) dengan 𝑀 adalah bulan (1-12) dan 𝐷 adalah hari/tanggal dalam bulan (1-31). Jika tahun normal dan 𝑀<3, J ditambah nilai 2 sedangkan jika tahun kabisat dan 𝑀>2, ditambah nilai 1.

Jaringan syaraf tiruan

Model jaringan syaraf tiruan (JST) yang diterapkan untuk memprediksi radiasi matahari, proses pembelajaran (training) yang digunakan adalah penjalaran balik (backpropagation). Data masukan (input) untuk pembelajaran adalah durasi penyinaran matahari, suhu udara, curah hujan dan kelembaban udara. Radiasi matahari hasil perhitungan model sebagai keluaran (output).

Gambar 1. Skema Pembelajaran JST Backpropagation

Pelatihan backpropagation meliputi 3 fase. Ketiga fase tersebut adalah propagasi maju, propagasi mundur dan perubahan bobot.

Ketiga fase tersebut akan diulang–ulang hingga kondisi penghentian terpenuhi. Umumnya

kondisi penghentian yang sering dipakai adalah jumlah iterasi atau kesalahan.

a. Fase 1: Propagasi maju

Selama propagasi maju, sinyal masukan dipropagassikan ke layar tersembunyi menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Keluaran dari setiap unit layar tersembunyi tersebut selanjutnya dipropagasikan maju ke layar tersembunyi diatasnya menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan sehingga menghasilkan keluaran jaringan. Keluaran di semua unit tersembunyi.

𝑧 𝑛𝑒𝑡 = 𝑏 + ∑𝑛𝑖=1𝑥𝑤 (6) 𝑧 = 𝑓(𝑧 𝑛𝑒𝑡) = 1

1+𝑒−𝑧 𝑛𝑒𝑡 (7) dimana :

𝑏 : bias 𝑥 : input 𝑤 : bobot

𝑧 : nilai lapisan tersembunyi b. Fase 2: Propagansi mundur

Berdasarkan kesalahan target dikurangi hasil output, dihitung faktor 𝛿 yang dipakai untuk mendistribusikan kesalahan ke unit lapisan tersembunyi ke semua unit tersembunyi yang terhubung langsung dengan hasil output. Selain itu, 𝛿 juga digunakan untuk mengubah bobot garis yang berhubungan langsung dengan unit keluaran. Hitung faktor unit 𝛿 keluaran berdasarkan kesalahan di setiap unit:

𝛿 = (𝑡 − 𝑘)𝑓′(𝑦 𝑛𝑒𝑡) = (𝑡 − 𝑦)𝑦(1 − 𝑦) (8) dimana :

𝛿 : kesalahan unit 𝑡 : target

𝑦 : hasil keluaran

Hitung suku perubahan bobot dengan laju percepatan (𝛼):

∆𝑤 = 𝛼𝛿𝑧 (9)

Hitung faktor 𝛿 unit tersembunyi berdasarkan kesalahan di setiap unit tersembunyi

∆𝑛𝑒𝑡 = ∑𝑚𝑘=1𝛿𝑤 (10) Faktor 𝛿 unit tersembunyi

𝛿 = 𝛿 𝑛𝑒𝑡 𝑓′(𝑧 𝑛𝑒𝑡) = 𝛿 𝑛𝑒𝑡 𝑧(1 − 𝑧) (11) Hitung suku perubahan bobot

∆𝑤 = 𝛼𝛿𝑥 (12)

c. Fase 3: Perubahaan bobot

Hitung perubahan bobot garis yang menuju ke unit keluaran:

𝑤𝑦(𝑏𝑎𝑟𝑢) = 𝑤𝑦(𝑙𝑎𝑚𝑎) + ∆𝑤𝑦 (13) Hitung perubahan bobot garis yang menuju unit tersembunyi:

(4)

47 𝑤𝑧(𝑏𝑎𝑟𝑢) = 𝑤𝑧(𝑙𝑎𝑚𝑎) + ∆𝑤𝑧 (14)

Pada penelitian ini digunakan 8 model arsitektur jaringan syaraf buatan yang sebelumnya sudah pernah digunakan [9].

Beberapa kelompok arsitektur jaringan syaraf tiruan yang akan di uji memiliki jumlah neuron yang berbeda pada hidden layer berdasarkan data input yang dipilih sebagai prediktor.

Kelompok arsitektur jaringan dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Kelompok arsitektur jaringan Kelompok Arsitektur Model Arsitektur

1 5-31

2 5-4-1

3 5-5-1

4 5-6-1

5 5-7-1

6 5-8-1

7 5-9-1

8 5-10-1

Simulasi pendugaan dilakukan untuk membuat model pendugaan radiasi matahari dengan mempertimbangkan aspek waktu. Data intensitas radiasi matahari akan digunakan sebagai data target. Pembuatan model pendugaan dilakukan dengan menggunakan data dari tahun 2019 sebagai data latih untuk membuat model estimasi. Setelah didapatkan model pendugaan, selanjutnya data tahun 2020 akan digunakan sebagai data uji. Simulasi dilakukan untuk menghasilkan data intensitas radiasi.

Perhitungan RMSE dan koefisien korelasi Hubungan antara 2 variabel, dimisalkan 𝑥 dan 𝑦, terdiri dari 2 jenis, yaitu positif dan negatif. Hubungan dikatakan positif jika kenaikan 𝑥 diikuti kenaikan 𝑦 atau sebaliknya penurunan 𝑥 diikuti penurunan 𝑦. Sedangkan, hubungan dikatakannegatif jika kenaikan 𝑥 diikuti oleh penurunan 𝑦 atau sebaliknya penurunan 𝑥 diikuti kenaikan 𝑦. Kekuatan hubungan antara kedua variabel jika dinyatakan dalam fungsi linear maka dapat diukur dengan suatu nilai yang disebut koefisien korelasi [16].

Nilai koefisien korelasi berada pada rentang 1 dan -1.

Semakin mendekati 1 atau -1, maka hubungan kedua variabel semakin kuat.

Analisis korelasi dilakukan untuk melihat seberapa kuat hubungan antara radiasi matahari yang dihasilkan oleh perhitungan model dengan radiasi matahari hasil pengukuran. Semakin

kuat korelasinya, maka akan semakin baik model yang digunakan [16]. Persamaan matematika untuk mencari koefisien 𝑟 adalah sebagai berikut.

𝑟 = 𝑛 ∑𝑛𝑖=1𝑥𝑖𝑦𝑖−∑𝑛𝑖=1𝑥𝑖𝑛𝑖=1𝑦𝑖

√[𝑛 ∑𝑛𝑖=1𝑥𝑖2−(∑𝑛𝑖=1𝑥𝑖)2][𝑛 ∑𝑛𝑖=1𝑦𝑖2−(∑𝑛𝑖=1𝑦𝑖)2] (14) dimana:

𝑥𝑖 : variabel 1 𝑦𝑖 : variabel 2 𝜑 : letak lintang 𝑛 : jumlah data

Root Mean Square Error (RMSE) adalah metode alternatif untuk mengevaluasi teknik peramalan yang digunakan untuk mengukur tingkat akurasi hasil prakiraan suatu model.

RMSE merupakan nilai rata-rata dari jumlah kuadrat kesalahan, juga dapat menyatakan ukuran besarnya kesalahan yang dihasilkan oleh suatu model prakiraan. Persaman RMSE [17] dirumuskan sebagai berikut:

𝑅𝑀𝑆𝐸 = √∑ (𝑋𝑛𝑖 𝑡−𝐹𝑡)2

𝑛 (15) dimana :

𝑥𝑡 : nilai aktual pada waktu ke-t 𝐹𝑡 : nilai dugaan pada waktu ke-t 𝑛 : jumlah data

HASIL DAN PEMBAHASAN Pelatihan jaringan syaraf tiruan

Simulasi pelatihan di kota Jayapura dilakukan dengan menggunakan data observasi pada tahun 2019 untuk membuat model pendugaan radiasi matahari tahun 2019. Jumlah data yang digunakan untuk pelatihan model di kota Jayapura yang memenuhi kriteria yaitu sebanyak 197 data. Berdasarkan delapan kelompok arsitektur yang telah diberikan, dihasilkan nilai RMSE dan koefisien korelasi untuk masing-masing model arsitektur.

Gambar 2. Hasil Pelatihan JST

Backpropagation di Jayapura

(5)

48 Berdasarkan hasil pelatihan dari 8 kelompok arsitektur didapatkan bahwa kelompok arsitektur 8 merupakan kelompok terbaik. Hasil keluaran pelatihan jaringan pelatihan 8 memiliki nilai RMSE terkecil dan koefisien korelasi terbesar dari semua kelompok arsitektur jaringan. Hasil keluaran pelatihan jaringan arsitektur 8 dibandingkan dengan nilai radiasi hasil observasi memiliki nilai RMSE sebesar 1,520. Nilai tersebut menunjukkan hasil pelatihan memiliki kesalahan dalam memprediksi target yang diberikan dalam pelatihan sebesar 1,52 kWh/m2, sedangkan untuk nilai rata-rata koefisien korelasi sebesar 0,615. Nilai tersebut bermakna bahwa nilai radiasi dengan hasil output dari jaringan syaraf tiruan model arsitektur 8 memiliki korelasi yang kuat.

Pengujian jaringan syaraf tiruan

Berdasarkan delapan kelompok arsitektur yang telah diberikan, dihasilkan nilai RMSE dan koefisien korelasi untuk masing- masing model arsitektur. Setelah dilakukan pelatihan, maka tahap selanjutnya adalah melakukan pengujian. Pengujian jaringan dilakukan untuk mengukur tingkat validasi apakah hasil ramalan dari model yang dibangun dari data pelatihan memang memberikan hasil yang baik atau tidak dengan menghitung nilai error pendugaan. Pengujian dilakukan menggunakan rancangan arsitektur terbaik yang telah diperoleh dari hasil pelatihan [18].

Pada simulasi Pengujian ini data yang digunakan berupa data bulan Januari hingga Juni tahun 2020. Data observasi selama bulan Januari hingga Juni tahun 2020 akan digunkan untuk melakukan pendugaan terhadap besarnya nilai radiasi matahari yang terjadi. Pengujian data menggunakan rancangan arsitektur terbaik yang telah diperoleh dari pelatihan yang telah dilakukan sebelumnya. Struktur jaringan yang digunakan bergantung dengan model arsitektur terpilih dari masing-masing stasiun. Hasil akurasi simulasi pengujian radiasi akan dibandingkan terhadap data radiasi tahun 2020 dengan cara menghitung nilai error-nya.

Gambar 3. Hasil Pengujian JST output dengan radiasi data observasi

Berdasarkan hasil pengujian model arsitektur 8 pada gambar di atas dapat dilihat bahwa nilai hasil keluaran model dengan nilai hasil observasi memiliki pola yang mirip.

Berdasarkan hasil perhitungan nilai RMSE dan koefisien korelasinya didapatkan bahwa nilai RMSE sebesar 1,970 dan koefisien korelasi sebesar 0,188.

Pendugaan rata-rata radiasi kota Jayapura Pendugaan rerata radiasi yang diterima dilakukan untuk mengetahui besarnya nilai rata-rata energi radiasi matahari. Pendugaan rata-rata radiasi matahari di kota Jayapura dilakukan dengan menggunakan model terpilih Model arsitektur 8 terpilih yang akan digunakan untuk menduga radiasi yang diterima dengan memasukkan data parameter selama periode 2009 – 2018 sehingga dapat mengetahui besarnya energi radiasi yang telah diterima selama 10 tahun terakhir.

Gambar 4. Rata-rata Radiasi Jayapura berdasarkan Model JST 2009-2018 Berdasarkan hasil pendugaan energi radiasi yang diterima kota Jayapura selama periode tahun 2009 – 2018 di atas diketahui bahwa nilai intensitas radiasi matahari

(6)

49 sepanjang tahun berubah-ubah. Intensitas radiasi matahari yang diterima cukup bervariasi sepanjang tahun. Intensitas radiasi matahari terbesar terjadi pada bulan Maret, Juni dan September dengan nilai radiasi hingga mencapai 4,8 kWh/m2. Sedangkan intensitas radiasi terendah terjadi pada bulan November yaitu sekitar 3,344 kWh/m2.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan bahwa pada tahun 2017 Rata-rata penduduk Indonesia mengonsumsi listrik sebesar 1.012 kilowatt jam (kWh) dalam setahun. Pada grafik didapatkan bahwa energi radiasi terendah memiliki energi radiasi yang lebih dari cukup yaitu sebesar 3,4 kWh/m2. Hal ini menunjukkan bahwa energi radiasi matahari apabila dimanfaatkan dengan maksimal maka dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik di wilayah kota Jayapura.

DAFTAR PUSTAKA

1 Sitorus TB, Napitupulu FH, Ambarita H. 2014. Korelasi Temperatur Udara dan Intensitas Radiasi Matahari Terhadap Performansi Mesin Pendingin Siklus Adsorpsi Tenaga Matahari. J.

Ilm. Tek. Mesin Cylind. 1(1): 8.

2 Septiadi D, Nanlohy P, Souissa M, Rumlawang FY. 2009. Proyeksi Potensi Energi Surya Sebagai Energi Terbarukan (Studi Wilayah Ambon Dan Sekitarnya). J. Meteorol. dan Geofis.

10(1): 22.

3 Rahardjo I, Fitriana I. 2005. Analisis Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Indonesia. Strategi Penyedian Listrik Nasional Dalam Rangka Mengantisipasi Pemanfaatan PLTU Batubara Skala Kecil, PLTN dan Energi Terbarukan. 43-52.

4 Widayana G. 2012. Pemanfaatan Energi Surya. J. Pendidik. Teknol. dan Kejuru.

9: .

5 Amin I, Harun N, Suyuti A. 2017. Studi Potensi Energi Terbarukan di Kawasan Timur Indonesia Berbasis Analisis RETScreen International. J. Insypro (Information Syst. Process. 2: 1.

6 Yanti N et al. 2019. Prediksi Radiasi Matahari Dengan Penerapan Metode

Elman Recurrent Neural Network.

12(November): 2579.

7 Utomo YS. 2017. Radiasi Surya Menggunakan Data Lpm (Lama Penyinaran Matahari). J. Mater. dan Energi Indones. 07(02): 21.

8 Octavianti A, Muliadi, Apriansyah.

2018. Estimasi Intensitas Radiasi Matahari di Wilayah Kota Makassar.

Prism. Fis. 6, No. 3(3): 152.

9 Rumbayan M, Nagasaka K. 2011.

Estimation of Daily Global Solar Irradiation in Indonesia with Artificial Neural Network (ANN) Method. Int. J.

Adv. Sci. Eng. Inf. Technol. 1: .

10 Almorox J, Hontoria Fernández C.

2004. Global solar radiation estimation using sunshine duration in Spain.

Energy Convers. Manag. 45: 1529.

11 Dorvlo ASS, Jervase JA, Al-Lawati A.

2002. Solar radiation estimation using artificial neural networks. Appl. Energy.

71(4): 307.

12 Flores JJ, Graff M, Rodriguez H. 2012.

Evolutive design of ARMA and ANN models for time series forecasting.

Renew. Energy. 44: 225.

13 Örkcü HH, Bal H. 2011. Comparing performances of backpropagation and genetic algorithms in the data classification. Expert Syst. Appl. 38(4):

3703.

14 Dewi C, Muslikh M. 2013.

Perbandingan Akurasi Backpropagation Neural Network dan ANFIS Untuk Memprediksi Cuaca. J. Sci. Model.

Comput. 1(1): 7.

15 Duffie J, Beckman WA. 1980. Solar Engineering of Thermal Processes Second Edition. NASA STI/Recon Tech. Rep. A. 81: 16591.

16 Supranto J. Statistik: Teori dan Aplikasi (Jilid 1) (Edisi 7). Erlangga. 2010.

17 Walpole R. Introduction of Statistics.

3rd Edition. Macmillan Publishing Company, New York. 1982.

18 Thoriq M. 2022. Peramalan Jumlah Permintaan Produksi Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Algoritma Backpropagation. J. Inf. dan Teknol.

1(2): 27.

Referensi

Dokumen terkait

| 05-04-2022 05-40 | Sous réserve de modifications techniques DX80G2M6-QC système de transmission radio – Topologie en étoile Passerelle Données techniques Type DX80G2M6-QC N°

The results presented in this table are the average on ten trials, with ten different 32.7~lOnetworks.The first entry of each box in the table indicates the average recognition rate,