Estimasi Emisi Metana dari Fermentasi Enterik Terhadap Potensi Pemanasan Global pada Sektor Peternakan Sapi Perah di
Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat
Ricky Fahrezy Ardiansyah1, Didin Agustian Permadi2
1,2Program Studi Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Nasional, Bandung Indonesia
*Koresponden email: [email protected]
Diterima: 11 Agustus 2022 Disetujui: 19 Agustus 2022
Abstract
Lembang District is one of the sub-districts in West Bandung Regency with the largest population of dairy cattle in West Java. an increase in the population of dairy cows will cause an increase in emissions that cause global warming. Methane is one of the greenhouse gas emissions produced from dairy cattle. Methane emissions from dairy cattle are produced when cattle burp and fart. In this study, the estimation of methane emissions from enteric fermentation uses the IPCC 2019 reference guidelines using tier 1 and tier 2. The results of calculations using tier 1 show that the highest methane emission from enteric fermentation is Sukajaya Village 8.0939 Gg CO2-eq/year and the highest is Sukajaya Village 8.0939 Gg CO2-eq/year. the lowest was Pangerwangi Village at 0.7057 Gg CO2-eq/year. Then the results of calculations using tier 2 based on local emission factors and development of emission factors show that the highest emission is Sukajaya Village at 4.8231 Gg CO2-eq/year using local emission factors, and 53.9276 Gg CO2-eq/year using development factors. emission. Meanwhile, the lowest methane emission is Pagerwangi Village at 0.0408 Gg CO2-eq/year using local emission factors. However, in the low calculation using the development of emission factors, the village that produces the lowest methane emissions is Wangunharja Village with emissions of 0.0495 Gg CO2-eq/year.
Keywords: West Bandung Regency, Lembang District, global warming, dairy cow, methane
Abstrak
Kecamatan Lembang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bandung Barat dengan jumlah populasi sapi perah terbanyak di Jawa Barat. Peningkatan populasi sapi perah akan menyebabkan terjadinya peningkatan emisi yang berpotensi menyebabkan pemanasan global. Metana merupakan salah satu emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari ternak sapi perah. Emisi metana dari ternak sapi perah dihasilkan saat ternak sendawa dan kentut. Pada penelitian ini, estimasi emisi metana dari fermentasi enterik menggunakan pedoman acuan IPCC tahun 2019 dengan menggunakan tier 1 dan tier 2. Hasil perhitungan menggunakan tier 1 menunjukan emisi metana dari fermentasi enterik yang paling tinggi adalah Desa Sukajaya sebesar 8,0939 Gg CO2-eq/tahun dan yang paling rendah adalah Desa Pangerwangi sebesar 0,7057 Gg CO2- eq/tahun. Kemudian hasil perhitungan menggunakan tier 2 berdasarkan faktor emisi lokal dan pengembangan faktor emisi menunjukan emisi yang paling tinggi adalah Desa Sukajaya sebesar 4,8231 Gg CO2-eq/tahun menggunakan faktor emisi lokal, dan 53,9276 Gg CO2-eq/tahun menggunakan pengembangan faktor emisi. Sedangkan emisi metana yang paling rendah adalah Desa Pagerwangi sebesar 0,0408 Gg CO2-eq/tahun menggunakan faktor emisi lokal. Namun, pada perhitungan menggunakan pengembangan faktor emisi, desa yang menghasilkan emisi metana paling rendah adalah Desa Wangunharja dengan emisi sebesar 0,0495 Gg CO2-eq/tahun.
Kata Kunci: Kabupaten Bandung Barat, Kecamatan Lembang, pemanasan global, sapi perah, metana
1. Pendahuluan
Pemanasan global menjadi masalah paling penting dan kritis yang sedang dihadapi oleh dunia saat ini. Peningkatan suhu bumi merupakan suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem yang diakibatkan oleh pemanasan global (global warming) [6]. Berdasarkan hasil laporan IPCC, pemanasan global menyebabkan proses perubahan iklim berjalan semakin cepat dan dampak-dampak perubahan iklim yang dirasakan semakin meluas pada berbagai aspek kehidupan masyarakat [15].
Berdasarkan [8], Indonesia telah menetapkan target untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% (unconditional) dan 41% (conditional). Target pengurangan emisi pada tahun 2030 secara nasional sebesar 834 juta ton CO2e pada target unconditional dan sebesar 1.081 juta ton CO2e pada target
conditional. CO2 merupakan sumber emisi GRK terbesar secara global yang menyumbang sebesar 65%
dari penggunaan bahan bakar fosil, dan sebesar 11% dari penggundulan hutan, pembukaan lahan untuk pertanian, dan degradasi tanah. Aktivitas pertanian, pengelolaan limbah, penggunaan energi dan pembakaran biomassa juga merupakan kegiatan yang menghasilkan emisi GRK sebesar 16% yaitu berupa emisi gas CH4. N2O merupakan gas rumah kaca terbesar ketiga yaitu sebesar 6%, gas ini bersumber dari aktivitas pertanian seperti pemupukan yang merupakan sumber utama emisi gas N2O. SisaGRK lainnya sebesar 2% adalah gas F-Gas yang meliputi HFC, PFC, dan SF6 berasal dari proses industri dan pendinginan.
Sektor pertanian sebagai salah satu konstributor GRK terbagi atas dua kategori emisi, yaitu emisi dari aktivitas peternakan, dan emisi dari sumber agregat dan sumber emisi non-CO2 pada lahan.
Berdasarkan Kementerian Lingkungan Hidup [7], sektor peternakan menghasilkan emisi gas CH4, dan N2O.
Emisi gas CH4 berasal dari fermentasi enterik ternak dan pengelolaan kotoran ternak, sedangkan emisi N2O hanya berasal dari pengelolaan kotoran ternak. Sektor peternakan berkontribusi dalam total emisi GRK secara nasional di bawah 2%. Upaya penambahan populasi ternak merupakan salah satu program pemerintah untuk pemenuhan protein hewani di Indonesia yang mengakibatkan konstribusi emisi GRK dari sektor peternakan akan terus meningkat seiring dengan kebutuhan pangan masyarakat serta [1]. Menurut laporan dari [10] sapi merupakan penyumpang utama emisi gas rumah rumah kaca dari sektor petermakan.
Sapi memiliiki emisi gas rumah kaca sekitar 5,024 gigaton CO2 ekuivalen (CO2e), baik itu sapi potong maupun sapi perah. Emisi ini mencakup sekitar 62% dari total gas rumah kaca yang dihasilkan sektor peternakan di dunia.
Kabupaten Bandung Barat merupakan Kabupaten dengan jumlah populasi sapi perah terbanyak di Provinsi Jawa Barat sebanyak 39.433 ekor, tidak semua kecamatan di Kabupaten Bandung Barat terdapat sapi perah. Sapi perah hanya terdapat di dataran tinggi atau pegunungan salah satunya Kecamatan Lembang. Menurut [14], produktivitas ternak sapi perah dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu suhu dan kelembaban. Peranakan FH memiliki suhu udara ideal yaitu 18,3°C dan kelembaban udara 55%, produksi masih cukup baik bila suhu lingkungan meningkat sampai 21,1°C. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bandung Barat tahun 2018, kecamatan di Kabupaten Bandung Barat yang terdapat sapi perah yaitu Kecamatan Gununghalu sebanyak 23 ekor, Kecamatan Ngamprah sebanyak 2.761 ekor, Kecamatan Parongpong sebanyak 5.748 ekor, Kecamatan Cisarua sebanyak 7.821 ekor, dan Kecamatan Lembang sebanyak 22.817 ekor.
Kecamatan Lembang adalah kecamatan yang dipilih sebagai lokasi penelitian. Pemilihan lokasi ini dikarenakan, Kecamatan Lembang merupakan daerah dengan letak geografis yang berada di dataran tinggi dan mempunyai sumber daya alam yang melimpah serta mempunyai lahan yang subur sehingga daerah ini menjadi tempat yang strategis untuk sektor peternakan khususnya sapi perah. Kecamatan ini memiliki potensi emisi GRK, dikarenakan sebagian masyarakat berprofesi sebagai peternak dan merupakan daerah dengan populasi ternak sapi perah terbesar di Jawa Barat. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui estimasi emisi global warming potential dari sektor peternakan sapi perah di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat serta pengendaliannya.
2. Metode Penelitian
Tahapan penelitian tugas akhir ini meliputi studi literatur, pengumpulan data, dan pengolahan data.
Studi literatur yang digunakan dalam penelitian meliputi jurnal ilmiah, peraturan pemerintah, pedoman IPCC tahun 2019, dan sumber lain yang berkaitan dengan penelitian. Pengumpulan data terbagi menjadi 2 data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari jurnal, buku terkait penelitian, dan instansi- instansi terkait yaitu Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Bandung Barat, Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bandung Barat, KPSBU, dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat.
Sedangkan untuk data primer diperoleh dari kuesioner da wawancara terhadap peternak sapi perah di Kecamatan Lembang. Pengolahan data meliputi penentuan jumlah sampel, penentuan faktor emisi, emisi metana dari fementasi enterik, dan potensi pemanasan global dari emisi metana.
Perhitungan untuk penentuan besarnya sampel yang diambil menggunakan rumus slovin dengan tingkat kepercayaan 90%, sedangkan untuk teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling. Perhitungan penentuan sampel dengan rumus slovin menggunakan persamaan 1[13].
n= N
1+(N×e2) (1)
Dimana:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah peternak sapi perah
e = Presentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengambilan sampel yang masih bisa ditolerir, e = 0,1 (10%)
Tabel 1. Jumlah sampel penelitian
Desa/Kelurahan Jumlah Peternak Jumlah Sampel
Sukajaya 694 88
Cikole 274 74
Cibodas 468 83
Cibogo 400 80
Wangun Harja 61 38
Jayagiri 396 80
Cikahuripan 361 79
Langensari 90 48
Pagerwangi 73 43
Lembang 178 64
Suntenjaya 324 77
Sumber: Hasil analisa data (2022)
Penentuan faktor emisi metana dari fermentasi enterik terbagi menjadi 2 metode yaitu tier 1 menggunakan faktor emisi default dari pedoman IPCC 2019 dan tier 2 menggunakan faktor emisi lokal dan pengembangan faktor emisi. Faktor emisi default IPCC dapat dilihat pada Tabel 2, sedangkan faktor emisi lokal dapat dilihat pada Tabel 3. Dalam pengembangan faktor emisi diperlukan faktor konversi metana dan gross energy. Persamaan yang digunakan untuk pengembangan faktor emisi dapat dilihat pada persamaan 2.
EF=GE×(
Ym 100)×365
55,65 (2)
Dimana:
EF = Faktor emisi (Kg CH4/ekor/tahun) GE = Konsumsi energi bruto (MJ/ekor/hari)
Ym = Faktor konversi metana, persen energi kotor dalam pakan yang diubah menjadi metana 55,65 = Kandungan energi metana (MJ/kg CH4)
Tabel 2. Faktor emisi CH4 dari fermentasi enterik Jenis Ternak Sistem Produktivitas Faktor Emisi
(kg CH4/ekor/tahun) Penjelasan
Sapi Perah
Sistem Produktivitas Sedang 78 Produksi susu rata-rata 3.200 kg/ekor/tahun Sistem Produktivitas Tinggi 96 Produksi susu rata-rata 5.000
kg/ekor/tahun Sistem Produktivitas Rendah 71 Produksi susu rata-rata 2.600
kg/ekor/tahun Sumber: [4]
Tabel 3. Faktor emisi lokal CH4 dari fermentasi enterik Jenis Ternak Sub – kategori Fe untuk CH4 Fermentasi
(kg CH4/ekor/tahun) Sapi Perah
Anak (0 – 1 th) 16,55
Muda (1 – 4 th) 51,96
Dewasa (> 4 th) 77,14 Sumber: [11]
Perhitungan emisi CH4 dari fermentasi enterik membutuhkan data berupa populasi ternak dan faktor emisi.. Persamaan untuk menghitung emisi CH4 dari fermentasi enterik dapat dilakukan dengan persamaan 3.
ET=∑EF×(10N6)×28 (3)
Dimana:
ET = Emisi metana dari Fermentasi Enterik (Gg CH4/tahun) EF = Faktor emisi untuk populasi ternak (Kg CH4/ekor/tahun) N = Jumlah populasi ternak (Ekor)
28 = Nilai konversi ke CO2-ekuivalen 3. Hasil dan Pembahasan
Secara geografis, Kecamatan Lembang terletak pada koordinat 107°1’10’’BT - 107°4’40’’BT dan 60°3’73’’LS - 70°10’31’’LS. Kecamatan Lembang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat yang memiliki luas wilayah sebesar 95,56 km2 dengan jumlah penduduk 196.690 jiwa [3]. Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Lembang terdiri dari pertanian, perindustrian, listrik, PDAM, gas, perdagangan, angkutan, bank, jasa/PNS, TNI, polri, dan lainnya. Mata pencaharian penduduk terbanyak adalah pertanian termasuk didalamnya peternakan sebanyak 37.978 orang, sedangkan mata pencaharian penduduk paling sedikit adalah PDAM sebanyak 33 orang [2].
Populasi ternak sapi perah di Kecamatan Lembang yang terdapat di 11 (sebelas) desa berdasarkan data dari Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara dapat dilihat pada Tabel 4. Populasi ternak dibedakan menjadi 3 klasifikasi yaitu anak (jantan dan betina), muda, dewasa (jantan dan betina).
Tabel 4. Populasi ternak sapi perah di Kecamatan Lembang berdasarkan desa
No. Desa
Populasi Sapi Perah (Ekor) Anak
Muda Dewasa Total Sapi
Perah
Jantan Betina Jantan Betina
1. Pagerwangi 43 45 52 21 194 355
2. Langersari 45 48 73 312 42 520
3. Lembang 94 132 196 584 20 1026
4. Cikahuripan 242 170 286 999 53 1750
5. Sukajaya 282 613 578 1924 309 3706
6. Jayagiri 246 210 331 992 39 1818
7. Cibogo 231 338 319 1081 34 2003
8. Cikole 143 54 234 583 15 1029
9. Wangunharja 46 71 68 162 11 358
10. Cibodas 268 207 288 1119 96 1978
11. Suntenjaya 87 330 159 636 181 1393
Sumber: Hasil analisa data (2022)
Pada pengembangan faktor emisi memerlukan data ternak lebih spesifik untuk memperoleh faktor konversi metana dan konsumsi energi bruto seperti jenis sapi perah, klasifikasi ternak berdasarkan umur, produktivitas ternak, jenis pakan ternak, bobot badan ternak, rata-rata pertambahan bobot badan ternak harian, bobot badan ternak dewasa, rata-rata waktu yang dibutuhkan ternak untuk dipekerjakan, sistem pemeliharaan, rata-rata produksi susu harian, kandungan lemak susu, dan persentase pakan yang dicerna.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, jenis ternak sapi perah yang digunakan di Kecamatan Lembang adalah Friesian Holstein. Bobot ternak dan pertambahan bobot ternak harian berdasarkan umur ternak dan klasifikasinya dapat dilihat pada Tabel 5. Sedangkan untuk bobot dewasa menurut [5], sapi perah Friesian Holstein memili badan besar dengan bobot sapi jantan dewasa mencapai 1 ton, sedangkan bobot sapi betina dewasa 625 kg.
Tabel 5. Data bobot ternak dan pertambahan bobot ternak harian sapi perah berdasarkan umur Klasifikasi Sapi
Perah
Umur Ternak (tahun)
Bobot Ternak (kg)
Pertambahan Bobot Harian Ternak
(kg)
Anak 0-1 35 – 250 0,1 – 0,4
Muda 1-4 150 – 600 0,4 – 0,7
Dewasa >4 400 - 1000 0,7 - 1
Sumber: Hasil analisa data (2022)
Jenis pakan sapi perah yang digunakan peternak di Kecamatan Lembang berdasarkan hasil observasi dan wawancara terdiri dari rumput, ampas tahu, konsentrat, onggok, ampas bir, dan jerami. Berdasarkan [3], jenis pakan yang digunakan oleh peternak sapi perah Kecamatan Lembang termasuk pakan campuran dengan persentase pakan yang dicerna (DE) berkisar adalah 55%-80%. Menurut penelitian [12], ternak sapi
perah memiliki kecernaan pakan (DE) sebesar 60% , hal ini dikarenakan ternak ruminansia di Indonesia pada umumnya jenis pakan berbasis hijauan dengan suplemen konsentrat.
Konsumsi pakan ternak yang diberikan kepada ternak sapi perah tergantung dari bobot badan ternak.
Kebutuhan konsumsi pakan ternak erat kaitannya dengan produksi susu yang dihasilkan dan emisi yang dihasilkan. Produksi susu harian dan produksi susu tahunan dari peternak sapi perah yang berada di Kecamatan Lembang terdapat pada Tabel 6. Sedangkan untuk kandungan lemak susu berdasarkan penelitian [9], kandungan lemak susu pada sapi perah Friesian Holstein (FH) di peternakan KPSBU Lembang pada pemerahan pagi hari yaitu 3,63%, sedangkan pada pemerahan sore hari yaitu 3,88% . sehingga apabila di rata – ratakan kandungan lemak susunya yaitu 3,755%.
Tabel 6. Produksi susu di Kecamatan Lembang berdasarkan desa
No. Desa TPK Produksi Susu Rata-rata Produksi Susu
(liter/hari) (liter/hari) (kg/hari) (kg/ekor/tahun) 1. Pagerwangi Pagerwangi 1.905,50 1.905,50 1.956,95 2.903,60 2. Langersari Nyampay 3.521,00 3.521,00 3.616,07 3.428,22
3. Lembang Pencut 6.577,00 6.577,00 6.754,58 3.160,80
4. Cikahuripan Keramat 2.663,00
12.034,50 12.359,43 3.510,66
Pojok 9.371,50
5. Sukajaya
Barunagri 4.264,50
22.812,50 23.428,44 3.417,82 Citespong 3.638,00
Nagrak 4.582,50
Pamecelan 5.895,50 Pasar Kemis 4.432,00 6. Jayagiri
Genteng 3.873,50
10.527,00 10.811,23 2.982,69 Gunung Putri 4.637,00
Pasiripis 2.016,50
7. Cibogo Cibogo 2.459,50
12.790,50 13.135,84 3.424,70 Cilumber 10.331,00
8. Cikole Cibegug 6.743,50 6.743,50 6.925,57 3.094,04
9. Wangunharja Cikawari 1.647,00 1.647,00 1.691,47 2.684,29
10. Cibodas Cibodas 4.067,00
13.104,50 13.458,32 3.491,32
Manoko 9.037,50
11. Suntenjaya Suntenjaya 6.715,00 6.715,00 6.896,31 3.166,23 Sumber: Hasil analisa data (2022)
Sistem pemeliharaan ternak sapi perah di Kecamatan Lembang berdasarkan hasil observasi menggunakan sistem kandang (stall). Menurut hasil wawancara dengan peternak sapi perah di Kecamatan Lembang, sistem kandang atau stall dipilih karena keterbatasan lahan untuk gembala serta beralih fungsinya lahan menjadi perkebunan, objek wisata, bahkan perumahan.
Berdasarkan data-data yang telah diperoleh dari hasil observasi dan wawancara terhadap peternak sapi perah di Kecamatan Lembang, hasil perhitungan untuk faktor konversi CH4 dan gross energy dapat dilihat pada Tabel 7, sedangkan untuk pengembangan faktor emisi dapat dilihat pada Tabel 8, dan untuk estimasi emisi CH4 dari fermentasi enterik dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 7. Hasil perhitungan faktor konversi CH4 dan gross energy No. Desa Produksi Susu
(kg/ekor/hari) Ym
Gross Energy Anak
Muda Dewasa
Jantan Betina Jantan Betina
1. Pagerwangi 2,903.60 6.5 196,46 196,53 197,06 197,60 198,08 2. Langensari 3,428.22 6.5 362,59 362,66 363,20 363,73 364,21 3. Lembang 3,160.80 6.5 676,85 676,92 677,46 678,00 678,47 4. Cikahuripan 3,510.66 6.5 1238,07 1238,14 1238,68 1239,22 1239,69 5. Sukajaya 3,417.82 6.5 2346,43 2346,50 2347,04 2347,58 2348,05 6. Jayagiri 2,982.69 6.5 1083,05 1083,12 1083,66 1084,20 1084,67 7. Cibogo 3,424.70 6.5 1315,82 1315,89 1316,42 1316,96 1317,44 8. Cikole 3,094.04 6.5 693,97 694,04 694,58 695,12 695,59 9. Wangunharja 2,684.29 6.5 169,87 169,94 170,48 171,02 171,49 10. Cibodas 3,491.32 6.5 1348,11 1348,18 1348,72 1349,25 1349,73 11. Suntenjaya 3,166.23 6.5 691,04 691,11 691,65 692,19 692,66
Sumber: Hasil analisa data (2022)
Tabel 8. Hasil perhitungan pengembangan faktor emisi
No. Desa
Pengembangan Faktor Emisi Anak
Muda Dewasa
Jantan Betina Jantan Betina
1. Pagerwangi 83,75 83,78 84,01 84,24 84,44 2. Langensari 154,58 154,61 154,84 155,07 155,27
3 Lembang 288,56 288,59 288,82 289,05 289,25 4. Cikahuripan 527,82 527,85 528,08 528,31 528,51 5. Sukajaya 1000,34 1000,37 1000,60 1000,83 1001,03 6. Jayagiri 461,73 461,76 461,99 462,22 462,42 7. Cibogo 560,97 561,00 561,23 561,45 561,66 8. Cikole 295,86 295,89 296,12 296,35 296,55 9. Wangunharja 72,42 72,45 72,68 72,91 73,11 10. Cibodas 574,73 574,76 574,99 575,22 575,42 11. Suntenjaya 294,61 294,64 294,87 295,10 295,30
Sumber: Hasil analisa data (2022)
Tabel 9. Hasil perhitungan emisi CH4 dari fermentasi enterik di Kecamatan Lembang
No. Desa
Emisi CH4 dari Fermentasi Enterik FE
IPCC
FE Lokal Pengembangan FE
Anak
Muda Dewasa
Anak Muda Dewasa Jantan Betina Jantan Betina
1. Pagerwangi 0.7057 0.0408 0.0757 0.4644 0.1008 0.1056 0.1223 0.0495 0.4587 2. Langensari 1.1357 0.0431 0.1062 0.7646 0.1948 0.2078 0.3165 0.1824 1.3564 3. Lembang 2.7579 0.1047 0.2852 1.3046 0.7595 1.0666 1.5850 0.1619 4.7298 4. Cikahuripan 4.7040 0.1909 0.4161 2.2722 3.5765 2.5126 4.2289 0.7840 14.7835 5. Sukajaya 8.0939 0.4147 0.8409 4.8231 7.8987 17.1704 16.1937 8.6592 53.9276 6. Jayagiri 3.9705 0.2113 0.4816 2.2269 3.1804 2.7152 4.2817 0.5047 12.8442 7. Cibogo 5.3841 0.2637 0.4641 2.4083 3.6283 5.3093 5.0129 0.5345 17.0002 8. Cikole 2.7660 0.0913 0.3404 1.2916 1.1846 0.4474 1.9402 0.1245 4.8409 9. Wangunharja 0.7117 0.0542 0.0989 0.3737 0.0933 0.1440 0.1384 0.0225 0.3316 10. Cibodas 5.3169 0.2201 0.4190 2.6243 4.3128 3.3313 4.6367 1.5462 18.0291 11. Suntenjaya 3.7444 0.1932 0.2313 1.7647 0.7177 2.7225 1.3128 1.4956 5.2587
Sumber: Hasil analisa data (2022)
Berdasarkan Tabel 9, emisi metana dari fermentasi enterik menggunakan tier 1 dan tier 2 yang paling tinggi adalah Desa Sukajaya. Pada tier 1, emisi metana yang dihasilkan dari Desa Sukajaya sebesar 8,0939 Gg CO2-eq/tahun. Sedangkan pada tier 2 dengan menggunakan faktor emisi lokal dan pengembangan faktor emisi, emisi metana yang dihasilkan sebesar 4,8231 Gg CO2-eq/tahun pada klasifikasi ternak sapi perah dewasa dan 53,9276 Gg CO2-eq/tahun dan dewasa betina.
Selanjutnya untuk emisi metana dari fermentasi enterik menggunakan tier 1 dan tier 2 (faktor emisi lokal) yang paling rendah adalah Desa Pagerwangi. Emisi metana menggunaan tier 1 sebesar 0,7057 Gg CO2-eq/tahun. Sedangkan pada tier 2 dengan menggunakan faktor emisi lokal, emisi yang dihasilkan sebesar 0,0408 Gg CO2-eq/tahun pada klasifikasi ternak sapi perah anak. Berbeda dengan perhitungan emisi metana dari fermentasi enterik dengan pengembangan faktor emisi, desa yang menghasilkan emisi metana paling rendah adalah Desa Wangunharja pada klasifikasi ternak sapi perah dewasa jantan dengan emisi sebesar 0,0495 Gg CO2-eq/tahun. Hasil rekapitulasi untuk membandingkan total emisi yang dihasilkan menggunakan faktor emisi default IPCC, faktor emisi lokal, dan pengembangan faktor emisi dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Perbandingan total emisi metana dari fermentasi enterik Sumber: Hasil analisa data (2022)
Berdasarkan Gambar 1, hasil perbandingan total emisi metana dari fermentasi enterik yang terbesar menghasilkan emisi adalah menggunakan tier 2 dengan pengembangan faktor emisi sebesar 248,775 Gg CO2-eq/tahun, kemudian menggunakan tier 1 dengan faktor emisi default IPCC sebesar 39,291 Gg CO2- eq/tahun, dan yang terkecil adalah menggunakan tier 2 dengan faktor emisi lokal dengan emisi sebesar 25,906 Gg CO2-eq/tahun. Faktor yang mempengaruhi total emisi yang dihasilkan menggunakan 3 faktor emisi dikarenakan jenis pakan yang digunakan, produktivitas susu, dan sistem pemeliharaan ternak berbeda.
4. Kesimpulan
Perbandingan total emisi metana dari fermentasi enteric yang paling tinggi adalah perhitungan emisi menggunakan tier 2 dengan pengembangan faktor emisi sebesar 248,775 Gg CO2-eq/tahun, sedangkan yang terkecil adalah menggunakan tier 2 dengan faktor emisi lokal sebesar 25,906 Gg CO2-eq/tahun. Faktor yang mempengaruhi total emisi yang dihasilkan menggunakan 3 faktor emisi dikarenakan jenis pakan yang digunakan, produktivitas susu, dan sistem pemeliharaan ternak berbeda. Besar kecilnya emisi metana tergantung dari populasi ternak dan sistem produktivitas ternak. Semakin banyak populasi dan semakin baik sistem produktivitas ternak, maka emisi metana yang dihasilkan akan semakin tinggi. Sebaliknya, semakin sedikit populasi ternak dan semakin buruk sistem produktivitas, maka emisi metana yang dihasilkan akan semakin rendah. Selain populasi ternak dan sistem produktivitas ternak, pada tier 2 jenis pakan, faktor konversi metan, dan nilai gross energy berpengaruh pada besar dan kecilnya emisi yang dihasilkan.
5. Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada instansi-instansi terkait seperti Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Bandung Barat, Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bandung Barat, KPSBU, dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat yang telah membantu penulis dalam memberikan data peternakan sapi perah di Kecamatan Lembang, kepada para peternak sapi perah yang telah bersedia menjadi narasumber, semua unsur pendidik dan tenaga kependidikan Institut Teknologi Nasional Bandung.
6. Singkatan
IPCC Intergovernmental Panel On Climate Change
GRK Gas Rumah Kaca
MPV Monitoring, Pelaporan, Verifikasi
CO2 Karbon Dioksida
CH4 Metana
F-Gas Fluorin
HFC Hydrofluorocarbon
PFC Perfluorocarbon
39,291
25,906
248,775
0 50 100 150 200 250 300
lPCC Lokal Pengembangan
Gg CO2-eq/tahun
SF6 Sulfur Heksaflorida
FH Friesian Holstein
KPSBU Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara 7. Referensi
[1] Aldrian, E., Puspowardoyo, S., dan Haryanto, B, Emisi Gas Rumah Kaca dari Peternakan di Indonesia dengan Tier 2 IPCC. Jakarta: LIPI Press, 2019.
[2] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung Barat, Kecamatan Lembang Dalam Angka 2018.
Kabupaten Bandung Barat: Badan Pusat Statistik, 2018.
[3] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung Barat, Kecamatan Lembang Dalam Angka 2021.
Kabupaten Bandung Barat: Badan Pusat Statistik, 2021.
[4] Calvo Buendia, E., Tanabe, K., Kranjc, A., Baasansuren, J., Fukuda, M., Ngarize, S., Osako, A., Pyrozhenko, Y., Shermanau, P., dan Federici, S, 2019 Refinement to the 2006 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. Volume 4: Agriculture, Forestry and Other Land Use.
Chapter 10: Emissions from Livestock and Manure Management. Institute for Global Environmental Strategies (GES): IPCC, Switzerland, 2019.
[5] Erlita, Yuni. (2017), Jenis Pakan Ternak dan Kandungan Nutrisinya. Diakses pada 20 Maret 2022, dari https://sumbarprov.go.id/home/news/12361-jenis-pakan-ternak-dan-kandungan-nutrisinya.
[6] Freije, A. M., Hussain, T., dan Salman, E. A, "Global warming awareness among the University of Bahrain science students," Journal of the Association of Arab Universities for Basic and Applied Sciences, 22, 9-16, 2017.
[7] Kementrian Lingkungan Hidup, Pedoman Penyelengaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional Buku II Volume 3 Metodologi Penghitungan Tingkat Emisi dan Penyerapan Gas Rumah Kaca Pertanian, Kehutanan, dan Penggunaan Lahan Lainnya. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup, 2012.
[8] Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) dan Monitoring, Pelaporan, Verifikasi (MPV). Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, 2021.
[9] Nugraha, B. K, "Kajian kadar lemak, protein dan bahan kering tanpa lemak susu sapi perah Fries Holland pada pemerahan pagi dan sore di KPSBU Lembang," Students e-Journal, 5(4), 2016.
[10] Pahlevi, Reza. (2022). Emisi Gas Rumah Kaca untuk Hewan Ternak. Diakses pada 06 Juni 2022, dari https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/01/02/hewan-ternak-mana-yang-hasilkan- paling-banyak-emisi-gas-rumah-kaca.
[11] Puslitbangnak, Report National Green House Gases Inventory from Livestock. Bogor:
Puslitbangnak, 2016.
[12] Qurimanasari, E, Pendugaan Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Peternakan di Provinsi Jawa Barat. Bogor Agricultural University, 2011.
[13] Sugiyono, Metode Penilaian. Bandung: Alfabeta, 2001.
[14] Suherman, D., Purwanto, B., Manalu, W., dan Permana, I, "Model penentuan suhu kritis pada sapi perah berdasarkan kemampuan produksi dan manajemen pakan," Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 8(2), 121-138, 2013.
[15] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Pengesahan Paris Agreement to The United Nations Frameword Convention on Clime Change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim. Jakarta: Kementrian Sekertariat Indonesia.