• Tidak ada hasil yang ditemukan

fakultas hukum - Dr. Abdul Kadir, SH, M.Si

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "fakultas hukum - Dr. Abdul Kadir, SH, M.Si"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

Pengesahan perkawinan (Itsbat Nikah) dapat dilakukan dengan mengajukan surat permohonan pengesahan perkawinan ke Pengadilan Agama. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peraturan hukum mengenai Itsbat perkawinan, untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam menentukan keabsahan perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan untuk mengetahui akibat hukum dari perkawinan tersebut. mengetahui Itsbat nikah yang telah disahkan oleh Pengadilan Agama. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris karena penelitian ini dilakukan melalui analisis hukum tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder dengan cara melakukan penelitian langsung di lapangan dimana objek yang diteliti adalah Pengadilan Agama Medan.

Itsbat Nikah adalah permohonan pengesahan perkawinan yang diajukan ke pengadilan untuk menyatakan perkawinan itu sah dan sah. Berdasarkan ketentuan di atas, permohonan hukum hanya dapat dilakukan melalui pengadilan agama di wilayah tempat tinggal Anda, tidak melalui Kantor Urusan Agama (KUA). Umumnya permohonan Itsbat Nikah diajukan oleh pasangan suami istri yang sudah menikah secara Islam, namun belum terdaftar di Kantor Urusan.

Berdasarkan data di atas, terlihat jelas bahwa masih banyak pasangan suami istri yang perkawinannya tidak dicatatkan di Kantor Agama dan masih seringnya permohonan Itsbat Nikag diajukan ke Pengadilan Agama khususnya Pengadilan Agama Medan. Dalam Kompendium Hukum Islam pasal 7 disebutkan bahwa perkawinan hanya dapat dikukuhkan dengan akta nikah, apabila tidak dapat dikukuhkan maka akta nikah atau perkawinannya dapat diajukan ke Pengadilan Agama. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengkaji bagaimana peraturan hukum mengenai perkawinan ITSbat ada dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Untuk mengetahui peraturan hukum terkait akta nikah yang ada dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Tabel  1:  Permohonan  yang masuk tahun  2014  s/d 2016  pada  Pengadilan  Agama Medan
Tabel 1: Permohonan yang masuk tahun 2014 s/d 2016 pada Pengadilan Agama Medan

Urgensi Penelitian

Luaran yang Ditargetkan

Isbat nikah berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari itsbat dan nikah.Kata Isbat yang berasal dari bahasa Arab berarti ketetapan, pengukuhan, ketetapan. Para ahli fiqih berbeda pendapat mengenai pengertian perkawinan, namun secara umum dapat disimpulkan bahwa perkawinan menurut para ulama fiqh berarti akad nikah yang ditentukan oleh syara’, yang dapat dimanfaatkan dan dinikmati oleh suami dengan kehormatan. istri dan seluruh tubuhnya. Menurut hukum positif, perkawinan adalah suatu ikatan jasmani dan rohani antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk suatu keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal, berdasarkan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Itsbat nikah adalah sahnya suatu perkawinan, adanya perkawinan dalam rangka perceraian, hilangnya akta perkawinan, adanya keragu-raguan terhadap keabsahan salah satu perjanjian pranikah, adanya perkawinan sebelum pengesahannya. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan untuk melangsungkan perkawinan sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Kedua kata ini digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Arab dan sering ditemukan dalam Al-Qur'an dan hadis Nabi. Al-Nikah artinya Al-Wathi, Al-. Pernikahan adalah salah satu prinsip dasar terpenting dalam kehidupan masyarakat yang sempurna.

Pernikahan bukan hanya merupakan cara yang sangat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, namun juga dapat dipandang sebagai cara untuk saling mengenal. Menurut sebagian ulama Hanafi, “perkawinan adalah suatu akad yang memberikan manfaat (mengakibatkan) kepemilikan atas kenikmatan yang disengaja (disengaja) bagi seorang laki-laki dengan seorang perempuan, terutama untuk memperoleh kenikmatan biologis”. Sedangkan menurut sebagian mazhab Maliki, perkawinan adalah suatu ungkapan (istilah) atau hak atas suatu akad yang dilakukan dan dimaksudkan hanya untuk mencapai kenikmatan (seksual). Menurut mazhab Syafi’i, perkawinan dirumuskan sebagai “suatu kontrak yang menjamin kepemilikan. untuk persetubuhan menggunakan redaksi (pengucapan) “inkah atau tazwij; atau turunan (makna) keduanya.” Sedangkan ulama Hanabilah mengartikan nikah tangan sebagai “akad yang dilakukan dengan menggunakan kata inkah atau tazwij untuk memperoleh kenikmatan (kesenangan).” Perkawinan adalah suatu akad yang memberikan manfaat hukum bagi kemampuan terjalinnya hubungan kekeluargaan (suami-istri) antara seorang laki-laki dan seorang perempuan serta memberikan bantuan timbal balik dan membatasi hak-hak pemiliknya serta pemenuhan kewajiban masing-masing.” (Mardani, 2011). : 4).

Definisi pernikahan secara fiqih memberi kesan bahwa perempuan diposisikan sebagai objek kesenangan laki-laki. Yang terlihat pada wanita hanyalah aspek biologisnya saja, hal ini terlihat pada penggunaan kata al-wat' atau Dapat juga dijadikan alasan untuk menyatakan bahwa suatu undang-undang adalah suatu perjanjian, yaitu karena adanya: (Mardani, 2011: 5).

Tata cara melangsungkan perkawinan diatur terlebih dahulu, yaitu dengan akad nikah dan dengan syarat-syarat tertentu. Sebelumnya juga diatur cara memutuskan atau memutuskan ikatan perkawinan, yaitu melalui tata cara talak, fasak, siqaq, dan lain-lain. Dalam masyarakat setiap bangsa, sudah menjadi anggapan umum bahwa orang yang sudah menikah atau sudah berkeluarga mempunyai kedudukan yang lebih terhormat dibandingkan mereka yang belum menikah.

Tabel 1. Rencana Target Tahunan No
Tabel 1. Rencana Target Tahunan No

Dasar Hukum Isbat Nikah

Pernyataan mengenai sahnya suatu perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan peraturan-peraturan lainnya dilaksanakan. Penyelesaian permasalahan perkawinan yang dilangsungkan sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dapat ditempuh dengan mengajukan itbat perkawinan ke Pengadilan Agama sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Kompilasi Hukum Islam (Chatib Rasyid dan Syairuddin , 2009: 21). Kewenangan dalam perkara itsbat perkawinan pada dasarnya adalah kewenangan Peradilan Agama dalam sejarahnya diperuntukkan bagi mereka yang melangsungkan perkawinan dibawah tangan sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang merupakan peraturan pelaksanaannya. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1975 1974.

Namun kewenangan tersebut berkembang dan diperluas dengan ditetapkannya ketentuan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 7 ayat (2) dan (3), pada ayat (2) dikatakan bahwa “dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akad nikah, maka itsbat nikahnya dapat diajukan ke Pengadilan. Agama.". Menurut Pasal 7 ayat (2)) dan (3) Kompilasi Hukum Islam, hal ini berarti telah memberikan kewenangan lebih dari apa yang diberikan undang-undang, baik melalui Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Mengenai status hukum perkawinan, Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975 yang menyatakan dalam Pasal 39 ayat 4 bahwa apabila Kantor Urusan Agama tidak dapat membuat duplikat akta perkawinan karena akta tersebut rusak atau hilang atau sebab lain, maka harus menentukan apakah terjadi perkawinan, cerai, talak atau rujuk. , harus ditetapkan dengan keputusan (dalam artian ketetapan) Pengadilan Agama, tetapi berkaitan dengan perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, bukan dengan perkawinan yang terjadi setelahnya.

Kekuasaan mutlak untuk menikah sebagai perkara sukarela tidak bisa dianalogikan (kijaskan) dengan perkara pembatalan perkawinan, perceraian atau poligami, perkara sukarela itu harus ditentukan dengan undang-undang, bila undang-undang tidak memberikan kewenangan maka pengadilanlah yang berhak. tidak ada otoritas. Jika pernikahan rahasia setelah disahkannya undang-undang no. 1 Tahun 1974, diberikan tempat pada undang-undang perkawinan, maka secara sosiologis hal ini pasti akan mendorong terjadinya pernikahan massal secara rahasia. Kalau dipikir-pikir lagi, maka ketentuan Pasal 7 ayat 2 IHK telah memberikan kewenangan mutlak yang sangat luas terhadap perkawinan tanpa adanya batasan dan pengecualian, padahal dalam penjelasan pasal-pasal tersebut hanya dijelaskan bahwa pasal tersebut hanya berlaku. setelah disahkannya undang-undang keadilan agama.

Pencatatan Perkawinan

III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Urutan Peraturan Perundang-undangan; INPRES tidak termasuk dalam peraturan perundang-undangan Republik Indonesia. Beberapa formalitas yang diwajibkan dalam melangsungkan perkawinan diatur dalam Pasal 3 dan 12 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, yaitu: (Abd. Shomad. Pencatat pada kantor perkawinan akan menerbitkan surat pemberitahuan niat untuk membubarkan perkawinan (Pasal 8).

Perkawinan harus dilangsungkan di hadapan panitera, disaksikan oleh dua orang saksi, dengan memperhatikan tata cara perkawinan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing (Pasal 10). Segera setelah perkawinan dilangsungkan, kedua mempelai harus menandatangani akta nikah, diikuti oleh kedua orang saksi, panitera, dan wali nikah atau wakilnya bagi yang beragama Islam (Pasal 11). Untuk memberikan kepastian hukum tentang adanya perkawinan, maka pasangan pengantin diberikan cuplikan akta perkawinan atau akta perkawinan sebagai bukti (Pasal 12).

Dalam Ketetapan Mahkamah Agung Islam Tahun 1953 Nomor 23 Tahun 19 ditegaskan, jika rukun perkawinan sudah lengkap tetapi tidak dicatatkan, maka perkawinan itu sah, sedangkan yang bersangkutan akan dikenakan denda karena tidak mencatatkan perkawinannya. pernikahan. Pokok-pokok hukum dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan diperjelas dari segi penekanan pada Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 Kompilasi Hukum Islam. Peraturan Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa perkawinan itu sah apabila dilakukan menurut hukum agama, sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yaitu: “Perkawinan sah apabila dilakukan menurut masing-masing agama. agama dan kepercayaan masing-masing.” Dengan demikian, perkawinan yang dilakukan oleh pemeluk agama Islam akan sah apabila dilakukan sesuai dengan kaidah perkawinan Islam.

Sebaliknya perkawinan yang dilakukan oleh pemeluk agama Islam tanpa didasari kaidah perkawinan dalam Islam adalah tidak sah. Perkawinan yang dilakukan tanpa tata cara pencatatan dikenal dengan perkawinan tidak dicatatkan. Pernikahan Suriah menurut Ikhtisar Hukum Islam tidak mempunyai kekuatan hukum. Perkawinan Syria yang termasuk dalam kategori perkawinan haram berupa perkawinan kasih sayang atau perkawinan kumpul kebo. Perkawinan di Suriah sah menurut agama, namun hak-haknya tidak dijamin oleh peraturan perundang-undangan.Jika seorang anak dilahirkan dalam masa perkawinan siri, maka anak tersebut dianggap tidak sah menurut hukum, sehingga ia hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya. Dengan kata lain, anak tidak mempunyai kewenangan hukum (tidak diakui bila timbul permasalahan perdata).

Sesuai dengan judul penelitian dan permasalahan yang diajukan dalam proposal penelitian ini, maka pelaksanaannya akan dilakukan di Medan bersamaan dengan Pengadilan Agama Medan.

Jenis Penelitian

Sumber Data

Instrumen pengumpulan datanya dibagi menjadi dua, yaitu untuk data primer menggunakan wawancara langsung dengan hakim pengadilan agama di Medan. Wawancara ini menggunakan wawancara independen, yaitu metode pengumpulan data melalui wawancara langsung yang dilakukan secara mendalam dengan sumber data.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik Analisa Data

Teknik Pencermatan Kesahihan Data

Bagan Alir Penelitian

Anggaran Biaya

Jadwal Penelitian

Peraturan Perundang-Undangan

UNIVERSITAS MEDAN AREA

FAKULTAS HUKUM

Gambar

Tabel  1:  Permohonan  yang masuk tahun  2014  s/d 2016  pada  Pengadilan  Agama Medan
Tabel 1. Rencana Target Tahunan No

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menghasilkan model yang dapat digunakan untuk memprediksi harga saham Apple Inc pada beberapa bursa efek, memberikan informasi tentang implementasi metode

In this regard, the administration of regional government is based on the above provisions, based on: 1 The principle of decentralization is the transfer of government authority by the