• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR DETERMINAN KADAR GULA DARAH PADA USIA PRODUKTIF DI POSBINDU WILAYAH KERJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "FAKTOR DETERMINAN KADAR GULA DARAH PADA USIA PRODUKTIF DI POSBINDU WILAYAH KERJA "

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR DETERMINAN KADAR GULA DARAH PADA USIA PRODUKTIF DI POSBINDU WILAYAH KERJA

UPTD PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE KOTA BANDUNG

(HASIL SKRINING 131 MARET 2023)

Dewi Inayah1, Suparni2, Tuti Surtimanah3, Gugum Pamungkas4 Yeni Mahwati5

1,2,3,4,5Prodi Sarjana Kesehatan Masyarakat, STIKes Dharma Husada Bandung

email: dewiinayah63@gmail.com

Abstract

Productive age has risks and vulnerabilities that are influenced by lifestyle. Blood sugar levels can be controlled by paying attention to factors that cannot be modified (age, sex, hereditary history) and can be modified (smoking habit, consumption of sugar, salt, fat, consumption of vegetables and fruit, hypertension, obesity, alcohol consumption). The purpose of this study was to find out the determinant factors related to blood sugar levels in productive age. The research method is descriptive analytic with a cross-sectional approach. The population is 576 people with a sample of 322 people. Sampling was carried out incidentally, namely based on residents who came for health screening in March 2023. Analysis data was carried out using the chi square test and logical regression test. The results showed that there was a relationship between hereditary history, consumption of sugar, consumption of vegetables and fruit, smoking habit and blood sugar levels in productive age. The dominant determinant factor affecting blood sugar levels in productive age is hereditary history. Productive age is expected to regulate intakes of sugar, vegetables and fruit, smoking habit, especially those who have a history of hereditary diseases such as diabetes, hypertension, heart disease, cholesterol in order to reduce the risk of increasing blood sugar levels.

Keywords: Blood Sugar Levels, Determinant, Productive Age

Abstrak

Usia produktif memiliki risiko dan kerentanan yang dipengaruhi gaya hidup. Kadar gula darah dapat dikontrol dengan memperhatikan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (usia, jenis kelamin, riwayat keturunan) dan dapat dimodifikasi (kebiasaan merokok, konsumsi gula, garam, lemak, konsumsi sayur dan buah, hipertensi, obesitas, konsumsi alkohol). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor determinan yang berhubungan dengan kadar gula darah pada usia produktif. Metode penelitian yaitu deskriptif analitik dengan pendekatan cross-sectional. Populasi sebanyak 576 orang dengan sampel 322 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara insidental yaitu berdasarkan warga yang datang untuk pemeriksaan kesehatan pada bulan Maret 2023. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square dan uji regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara riwayat keturunan, konsumsi gula, konsumsi sayur dan buah, kebiasaan merokok dengan kadar gula darah pada usia produktif. Faktor determinan yang dominan mempengaruhi kadar gula darah pada usia produktif adalah riwayat keturunan. Usia produktif diharapkan mengatur asupan gula, sayur dan buah, kebiasan merokok terutama yang memiliki riwayat penyakit keturunan diabetes, hipertensi, jantung, kolesterol agar menurunkan risiko kenaikan kadar gula darah.

Kata Kunci: Kadar Gula Darah, Faktor Determinan, Usia Produktif

I. PENDAHULUAN

Kadar glukosa darah dipengaruhi oleh faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen yang mempengaruhi meliputi hormon insulin, glukagon, kortisol, dan sistem reseptor di otot dan hati. Sedangkan faktor eksogen yang mempengaruhi meliputi asupan makanan dan aktivitas fisik [1]. Kadar gula darah yang tidak stabil dapat meningkatkan risiko diabetes

mellitus. Diabetes adalah penyakit menahun (kronis) berupa gangguan metabolik yang ditandai dengan kadar gula darah yang melebihi batas normal (≥200 mg/dl)[2]. Diabetes mellitus terjadi ketika pankreas tidak menghasilkan cukup insulin atau ketika tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif [3], [4].

(2)

Prevalensi diabetes mellitus masih

tinggi dan meningkat di setiap negara. Atlas diabetes IDF melaporkan prevalensi global diabetes pada orang dewasa berusia 20-79 tahun sebesar 10,5% pada tahun 2021 [5]. International Diabetes Federation (IDF) tahun 2021, mencatat sekitar 537 juta orang di seluruh dunia menderita diabetes dengan 90%

penderita merupakan diabetes mellitus tipe 2 diperkirakan angka tersebut akan terus mengalami kenaikan hingga mencapai 16,7 juta jiwa pada tahun 2045.

Tahun 2020, Indonesia berada di peringkat ke-7 diantara 10 negara dengan jumlah penderita terbanyak, yaitu sebesar 10,7 juta [2]. Di Jawa Barat, angka prevalensi kasus diabetes mellitus tipe 2 sebesar 1,74%

(diperkirakan 570.611 penderita diabetes) [6]. Jumlah kasus diabetes di Kota Bandung tahun 2017 sebanyak 34.958 penderita DM dengan 254 kematian akibat DM. Tahun 2021-2022 Di UPTD Puskesmas Ibrahim adjie terjadi peningkatan kasus diabetes mellitus sebesar 10,25%. Tahun 2021, diabetes mellitus menduduki peringkat ke 6 Case Fatality Rate tertinggi yaitu sebesar 1,41%.

Umumnya penderita diabetes mellitus tipe 2 terjadi di usia 40 ke atas, namun seiring dengan perkembangannya waktu, diabetes tipe 2 bisa terjadi di segala usia serta dapat meningkatkan risiko kematian. Pada kelompok usia produktif terjadi perubahan gaya hidup dan pola konsumsi yang tidak sehat, juga risiko terkait mobilitas yang tinggi dan lingkungan kerja [7]. Menurut sebuah penelitian, usia rata-rata timbulnya diabetes tipe 2 sebagian besar antara 35 hingga 45 tahun, dan seiring berjalannya waktu, grafik tersebut terus memengaruhi semakin banyak orang muda dalam kelompok usia produktif mereka, yaitu 35 hingga 45 tahun [8]. Kasus diabetes di Puskesmas Ibrahim Adjie pada Bulan Januari – April 2023 menunjukkan bahwa sebesar 46% (108 kasus) penderita merupakan usia produktif. Meningkatnya kasus diabetes mellitus pada usia produktif, maka diperlukan pengendalian kadar gula darah dengan memperbaiki faktor risiko diabetes.

Terdapat dua faktor yang berperan mempengaruhi metabolisme tubuh sehingga dapat meningkatkan risiko kenaikan kadar

gula darah atau yang disebut juga dengan faktor risiko kejadian diabetes mellitus yaitu faktor risiko yaitu hereditas/yang tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, jenis kelamin, riwayat penyakit keluarga. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi, ini sangat erat kaitannya dengan kebiasaan atau gaya hidup yang tidak sehat meliputi kurangnya aktivitas fisik, diet tidak seimbang, konsumsi makanan yang berisiko, kurangnya konsumsi buah dan sayur, merokok, indeks massa tubuh melebihi batas ideal, tekanan darah tinggi, mengkonsumsi alkohol [9]–[11]. Untuk itu peneliti melakukan penelitian terkait faktor determinaan yang dominan mempengaruhi kadar gula darah pada usia produktif di wilayah kerja Puskesmas Ibrahim Adjie Kota Bandung.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Faktor risiko adalah suatu kegiatan/aktivitas, zat/ bahan, kondisi dan faktor pencetus yang berkontribusi/

mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kenaikan kadar gula darah. Pencegahan faktor risiko dilakukan untuk orang yang sehat dengan tujuan agar orang tersebut tetap terjaga dalam kondisi normal sehingga tidak mempunyai faktor risiko kenaikan kadar gula darah. Faktor risiko yang mempengaruhi kadar gula darah terdiri dari faktor ang tidak dapat dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi [2], [12].

Faktor umur merupakan faktor yang tidak dapat dimodifikasi, Perkumpulan Endokrinologi Indonesia menyebutkan bahwa risiko untuk menderita intolerasi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia.

Ketidakseimbangan kadar gula darah muncul seiring dengan bertambahnya usia yaitu usia 45 tahun keatas dimana keadaan fisik mulai menurun atau aktivitasnya semakin rendah

[13], [14].

Faktor Jenis kelamin merupakan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa prevalensi diabetes mellitus pada perempuan lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki dengan perbandingan 1,78% terhadap 1,21%. Pada 5 tahun terakhir, prevalensi pada perempuan menunjukkan sedikit peningkatan. Sedangkan prevalensi pada laki-laki menunjukkan penurunan [2]. Hal ini disebabkan karena

(3)

wanita cenderung memiliki lebih banyak

jaringan lemak adiposa dan lemak perut daripada pria, yang mengarah ke pengurangan sensitivitas insulin yang lebih besar, gangguan dalam kontrol glukosa darah [15].

Faktor riwayat keturunan merupakan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Riwayat keturunan merupakan terdapatnya faktor- faktor genetik dan riwayat penyakit dalam keluarga. Keluarga dapat mengidentifikasi seseorang dengan risiko yang lebih tinggi untuk mengalami suatu penyakit yang sering terjadi seperti penyakit jantung, hipertensi, stroke, kanker, serta diabetes. Riwayat penyakit keturunan penting agar dapat Riwayat penyakit keturunan penting agar dapat memprediksi kesehatan seseorang.

Dengan mengetahui riwayat penyakit keturunan, maka seseorang akan lebih waspada dan memperhatikan kondisi kesehatan.

Pola makan merupakan faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Pola makan diatur dalam Permenkes Nomor 30 Tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak Serta Peran Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji bahwa, anjuran konsumsi gula per orang per hari adalah 4 sendok makan per orang per hari atau 50 gram per orang per hari.

Anjuran konsumsi garam adalah 1 sendok teh garam per orang per hari atau 5 gram per orang per hari. Anjuran konsumsi lemak adalah 5 sendok makan per orang per hari atau 67 gram per orang per hari.

Faktor kebiasaan merokok merupakan faktor yang dapat dimodifikasi. Kebiasaan merokok adalah kegiatan dan atau menghisap rokok. Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksud untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya termasuk rokok kretek, rokok filter, cerutu dan bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica,dan spesies lainnya atau sintesis yang asapnya mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. Menurut WHO, 2019, perokok aktif dan perokok pasif dapat meningkatkan risiko kenaikan kadar gula darah yang dapat menimbulkan kejadian diabetes mellitus tipe 2. Risiko ini semakin tinggi seiring dengan semakin banyaknya

rokok yang dihisap atau terpapar rokok setiap harinya [16]–[18].

Faktor Obesitas merupakan faktor yang dapat dimodifikasi. Indeks massa tubuh merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa. Indeks massa tubuh yang melebihi batas normal pada seseorang akan berakibat obesitas, sehingga berisiko lebih tinggi terjadi kenaikan kadar gula darah atau diabetes mellitus tipe 2 [19]. Menurut WHO, seseorang dapat dikatakan obesitas jika nilai Indeks Massa Tubuh sebesar ≥25.

Faktor hipertensi merupakan faktor yang dapat dimodifikasi. Hipertensi mempengaruhi sekresi insulin di pankreas, yang dapat meningkatkan kadar gula darah.

Faktor konsumsi sayur dan buah merupakan faktor yang dapat dimodifikasi.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) secara umum menganjurkan konsumsi sayuran dan buah- buahan untuk hidup sehat sejumlah 400 g perorang perhari, yang terdiri dari 250 g sayur (setara dengan 2 ½ porsi atau 2 ½ gelas sayur setelah dimasak dan ditiriskan) dan 150 g buah (setara dengan 3 buah pisang ambon ukuran sedang atau 1 ½ potong pepaya ukuran sedang atau 3 buah jeruk ukuran sedang).

Anjuran konsumsi sayuran lebih banyak daripada buah karena buah juga mengandung gula, ada yang sangat tinggi sehingga rasa buah sangat manis dan juga ada yang jumlahnya cukup.

Faktor konsumsi alkohol merupakan faktor yang dapat dimodifikasi.

Mengkonsumsi minuman alkohol dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat terutama pada masa remaja, masa ini sangat rentan dan mudah terpengaruh dengan lingkungan sosialnya, akibatnya kecanduan mengkonsumsi alkohol di masa yang akan datang. Mengkonsumsi alkohol dapat menimbulkan hipoglikemia dan hiperglikemia. Hipoglikemia terjadi akibat terhambatnya proses glukoneogenesis dikarenakan alkohol. Sedangkan pada kejadian hiperglikemia, Alkohol yang konsumsi akan meningkatkan kadar gula dalam darah karena alkohol akan mempengaruhi kinerja hormon insulin.

(4)

Karbohidrat merupakan kandungan yang

banyak ditemui dalam alkohol sehingga pada saat dikonsumsi, pankreas akan mengeluarkan lebih banyak hormon insulin sehingga meningkatkan kadar gula darah dalam darah

[20], [21].

III. METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan rancangan atau desain studi cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2023, di Posbindu wilayah kerja UPTD Puskesmas Ibrahim Adjie, Kota Bandung. Variabel bebas pada penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, riwayat keturunan, konsumsi gula, konsumsi garam, konsumsi lemak, konsumsi buah dan sayur, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, obesitas, hipertensi. Variabel terikatnya adalah kadar gula darah pada usia produktif.

Penelitian ini menggunakan data sekunder hasil skrining kesehatan tanggal 1-31 Maret 2023.

Sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah warga usia 15-59 tahun yang tercatat melakukan skrining kesehatan di bulan Maret 2023. Sampel yang digunakan berjumlah 322 warga. Teknik analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan uji Chi- Square untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan terikat sedangkan uji regresi logistik digunakan untuk mengetahui faktor determinan yang dominan mempengaruhi kadar gula darah pada usia produktif. Diinterpretasikan dengan menguji hipotesis berdasarkan tingkat signifikasi (p- value), jika nilai p<0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL

Gambaran Kadar Gula Darah Pada Usia Produktif

Tabel 1. Distribusi Frekueansi Kadar Gula Darah pada Usia Produktif Kadar Gula Darah

Sewaktu

f %

Normal 265 79,8

Tidak 67 20,2

Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas warga memiliki kadar gula darah yang normal atau kurang dari 140 mg/dL yaitu sebanyak 265 warga (79,8%) dan tidak normal atau lebih dari sama dengan 140 mg/dL yaitu sebanyak 67 warga (20,2%).

Gambaran Faktor Risiko Kadar Gula Darah pada Usia Produktif

Tabel 2 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi dari masing-masing variabel faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi. Pada variabel usia, warga yang berusia kurang dari sama dengan 45 tahun lebih banyak dari pada warga berusia lebih dari 45 tahun yaitu sebanyak 168 orang (50,6%) berusia kurang dari sama dengan 45 tahun. Pada variabel jenis kelamin, Perempuan cenderung mayoritas dibandingkan laki-laki yaitu sebanyak 264 orang (78,95) berjenis kelamin

perempuan. Pada variabel riwayat penyakit hanya sebanyak 61 warga (18,4%) yang memiliki riwayat penyakit.

Distribusi frekuensi variabel faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi. Pada variabel konsumsi garam sebanyak 158 warga (47,6%) mengkonsumsi secara berlebihan.

Pada variabel konsumsi gula sebanyak 177 warga (53,3%) mengkonsumsi secara berlebihan. Pada variabel konsumsi lemak sebanyak 149 warga (44,9%) mengkonsumsi secara berlebihan. Pada konsumsi sayur dan buah sebanyak 145 warga (43,7%) kurang mengkonsumsi. Pada variabel kebiasaan merokok sebanyak 161 warga (48,5%) melakukan kebiasaan merokok. Pada variabel obesitas sebanyak 162 warga (48,8%) kelebihan berat badan dan obesitas. Pada variabel hipertensi sebanyak 106 warga (31,9)

(5)

memiliki hipertensi. Pada variabel konsumsi

alkohol seluruh warga tidak mengkonsumsi alkohol.

Tabel 2. Karakteristik Responden

Variabel f %

Usia

≤ 45 Tahun 168 50,6

> 45 Tahun 164 49,4

Jenis kelamin

Laki-laki 70 21,1

Perempuan 262 78,9

Riwayat Keturunan

Tidak 271 81,6

Ya 61 18,4

Konsumsi garam

Baik 174 52,4

Berlebih 158 47,6

Konsumsi gula

Baik 155 46,7

Berlebih 177 53,3

Konsumsi lemak

Baik 183 55,1

Berlebih 149 44,9

Konsumsi sayur dan buah

Baik 187 56,3

Kurang 145 43,7

Konsumsi Alkohol

Tidak 0 100,0

Kebiasaan merokok

Tidak 171 51,5

Ya 161 48,5

Obesitas

Tidak 170 51,2

Ya 162 48,8

Hipertensi

Tidak 226 68,1

Ya 106 31,9

Hubungan Faktor Risiko dengan Kadar Gula Darah Pada Usia Produktif

Hasil uji Chi-Square dengan  = 0,05 untuk mengetahui hubungan antara faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi (usia, jenis kelamin, riwayat penyakit keturunan)

dan faktor yang dapat dimodifikasi (konsumsi garam, konsumsi gula, konsumsi lemak, konsumsi sayur dan buah, kebiasaan merokok, obesitas, hipertensi,) dengan kadar gula darah pada usia produktif dijabarkan dalam tabel 3

Tabel 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar gula darah pada usia produktif

Variabel

Kadar gula darah

p- value

OR (95% CI) Normal Tidak

Normal f %

f % f %

Faktor yang tidak dapat dimodifikasi

Usia <45 Tahun 138 82,1 30 17,9 168 100 0,352 1,340 (0,782-2,296)

≥45 Tahun 127 77,4 37 22,6 164 100

Jenis Kelamin Laki-laki 60 85,7 10 14,3 70 100 0,224 1,668 (0,803-3,465) Perempuan 205 78,2 57 21,8 262 100

(6)

Variabel

Kadar gula darah

p- value

OR (95% CI) Normal Tidak

Normal f %

f % f %

Riwayat Keturunan

Tidak 224 82,7 47 54,7 271 100 0,011 2,325

(1,250-4,323)

Ya 41 78,2 20 32,8 61 100

Faktor yang dapat dimodifikasi Konsumsi

garam

Baik 145 83,3 29 16,7 174 100 0,124 1,583

(0,922-2,718) Berlebih 120 75,9 38 24,1 61 100

Konsumsi gula

Baik 134 86,5 21 13,5 155 100 0,007 2,241

(1,268-3,960)

Berlebih 131 74 46 26 177 100

Konsumsi lemak

Baik 151 82,5 32 17,5 183 100 0,223 1,449

(0,846-2,480) Berlebih 114 76,5 35 23,5 149 100

Konsumsi sayur dan buah

Baik 157 84 30 16 187 100 0,046 1,793

(1,045-3,078) Kurang 108 74,5 37 25,5 145 100

Kebiasaan merokok

Tidak 144 84,2 26 15,3 170 100 0,033 1,877

(1,085-3,245)

Ya 121 75,2 41 25,3 162 100

Obesitas Tidak 132 77,6 38 22,4 170 100 0,382 0,757 (0,441-1,300)

Ya 133 82,1 29 17,9 162 100

Hipertensi Tidak 187 82,7 39 17,3 226 100 0,073 1,721 (0,990-2,991)

Ya 78 73,6 28 21,4 106 100

Variabel konsumsi alkohol tidak dilakukan uji statistik dikarenakan seluruh responden tidak mengkonsumsi alkohol.

Berdasarkan hasil penelitian melalui uji Chi-Square dengan  = 0,05 pada tabel 3 diketahui terdapat hubungan signifikan antara riwayat keturunan (p-value = 0,011), konsumsi gula (p-value = 0,007), konsumsi

sayur dan buah (p-value = 0,046), dan kebiasaan merokok (p-value = 0,033) dengan kadar gula darah pada usia produktif sedangkan yang tidak terdapat hubungan signifikan yaitu umur (p-value = 0,352), jenis kelamin (p-value = 0,224), konsumsi garam (p-value = 0,124), konsumsi lemak (p-value = 0,223), obesitas (p-value = 0,382), hipertensi (p-value = 0,073).

Tabel 4. Hasil Pemodelan Multivariat Akhir Menggunakan Analisis Regresi Logistik

Variabel B p-value OR 95 % CI

Riwayat keturunan 0,935 0,005 2,548 (1,333-4,871) Kebiasaan merokok 0,716 0,014 2,047 (1,154-3,633) Konsumsi gula 0,740 0,015 2,097 (1,158-3,797) Sayur dan buah 0,585 0,045 1,796 (1,012-3,185)

Tabel 4 menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan bermakna dengan kadar gula darah adalah variabel riwayat penyakit keturunan, kebiasaan merokok, konsumsi gula, dan konsumsi sayur dan buah. Hasil analisis didapatkan variabel riwayat penyakit keluarga merupakan faktor determinan yang dominan mempengaruhi kadar gul adarah pada usia produktif dengan OR sebesar 2,5 (95% CI: 1,333-4,871), artinya warga yang memiliki riwayat keturunan akan lebih

berisiko kenaikan kadar gula darah sebesar 2,5 kali lebih tinggi dibandingkan warga pada usia produktif yang tidak memiliki riwayat keturunan. Secara sama dapat diinterpretasikan untuk variabel lain. Variabel yang paling dominan berhubungan dengan kadar gula darah adalah riwayat penyakit keluarga.

(7)

PEMBAHASAN

Hubungan Umur dengan Kadar Gula Darah

Berdasarkan hasil penelitian rata-rata usia warga yang memiliki kadar gula darah tinggi adalah 42 Tahun dan rata-rata usia warga yang memiliki kadar gula darah normal adalah 40 Tahun. Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara usia dengan kadar gula darah pada usia produktif(p-value<0,352). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Resti, Habibah et al., 2022 bahwa usia tidak ada hubungan signifkan dengan diabetes tipe 2 dengan p-value 0,836 [22].

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Rofikoh et al., 2020 bahwa meningkatnya usia , maka fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena terjadi penurunan sekresi insulin atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal [23].

Menurut Resti, Habibah et al., 2022 Perbedaan hasil penelitian dapat terjadi dikarenakan adanya perbedaan bias pada data penelitian sehingga bisa menjadikan analisis usia menjadi tidak signifikan. Bias terjadi pada penelitian ini dikarenakan tidak semua warga melakukan skrining kesehatan pada Bulan Maret sehingga data ini kurang mewakili populasi atau terjadi karena pengecualian sampel sebelum dilakukannya analisis, yang di mana penulis mengecualikan beberapa sampel dengan usia lebih dari 59 tahun. .Selain itu, pada penelitian ini menunjukkan bahwasannya terdapat responden yang berusia kurang dari 45 Tahun mengalami kadar gula darah tidak normal ini menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan kadar gula darah tidak normal.

Hubungan Jenis Kelamin dengan Kadar Gula Darah

Mayoritas penderita diabetes mellitus tipe 2 berjenis kelamin perempuan. Sejalan dengan hasil penelitian ini bahwa perempuan lebih banyak yang mengalami kadar gula darah tidak normal dibanndingkan laki-laki yaitu sebanyak 57 warga (21,8%). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan bahwa

perempuan lebih banyak menderita diabetes (72%) dibandingkan laki-laki (46%) [24]. Penelitian lain yang dilakukan oleh Kistianita, Ayu, 2017 bahwa perempuan lebih banyak menderita diabetes tipe 2 sebesar 62,5% [25].

Dari hasil uji statistik didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara jenis kelamin dengan kadar gula darah (p-value<0,224). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Resti, Habibah et al., 2022 bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara jenis kelamin dengan diabetes tipe 2 pada usia produktif dengan p- value 0,063 [22]. Penelitian lain yang dilakukan oleh Rofikoh et al.,2020 bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara jenis kelamin dengan kadar gula darah pada usia produktif dengan p-value 0,359 [23]. Namun, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mirna, Erfina et al., 2020 bahwa terdapat hubungan signifikan antara jenis kelamin dengan kadar gula darah pada usia produktif dengan p-value 0,047 dan berisiko diabetes sebesar 2 kali [24]. Sebuah penelitian di china meneliti terkait hubungan jenis kelamin dengan kadar gula darah, hasil menunjukkan bahwa laki- laki lebih banyak mengalami kadar gula darah tidak normal (5,1%) dibandingkan perempuan (2,8%) [26]. Hal itu disebabkan karena jumlah responden laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan dengan perbedaan yang cukup besar yaitu 16,7%. Sama halnya dengan penelitian ini bahwa jumlah responden lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki yaitu 262 responden perempuan dan 70 responden laki-laki dengan perbedaan yang besar yaitu 57,9%.

Asumsi penulis mengatakan bahwa baik laki-laki maupun perempuan berisiko menderita diabetes tipe 2 yang membedakan adalah dengan memperhatikan faktor faktor lain yang mempengaruhi kadar gula darah.

Hubungan Riwayat Keturunan dengan Kadar Gula Darah

Riwayat keturunan merupakan hal yang penting agar seseorang dapat memprediksi kesehatan dan lebih waspada terhadap penyakit tertentu khususnya diabetes mellitus. Pada penelitian ini, yang termasuk memiliki riwayat keturunan adalah jika responden memiliki salah satu atau lebih

(8)

riwayat penyakit keturunan hipertensi,

diabetes, jantung, kolesterol,

Uji statistik didapatkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara riwayat keturunan dengan kadar gula darah pada usia produktif dengan kecenderungan kadar gula darah tinggi sebesar 2,3 kali (p-value>0,011).

Namun belum ada penelitian lain yang meneliti dengan menggabungkan riwayat penyakit keluarga hipertensi, diabetes, jantung, dan kolesterol. Asumsi penulis beranggapan bahwa penyakit tersebut ada kaitannya dengan kadar gula darah dikarenakan penyakit tersebut merupakan penyakit yang dapat diturunkan melalui genetik. Penelitian yang dilakukan oleh Resti, Habibah et al., 2022 bahwa terdapat hubungan signifikan riwayat keluarga diabetes dengan kadar gula darah. Orang yang memiliki riwayat keluarga diabetes mellitus tipe 2 berisiko 2,5 kali lebih besar mengalami diabetes. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Rofikoh et al.,2020 bahwa terdapat hubungan signifikan antara riwayat hipertensi dengan diabetes tipe 2 dengan risiko diabetes sebesar 3,2 kali dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat hipertensi [22], [23]. Sampai saat ini belum ada penelitian yang meneliti hubungan riwayat penyakit keluarga jantung dan kolesterol. Namun, penyakit jantung, dapat meningkatkan kadar gula darah dikarenakan terjadinya abnormalitas fungsi endothel dan otot polos pembuluh darah, dimana akan mempermudah terjadinya trombosis yang berperan besar pada proses aterosklerosis. Selain itu PJK disertai peningkatan kadar gula darah akan meningkatkan risiko gangguan irama jantung yang dapat mempengaruhi kadar gula darah.

Kolesterol yang tinggi dapat mempengaruhi metabolisme glukosa dalam tubuh. Selain itu dapat meningkatkan risiko komplikasi diabetes, seperti penyumbatan pembuluh darah termasuk pankreas yang berperan dalam produksi insulin [26]–[28].

Hubungan Konsumsi Gula dengan Kadar Gula Darah

Uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara konsumsi gula dengan kadar gula darah dengan berisiko 2,2 kali dibandingkan dengan mengkonsumsi gula dalam jumlah yang cukup (p-

value<0,007). Sejalan dengan penelitian Choirunnisa et al., 2022 bahwa terdapat hubungan signifikan antara konsumsi gula dengan kadar gula darah. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa proporsi mengkonsumsi gula berlebih dengan kadar gula darah tidak normal lebih banyak (26%) dibandingkan dengan mengkonsumsi gula dalam jumlah yang baik (13,5%). Hal ini disebabkan karena jika mengkonsumsi gula berlebihan dapat mengakibatkan insulin menjadi resisten yaitu keadaan dimana pankreas tidak mampu menjalankan metabolisme gula menjadi energi. Sebaliknya apabila mengkonsumsi gula dalam jumlah yang cukup dapat berkontribusi untuk membuat energi seimbang [29].

Hubungan Konsumsi Garam dengan Kadar Gula Darah

Konsumsi garam berisiko terjadinya penyakit tidak menular khususnya diabetes mellitus tipe 2. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa proporsi mengkonsumsi garam berlebih dengan kadar gula darah tidak normal lebih banyak (24,1%) dibandingkan dengan mengkonsumsi garam dalam jumlah yang cukup dengan kadar gula darah tidak normal (16,7%). Namun, uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara konsumsi garam dengan kadar gula darah (p-value<0,124). Hal ini disebabkan karena konsumsi garam tidak langsung mempengaruhi kadar gula darah melainkan konsumsi garam berlebih dapat meningkatkan risiko hipertensi pada pasien diabetes mellitus tipe 2.

Penelitian lain menyebutkan bahwa pertama, asupan garam meningkat seiring dengan obesitas. Kedua, asupan garam yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan frekuensi obesitas ,resistensi insulin , sindrom metabolik, dan NAFLD. Ketiga, asupan garam yang tinggi secara independen memprediksi perkembangan obesitas dan diabetes dalam studi longitudinal. Secara eksperimental, diet tinggi garam dengan cepat menginduksi penurunan sensitivitas insulin pada manusia [30].

Hubungan Konsumsi Lemak dengan Kadar Gula Darah

(9)

Konsumsi lemak yang berlebih

merupakan salah satu dari pola makan yang tidak baik dan dapat berisiko terjadinya diabetes mellitus. Hasil uji statistik didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan konsumsi lemak dengan kadar gula darah (p- value<0,223). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan lemak dengan kadar gula darah sewaktu.

Hal ini disebabkan karena konsumsi lemak tidak secara lanngsung berhubungan dengan kadar gula darah. Asam lemak bebas yang tinggi di dalam darah berperan terhadap terjadinya resistensi insulin baik pada otot, hati, maupun pankreas. Namun, meningkatnya asam lemak bebas terjadi karena meningkatnya pemecahan trigliserida (proses lipolosis) di jaringan lemak.

Penelitian lain mengemukakan bahwa konsumsi lemak berlebih dapat meningkatkan kolesterol di dalam darah yang dimana akan membentuk plak pada dinding pembuluh darah dan terjadi aterosklerosis yang akan menimbulkan hipertensi sehingga dapat memicu resistensi insulin dan meningkatkan kemungkinan penyakit diabetes mellitus [27],

[31].

Hubungan Konsumsi Sayur dan Buah dengan Kadar Gula Darah

Uji statistik didapatkan bahwa terdapat hubungan antara konsumsi sayur dan buah dengan kadar gula darah (p- value>0,046). Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kistianita, Ayu et al., 2017 bahwa konsumsi sayuran dan buah-buahan yang cukup turut berperan dalam menjaga kadar gula darah, tekanan darah, dan kolesterol.

Hal ini dikarenakan sayuran dan buah mengandung serat yang baik untuk melancarkan sistem pencernaan tubuh dengan mudah tanpa menyebabkan kenaikan kadar gula darah. Namun perlu diingat bahwa buah mengandung fruktosa yang dapat meningkatkan kadar gula darah pada penderita diabetes jika dikonsumsi berlebihan. Oleh karena itu, dianjurkan pada penderita diabetes mengkonsumsi sayuran lebih banyak daripada mengkonsumsi buah 3

porsi untuk sayuran dan 2 porsi untuk buah- buahan [25], [32].

Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kadar Gula Darah

Uji statistik menunjukan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan kadar gula darah pada usia produktif (p- value>0,033). Sejalan dengan penelitian yang dilakuakn oleh Resti, Habibah et al., 2022 bahwa merokok dapat meningkatkan kadar gula darah pda usia prduktif. Hal Ini dikarenakan dapat menghambat proses aktivasi enzim phosphatidylinosito-3-kinase sehinggga terjadi penuruan sekresi adiponektin. Adiponektin berperan secara langsung dalam proses metabolisme glukosa dan sensitivitas insulin. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Rofikoh et al., 2020 bahwa tidak terdapat hubungan merokok dengan kadar gula darah. Namun tidak dijelaskan mengapa hal tersebut tidak berhubungan [22], [23].

Hubungan Obesitas dengan Kadar Gula Darah

Uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat buhungan antarra obesitas dengan kadar gula darah pada usia produktif (p- value<0,382). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Resti, Habibah et al.,2022 bahwa obesitas berhubungan dengan kadar gula darah pada usia produktif dikarenakan Adiponektin lebih rendah pada penderita obesitas. Adiponektin mempunyai peranan penting dalam regulasi dari metabolisme glukosa dan resistensi insulin.

Pada penelitian ini jumlah warga obesitas pada usia produktif dengan kadar gula darah tidak normal lebih rendah dibandingkan dengan tidak obesitas dengan kadar gula darah tidak normal, sehingga diduga hal ini yang menyebabkan hubungan tidak signifikan.

Selain itu obesitas ada kaitannya dengan konsumsi lemak, sedangkan pada penelitian ini konsumsi lemak tidak terdapat hubungan yang signifikan [22].

Hubungan Hipertensi dengan Kadar Gula Darah

Hipertensi dapat menyebabkan kenaikan kadar gula darah dikarenakan hipertensi menyebabkan pembuluh darah arteri menjadi

(10)

sempit yang akan berakibat proses

pengangkutan glukosa dalam darah terganggu. Uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara hipertensi dengan kadar gula darah (p-value<0,073).

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Resti, Habibah et al., 2022 bahwa hipertensi tidak terdapat hubungan dengan kadar gula darah. Hal ini disebabkan karena pada penelitian tersebut menjelaskan bahwa terdapatperbedaan hasil pengukuran tekanan darah yang dipengaruhi banyak hal. Salah satunya yaitu kondisi responden sedang dalam keadaaan lelah maka tekanan darah tinggi.

Pada penelitian ini jumlah warga hipertensi pada usia produktif dengan kadar gula darah tidak normal lebih rendah dibandingkan dengan tidak hipertesni dengan kadar gula darah tidak normal, sehingga diduga hal ini yang menyebabkan hubungan tidak signifikan

[22].

Faktor Determinan yang Berhubungan dengan Kadar Gula Darah

Hasil akhir analisis multivariat, didapatkan faktor yang berhubungan dengan kadar gula darah yaitu riwayat keturunan, konsumsi gula, kebiasaan merokok, konsumsi sayur dan buah, Faktor determinan yang dominan mempengaruhi kadar gula darah adalah riwayat keturunan dengan OR 2,5 kali.

Memasuki usia produktif dengan memiliki riwayat penyakit keturunan harus berhati-hati karena dapat meningkatkan risiko kenaikan kadar gula darah, kondisi ini akan diperburuk dengan gaya hidup yang tidak sehat. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa pasien diabetes kebanyakan memiliki riwayat penyakit keturunan. Pada penelitian ini yang memiliki riwayat keturunan beirisko 2,3 kali kadar gula darah tidak normal dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat keturunan. Sangat penting bagi usia produktif menjaga asupan gula, sayur dan buah, kebiasaan merokok, perlu diwaspadai bagi yang memiliki riwayat keturunan penyakit diabetes, hipertensi, jantung, kolesterol agar kadar gula darah tetap stabil sehingga dapat menghindari penyakit diabetes mellitus di masa yang akan datang [22,72].

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Terdapat hubungan signifikan antara riwayat penyakit keluarga, konsumsi gula, konsumsi sayur dan buah, kebiasaan merokok.

Tidak terdapat hubungan signifikan antara usia, jenis kelamin, konsumsi garam, konsumsi lemak, obesitas, hipertensi. Faktor determinan yang dominan mempengaruhi kadar gula darah padausia produktif adalah variabel riwayat penyakit keturunan, dimana riwayat keturunan mempunyai risiko 2,5 kali untuk meningkatkan kadar gula darah setelah dikontrol variabel konsumsi gula, konsumsi sayur dan buah, kebiasaan merokok.

Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu Adanya bias informasi, kualitas data juga sangat ditentukan oleh pelaksana dilapangan seperti dalam pengamatan, pelaporan, pengukuran, pencatatan. Penulis tidak dapat melihat secara langsung bagaimana wawancara petugas dengan warga yang melakukan skrining kesehatan. Selain itu, dalam pengukurannya peneliti tidak dapat mengetahui apakah jawaban dari wawancara berasal dari kejujuran responden atau responden kurang memahami pertanyaan yang ditanyakan.

Selain itu, penelitian ini menggunakan data sekunder sehingga penulis tidak dapat meneliti lebih dalam dari masing-masing variabel. Variabel ditentukan dari data yang tersedia dan pemeriksaan kadar gula darah hanya sewaktu. Disarankan bagi peneliti selanjutnya dapat meneliti menggunakan data primer atau apabila ingin mengembangkan dan melanjutkan penelitian, dapat menggunakan metode lain atau instrumen yang lebih mendalam

DAFTAR PUSTAKA

[1] C. Suhandi et al., “Hubungan Tingkat Stress Terhadap Kadar Glukosa Darah pada Manusia dengan Rentang Umur 19-22 Tahun,” Farmaka, vol. 18, no. 1, 2020.

[2] Kementerian Kesehatan RI, “Infodatin 2020 Diabetes Melitus,” Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, pp. 1–6, 2020.

[3] “Diabetes ,” World Health Organization, Apr. 05, 2023.

https://www.who.int/news-room/fact-

(11)

sheets/detail/diabetes (accessed May

07, 2023).

[4] “Diabetes Mellitus,” World Health

Organization, 2020.

https://www.who.int/health-

topics/diabetes#tab=tab_1 (accessed May 07, 2023).

[5] “IDF Diabetes Atlas: Global, regional and country-level diabetes prevalence estimates for 2021 and projections for 2045,” Diabetes Indonesia, Feb. 22, 2022. IDF Diabetes Atlas: Global, regional and country-level diabetes prevalence estimates for 2021 and projections for 2045 (accessed May 07, 2023).

[6] Lestari Revy, “Kendalikan Diabetes Melalui Program Affordability Project,”

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat,

Jul. 06, 2022.

https://diskes.jabarprov.go.id/informasi publik/detail_berita/dWEwYUlUczBL QjJoaFhHUUU5YkpKZz09 (accessed May 07, 2023).

[7] Indonesia. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Transisi Demografi dan Epidemiologi:

Permintaan Pelayanan Kesehatan Di Indonesia. Jakarta Pusat: Kementerian PPN/ Bappenas.

[8] Dharmendra, “Diabetes Kills Productive Years of Life ,” American Diabetes Association: Diabetes, vol. 68, no. 1, 2019, Accessed: May 07, 2023.

[Online]. Available:

https://diabetesjournals.org/diabetes/art icle/68/Supplement_1/2451-

PUB/60448/2451-PUB-Diabetes-Kills- Productive-Years-of-Life

[9] Oktaviannoor et al., “Faktor Determinan yang Berhubungan dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 di Kalimantan Selatan`(Selatan`

Selatan`(Analisis Data Indonesia Family Life Survey 5 Tahun 2014),”

Dinamika Kesehatan Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan, vol. 12, no. 2, pp.

2549–4058, 2021, doi:

10.33859/dksm.v12i2.

[10] Isnaini and R. Ratnasari, “Faktor risiko mempengaruhi kejadian Diabetes mellitus tipe dua,” Jurnal Kebidanan

dan Keperawatan Aisyiyah, vol. 14, no.

1, pp. 59–68, Jun. 2018, doi:

10.31101/jkk.550.

[11] P. Jurnal, K. Masyarakat, and T. Aniska,

“Studi Epidemiologi terhadap Kejadian Diabetes Mellitus pada Usia Lanjut di Desa”.

[12] Rahajeng, A. Indriastuti, T. Tarigan, E.

Riangwati, H. Nurlita, and S. Nindito,

“Pedoman Pengendalian Diabetes Mellitus dan Penyakit Metabolik,”

Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular , 2008.

[13] Ni Kadek Yuni Lestari, “Aktivitas Fisik dengan Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2,” Jurnal Ilmu Kesehatan, vol. 11, no. 2, pp. 266–274, Dec. 2021, [Online]. Available:

www.stikes-khkediri.ac.id

[14] Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKKENI), Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia Tahun 2021. PB.

PERKENI, 2021.

[15] J. Logue et al., “Do men develop type 2 diabetes at lower body mass indices than women?,” Diabetologia, vol. 54, no. 12, pp. 3003–3006, Dec. 2011, doi:

10.1007/s00125-011-2313-3.

[16] World Health Organization, “Penyakit Akibat Asap Rokok,” Australian, 2019.

[17] Pemerintah Republik Indonesia,

“Permenkes Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan,”

2012.

[18] M. Haiti, “Perokok Aktif dan Pasif dengan Kadar Gula Glukosa Darah,”

2016.

[19] Sugondo, Bahan Ajar Ilmu Penyakit , IV., vol. III. Jakarta:

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006.

[20] I. Ambarwati Keperawatan and F. Ilmu Keperawatan, “Hubungan Konsumsi Alkohol dengan Kejadian Hipoglikemia pada Peserta Didik Remaja PKBM Negeri 33 Malaka Jakarta Timur.”

[21] Putra, “Pengaruh Alkohol Terhadap Kesehatan,” 2012.

(12)

[22] Yulia, R. 1, and W. H. Cahyati,

“Kejadian Diabetes Melitus pada Usia Produktif di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo,” Higeia, vol. 6, no. 3, pp.

350–361, 2022, doi:

10.15294/higeia.v6i3.55268.

[23] Handayani, I. Suraya, P. Studi Kesehatan masyarakat, F. Ilmu-Ilmu Kesehatan, K. Penulis, and P. Studi Kesehatan Masyarakat, “Determinan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Posbindu Mawar Kuning Gambir The Determinant of Diabetes Mellitus Type 2 in Posbindu Mawar Kuning Gambir,”

Arkesmas, vol. 5, no. 1, Jun. 2020.

[24] Mirna, S. Agus, N. Asbiran, and P. Studi Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Fort De Kock Bukittinggi,

“Analisis Determinan Diabetes Mellitus Tipe II pada Usia Produktif di kecamatan Lengayang Pesisir Selatan,”

Jurnal Public Health, vol. 7, no. 1, pp.

30–42, 2020.

[25] Nindhi Kistianita Moch Yunus Rara Warih Gayatri, “Analisis Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Usia Produktif dengan Pendekatan WHO Stepwise Step 1 (Core/Inti) Di Puskesmas Kendalkerep Kota Malang,”

2017.

[26] J. Song, X. Zha, H. Li, R. Guo, Y. Zhu, and Y. Wen, “Analysis of blood glucose distribution characteristics and its risk factors among a health examination population in Wuhu (China),” Int J Environ Res Public Health, vol. 13, no.

4, Mar. 2016, doi:

10.3390/ijerph13040392.

[27] Mulyani, “Faktor Yang Berhubungan dengan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Pasien DM Tipe 2,” Jurnal Keperawatan, vol. 11, no. 2, Nov. 2015.

[28] F. Dwiyanti, “A 50-Year-Old Woman With Heart Failure With Type II Diabetes Mellitus and Hypertension As Risk Factors,” J medula unila, vol. 3, no. 2, p. 160, 2014.

[29] Fitriyah and N. Herdiani, “Konsumsi Gula dan Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Diabetes Melitus di Puskesmas Gading Surabaya,” Jurnal Ilmu Kesehatan, vol. 6, no. 2, p. 467, Oct. 2022, doi: 10.33757/jik.v6i2.567.

[30] Lanaspa et al., “High salt intake causes leptin resistance and obesity in mice by stimulating endogenous fructose production and metabolism,” Proc Natl Acad Sci U S A, vol. 115, no. 12, pp.

3138–3143, Mar. 2018, doi:

10.1073/pnas.1713837115.

[31] Retno Triandhin, Monika Rahardjo, and Magdalena Putranti, “Sugar, Salt and Fat Consumption of Population in Batur Kidul Village Getasan Subdistrict Semarang Regency,”

Journal Of Health, vol. 5, no. 1, 2017, Accessed: Aug. 03, 2023. [Online].

Available: journal.gunabangsa.ac.id [32] Nurjana dan Veridiana, “Hubungan

Perilaku Konsumsi dan Aktivitas Fisik dengan Diabetes Mellitus di Indonesia,”

Buletin Penelitian Kesehatan, vol. 47, no. 2, pp. 97–106, Aug. 2019, doi:

10.22435/bpk.v47i2.667.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menganalisis penelitian ini menggunakan analisis regresi sederhana dan regresi linier sederhana dengan menggunakan rumus : Keterangan: Y : Kinerja Karyawan a : Koefesien