FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN MINUM OBAT HIPERTENSI PADA LANSIA DI
WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS ARCAMANIK KOTA BANDUNG 2023
Putri Septy Petrisia1, Yeni Mahwati2, Yeni Suryamah3, Ejeb Ruhyat4 Suparni5
1,2,3,4,5Prodi Sarjana Kesehatan Masyarakat, STIKes Dharma Husada Bandung
email: [email protected]
Abstract
Hypertension is ranked first in non-communicable diseases in the elderly in Indonesia. The elderly are vulnerable to various factors that can affect health behavior. Some factors that affect the Health group include predisposing factors, driving factors and possible factors in undergoing medication adherence in patients with hypertension.
The purpose of this study was to determine the relationship between the adherence rate of taking hypertension medication in the elderly in the UPTD Arcamanik Health Center work area, Bandung city 2023.This study used an analytical observational research method with a cross sectional approach, and using the Morisky Medication Adherence Scale-8 (MMAS-8) questionnaire and other questionnaires, validity and reliability tests were carried out. The sample of this study was hypertensive patients as 86 respondents. Univariate and bivariate data analysis using Chi-square Test. The results of this study showed knowledge (p = 0.196), attitude (p = 0.045) there was a relationship between attitude and the level of adherence to taking medication, access to health facilities (p = 0.485) and family support (p = 0.198). The conclusion shows that the majority of the elderly have good knowledge and the majority of the elderly have a bad attitude.
Keywords: Medication adherence, Hypertension, Elderly
Abstrak
Hipertensi menduduki peringkat pertama penyakit tidak menular pada lansia di Indonesia. Lansia rentan terhadap berbagai faktor yang dapat mempengaruhi prilaku Kesehatan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kelompok Kesehatan diantaranya faktor predisposisi, faktor pendorong dan faktor pemungkin dalam menjalani kepatuhan minum obat pada penderita hipertensi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara faktor tingkat kepatuhan minum obat hipertensi pada lansia di wilayah Kerja UPTD Puskesmas Arcamnaik kota Bnadung 2023.Penelitian ini menggunakan metode penelitian Observasional analitik dengan pendekatan cross sectional, dan menggunakan kuesioner Morisky Medication Adherence Scale-8 (MMAS-8) serta kuesioner lainnya dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Sampel penelitian ini adalah pasien hipertensi sebanayak 86 responden.
Analisis data secara univariat dan bivariat menggunakan Uji Chi-square. Hasil penelitian ini menunjukan pengetahuan (p=0,196), sikap (p=0,045) adanya hubungan sikap dengan tingkat kepatuhan minum obat, Akses ke fasilitas Kesehatan (p=0,485) dan dukungan keluarga (p=0,198). Kesimpulan menunjukan bahwa mayoritas lansia memiliki pengetahuan yang baik dan mayoritas lansia memiliki sikap yang buruk.
Kata Kunci: Hipertensi, Kepatuhan Minum Obat, Lansia
I. PENDAHULUAN
Lansia merupakan proses akhir dari perkembangan manusia. Proses akhir perkembangan ditandi dengan penurunan system kardiovaskuler. Salah satunya maslah yang dihadapi lansia pada penurunan fungsi kardiovaskuler. Hipertensi pada lansia terjadi karena adanya penebalan pada dindidng arteri yang mengakibtakan penumpukan pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah berangsur-angsur mengalami penyempitan dam menjadi kaku. Penyempitan mengakibtakan kenaikan tekanan darah diatas nilai normal yaitu >140mmHg dan diastolic
>90 mmHg. Menurut kementrian Kesehatan RI 2019 lanjut Usia dikelompokan menjadia usia lanjut (60-69 tahun) dan usia lanjut dengan resiko tinggi (lebih dari 70 tahun atau lebih dengan masalah Kesehatan) sedangkan menurut WHO Lanjut Usia atau elderly Usia 60-74 tahun(5).
Penyakit tidak menular (PTM) atau disebut juga dengan penyakit degenerative.
Penyakit tidak menular menjadi salah satu masalah Kesehatan masyarakat karena tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi secara global, jenis penyakit yang tak bisa ditularkan oleh penderita ke orang lain, jenis penyakit ini berkembang secara perlahan dan terjadi dalam jangka waktu yang panjang. (Kementerian Kesehatan RI, 2022). Menurut World Health Organization (WHO) penyakit tidak menular telahmenjadi penyebab kematian terbesar dunisa, disebutkan bahwa hampir 17 juta orang meninggal lebih awal tiap tahunnya akibat wabah penyakit tidak menular. Pada tahun 2025 nanti, angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2%. Dari 972 juta penderita hipertensi, 639 juta di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia dan 333 sisanya berada di negara maju. (1).
Berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi hipertensi berdasrkan hasil pengukuran pada penduduk usia 18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di Kalimantan selatan (44.1%), sedangkan terendah di papua sebesar (22,2%).
Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31.6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%). Di Indonesia prevalensi penderita hipertensi lebih banyak pada usia 55-64 tahun (55,2%), 65-74 tahun (63,2%) dan >75 tahun (69,5%).Berdasarkan
Profil Dinas Kesehatan Kota Bandung tahun 2020 , sasaran penyakit hipertensi di Kota Bandung sebanyak 698.686 penderita, dari jumlah tersebut sebanyak 132.662 (18,99 %) orang telah dilakukan pemeriksaan sesuai standar. Sebanyak 15.636 orang diperiksa di klinik maupun di rumah sakit di Kota Bandung yang tidak dapat dirunut wilayah domisilinya. Wilayah dengan pemeriksaan hipertensi tertinggi terdapat di Kecamatan Bandung Wetan 54,43%, Bandung Kidul 29,02%, Sukajadi 27,07%. (2)
Hipertensi merupakan suatu kondisi medis kronis di mana tekanan darah arteri mengalami kenaikan secara persisten setekah dilakukan pemeriksaan dua kali dengan tekanan darah sistolik menunjukan≥140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg (Burnier & egan, 2019). Pada umumnya hipertensi tidak memberikan keluhan dan gejala yang khas sehingga banyak yang tidak menyadarinya. Oleh karena itu hipertensi dikatakan sebagai the silent killer(3).
Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8%
terdoagnosis hipertensi dan 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin minum obat. Sebanyak 58%
penderita hipertensi tidak minum obat karena merasa sehat. Hal ini menunjukan bahwa Sebagian besar penderita hipertensi tidak memiliki pengetahuan bahwa dirinya hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobtan(4). Indonesia memiliki prevelensi Hipertensi tertinggi kedua setelah myanmmar yaitu sebesar 41%(4).
Kepatuhan dapat digunakan sebagai alat ukur tingkat pengetahuan pasien melakukan instruksi dari tenaga medis yang berupa pengetahuan tentang resep, meminum obat secara teratur, tepat dan merubah gaya hidup.
Tujuan pengobatan pada penderita hipertensi adalah untuk meningkatkan kualitas hidup, akan tetapi banyak yang berhenti berobat Ketika tubuhnya sedikit membaik, sehingga diperlukan kepatuhan pada penderita yang menjalani, pengobtaan hipertensi agar didapatkan kualitas hidup pasien yang lebih baik. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien dalam minum obat antara lain tingkat Pendidikan, tingkat pengetahuan, tingkat
penghasilan, kemudahan menuju pelayanan
Kesehatan dan tersedianya asuransi Kesehatan yang meringankan pasien dalam membayar biaya pengobatan (6).
II. TINJAUAN PUSTAKA
Faktor yang sering menyebabkan terjadinya penyakit hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu faktor yang tidak dapat di rubah seperti jenis kelamin, umur, dan genetik adapaun faktor yang dapat dirubah seperti pola makan, merokok, alcohol dan kebiasaan olahraga (11). Selain itu faktor hipertensi yaitu usia, orang berusia lanjut akan cenderung tekanan darahnya tinggi karena di sebabkan menebalnya dinding pembuluh darah dan bertambah kaku (12).
Penyakit Hipertensi saat ini cenderung pada masyarakat perkotaan lebih banyak dibandingkan masyarakat pedesaan. Karena dengan adanya gaya hidup masyarakat kota yang berhubungan dengan riisiko hipertensi seperti stress, obesitas, kurang olahraga, merokok alcohol dan makan yang tinggi kadar lemaknya. Seperti makanan siap saji yang mengandung banayak lemak, protein dan tinggi garam tetapi rendah serat. Ini salah satu faktor berkembangnya penyakit degebneratif seperti hipertensi (11).
Faktor Usia juga mempengaruhi resiko Hipertensi, pada usia 30-40 tahun kejadian paling tinggi. Umumnya hipertensi sering terjadi pada laki-laki udia 31 tahun dan pada Wanita umur 45 tahun (menopause)
Hipertensi meningkat pada jenis kelamin laki-laki, dikarenakan laki-laki banyak memiliki faktor penunjang seperti kelelahan akibat aktivitas fisik yang berat dan mkanan tidak terkontrol.
Faktor riwayat keturunan merupakan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Riwayat keturunan merupakan terdapatnya faktor- faktor genetik dan riwayat penyakit dalam keluarga. Keluarga dapat mengidentifikasi seseorang dengan risiko yang lebih tinggi untuk mengalami suatu penyakit yang sering terjadi seperti penyakit jantung, hipertensi, stroke, kanker, serta diabetes. Riwayat penyakit keturunan penting agar dapat Riwayat penyakit keturunan penting agar dapat memprediksi kesehatan seseorang.
Dengan mengetahui riwayat penyakit
keturunan, maka seseorang akan lebih waspada dan memperhatikan kondisi kesehatan.
Menurut WHO menggplpngkan menjadi 4 yaitu: usia pertengahan (Middle age) usia 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun lanjut usia tua (old) usia 75- 90 tahun dan usia sangat tua (very old) >90 tahun. Sedangkan menurut depkes yang sudah memasuki usia 60 tahun ke atas. Jenis hipertensi selalu ditemukan pada lansia, dimana tekanan darah sistoliknya diatas 140 mmHg diastoliknya 90 mmHg(16).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pada lansia:
Pengetahuan lansia mengenai hipertensi juga berpengaruh pada kepatuhan lansia dalam melakukan pengobatan. Lansia dengan tingkat pengetahuan yang baik tentang hipertensi akan patuh terhadap pengobatan.
Seiring dengan meningkatnya pengetahuan tentang hipertensi, lansia hipertensi dapat melakukan penatalaksanaan penyakitnya sehingga lansia hipertensi menjadi lebih baik(18).
Perubahan gaya hidup seperti perubahan pola makan yang menjurus ke sajian siap santap atau instan yang mengandung banyak lemak, protein, dan garam tinggi tetapi rendah serat pangan, menjadi salah satu faktor berkembangnya penyakit degeneratif seperti hipertensi. Pola makan atau pola konsumsi pangan merupakan kegiatan terencana dari seseorang atau merupakan sebuah acuan dalam pemilihan makanan dan penggunaan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makan(19).
Sikap merupakan respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan fakta dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya. Apabila penderita hipertensi dapat menerapkan sikap yang baik dalam menyikapi penyakit tersebut maka kekambuhan hipertensi dapat dicegah, tetapi pada kenyataannya mereka tidak mengetahui hal-hal tersebut dan cenderung meremehkan.
Kejadian hipertensi akan berdampak pada kekambuhan apabila penderita tersebut tidak
mampu menerapkan sikap yang dapat
mencegah kejadian tersebut. Dari kekambuhan yang terjadi, kemungkinan terbesar adalah disebabkan oleh ketidaktepatan sikap diantaranya penderita tidak mematuhi diet yang ditetapkan, mempunyai kebiasaan merokok, dan kopi, sering mengalami ketegangan dan kecemasan, kurang berolahraga dan sering mendapatkan stress yang berat(20).
Indicator kepatuhan yaitu datang atau tidak penderita sesudah mendapat anjuran untuk kontrol. Seseorang dikatakan patuh apabila meminum obat sesuai dengan aturan obat dan kepatuhan waktu mengambil obat sampai dengan selesai pengobatan(25).
Penderita yang patuh meminum obat yaitu yang tidak terputus minum obatnya sampai dokter menyatakan berhenti atau mengurangi minum obatnya/dosisnya, sedangkan penderita yang tidak patuh bila frekuensi meminum obatnya tidak dilaksanakan sesuai yang sudah di tetapkan.
Dikatakan lalai bila penderita tidak datang ke fasilitas kesehatan pada tanggal yang sudah di tetepkan atau di janjikan berobat atau cek.
(Depkes RI, 2012)
III. METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan rancangan atau desain
studi cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2023, di Posbindu wilayah kerja UPTD Puskesmas Ibrahim Adjie, Kota Bandung. Variabel bebas pada penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, riwayat keturunan, konsumsi gula, konsumsi garam, konsumsi lemak, konsumsi buah dan sayur, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, obesitas, hipertensi. Variabel terikatnya adalah kadar gula darah pada usia produktif.
Penelitian ini menggunakan data sekunder hasil skrining kesehatan tanggal 1-31 Maret 2023.
Sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah warga usia 15-59 tahun yang tercatat melakukan skrining kesehatan di bulan Maret 2023. Sampel yang digunakan berjumlah 322 warga. Teknik analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat dengan uji Chi- Square untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan terikat sedangkan uji regresi logistik digunakan untuk mengetahui faktor determinan yang dominan mempengaruhi kadar gula darah pada usia produktif. Diinterpretasikan dengan menguji hipotesis berdasarkan tingkat signifikasi (p- value), jika nilai p<0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
HASIL
Distribusi Frekuensi Responden Jenis Kelamin dan Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Arcamanik Kota Bandung
Tabel 1. Distribusi Frekueansi Kadar Gula Darah pada Usia Produktif
Variabel f %
Jenis Kelamin
Perempuan 54 63,0
Laki-Laki 32 37,0
Usia
60-65 Tahun 49 57,0
66-69 Tahun 37 43,0
Total 86 100,0
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa sebagai besar responden berjenis kelamin Perempuan sebanyak 54 (63,0%) Responden dan responden dengan usia yang paling
dominan yaitu usia 60-65 Tahun sebanyak 49 (57,0%).
Gambaran Faktor Risiko Kadar Gula
Darah pada Usia Produktif
Berdasatkan tabel 2 distribusi frekuensi faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan minum obat hipertensi pada lansia wilayah kerja puskesmas arcamanik menunjukan bahwa dari 86 responden mayoritas responden berpendidikan SD sebanyak 59,3%.
Pengetahuan lansia baik tentang tingkat kepatuhan minum obat sebanyak 83,7%.
Sikap lansia hamper Negatif terhadap pentingnya meminum obat sebanyak 47,7%.
Akses ke fasilitas Kesehatan dalam mendapatkan obat atau berobat hamper semua responden menganggap mudah diakses yaitu sebanyak 98,8%. Mayoritas lansia menyatakan didukung oleh keluarga sebanyak 73,3% dan yang tidak didukung oleh keluarga sebanyak 26,7%. Dan mayoritas lansia yang lengkap meminum obat sebanyak 67,4%.
Tabel 2.Distribusi Frekuensi faktot-faktor yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan minum obat hipertensi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Arcamanik
Variabel f %
Pendidikan
Tdk Sekolah 1 1,2
SD 51 59,3
SMP 24 27,9
SMA 9 10,5
Perguruan Tinggi/Magister 1 1,2
Pengetahuan
Buruk 14 16,3
Baik 72 83,7
Sikap
Negatif 41 47,7
Positif 45 52,3
Akses ke fasilitas kesehatan
Sulit diakses 1 1,2
Mudah diakses 85 98,8
Dukungan Keluarga
Tidak didukung 23 26,7
Didukung 63 73,3
Tingkat Kepatuhan Minum Obat
Tdk Lengkap 28 32,6
Lengkap 58 67,4
Tabel 4.4
Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dukungan Keluarga dan Akses ke fasilitas kesehatan dengan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Hipertensi Pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Arcamni Kota Bandung
Variabel
Kepatuhan
n %
P-Value Patuh Tidak Patuh
n % N %
Pengetahuan
0,196
Buruk 4 4,7 13 15,1% 17 19,8%
Baik 24 27,9 45 52,3 69 100
Sikap
0,045
Negatif 9 10,5 32 37,2 41 47,7%
Positif 19 22,1 26 30,2 45 100
Akses ke fasilitas kesehatan
0,485
Sulit diakses 0 0,0 1 1,2 1 1,2
Mudah di Akses 28 32,5 57 66,3 85 98,8
Dukungan keluarga
0,196 Tidak didukung 5 5,8 18 20,9 23 26,7
Dukung 23 26,7 40 46,5 63 73,3
Hasil analisis hubungan antara pengetahuan lansia dengn tingkat kepatuhan minum obat dapat dijelaskan bahwa dari mayoritas lansia memiliki penegtahuan baik tentang kepatuhan minum obat sebanayak 27.9% dan lansia yang memiliki penegtahuan buruk dengan tingkat kepatuhan minum obat 4.7%.
Hasil uji statistik non-parametrik Chi- Square diperoleh P-Value yaitu 0.375 dengan demikian Ho gagal di tolak atau tidak ada hubungan antara penegtahaun lansia dengan tingkat kepatuhan minum obat.
Hasil analisis hubungan antara sikap lansia dengan tingkat kepatuhan minum obat dapat dijelaskan bahwa lansia yang memiliki
sikat negatif sebanyak 10.5% dan lansia yang memiliki sikap positif dengan tingkat kepatuhan minum obat sebanyak 22.1%.
Hasil uji statistik non-parametrik Chi- square diperoleh P-Value yaitu 0.045 dengan demikian Ho ditolak atau adanya hubungan antara sikap lansia dengan tingkat kepatuhan minum obat.
Hasil analisis hubungan antara Akses ke fasilitas kesehatan dengan tingkat kepatuhan minum obat dapat di jelaskan bahwa lansia mudah mengakses ke fasilitas kesehatan sebanyak 32.6% dan sulit diakses 0.0%.
Hasil uji statistik non parametrik Chi- Square diperoleh P-Value yaitu 0,485 dengan demikian Ho gagal ditolak atau tidak adanya
hubungan antara akses ke fasilitas kesehatan
dengan tingkat kepatuhan minum obat.
Hasil analisis hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kepatuhan minum obat dapat di jelaskan bahwa lansia dengan dukungan keluarga sebanyak 26.7%
dan tidak didukung keluarga sebanyak 5.8%.
Hasil uji statistik non-parametrik Chi- Square diperoleh P-Value 0,196 dengan demikian Ho gagal ditolak atau tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kepatuhan minum obat.
PEMBAHASAN
Hubungan Pengetahuan dengan tingkat kepatuhan minum obat Hipertensi
Pengetahuan sangat dibutuhkan agar masyarakat dapat mengetahui mengapa mereka harus melakukan suatu tindakan sehingga perilaku masyarakat dapat lebih mudah untuk diubah ke arah yang lebih baik.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value 0,196 yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna (tabel 4.3), dengan demikian Pengetahuan tidak ada hubungan dengan Tingkat kepatuhan minum obat .
Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan di puskesmas Lebong bahwa terdapat hubungan antara Pengetahuan dengan Tingkat kepatuhan minum obat dengan OR sebesar 3,781 dimana bila seseorang dengan pengetahuan kurang mempunyai risiko 1,503 kali untuk tidak patuh minum obat hipertensi dibanding seseorang yang pengetahuannya baik.
Hubungan Sikap dengan Tingkat Kepatuhan minum obat hipertensi
Sikap merupakan suatu perilaku yang ditunjukan seseorang untuk melakukan perintah yang diberikan dari orang lain.. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value 0,045 artinya ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan tingkat kepatuhan minum obat (tabel 4,3), dengan demikian sikap dan tingkat kepatuhan minum obat adanya hubungan.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Advent Medan menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara sikap dengan tingkat kepatuhan minum obat hipertensi
Sikap individu yang baik muncul dari kesadaran serta keinginan yang besar dari diri sendiri untuk menyembuhkan dan meningkatkan kesehatannya namun sikap negatif pada repsonden bisa disebabkan tidak adanya sabar dalam diri seseorang serta kurangnya dukungan dari keluarga.
Hubungan Akses ke fasilitas Kesehatan dengan Tingkat kepatuhan minum obat hipertensi pada lansia
Satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan berobat adalah faktor pendukung seperti tersediannya suatu fasilitas kesehatan dan terjangkaunya akses ke fasilitas kesehatan tersebut. Hasil uji statistik didapat nilai p- value 0,485 artinya tidak ada hubungan yang bermakna (tabel 4,3), dengan demikian akses ke fasilitas kesehatan tidak ada hubungan dengan kejadian Tingkat kepatuhan minum obat.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Minahasa Utara menunjukan bahwa terdapat hubungan antara akses ke fasilitas kesehatan dengan tingkat kepatuhan minum obat dengan nilai p-value 0,012 hasil penelitian ini menunjukan bahwa akses yang baik lebih banyak responden yang patuh daripada responden yang tidak patuh.
Hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kepatuhan minum obat hipertensi
Peran keluarga sangat penting dalam tahap-tahap perawatan kesehatan, mulai dari tahap peningkatan kesehatan, pencegahan, pengobatan sampai dengan rehabilitasi. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value 0,196 artinya tidak ada hubungan yang bermakna (tabel 4,3), dengan tingkat kepatuhan minum obat.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Puskesmas lempake Samarinda menunjukan bahwa terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kepatuhan minum obat dengan p-value 0,023 kurangnya perhatian keluarga terhadap lansia berkaitan dengan minum obat.
Keluarga dengan dukungan kurang baik menyebabkan lansia merasa kurang perhatian.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil yang dilakukan disimpulkan bahwa, tidak ada hubungan bermakna antara faktor pendidikan, faktor pengetahuan, dan akses ke fasilitas Kesehatan. Tetapi adanya hubungan bermakna antara sikap dengan tingkat kepatuhan minum obat hipertensi pada lansia.
Keterbatasan pada penelitian ini Peneliti menyadari bahwa penelitian ini tidak sempurna dan memiliki keterbatasan. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, data dalam penelitian ini menggunkan data primer dan data sekunder, pada data sekunder yang diambil dari data penyakit tidak menular di pemegang Puskesmas Arcamanik.
Bias dapat berasal dari jawaban yang diberikan responden mengenai pentingnya minum obat karena tidak dilakukan penelitian yang berulang kali hanya sehari dalam waktu tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Elivia HN. HIPERTENSI LANSIA DI MASA PANDEMI Relationships Food Consumption Patterns And Blood Pressure Control Measures With.
2022;02(November):1–11.
2. Rikmasari Y, Rendowati A, Putri A.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan menggunakan obat antihipertensi: Cross Sectional Study di Puskesmas Sosial Palembang. J Penelit Sains. 2020;22(2):87.
3. Paramita D, Toyo EM, Wulandari AR.
Penggunaan Obat Anti Hipertensi Di Rumah Sakit Islam Purwodadi.
2021;10(2).
4. Udayana JP, Psikologi PS, Psikologi F, Udayana U, Psikologi PS, Kedokteran F, et al. Kepatuhan Mengonsumsi Obat Pasien Hipertensi Di Denpasar Ditinjau Dari Kepribadian Tipe A Dan Tipe B Putu Kenny Rani Evadewi & Luh Made Karisma Sukmayanti S . 2013;1(1):32–
42.
5. Ariyanti R, Preharsini IA, Sipolio BV.
Edukasi Kesehatan Dalam Upaya
Hipertensi Pada Lansia. 2020;3(2):74–
82.
6. Dsn DI, Pucang K, Ngancar DS, Pitu KEC, Nisak R, Maimunah S, et al.
PENGENDALIAN PENYAKIT
DEGENERATIF PADA LANSIA KABUPATEN NGAWI
7. Morawa KT. FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA LANSIA DI DESA LIMAU MANIS KECAMATAN TANJUNG MORAWA Risk Factor of Hipertension for Elderly in Desa Limau Manis Tanjung Morawa 1,2,3.
2020;3(1):41–6.
8. Agustina S, Sari SM, Savita R, Studi P, Keperawatan I, Hang S, et al. Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi Pada Lansia di Atas Umur 65 Tahun Factors Related with Hypertension on The Elderly over 65 Years. 2020;2(01).
9. Arif D, Hartinah D. FACTORS RELATING TO THE INCIDENT OF HYPERTENSION IN ELDERLY IN
KLUMPIT VILLAGE MOBILE
COMMUNITY HEALTH CENTER OF GRIBIG COMMUNITY HEALTH CENTER , DISTRICT KUDUS.
2013;18–34.
10. Iswahyuni S. Hubungan Antara Aktifitas Fisik Dan Hipertensi Pada Lansia.
Profesi (Profesional Islam Media Publ Penelit. 2017;14(2):1.
11. Cho S, Kim J, D P. Factors associated with nonadherence to antihypertensive medication. 2014;(March):461–7.
12. Klien K, Dalam H, Pengobatan M, Puskesmas DI, Karanganyar G. : Faktor- faktor , pengobatan hipertensi, tingkat kepatuhan. 2011;(September):1–13.
13. Purnamasari, Komariyah I. Sikap Lansia terhadap Kejadian Hipertensi di Puskesmas Kutai Kabupaten Tangerang.
Pros Simp Nas Multidisplin Sinamu.
2020;2:1–10.
Determinan Kepatuhan Berobat Pasien
Hipertensi Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat I. 2017;1(1):58–65.
15. Hanum S, Puetri NR, Marlinda M, Yasir Y. Hubungan Antara Pengetahuan, Motivasi, Dan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Hipertensi Di Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar. J Kesehat Terpadu (Integrated Heal Journal). 2019;10(1):30–5.
16. Kusumawaty D. Hubungan jenis kelamin dengan intensitas hipertensi pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Lakbok Kabupaten Ciamis. J Mutiara Med.
2016;16(2):46–51.
17. Rahayu ES, Wahyuni KI, Anindita PR, Article I. Hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan pasien hipertensi di rumah sakit anwar medika sidoarjo.
2021;4(1):87–97.
18. Ayuchecaria N, Khairah SN, Feteriyani R, Banjarmasin PP. Tingkat kepatuhan minum obat pasien hipertensi di puskesmas pekauman banjarmasin.
2018;1(2):234–42.
19. Tumundo DG, Wiyono WI, Jayanti M.
TINGKAT KEPATUHAN
PENGGUNAAN OBAT
ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN bagi peningkatan kepatuhan pasien hipertensi dalam menggunakan obat antihipe. 2021;10(November):1121–8.
20. Cho S, Kim J. Faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan minum obat antihipertensi. 2014;461–7.
21. Suaib M, Cheristina, Dewiyanti.
Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia. J Fenom Kesehat. 2019;2(1):269–76.
22. Imelda I, Sjaaf F, Puspita T. Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia Di Puskesmas Air Dingin Lubuk Minturun.
Heal Med J. 2020;2(2):68–77.
23. Kurniawan D, Rekawati E, Sahar J.
Pelayanan Kesehatan Pada Lansia Dengan Hipertensi Di Tingkat Pelayanan Primer: Systematic Review. Coping Community Publ Nurs. 2022;10(4):424.
24. Arifin MHBM, Weta IW, Ratnawati NLKA. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Pada kelompok Lanjut Usia Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Petang 1 Kabupaten Badung. E-Jurnal Med
25. KEPATUHAN MINUM OBAT
PASIEN HIPERTENSI Compliance With Drug Hypertension Patients JIM FKep Volume V No . 1 2021
26. Nisak K. Tingkat kepatuhan minum obat pada pasien hipertensi anggota posyandu lansia di desa gudang kabupaten situbondo. 2022;
27. Musfirah M, Masriadi M. Analisis Faktor Risiko dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Takalala Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng. J Kesehat Glob. 2019;2(2):94.
28. infodatin-hipertensi.kepatuhan
29. Mathematics A. Alat ukur Tingkat kepatuhan minum obat MMAS-8.
2016;1–23.
30. Kartikasari, Sarwani DRS, Pramatama S.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan Pengobatan pada Pasien Hipertensi di Berbagai Wilayah Indonesia. J Pendidik Tambusai.
2022;6(2614–3097):11665–76.