• Tidak ada hasil yang ditemukan

ETIKA PROFESI HUKUM

N/A
N/A
21O2OO623@Karina Aprilia Rumapea

Academic year: 2025

Membagikan "ETIKA PROFESI HUKUM "

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KASUS ETIKA PROFESI HUKUM

“KASUS PERSELINGKUHAN HAKIM PENGADILAN NEGERI TERNATE MOHAMMAD REZA LATUCONSINA”

Dosen Pengampu: Dr. Vita Cita Emia Tarigan S.H.,L.LM

Disusun Oleh:

Karina Aprilia Rumapea 210200623

Grup G

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2022

(2)

Nama : Mohammad Reza Latuconsina Profesi: Hakim Pengadilan Negeri Ternate Kronologi kasus:

Pada 10 Oktober 2013 sekitar pukul 11.00 terjadi penggerebekan di rumah dinas hakim terlapor oleh masyarakat setempat. Dalam penggerebekan itu ditemukan seorang wanita yang bernama Sinta Ali yang sedang bersembunyi dalam kamar tidur hakim terlapor. Hakim terlapor pun mengaku tidak jujur terhadap bapak mertuanya atas kejadian itu. Namun Hakim PN Ternate itu terbukti melanggar sejumlah ketentuan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim lantaran berselingkuh dengan seorang panitera pengganti di PN Ternate.

Analisis kasus:

Dari kasus perselingkuhan hakim PN Ternate yang dilanggar yaitu pada nilai moral dan akhlak.

 Pengertian dari nilai adalah ukuran atau takaran benar dan salah. Namun dalam kasus ini seharusnya sebagai seorang hakim, M. Reza Latuconsina mengetahui ukuran untuk perbuatan yang salah dan benar tetapi kenyataannya Ia melakukan perbuatan yang jelas bahwa perselingkuhan itu salah.

 Pengertian dari moral adalah sikap dan perilaku yang mengatur hubungan dengan sesamanya, tetapi berlainan jenis dan atau yang menyangkut kehormatan pribadi. Namun dalam kasus ini M. Reza Latuconsina jelas telah melanggar moral bukan hanya sebagai manusia namun juga melanggar moral terhadap profesinya sebagai hakim. M. Reza Latuconsina yang telah menikah berselingkuh dengan wanita lain bahkan sempat tidak

(3)

mengakui perbuatannya menunjukkan pelanggaran moral karena tidak menghargai istrinya dan menurunkan kehormatan pribadinya sendiri.

 Pengertian akhlak, akhlak bukan sekedar menyangkut perilaku manusia yang bersifat perbuatan lahiriah saja akan tetapi meliputi juga mengenai ibadah dan hubungannya dengan Tuhan. Dari kasus tersebut dapat dilihat bahwa perilaku M. Reza Latuconsina telah melanggar akhlak karena apabila seseorang memiliki hubungan yang baik dengan Tuhannya maka Ia akan memiliki akhlak. Namun perselingkuhan yang dilakukan M. Reza Latuconsina merupakan perilaku yang tidak berakhlak sebagai karena sebagai seseorang yang beragama seharusnya tidak melakukan perselingkuhan dan setia kepada pasangannya.

Sedangkan sebagai seseorang yang berpendidikan dan berprofesi sebagai hakim yang seharusnya bisa menjaga akhlaknya dengan tidak melakukan perselingkuhan apalagi dilakukan di rumah dinasnya.

Analisis dari kasus terhadap pelanggaran dalam Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Berdasarkan kasus tersebut, terkait perselingkuhan hakim telah terikat perkawinan. Hal ini dapat dilaporkan ke Komisi Yudisial terkait pelanggaran Keputusan Bersama Ketua MA dan Ketua KY Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 02/SKB/P.KY/2009 Tahun 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (“KEPPH”) dan Peraturan Bersama Ketua MA dan Ketua KY Nomor 02/PB/MA/IX/2012 02/PB/P.KY/09/2012 Tahun 2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (“PB KEPPH”).

Prinsip-prinsip dasar yang dilanggar menurut Keputusan Bersama Ketua MA dan Ketua KY Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 02/SKB/P.KY/2009 Tahun 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (“KEPPH”) yaitu:

 Pada poin 3.1 mengenai Berperilaku arif dan bijaksana. Berperilaku arif dan bijaksana berarti mampu bertindak sesuai dengan norma-norma yang hidup dalam masyarakat baik norma-norma hukum, norma-norma keagamaan, kebiasaan-kebiasaan maupun kesusilaan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pada saat itu, serta mampu memperhitungkan akibat dari tindakannya. Dalam berperilaku arif dan bijaksana hakim wajib menghindari tindakan tercela.

(4)

 Pada poin 5.1 mengenai prinsip yaitu berintegritas tinggi. Integritas bermakna sikap dan kepribadian yang utuh, berwibawa, jujur, dan tidak tergoyahkan. Hakim yang berintegritas tinggi harus berperilaku tidak tercela.

 Pada poin 7.1 mengenai prinsip yaitu menjunjung tinggi harga diri. Hakim harus menjunjung tinggi harga diri dan menjaga kewibawaan serta martabat lembaga peradilan dan profesi baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Sedangkan pasal yang dilanggar oleh hakim Reza Latuconsina menurut Peraturan Bersama Ketua MA dan Ketua KY Nomor 02/PB/MA/IX/2012 02/PB/P.KY/09/2012 Tahun 2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (“PB KEPPH”), yaitu:

 Pasal 7 ayat (1) dan (2) huruf a, mengenai pengertian dasar berperilaku arif dan bijaksana dan kewajiban hakim menghindari perbuatan tercela.

 Pasal 9 ayat (4) huruf a, mengenai berperilaku berintegritas tinggi bagi seorang hakim yaitu hakim harus berperilaku tidak tercela.

 Pasal 11 ayat (3) huruf a, mengenai hakim harus menjaga kewibawaan serta martabat lembaga peradilan dan profesi baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Sanksi terhadap pelanggaran etika profesi tersebut:

Dalam putusannya, Majelis Kehormatan Hakim (MKH) menyatakan hakim terlapor terbukti melanggar SKB Ketua MA dan Ketua KY Tahun 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dan Peraturan Bersama (PB) Ketua MA dan Ketua KY Tahun 2012 tentang tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), khususnya poin hakim harus berperilaku jujur dan hakim wajib menghindari perbuatan tercela. Maka MKH menjatuhkan sanksi disiplin berat berupa hakim non palu 2 tahun dan tidak menerima tunjangan hakim selama menjalani hukuman tersebut

Analisis dari kasus terhadap pelanggaran dalam Pancasila

Berdasarkan kasus tersebut, terkait perselingkuhan hakim telah terikat perni. Apabila dikaitkan dengan nilai-nilai dalam sila Pancasila yang dilakukan oleh Hakim PN Ternate, M.Reza Latuconsina termasuk melanggar sila pancasila, yaitu:

 Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa.

(5)

Makna dari sila ini adalah nilai dari beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan keyakinan masing-masing. Namun Perbuatan perselingkuhan yang dilakukan oleh M.Reza melanggar nilai pada sila Ketuhanan Yang Maha Esa karena sebagai seseorang yang beriman dan bertakwa seharusnya paham bahwa di setiap agama mengajarkan mengenai kesetiaan. Sedangkan yang dilakukan oleh M.Reza Latuconsina, perselingkuhan dalam perkawinan merupakan bentuk ketidaksetiaan. Padahal makna perkawinan sudah jelas dijelaskan dalam Undang-Undang Perkawinan, bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari hal ini jelas perkawinan merupakan ikatan suci hanya antara seorang pria dan seorang wanita dan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

 Sila Kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab

Makna dari sila ini adalah nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada potensi hati nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan. Berdasarkan makna dari sila kedua ini, sikap dan tingkah laku yang dilakukan oleh M.Reza Latuconsina telah melanggar sila kedua karena perselingkuhan yang dilakukannya padahal sudah terikat ikatan perkawinan merupakan suatu sikap yang tidak bermoral dan sesuai dengan hati nurani manusia, serta melanggar norma dalam masyarakat.

Apabila M.Reza Latuconsina memiliki hati nurani, ia tidak akan mengkhianati istrinya dan memikirkan perasaan anak-anaknya.

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 2 ayat (2) PERMA Nomor 02 Tahun 2012 dikatakan bahwa apabila nilai barang atau uang tersebut bernilai tidak lebih dari Rp 2.500.000,-(dua juta lima ratus ribu rupiah) ketua

Jika dilihat pertimbangan Judex Factie dalam perkara putusan MA Nomor 238 K/Pid.Sus/2012, maka hakim mempergunakan yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 657 K/Pid/1987 tanggal 21 Maret

Basan/Baran yang berada di tempat instansi selain RUPBASAN Pasal 16 Peraturan Bersama Kapolri, Jaksa Agung, Pimpinan KPK, Menkumham, Ketua MA, Menteri Keuangan tanggal 3 Februari 2012