• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Yang Mempengaruhi Sick Building Syndrome (SBS) Pada Pekerja Kantoran Era New Normal

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Faktor Yang Mempengaruhi Sick Building Syndrome (SBS) Pada Pekerja Kantoran Era New Normal"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

Terima kasih, alhamdulillah, dan atas izin-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini yang mengangkat topik faktor-faktor yang mempengaruhi sick building syndrome di era normal baru. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan cara mengumpulkan data dari berbagai sumber yang berkaitan dengan penyakit akibat kerja khususnya gejala-gejala sick building syndrome setelah kita terbebas dari pandemi. Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para informan khususnya pihak pengelola gedung khas kantor Bank Indonesia Kebun Sirih Jakarta yang telah membantu penulis mendapatkan data penelitian, dan semoga hasil penelitian dapat digunakan untuk perbaikan lingkungan fisik. pekerja, terutama untuk mencegah sindrom gedung sakit bagi pekerja dan meningkatkan budaya.

Sick Building Syndrome (SBS) adalah kumpulan gejala yang dirasakan oleh orang yang berada di dalam gedung. Penelitian dilakukan dengan menelusuri data faktor-faktor yang berhubungan dengan sick building syndrome seperti AC, pencahayaan, ventilasi, psikososial dan suhu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa AC, ventilasi, psikososial, pencahayaan, suhu, kelembaban dan kebisingan, umur dan jenis kelamin, serta masa kerja merupakan faktor yang berhubungan secara signifikan dengan sick building syndrome.

Sick Building Syndrome (SBS) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sejumlah alergi yang dapat menyerang beberapa pekerja kantoran di gedung yang sama dan dapat menghilang secara perlahan saat mereka pergi. Sick Building Syndrome (SBS) adalah kumpulan gejala yang dialami oleh orang yang berada di dalam gedung. Sick Building Syndrome (SBS) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sejumlah alergi yang mungkin menyerang beberapa pekerja kantoran di gedung yang sama dan mungkin perlahan menghilang saat mereka pergi.

Sick Building Syndrome (SBS) adalah kumpulan gejala yang dialami atau dirasakan seseorang tidak enak badan tanpa sebab yang jelas saat melakukan pekerjaan di gedung dan akan hilang saat seseorang meninggalkan gedung tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA

Sick Building Syndrome (SBS)

  • Pengertian Perilaku
  • Teori Perubahan Perilaku
  • Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku

Meski penyebab gejalanya tidak diketahui, namun dapat mengurangi efisiensi kerja dan meningkatkan ketidakhadiran yang umumnya terkait dengan keluhan pernapasan. Gejala ini dinyatakan sebagai sindrom gedung sakit jika gejala tersebut dialami oleh minimal 20% pekerja di gedung tersebut. Penyebab gejala sakit kepala yang terjadi di suatu ruangan dapat disebabkan oleh kebisingan, pencahayaan kantor, penggunaan lapisan display, senyawa organik yang mudah menguap, tingkat stres dan pekerjaan yang monoton.

Penyebab gejala bersin, pilek dan hidung tersumbat adalah karena polutan debu, polutan biologis, senyawa organik yang mudah menguap, sistem ventilasi yang kotor, kelalaian dalam melakukan pekerjaan pemeliharaan. Penyebab gejala iritasi mata, hidung dan tenggorokan disebabkan oleh gas CO, NO2 dan SO2 yang dihasilkan dari. VOC adalah semua komponen bahan kimia organik yang dapat menguap dan mencemari udara.

Penyebab gejala batuk dan serak dapat disebabkan oleh kontaminan biologis (mikroorganisme), seperti bakteri, jamur, serbuk sari dan virus. Penyebab gejala mata pusing terjadi ketika seseorang menggunakan matanya untuk berakomodasi penuh atau berkonsentrasi dalam jangka waktu yang lama. Penyebab gejala gatal dan bercak merah pada kulit dapat disebabkan oleh debu yang menyelimuti pekerja di area perkantoran dan polutan biologis yaitu bakteri yang dibawa oleh pekerja dari luar seperti Staphylococcus dan Micrococcus yang berada pada kulit manusia, serta Spesies Streptococcus yang dihembuskan dari hidung/faring saat seseorang berbicara.

Debu di ruang kerja berasal dari debu yang menumpuk di karpet, ventilasi air conditioner (AC), dan permukaan terbuka yang bisa dipenuhi debu, seperti rak, lemari, dan meja kantor. Yang berisiko mengalami sindrom gedung sakit adalah penghuni gedung yang berada di gedung dengan struktur tertutup, ventilasi alami sangat terbatas dan menggunakan ventilasi mekanis atau AC tanpa membuka jendela. Contohnya adalah pemeliharaan rutin sistem pendingin udara, pembersihan atau penggantian filter udara secara berkala, pembersihan jamur yang menempel di dinding dan langit-langit, penggantian ubin yang rusak yang dapat menyimpan kontaminan biologis, meninggalkan penggunaan karpet atau pembersihan karpet secara teratur, tidak keluhan merokok

Program 5S, Clean Friday, adalah salah satu program paling efektif untuk menghilangkan sindrom bangunan sakit. Menurut Geller (2001), perilaku adalah tingkah laku atau tindakan yang dapat diamati oleh orang lain, tetapi apa yang dilakukan seseorang tidak selalu sama dengan apa yang dipikirkan, dirasakan dan diyakini oleh individu tersebut. Artinya stimulus yang diperlukan adalah stimulus yang dapat dipahami dalam konteks kebutuhan seseorang.

Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

  • Karakteristik Perilaku
  • Keselamatan dan Kesehatan Kerja
    • Masalah K3 yang terjadi di Kantor
    • Contoh Penerapan K3 Menurut (Mita, 2019)
    • Pentingnya Kesehatan Kerja
    • Pentingnya Keselamatan Kerja
    • Tujuan dan Fungsi Keselamatan dan Kesehatan Kerja 1. Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut (Ratih, 2018)
  • Persyaratan Kesehatan Kerja
    • Air bersih 1. Persyaratan
    • Ruang dan Bangunan
    • Vektor penyakit 1. Pengertian

Pengalaman dengan kewaspadaan kecelakaan meningkat seiring bertambahnya usia, masa kerja di perusahaan dan lama bekerja di tempat kerja masing-masing. Karyawan yang memiliki masa kerja yang lama akan lebih terampil dan berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya, sehingga hasilnya lebih baik dan lebih aman (Pandji, 2001). Suatu area atau tempat kerja dan lingkungannya dengan segala fasilitas yang mendukung proses kerja. http://civil-injinering.blogspot.com/2009/06/keselamatan-dan-kesehatan-kerja.html) 3.

Pasal 13 UU No. 13 tahun tentang ketenagakerjaan mengatur bahwa: setiap perusahaan wajib memperkenalkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Secara filosofis kesehatan dan keselamatan kerja menggambarkan keadaan fisiologis-fisik dan psikologis tenaga kerja yang disebabkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan. Keselamatan dan kesehatan kerja atau O3 adalah suatu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, tanpa pencemaran lingkungan, sehingga dapat melindungi dan bebas dari kecelakaan kerja, yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja (Irzal, 2016). . .

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan bagian integral dari sistem kepegawaian. Aturan ini dibuat untuk menjaga lingkungan kerja yang kotor dan menghindari tumpukan sampah yang bisa menjadi sumber penyakit. Masalah keselamatan dan pencegahan kecelakaan sangat penting bagi manajer karena beberapa alasan.

Saat ini, baik di Indonesia maupun di negara lain terdapat undang-undang yang mengatur kesehatan dan keselamatan kerja. Menurut Mangkunegara, keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk meningkatkan keutuhan dan kesempurnaan fisik dan mental tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, kerja dan budaya menuju jaminan masyarakat yang adil dan makmur. Menurut suma'mur, Keselamatan Kerja adalah menciptakan suasana kerja yang aman dan tenteram bagi karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.

Menurut Simanjuntak, keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan cidera ditempat kita bekerja, yang meliputi kondisi gedung, kondisi mesin, perlengkapan keselamatan dan kondisi kerja. Semua kondisi dan faktor yang dapat mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja dan orang lain (kontraktor, pemasok, pengunjung dan tamu) di tempat kerja. Peran kesehatan kerja dalam ilmu kesehatan kerja memberikan kontribusi terhadap upaya perlindungan kesehatan pekerja melalui upaya promosi kesehatan, pemantauan dan pengawasan, serta upaya peningkatan daya tahan dan kebugaran pekerja.

Sedangkan peran safety adalah menciptakan sistem kerja yang aman atau memiliki potensi resiko kecelakaan yang rendah dan melindungi aset perusahaan dari kemungkinan kerugian. Dalam buku (Bayu, 2018), kesehatan kerja di perkantoran dan industri atau pabrik harus memenuhi persyaratan tertentu.

Gambar 2.1  Dilarang Merokok
Gambar 2.1 Dilarang Merokok

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Lokasi Penelitian

Pengumpulan Data

HASIL DAN PEMBAHASAN

  • Gambaran faktor pendingin ruangan terhadap Sick Building Syndrome (SBS) Faktor pendingin ruangan (AC) terhadap sick building syndrome merupakan salah satu
  • Gambaran faktor Ventilasi terhadap Sick Building Syndrome (SBS)
  • Gambaran faktor pencahayaan ruangan terhadap Sick Building Syndrome
  • Gambaran faktor suhu dan kelembaban terhadap Sick Building Syndrome Faktor suhu dan kelembaban terhadap sick building syndrome merupakan salah satu
  • Gambaran faktor psikososial terhadap Sick Building Syndrome

Deskripsi faktor pengkondisian udara pada sindrom bangunan sakit (SBS) Faktor pengkondisian udara (AC) pada sindrom bangunan sakit adalah salah satu faktor pengkondisian udara (AC) pada sindrom bangunan sakit adalah salah satu karakteristik independen yang menjelaskan pendapat para ahli. pekerja di gedung tentang keluhan tentang karyawan seperti pada tabel di bawah ini. Berdasarkan tabel di atas pengaruh AC berpengaruh kurang baik (72,4%) terhadap persepsi karyawan yang bekerja full time di dalam ruangan. Faktor ventilasi untuk sindrom bangunan sakit merupakan salah satu karakteristik independen yang menjelaskan pendapat pekerja di gedung terkait keluhan karyawan pada tabel di bawah ini.

Berdasarkan tabel di atas, pengaruh ventilasi ruangan berpengaruh kurang baik (59,2%) terhadap persepsi karyawan yang bekerja full time di dalam ruangan. Faktor bantuan untuk sindrom bangunan sakit adalah salah satu karakteristik independen yang menjelaskan pendapat karyawan di gedung tentang keluhan karyawan pada tabel di bawah ini. Berdasarkan tabel di atas, pengaruh pencahayaan ruangan berpengaruh kurang baik (59,2%) terhadap persepsi karyawan yang bekerja penuh waktu di dalam ruangan.

Deskripsi faktor suhu dan kelembaban untuk sindrom bangunan sakit Faktor suhu dan kelembaban untuk sindrom bangunan sakit adalah salah satu faktor suhu dan kelembaban untuk sindrom bangunan sakit, yang merupakan karakteristik independen yang menjelaskan pendapat pekerja bangunan mengenai keluhan karyawan pada tabel di bawah ini. Berdasarkan tabel di atas, pengaruh suhu ruangan berpengaruh kurang baik (61,8%) terhadap persepsi karyawan yang bekerja full time di dalam ruangan. Faktor psikososial dari sick building syndrome merupakan salah satu ciri independen yang menjelaskan pendapat pekerja bangunan terhadap keluhan karyawan pada tabel di bawah ini.

Berdasarkan tabel di atas, pengaruh ventilasi ruangan berdampak negatif (75%) terhadap persepsi karyawan yang bekerja penuh waktu di dalam ruangan.

Tabel 3 Pengaruh pencahayaan  ruangan terhadap sick building syndrome  Pendingin ruangan  Frekuensi  Persentase (%)
Tabel 3 Pengaruh pencahayaan ruangan terhadap sick building syndrome Pendingin ruangan Frekuensi Persentase (%)

KESIMPULAN DAN SARAN

Gambar

Gambar 2.1  Dilarang Merokok
Tabel 1.  Pengaruh pendingin ruangan terhadap sick building syndrome  Pendingin ruangan  Frekuensi  Persentase (%)
Tabel 3 Pengaruh pencahayaan  ruangan terhadap sick building syndrome  Pendingin ruangan  Frekuensi  Persentase (%)
Tabel 4. Pengaruh suhu  ruangan terhadap sick building syndrome  Pendingin ruangan  Frekuensi  Persentase (%)

Referensi

Dokumen terkait

Based on this background with the title of research on the impact of psychology on children after the earthquake in Kayuangin Village, Malunda District, Majene Regency, West