• Tidak ada hasil yang ditemukan

etika sembahyang umat hindu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "etika sembahyang umat hindu"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

HAKIKAT BHAKTI

Sraddha Sebagai Landasan Bhakti

Kata “Sradha” sendiri berasal dari akar kata “Srat” atau “Srad” yang berarti “hati” kemudian mendapat tambahan kata “dha” yang berarti “tempat/tempat”. Lebih lanjut Subagiasta (2006b: 48) menyatakan bahwa fungsi Sradha bagi setiap umat Hindu adalah: Pertama, sebagai kerangka dasar/landasan Dharma.

Pengertian dan Makna Bhakti

34;Monier-Williams Sansekerta-Inggris Kamus" (Universitas Cologne), kata "Bhakti" (diucapkan [bʱəkt̪i], berarti "pengabdian" atau "berbagi", yang dalam praktik agama Hindu berarti keterlibatan aktif seseorang dalam beribadah Yang Maha Kuasa Namun apapun bentuknya, kegiatan ritual umat Hindu tetap diyakini, dipahami dan dilaksanakan sebagai bentuk pengabdian.

Tingkatan Bhakti

Lebih lanjut Wiana menyatakan, umat Hindu yang tergolong parabhakti cenderung individualistis dalam mengamalkan ajaran agamanya guna meningkatkan kesadaran spiritual dibandingkan membangkitkan kemeriahan ritual. Apalagi tidak semua umat Hindu adalah aparabhakti pada semua tingkat kecerdasan (ilmu agama) dan kesadaran spiritual yang rendah.

BENTUK BHAKTI

Bhakti Persembahan

  • Canang
  • Soda
  • Pajati

Sehubungan dengan perlunya upacara tersebut, belakangan ini muncul fenomena penawaran beli yang sudah jadi. Bahkan sejalan dengan era digital melalui media sosial, pembelian penawaran yang sudah jadi juga dapat dilakukan melalui media online.

Bhakti Persembahyangan

  • Arti dan Makna Sembahyang
  • Manfaat Sembahyang
  • Jenis Persembahyangan
  • Sarana Persembahyangan
  • Pelaksanaan Persembahyangan

Mengenai doa, telah dijelaskan dalam kitab suci Veda sebagai ilmu kepunyaan Upasana, dalam bahasa Sanskrit ia bermaksud pengabdian, pengabdian dan penyembahan. Veda juga memuat cara atau cara menjalin hubungan dengan Ida Sanghyang Widhi sebagai Pencipta Yang Maha Esa, termasuk melalui jalan pengabdian, seperti yang tertulis dalam kitab Bhagawadgita, Bab IX. Diharapkan melalui jalan kebaktian doa, umat akan dapat mendekatkan diri dan kemudian bersatu dengan-Nya, seperti yang tertulis dalam kitab Bhagavadgita, XIII.

Oleh karena itu, selain melakukan ibadah di hadapan Ida Sanghyang Widhi untuk memohon rahmat-Nya, umat Hindu juga. Tentang pengertian hari Purnama dan Tilem antara lain tertulis dalam lentera Sundarigama yang berbunyi. Mengenai kebodohan itu sendiri, dalam buku Vayu Purana I.20 dan disokong oleh sloka Sarasamuscaya, 39 maksudnya dijelaskan dengan jelas.

Bunga juga menjadi simbol keberkahan Ida Sanghyang Widhi, sebagaimana disebutkan dalam Kakawin Ramayana, ketika Sang Rama melawan Rahwana, digambarkan Rama mendapat berkah dari para dewa. Dalam Pangasthana Veda, Tuhan juga dilambangkan dengan badan bunga: “Om puspa lingga maha dewyam, maha pataka nasanam, Somastanam sthito dewam, terbang Brahma sarwapi” (Wahai Hyang Widhi yang mempunyai badan bunga, suci sekali dan tidak tercemar, yang penghancur dosa yang hebat, Hyang Widhi berdiri di tempat soma dan di atas dahi para pendeta (Brahmana) (Wiana. Selain cara yang dijelaskan dalam kitab Manawadharmasastra di atas, penyucian dan penyucian diri juga dapat dilakukan secara ritual, juga dengan cara biarawati “tirtha panglukatan”, termasuk benda-benda upacara lainnya, serta lingkungan kawasan (mandala) dapat disucikan dengan upacara dan upacara tertentu.

Mengenai pentingnya kesucian dan kebersihan batin dan lahiriah yang diperlukan dan menjadi syarat penting dalam melaksanakan shalat ini, tertuang dalam kitab Silakrama 41. Om Sangyang Widhi Wasa, dalam inkarnasi-Mu selalu TAT PURUSA, Mahadewa Agung , ketika aku memakai pakaian ini aku bersujud di hadapan-Mu. Jauh lebih penting untuk menampilkan sikap dan perilaku berdasarkan kualitas terbaik kita seperti yang dijelaskan dalam etika Hindu.

Sebagaimana diajarkan oleh pimpinan etika agama Hindu yang tertulis dalam kitab suci, bahwa landasan setiap tingkah laku manusia, mulai dari pikiran, perkataan hingga perbuatan/tingkah laku, dilandasi oleh ajaran Tri Kaya Parisudha.

Gambar 1: mengasapi tangan dan
Gambar 1: mengasapi tangan dan

Penampilan Personal

Kelengkapan Busana/Pakaian Sembahyang

Selain itu juga dijelaskan “Tata Cara dan Larangan Memasuki Pura” agar kesucian Pura tetap terjaga, yaitu. Tidak dalam keadaan buruk/tercela (hanya kelahiran, kematian, wanita sedang haid, anak yang tidak mengikuti upacara tiga triwulan, dan sebagainya). Murni jasmani dan rohani; lahir: sudah mandi, pakaian bersih dengan tata cara berpakaian yang benar untuk shalat; internal: pikiran yang tenang, damai dan siap fokus mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Wanita yang rambutnya tergerai tidak diperkenankan masuk karena rambut tergerai mengandung makna: percintaan (nafsu), amarah, kesedihan dan mempelajari ilmu hitam. Mencermati fenomena semakin maraknya penggunaan pakaian adat (tradisi keagamaan) yang semakin mengikuti tren fesyen masa kini, serta tidak berlebihan, sebuah organisasi berbasis agama Hindu yaitu WHDI (Wanita Hindu Dharma Indonesia) telah kewajiban dan tanggung jawab untuk menentukan sikap/perilaku masyarakat khususnya mengenai busana pura, dikeluarkan surat imbauan yang ditujukan. kepada seluruh umat sedharma yang isi suratnya seperti dikutip di bawah ini: Sesuai dengan imbauan Pengurus WHDI Provinsi Bali, Tata Cara Etika Berpakaian Sholat bagi wanita beragama Hindu terkait dengan etika dan estetika sebagai berikut.

Sejalan dengan hal tersebut, agar perkembangan pakaian adat Bali tidak tergerus, tergeser dan semakin tergeser oleh perkembangan tren fesyen saat ini, serta turut melestarikan tradisi pakaian tersebut. Adat istiadat Bali yang baik dan benar, Gubernur Bali sebagai pemimpin daerah memandang penting untuk menerbitkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 79 Tahun 2018 tentang Hari Pakaian Adat Bali yang diputuskan pada tanggal 26 September 2018. Implementasinya Pergub tersebut disusul dengan terbitnya Instruksi Gubernur Nomor 2231 Tahun 2018 yang berisi petunjuk teknis pelaksanaan Hari Pakaian Adat Bali dengan rincian sebagai berikut. Peraturan Gubernur Bali nomor 79 Tahun 2018 tentang Hari Pakaian Adat Bali dan Instruksi Gubernur nomor 2231 Tahun 2018 yang memuat petunjuk teknis penyelenggaraan Hari Pakaian Adat Bali, meliputi pengertian pakaian adat dalam arti luas, meliputi pakaian adat di pura.

Sikap/Etika Perilaku Sembahyang

Oleh karena itu, sebelum seseorang berniat untuk mengenakan pakaian pada saat hendak melaksanakan atau mengikuti kegiatan kebaktian keagamaan (ritual yadnya), baik berupa sesaji maupun doa, maka sudah selayaknya dimulai dengan mengarahkan pemikirannya pada bagaimana dirinya akan berpenampilan. semua properti mereka. Pemikiran itu nantinya akan mempengaruhi cara berfikir untuk bersikap atau bertingkah laku, baik dalam kaitannya dengan pakaian dalam kaitannya dengan kegiatan ibadah anda akan mendasarkan diri pada aspek etika, landasan teologis dan filosofis, atau anda hanya mementingkan unsur estetika bahkan eksotik saja. untuk penampilan yang trendi/modis? Singkatnya, batinlah yang menentukan ke mana arah sikap dan perilaku seseorang, termasuk siapa yang akan memberikan bakti umat kepada Ida Sanghyang Widhi, bukan penampilan dan isi materi buatan yang melekat pada tubuh.

Artinya, bila dalam shalat pikiran tertuju pada Ida Sanghyang Widhi, maka bhakti umat pasti akan diterima dan sampai padanya. Dengan demikian dapat dijelaskan, mengenai penampilan umat Hindu ketika mengikuti kegiatan ibadah (kurban/doa) dan melaksanakan upacara sembahyang, banyak di antara mereka yang memiliki gaya berbusana trendi layaknya artis selebriti dengan sikap/perilaku beretika yang terkadang mengesampingkan. tatanan teologis dan filosofis serta pedoman etika, dengan mengedepankan aspek-aspek estetis dan eksotik akibat pengaruh gaya hidup materialistis, kapitalis, konsumeris, yang tanpa disadari mengarah pada hedonisme dalam balutan pencarian identitas kontemporer seperti citra/image. , gengsi, simbol status, gaya hidup, dan lain-lain. Fenomena dan realitas penonjolan umat Hindu ketika melakukan kegiatan kebaktian terkesan ambivalen atau rancu, yang menurut Sudibya: di satu sisi terjadi peningkatan kemegahan kehidupan beragama, namun disisi lain landasan etika kehidupan. telah diabaikan dan bahkan lebih banyak dilanggar.

Berdasarkan kutipan sloka di atas jelas terlihat bahwa dalam kaitannya dengan kegiatan bakti, baik berupa sesaji maupun doa, yang namanya penampilan fisik memang diperlukan, namun ada yang jauh lebih penting dari itu, yaitu sikap /menunjukkan perilaku etis yang didorong oleh sifat-sifat baik kita. Sehingga digunakan hanya pada waktu dan ruang yang khusus, pada saat sedang menjalin hubungan bakti dengan Ida Sanghyang Widhi atau Ida Bhatara-Bhatari, dan bukan untuk keperluan lain terutama kenikmatan indria. Hal lain yang perlu dipahami adalah bahwa seorang umat pada kesempatan melaksanakan atau mengikuti kegiatan bakti yang bersifat sakral hanya memerlukan satu syarat saja yaitu Asuci laksana yang lebih mementingkan kebersihan diri secara jasmani, dan berpenampilan dalam pakaian/pakaian yang bersih dan rapi. . , ucapan sopan dan.

Buku bertajuk “ETIKA DOA HINDU” ini menjadi perhatian sekaligus perhatian banyak orang yang mengkaji fenomena dan dinamika kemudian menjadi kenyataan bagaimana umat Hindu masa kini berperilaku dan berpakaian ketika mengikuti atau melakukan kegiatan kebaktian yang sakral dan sakral, baik dalam lingkungan keagamaan. bentuk upacara dan acara doa, yang semakin berada di luar pedoman susila/etika Hindu. Buku ini diharapkan dapat menjadi referensi nyata bagaimana seharusnya umat Hindu berpegang teguh pada moralitas/etika dalam rangka membina hubungan dengan Ida Sanghyang Widhi Yang Maha Suci, dengan sikap, sikap dan perilaku yang Asuci Laksana.

Gambar 24 Contoh larangan berbusana tidak etis
Gambar 24 Contoh larangan berbusana tidak etis

Contoh Penampilan Berbusana Adat Etis

Contoh-Contoh Penampilan dan Sikap/Perilaku

Walaupun penampilan berbagai busana dan gaya busana hanya sekedar kemasan tiruan (artifisial) yang dapat dipercantik, namun kita tidak boleh mengubah sikap dan. Karena sifat-sifat baik tersebut sebenarnya adalah pakaian terindah yang harus selalu menghiasi kita baik lahir maupun batin. Apalagi jika dilihat dari penampilan orang-orang dengan pakaian adat dalam kegiatan peribadatan jelas masuk dalam kategori pakaian/pakaian “religius-adat” yang suci (suci).

Jika disimak kutipan sloka di atas, dalam konteks kegiatan ibadah, terlihat jelas bahwa ketika hendak melaksanakan upacara kurban dan acara doa, syaratnya sebenarnya cukup sederhana, sederhana, bahkan seadanya. Aturan Hindu Susila mungkin diblokir, tapi sebenarnya tidak. Ajaran Tri Kaya Parisudha lebih menekankan pada kebaikan, kebenaran dan kesucian pikiran, perkataan dan perbuatan yang didorong oleh hati yang bersih, suci, ikhlas dan tidak mementingkan diri sendiri. Beberapa di antaranya adalah buku berjudul: Menjawab Pertanyaan Rakyat (Perpustakaan Bali Post, 1997); Mengenal kebudayaan Hindu di Bali (BP, 2002); Lima Cara Beryajna (Perpustakaan Bali Pos, 2009); menonjolkan etika Hindu, pergi ke pura dengan penampilan selebritis (Bali Post Library, 2011); Penjor Lebay (Perpustakaan Pos Bali, 2012); Pertunjukan Banten Siap Melayani, Konsumerisme dalam Panggung Ritual (Perpustakaan Bali Post, 2013); Ogoh-Ogoh, Kapitalisasi Religius dalam tataran materi (Bali Post Library, 2016); Serpihan Mutiara Makna (Sakha ditemukan, 2017):;.

Kajian Simbol Suci Hindu (Penggunaannya dalam Industri Pariwisata Bali), (Hindu Center of Indonesia, 2018); Rasionalisasi ritual menuju spiritualitas (Sakha Foundation dan Wartam 2018) dan lain-lain. Selain aktif menulis di media massa dan majalah Hindu, ia juga pernah menulis artikel di beberapa jurnal ilmiah seperti Widana juga merupakan staf pengajar pada Program Studi Pendidikan Agama Hindu Universitas Hindu Indonesia Denpasar.

Foto 3 (a, b):  wanita berkebaya tipis dengan   memperlihatkan bagian erotis
Foto 3 (a, b): wanita berkebaya tipis dengan memperlihatkan bagian erotis

WASANA KATA

Gambar

Gambar  2 :  sikap duduk pria Silāsana atau Padmāsana
Gambar 3: sikap berdiri Padāsana  untuk pria dan wanita
Gambar 5:  sikap Sawāsana untuk umat dalam keadaan sakit  (ii)  Memulai persembahyangan sesuai sikap masing-masing,
Gambar 7:  mengucapkan  mantram Asana
+7

Referensi

Dokumen terkait

BAB V STRATEGI UMAT HINDU DAN UMAT KRISTEN DALAM MENJAGA KERUKUNAN DI BANJAR PENATARAN BUJAK, SEPANG KELOD, SINGARAJA - BALI. 5.1 Kerukunan Umat Hindu dan Umat Kristen di

Modal budaya yang dimiliki dari adaptasi keberadaan umat Hindu yang tinggal di Kota Pekanbaru merupakan modal yang masih dipertahankan dan dilestarikan melalui

Selain itu karena agama Hindu di Pura Penataran Luhur merupakan agama Hindu yang bernuansakan Jawa, membuat masyarakat tidak menolak adanya umat Hindu dan pura

Dalam rangka meningkatkan tertib administrasi kependudukan di Desa Kayukebek khususnya kalangan umat Hindu langkah pertama yang dilakukan oleh kepala desa dan kasi

Bagi umat Hindu di Indonesia, komunikasi lintas budaya memiliki peran sangat penting, sebab ajaran Agama Hindu diamalkan dan berkembang seirama dengan kearifan lokal atau

Mengasah keterampilan bahasa Inggris sangatlah penting dilakukan oleh umat Hindu khususnya para generasi muda Hindu, terlebih lagi mahasiswa dan mahasiswi IAHN-TP Palangka

Teknik Observasi Relief Ukiran Bangunan Suci Pura Umat Hindu UU Perbedaan opini masyarakat umat Hindu di desa Rama Agung dalam memaknai simbol-simbol dan ukiran pada bangunan

Praktik interrituality yang dilakukan oleh umat Khonghucu di Semarang melalui penyelenggaraan ritual sembahyang King Hoo Ping lintas agama tersebut merupakan titik sentral yang hendak