• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenomena Industri Halal dan Perkembangan Ekonomi di Indonesia

N/A
N/A
Khilmi Zuhroni

Academic year: 2023

Membagikan "Fenomena Industri Halal dan Perkembangan Ekonomi di Indonesia"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

1

FENOMENA INDUSTRI HALAL DAN PERKEMBANGAN EKONOMI DI INDONESIA

Tugas Makalah

Disusun Untuk Memenuhi Tugas UAS Mata Kuliah Manajemen Industri Halal

Dosen Pengampu

Prof. Dr. H.Muhammad Djakfar, S.H., M.Ag Dr. H.Fauzan Almanshur,ST., MM

Oleh:

KHILMI ZUHRONI NIM. 200504320014 (Kelas A)

PROGRAM DOKTOR EKONOMI SYARIAH

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2022

(2)

2

FENOMENA INDUSTRI HALAL DAN PERKEMBANGAN EKONOMI DI INDONESIA

Khilmi Zuhroni

Program Doktor Ekonomi Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Email: khilmizuhroni@gmail.com

A. PENDAHULUAN

Perkembangan industri halal secara global adalah fenomena yang menarik untuk dikaji.

Hal ini mengingat pertumbuhan industri yang mengusung tema-tema halal (Halal Industries) terus berkembang tidak saja di negara-negara dengan penduduk mayoritas muslim, akan tetapi telah banyak bermunculan juga di negara-negara dengan penduduk muslim minoritas, seperti negara- negara Eropa,1 Amerika,2 Australia,3 Jepang,4 Rusia,5 China6 dan negara-negara dengan minoritas muslim lainnya.

Di China misalnya, negara dengan jumlah penduduk muslim 30 juta di tahun 2020 atau sekitar 0,021 persen tersebut tercatat termasuk negara dengan memiliki tingkat pertumbuhan industri halal yang cukup pesat. Laporan ekonomi Islam secara global tahun 2020 menunjukkan bahwa negara China sebagai negara terbesar dalam industri fasyeh halal dengan total investasi sebesar USD 11,5 miliar.7

1 Nur Aini Fitriya Ardiani Aniqoh and Metta Renatie Hanastiana, “Halal Food Industry: Challenges and Opportunities in Europe,” Journal of Digital Marketing and Halal Industry 2, no. 1 (July 10, 2020): 43, https://doi.org/10.21580/jdmhi.2020.2.1.5799.

2 Md Siddique E Azam and Moha Asri Abdullah, “Global Halal Industries: Realities and Opportunities,”

International Journal of Islamic Business Ethics 5, no. 1 (March 31, 2020): 47, https://doi.org/10.30659/ijibe.5.1.47- 59.

3 Lejla Voloder, “The ‘Mainstreaming’ of Halal: Muslim Consumer-Citizenship in Australia,” Journal of Muslim Minority Affairs 35, no. 2 (April 3, 2015): 230–44, https://doi.org/10.1080/13602004.2015.1051753.

4 Hiroko Kurosaki Yamaguchi, “THE POTENTIAL AND CHALLENGE OF HALAL FOODS IN JAPAN,”

Journal of Asian Rural Studies 3, no. 1 (January 28, 2019): 1, https://doi.org/10.20956/jars.v3i1.1712.

5 Aleksei Valentinovich Bogoviz and Yulia Vyacheslavovna Ragulina, eds., Industry Competitiveness:

Digitalization, Management, and Integration. Volume 1, Lecture Notes in Networks and Systems 115 (Scientific and Practical Forum Industry, Science, Competences, Integration, Cham: Springer, 2020), 531, https://doi.org/10.1007/978-3-030-40749-0.

6 Meenchee Hong et al., “Chinese Muslim’s Choice of Halal Products: Evidence from Stated Preference Data,” Journal of the Asia Pacific Economy 25, no. 4 (October 1, 2020): 696–717, https://doi.org/10.1080/13547860.2019.1701827.

7 Report Team, “State of The Global Islamic Economy Report 2020,” The Global Islamic Economy Report (Dubai: Dinar Standart, 2021 2020), 118, www.salaamgateway.com.

(3)

3

Penelitian Yamaguhci (2019) mengungkapkan bahwa Jepang memiliki pasar yang potensial untuk mengambangkan industri halal khususnya sektor pariwisata. Meskipun sejauh ini masyarakat Jepang masih memahami bahwa industri halal khususnya makanan adalah hanya untuk kalangan muslim, namun penelitian tersebut menekankan pentingnya informasi dan promosi bahwa produk-produk halal dapat diperuntukkan bagi non-muslim yang menginginkan makanan yang baik dan sehat untuk dikonsumsi.8

Secara global pertumbuhan industri halal terus mengalami perkembangan yang pesat.

Angka-angka yang dikeluarkan dalam laporan pertumhuban ekonomi Islam secara global menunjukkan perkembangan yang sangat signikan. Bahkan ditengah ancaman pandemik Covid- 19, tahun 2022 industri halal selain sektor pariwisata tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 9,1 persen, dimana pada tahun 2021 total konsumsi yang dihabiskan populasi muslim dunia sebesar USD 2 triliun. Pertumbuhan pasar global diperkirakan mencapai tingkat tahunan rata-rata 7,5 persen pada tahun 2025 atau naik sebesar USD 2,8 triliun.9

Istilah halal, menjadi konsep yang tidak hanya secara khusus menjadi kajian-kajian yang terbatas hanya menjadi “milik” ulama fikih—sekalipun pada dasarnya berangkat dari kajian fikih—akan tetapi lebih luas telah menjadi kajian yang dilakukan oleh ahli-ahli ekonomi secara global yang diintegrasikan dengan perbagai bidang keilmuan yang lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan manusia.10 Dengan adanya Integrasi tersebut membuka batas industri halal dari 2,8 miliar konsumen Muslim ke non-Muslim konsumen juga di seluruh dunia.

Dimana, hal tersebut diterima dengan baik oleh konsumen non-Muslim sebagai kehidupan pilihan gaya karena nilai-nilai yang dipromosikan oleh industri halal seperti kesejahteraan hewan, sosial tanggung jawab, ramah lingkungan, kepedulian terhadap bumi, keadilan ekonomi dan sosial, dan investasi etis.11

8 Yamaguchi, “THE POTENTIAL AND CHALLENGE OF HALAL FOODS IN JAPAN.”

9 Report Team, “State of The Global Islamic Economy Report 2022; Unlocking Opportunity,” Global Islamic Economy Report (Dubai: Dinar Standart, 2022), 2, www.salaamgateway.com.

10 Febe Armanios and Boğaç A. Ergene, Halal Food: A History (New York, NY: Oxford University Press, 2020), P. 57.

11 Abdalla Mohamed Bashir, “Applying the Institutional Theory at the Level of Halal Consumers: The Case of Cape Town in South Africa,” Journal of Food Products Marketing 25, no. 5 (June 13, 2019): 527–48, https://doi.org/10.1080/10454446.2019.1607645.

(4)

4

Istilah "halal" mengacu pada objek dan praktik yang dianggap sebagai halal dan diperbolehkan.12 Lawan dari halal adalah “haram”, yang sering diterjemahkan sebagai "terlarang,"

"tidak sah," "melanggar hukum," dan "berdosa".13 Al-Qur'an menggunakan istilah-istilah ini atau turunannya untuk membuat pernyataan tentang keabsahan dan dan sestau yang dianggap melanggar hukum seperti dalam hal transaksi ekonomi, praktik ibadah,14 hubungan seksual dan interaksi keluarga, dan masalah makanan.15 Dengan demikian, Istilah halal mengandung makna sah untuk dilakukan secara syariat.16 Sebaliknya, istilah haram mengandung arti dilarang untuk dilakukan, bahkan jika dilanggar maka subjek pelakunya akan mendapat hukuman (punishment), tidak saja di dunia namun juga di akhirat kelak di kemudian hari.17

Industri halal adalah fenomena yang menarik bukan saja karena pentingnya halal bagi pemeluk Islam sebagai manifestasi ketaatan dalam menjalankan ajaran agama,18 namun lebih dari itu, fenomena perkembangan industri halal telah menjadi arus ekonomi baru yang kian tumbuh- kembang seiring dengan bertambahnya populasi muslim dunia. Selain itu, fenomena ini juga menarik bagi para pelaku pasar global untuk ikut mengambil bagian dari ceruk potensi industri halal yang cukup besar, pengaruh geopolitik dalam perdagangan internasional yang menuntut adanya kestabilan hubungan antara negara muslim dan non-muslim menjadikan fenomena industri halal menjadi sebuah keniscayaan apapun faktor dan motivasinya. Sehingga dengan demikian banyak peneliti melakukan kajian-kajian industri halal ditengah goncangan pasar ekonomi konvensional yang kian lemah dan menghawatirkan.

12 Ismalaili Ismail et al., “Halal Principles and Halal Purchase Intention Among Muslim Consumers,” in Proceedings of the 3rd International Halal Conference (INHAC 2016), ed. Nurhidayah Muhammad Hashim et al.

(Singapore: Springer Singapore, 2018), 131–38, https://doi.org/10.1007/978-981-10-7257-4_12.

13 Syed Fazal Ur Raheema, “Assuring Tayyib from a Food Safety Perspective in Halal Food Sector: A Conceptual Framework,” MOJ Food Processing & Technology 6, no. 2 (March 13, 2018), https://doi.org/10.15406/mojfpt.2018.06.00161.

14 Nurul Aini Muhamed and Nathasa Mazna Ramli, “Towards Integrated Halal Sectors and Islamic Financing: The Academia Perspectives,” in Proceedings of the 3rd International Halal Conference (INHAC 2016), ed. Nurhidayah Muhammad Hashim et al. (Singapore: Springer Singapore, 2018), 159–68, https://doi.org/10.1007/978-981-10-7257-4_15.

15 Armanios and Ergene, Halal Food, P. 8.

16 Siti Hafsyah Idris, Abu Bakar Abdul Majeed, and Lee Wei Chang, “Beyond Halal: Maqasid al-Shari’ah to Assess Bioethical Issues Arising from Genetically Modified Crops,” Science and Engineering Ethics 26, no. 3 (June 2020): 1463–76, https://doi.org/10.1007/s11948-020-00177-6.

17 Muhammad Djakfar, Pariwisata Halal: Perspektif Multidimensi: Peta Jalan Menuju Pengembangan Akademik & Industri Halal Di Indonesia, Cetakan I (Malang: UIN-Maliki Press, 2017), h. 28.

18 Norazlina Abdul Aziz, Noriah Ramli, and Naemah Amin, “Request for Halal Pharmaceutical Information:

Duty of Physician and Pharmacist,” in Proceedings of the 3rd International Halal Conference (INHAC 2016), ed.

Nurhidayah Muhammad Hashim et al. (Singapore: Springer Singapore, 2018), 201–10, https://doi.org/10.1007/978- 981-10-7257-4_19.

(5)

5

Sebagai negara dengan jumlah populasi muslim terbesar, Indonesia memiliki potensi yang strategis dalam mengambangkan industri halal. Sekalipun belum tergarap sepenuhnya, perkembangan industri halal di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik. Potensi ini nampak dari data-data yang menunjukkan bahwa outcome industri halal yang ada di Indonesia masih berpeluang untuk terus meningkat. Laporan State of The Global Islamic Report tahun 2020 menunjukkan, Indonesia menempati peringkat keempat dalam lima belas besar negara-negara yang menempati 15 rangking teratas dalam.19 Pada sektor industri makanan halal posisi Indonesia berada pada urutan pertama dengan jumlah belanja mencapai USD 144 miliar, sedangkan pada industri keuangan syariah Indonesia menempati urutan ketujuh dengan jumlah aset sebesar USD 99 miliar, adapun pada sektor travel syariah Indonesia pada urutan kelima dengan jumlah belanja untuk travel pada tahun 2020 sebesar USD 11,2 miliar. Tidak hanya itu, pada belanja kosmetik halal pun Indonesia menempati posisi sangat prestisius, yakni urutan kedua dengan total belanja produk kosmetik halal sebesar USD 4 miliar, dan belanja fasyen syariah sebesar USD 16 miliar atau menempati urutan kelima.20

Makalah ini mencoba untuk mengkaji realitas industri halal global dan potensi pasar di Indonesia saat ini dengan mengamati faktor-faktor yang menentukan peningkatan permintaan untuk industri Halal di samping peluang yang ditawarkan dari perkembangan global terkini di pasar. Untuk mencapai tujuan penelitian, metodologi menganalisis data sekunder dari sumber yang berbeda diadopsi dalam makalah ini. Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk menyadari situasi dan prospek halal global saat ini industri. Ini juga menyelidiki faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan pesat pasar halal secara global. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk mengatasi beberapa masalah dan tantangan di pasar halal global dan memberikan rekomendasi yang sesuai. Temuan penelitian bisa digunakan untuk membuat kesadaran tentang realitas dan peluang pasar halal global yang dapat dikembangkan di indonesia.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologi.

Penelitian ini yang menggunakan data sekunder yang didapatkan melalui artikel ilmiah maupun dokumen lainnya yang relevan sehingga termasuk dalam jenis penelitian kepustakaan. Data yang didapatkan tersebut kemudian dianalisis dengan menghasilkan penjelasan deskriptif berupa kata- kata, gambar maupun simbol yang dihubungkan dengan objek penelitian ini. Analisis data dalam

19 Report Team, “State of The Global Islamic Economy Report 2020,” 15.

20 Report Team, “State of The Global Islamic Economy Report 2020.”

(6)

6

penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu reduksi data, kategorisasi data, dan verifikasi data. Reduksi data dalam penelitian ini dilakukan dengan menyeleksi semua data melalui pemotongan dan penyederhanaan data yang ada sesuai dengan topik penelitian. Selanjutnya dilakukan kategorisasi data yang sudah direduksi sesuai dengan topik penelitian yaitu fenomena instri halal dan perkembangan ekonomi dalam Perekonomian Indonesia. Tahapan terakhir adalah verifikasi data untuk menarik konklusi yang merupakan interpretasi peneliti terhadap data.

Verifikasi dilakukan dengan teknik triangulasi, yaitu mengkomparasikan antara satu sumber data dengan sumber data lainnya.21

B. PEMBAHASAN

Istilah halal berasal dari bahasa Arab yaitu halla, yahillu, hillan, wahalalan yang berarti diperbolehkan atau diperbolehkan oleh hukum Syariah.22 Menurut hukum Syariah, setiap Muslim harus memastikan apapun yang mereka konsumsi berasal dari sumber yang halal. Konfirmasi ini seharusnya tidak hanya terbatas pada bahan tetapi juga seluruh proses produksi dan layanan.23

Studi yang dilakukan oleh Idris et al., (2020), menyatakan beberapa prinsip halal dan produk haram.24 Kajian ini mendefinisikan halal sebagai sesuai yang bermanfaat, dan bukan ancaman atau bahaya yang serius untuk manusia. Haram, di sisi lain, dianggap sebagai kebalikan dan derajat keberadaan menguntungkan atau merugikan menentukan peringkat urutan syirik berdasarkan berdasarkan subjek pada waktu, tempat, dan kebutuhan tertentu.

Kata halal digunakan untuk objek atau kegiatan yang diperbolehkan untuk digunakan atau untuk dilaksanakan menurut ajaran Islam. Halal dan haram dalam pandangan Islam adalah konsep yang sederhana dan jelas, yang merupakan bagian dari amanah besar yang menjadi tanggung jawab setiap muslim dengan balasan pahala dan dosa. Halal dan haram dalam Islam bagi setiap muslim bukan pilihan tapi tanggung jawab dan uji ketaatan dari satu sisi, namun dari sisi lain konsep halal dan haram secara umum berputar dalam poros syariat Islam yang bertujuan untuk

21 Matthew B. Miles, A. M. Huberman, and Johnny Saldaña, Qualitative Data Analysis: A Methods Sourcebook, Third edition (Thousand Oaks, Califorinia: SAGE Publications, Inc, 2014).

22 Florence Bergeaud-Blackler, John Lever, and Johan Fischer, eds., Halal Matters: Islam, Politics and Markets in Global Perspective, First Edition (London ; New York: Routledge, Taylor & Francis Group, 2016).

23 Fadhil Yazid et al., “Strengthening Sharia Economy Through Halal Industry Development in Indonesia,”

in Proceedings of the International Conference on Law, Governance and Islamic Society (ICOLGIS 2019) (International Conference on Law, Governance and Islamic Society (ICOLGIS 2019), Banda Aceh, Indonesia:

Atlantis Press, 2020), https://doi.org/10.2991/assehr.k.200306.187.

24 Idris, Abdul Majeed, and Chang, “Beyond Halal.”

(7)

7

memberikan kebaikan dan kemaslahatan, menghilangkan kesulitan dan memberikan kemudahan bagi manusia.25

Bagi konsumen muslim makanan halal adalah bagian penting dari kehidupan. Ini jelas dari fakta bahwa kata dalam bahasa Arab menunjukkan diperbolehkan dan bahwa kebalikannya Haram berkonotasi ketidakbolehan.26 Oleh karenanya dalam perkembangan sektor industri halal yang kian luas, adanya kepastian halal terhadap sebuah produk menjadi sangat penting sebagai garansi bagi umat Islam untuk mengkonsumsi produk tersebut. Dengan adanya sertifikasi untuk industri halal secara global maka minat terhadap produk-produk halal mengalami peningkatan yang sangat pesat. Karena pertumbuhan dan perkembangan yang cepat sektor makanan Halal, harapan untuk kualitas kepercayaan Halal dan persepsinya tampaknya mengalami pergeseran, yaitu, meluas hingga mencakup prinsip tayyib. Hal ini tercermin dari karya akademis baru-baru ini terutama pada integritas Halal dan laporan ekonomi Islam yang menyarankan tayyib menjadi tren baru dan faktor nilai tambah dalam pemasaran produk halal.

Produk halal adalah produk-produk yang dinyatakan halal sesuai dengan ketentuan syariat Islam.27 Industri produk halal merupakan bagian dari ekonomi syariah yang dikembangkan oleh banyak negara sejak tiga dasawarsa terakhir.28 Dalam perkembangannya, ekonomi syariah terlebih dulu menyentuh sektor jasa, yakni jasa keuangan. Perbankan syariah mulai menggeliat sejak 1990- an. Tepatnya pada 1992, industri ini memasuki babak awal perjalanan ditandai berdirinya bank umum syariah pertama di Indonesia, yakni Bank Muamalat. Sampai dengan Januari 2019, jasa keuangan syariah bisa meraup pangsa 6,8 persen.

Angka ini mungkin tampak kecil, tetapi sebetulnya terus menunjukkan pertumbuhan yang konsisten. Pemerintah juga mendirikan otoritas khusus salah satunya Badan Penyelenggara Penjaminan Produk Halal (BPJPH). Kehadiran BPJPH bertujuan mengakomodasi potensi pasar produk halal domestik yang terbilang besar, sejalan dengan menguatnya kecenderungan beragama penduduk Indonesia. Potensi perkembangan ekonomi syariah terutama didukung kesadaran masyarakat muslim Indonesia terhadap konsumsi barang dan jasa halal. Halal Economy and

25 Mehkar Sherwani et al., “Determinants of Muslim Consumers’ Halal Meat Consumption: Applying and Extending the Theory of Planned Behavior,” Journal of Food Products Marketing 24, no. 8 (November 17, 2018):

960–81, https://doi.org/10.1080/10454446.2018.1450173.

26 Ur Raheema, “Assuring Tayyib from a Food Safety Perspective in Halal Food Sector.”

27 Abderahman Rejeb, Karim Rejeb, and Suhaiza Zailani, “Are Halal Food Supply Chains Sustainable: A Review And Bibliometric Analysis,” Journal of Foodservice Business Research, February 4, 2021, 1–42, https://doi.org/10.1080/15378020.2021.1883214.

28 Armanios and Ergene, Halal Food.

(8)

8

Strategy Roadmap 2018 menyebutkan, total konsumsi barang dan jasa halal Indonesia pada 2017 sekitar US$ 218,8 miliar. Jumlah ini diperkirakan terus tumbuh rata-rata sebesar 5,3 persen dan mencapai US$ 330,5 miliar pada 2025 mendatang.29

Sejarah pasar halal di Barat mulai pada saat para imigram muslim banyak membanjiri Barat terutama Prancis pada tahun 1960-an, maka sejak saat itu mulai terjadi peningkatan akan kebutuhan daging yang halal sesuai dengan syariat Islam. Sampai pada tahun 1990-an mulai timbul kesadaran religious muslim imigran di Barat tentang kehalalan makanan yang mereka konsumsi, hukum teori ekonomi supply and demand pun berlaku dimana karena besarnya permintaan akan kebutuhan daging halal maka banyak yang menjual dan menawarkan daging halal, awalnya aktifitas ekonomi ini berkembang secara local namum kemudian terderifikasi rangkaian produknya secara global bahkan meluas pada sector agri-food.30

Pada 1990-an dunia di landa krisis kesehatan dengan munculmya penyakit sapi gila maka mulai muncul desakan yang minta ada pemberian jaminan produk halal termasuk proses penyembelihannya yang harus seuai dengan ajaran agama dalam hal ini Islam, di buat rumah potong hewan yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung untuk menghasilkan daging halal, dan seiring dengan meningkatnya kegiatan ekspor impor antara Negara mayoritas muslim dengan Negara mayoritas non-muslim sehingga mulai ada kebutuhan untuk membuat atau merumuskan sertifikasi standar halal internasional.31

Malaysia selaku Negara penyelenggara World Halal Forum menjadi leading sektor yang meminta organisasi pangan dunia Food and Agriculture Organization (FAO) untuk memasukkan istilah halal dalam codex alimentarius sebagai bentuk proteksi dari penggunaan yang tidak tepat.32 Tahun 2013, dalam Word Islamic Economic Forum (WIEF) yang ke sembilan di London adalah pertama kalinya konsep ekonomi Islam secara resmi di akui, PM David Cameron adalah yang pertama secara resmi mengumumkan produk Sukuk (Islamic Bound), dan shari"ah compliant student loans.33 Sejak saat itu istilah halal mulai dikenal luas dan menjadi label untuk standar

29 KNKS, “Indonesia’s Halal Industry Thriving Domestic Halal Economy,” Komisi Nasional Keuangan Syariah, November 2019, www.knks.go.id.

30 Diane Rodet, “La Question Halal. Sociologie d’une Consommation Controversée, C. Rodier: Presses Universitaires de France, Paris (2014). 210 p.,” Sociologie Du Travail 58, no. 1 (March 1, 2016): 109–11, https://doi.org/10.4000/sdt.380.

31 “The History of the Halal Market in the West,” 2022, https://www.alimentarium.org/en/knowledge/history- halal-market-west.

32 Ismail et al., “Halal Principles and Halal Purchase Intention Among Muslim Consumers.”

33 “The History of the Halal Market in the West.”

(9)

9

produk-produk halal global, Thomson Reuters and Dinar Standard dalam Islamic Economic Report menyatakan bahwa industry halal diprediksi akan tembus sampai pada angka transaksi sebesar 2,3 milyar dolar AS, industry halal global masuk di era industry baru, tidak eksklusif tapi inklusif, tidak parsial tapi universal, industry halal tidak hanya terbatas pada sektor makanan halal dan keuangan syariah saja “meat and money" akan tetapi menjadi lintas sektor, termasuk fashion, mode, logistic, marketing, pariwisata halal, kosmetik dan alat kecantikan, obat-obatan bahkan rumah sakit.

Dalam konteks global perkembangan cakupan produk halal mengalami perkembangan yang semakin luas. Konsep 'halal' yang tidak lagi terbatas pada makanan saja, telah membuat industri halal sektor baru yang potensial tumbuh dalam perekonomian global. Industri ini tumbuh sebesar 20 persen per tahun dengan estimasi nilai US$560 miliar dan total estimasi nilai US$2,3 triliun. Nilai ini tidak termasuk Keuangan Syariah yang juga berkembang pesat. Industri dengan cepat melebarkan sayapnya dalam perekonomian secara global. Tidak lebih terbatas hanya 1,8 miliar Muslim saja, melainkan juga pasar bagi non-Muslim.34

Selain negara-negara muslim seperti Malaysia, dan Indonesia, negara lain seperti China, Thailand, Singapura, Korea, Filipina, dan Australia sudah mengambangkan produk-produk halal di pasar. Banyak negara mayoritas non-Muslim telah menyadari potensi dari industri halal.

Bahkan, beberapa negara seperti Brasil, Australia, Selandia Baru, Italia, India, Jerman menempati posisi sepuluh besar dalam skor SGIE di berbagai sektor halal.35

Menurut studi Azzam (2020), Industri halal tidak hanya memperluas produknya sektor seperti farmasi, produk kesehatan, perlengkapan mandi, dan kosmetik, tetapi juga dalam layanan sektor seperti pemasaran, rantai pasokan, logistik, pengemasan, manufaktur, branding, dan pembiayaan. penelitian ini juga menyiratkan bahwa penawaran gaya hidup seperti perjalanan &

pariwisata, perhotelan manajemen, dan industri fashion kini juga menjadi sektor utama industri halal yang diperluas.36

Ada beberapa faktor yang mendorong pesatnya pertumbuhan industri halal secara global.

Faktor-faktor tersebut antara lain termasuk populasi Muslim di seluruh dunia, pertumbuhan PDB negara-negara Muslim, munculnya pasar halal, penawaran gaya hidup Muslim, dan pertumbuhan

34 Report Team, “State of The Global Islamic Economy Report 2022; Unlocking Opportunity.”

35 Report Team, “State of The Global Islamic Economy Report 2020.”

36 Azam and Abdullah, “GLOBAL HALAL INDUSTRY.”

(10)

10

ekosistem halal.37 Hal ini merupakan kekuatan pendorong, dan bagaimanapun juga menunjukkan peluang yang mendasari industri halal di ekonomi global. Bagian berikut mengidentifikasi faktor- faktor yang disebutkan sebagai kekuatan pendorong dan menunjukkan peluang industri halal global.

1. Pertumbuhan Penduduk Muslim

Pesatnya pertumbuhan penduduk muslim di seluruh dunia menjadi faktor penting dalam pendorong perluasan pasar halal global. Pada tahun 2022 Penduduk muslim di dunia mencapai mencapai 1,91 miliar jiwa,38 dimana jumlah tersebut akan bertambah menjadi 2,21 miliar pada 2030, kemudian meningkat menjadi 2,76 miliar jiwa (2040) dan bertambah menjadi 2,76 miliar jiwa pada 2050.39

Dengan pertambahan jumlah penduduk muslim dunia yang terus mengalami kenaikan, maka potensi pengembangan industri halal juga akan terus mengalami pertumbuhan seiring dengan kebutuhan akan barang dan jasa yang dikonsumsi. Faktor inilah yang juga menjadi perhatian dunia, dimana ekonomi kedepan sangat dipengaruhi oleh konsumsi yang dikeluarkan oleh penduduk muslim dunia. Perkembangan berbagai sektor industri halal sebagaimana ditunjukkan oleh SGIE mengindikasikan adanya persaiangan pasar yang cukup besar dimana beberapa sektor industri halal seperti makanan, fesyen, travel, obat-obatan dan kosmetik produsen- produsennya masih didominasi oleh negara-negara barat yang mayoritas non-muslim.

Indonesia yang saat masih merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia pada 2022, dimana jumlah tersebut merupakan 10,51% dari total penduduk muslim dunia, harus melihat situasi ini sebagai tantangan untuk terus mengembangkan industri halal agar nantinya tidak hanya menjadi obyek pasar dari produk-produk halal global, tetapi juga harus berubah menjadi produksen industri halal tersebut.

2. Pertumbuhan PDB di Negara-negara Muslim

Produk Domestik Bruto dengan paritas daya beli atau PDB (Produk Domestik Broto) adalah pendorong lain dari pertumbuhan industri halal global dan merupakan salah satu alat

37 Azam and Abdullah.

38 Report Team, “State of The Global Islamic Economy Report 2022; Unlocking Opportunity.”

39 Viva Budy Kusnandar, “India Negara Berpenduduk Muslim Terbesar Dunia Mulai 2030, Indonesia Kedua.

5 Negara Berpenduduk Muslim Terbesar Dunia (2020-2050),” November 10, 2021, https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/10/11.

(11)

11

ekonomi untuk mengukur potensi kekuatan suatu perekonomian.40 Definisi PDB yang diberikan oleh bank dunia adalah "jumlah" unit mata uang suatu negara yang diperlukan untuk membeli jumlah barang dan jasa yang sama di pasar domestik" dibandingkan dengan pasar Amerika Serikat;

berdasarkan dolar AS.

Berdasarkan laporan IMF pertumbuhan PDB negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) tahun tahun 2021 mengalami pertumbuhan rata-rata 7 persen dan diperkirakan rata-rata 6,4 persen dari 2020-2026. Negara OKI memiliki gabungan PDB sebesar USD 27,9 triliun tahun 2020.41 Pertumbuhan rata-rata PDB yang cukup baik ini telah mendorong daya beli umat Islam serta konsumen di seluruh dunia semakin meningkat dengan pertumbuhan PDB masing-masing negara.

Tabel berikut menunjukkan PDB (PPP) dari 15 besar negara dan penduduk Muslimnya

Adapun PDB global akan mencapai $168 triliun dengan tingkat pertumbuhan 5,8 persen di antara 2016 dan 2022. Diantara semua negara tersebut, China telah melampaui PDB AS pada 2014.

Negara OKI, di sisi lain, mewakili $18,3 triliun dalam hal PDB yang merupakan 15,3 persen

40 Azam and Abdullah, “GLOBAL HALAL INDUSTRY.”

41 Report Team, “State of The Global Islamic Economy Report 2022; Unlocking Opportunity,” 13.

(12)

12

ekonomi global pada tahun 2016. 57 negara OKI yang mayoritas Muslim akan tumbuh sebesar 6,4 persen antara 2020 dan 2026.

Dengan pertumbuhan rata-rata 6,4 persen, negara-negara yang tergabung dalam OKI memiliki potensi yang besar untuk menjadi gerbang ekonomi baru dalam konteks ekonomi dunia.

Selain ditunjukkan dengan tingkat daya beli masyarakat yang terus mengalami kenaikan, posisi negara-negara OKI yang sangat strategis khususnya dalam sektor halal industri memiliki daya tawar tersendiri untuk menjadi penentu dalam arah perekonomian global.

Indonesia sebagai negara anggota OKI dengan jumlah PDB tahun 2020 mencatatkan angka tertinggi yakni sebesar USD 1,088 miliar, memiliki potensi yang strategis dalam mengembangkan industri halal. Berdasarkan laporan terbaru International Monetry Fund (IMF) yang dirilis akhir tahun 2020 menunjukkan, total GDP Indonesia menempati posisi pertama dengan nominal sebesar 1.088.768 juta dolar AS. Padahal berdasarkan catatan World Bank, pada saat GDP Indonesia pertama kali tercatat (1967) hanya menempati posisi keenam dengan nominal tidak lebih dari 6.000 juta dolar AS.42

Posisi PDB Indonesia yang baik tersebut, memiliki peran besar dalam mendorong pertumbukan industri halal, khususnya dalam konsumsi produk-produk halal. Hanya saja konsumsi terhadap produk halal tersebut sejauh ini masih didominasi produk-produk halal hasil import, belum secara maksimak menggarap produk-produk halal domestik. Jika potensi daya beli tersebut dapat diarahkan untuk konsumsi produk buatan lokal, sudah tentu kondisi tersebut akan mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat

3. Munculnya Pasar dan Pemain Halal Baru

Di banyak negara para pelaku industri memiliki beragam strategi promosi dan kampanye yang secara tidak langsung yang menciptakan kesadaran pada produk dan layanan halal. Diantara sebagai industri yang ramah lingkungan, lebih sehat, higienis dan sebagainya.43 Sehingga promosi dan kampkanye tersebut, menjadikan konsumen di seluruh dunia menjadi sadar akan pentingnya produk-produk yang tersertifikasi halal. Dimana halal sendiri tidak hanya dalam hal kondumsi

42 Iip M. Aditya, “Lampaui Arab Dab Turki, Ekonomi RI Jadi Yang Terbesar Diantara Negara OKI,”

Goodnews (blog), March 2021, https://www.goodnewsfromindonesia.id/.

43 Yamaguchi, “THE POTENTIAL AND CHALLENGE OF HALAL FOODS IN JAPAN.”

(13)

13

makanan, tetapi juga pada nilai-nilai etika yang terintegrasi dengannya. Seperti halnya pariwisata ramah Muslim (Muslim Frendly Travel), fesyen halal, logistik, obat-obatan dan banyak lainnya.44 Bisnis triliun dolar di industri halal adalah hasil dari kebutuhan konsumen yang muncul ini.

Terbukti bahwa negara-negara mayoritas Muslim seperti Malaysia, Indonesia, Arab Saudi, dan Pakistan tidak lagi mendominasi skor dalam SGIE, namun negara non-Muslim lainnya juga terlihat menampati posisi tinggi dalam skor indikator GIE.

Rusia misalnya, dengan populasi muslim 10 persen dari total pendudunya telah menjadikan industri halal sektor keuangan syariah sebagai bagian strategis dalam pengembangan perekonomian negaranya. Hasil penelitian Kalimullina (2020) menunjukkan bahwa pada periode 2010-2018 terdapat lebih dari 30 inisiatif proyek keuangan Islam yang diluncurkan di Rusia pada, dimana sekitar dua puluh proyek aktif, menunjukkan pertumbuhan dan ekspansi, meskipun moderat. Salah satu faktor utama pendorong pertumbuhan keuangan syarian di Russia sepanjang 2017–2019 adalah karena dimulainya operasi keuangan syariah oleh Sberbank, yang telah mengalokasikan batasan tertentu untuk operasi berbasis kemitraan dan perdagangan, dan juga karena proyek-proyek baru dalam pembiayaan hipotek melalui mekanisme kerjasama. Dimana proyek tersebut diarahkan untuk kerjasama kemitraan jangka panjang dengan negara-negara berkembang yang mayoritas berpenduduk muslim. 45 Pasar negara berkembang dari semua negara melihat halal sebagai sarana untuk merangsang ekonomi melalui ekspor, pariwisata, nilai tambah, perdagangan, penelitian, sertifikasi keahlian, program pelatihan, simposium ilmu halal, mentah pemasok material dan beberapa aspek lainnya.

Beberapa contoh dari pemain baru yang muncul termasuk supermarket Singapura MyOutlets, Jepang Nippon Express dalam layanan logistik, perusahaan daging Banvit Turki, Willobrook Farm yang berbasis di Inggris, Halal Exotic Meats, Asada's, HonestChop of U.S.A dan masih banyak lagi.46

Fleishman Hillard Majlis, 2011 dalam bukunya, “The New Silk Road”, memperkenalkan Cina sebagai potensi pasar halal yang sedang berkembang. Kota, Yiwu, adalah salah satu contoh

44 Riska Destiana, Kismartini Kismartini, and Tri Yuningsih, “Analisis Peran Stakeholders Dalam Pengembangan Destinasi Pariwisata Halal Di Pulau Penyengat Provinsi Kepulauan Riau,” Jurnal Ilmu Administrasi Negara ASIAN (Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara) 8, no. 2 (September 7, 2020): 132–53, https://doi.org/10.47828/jianaasian.v8i2.18.

45 Madina Kalimullina, “Islamic Finance in Russia: A Market Review and the Legal Environment,” Global Finance Journal 46 (November 2020): 100534, https://doi.org/10.1016/j.gfj.2020.100534.

46 Azam and Abdullah, “GLOBAL HALAL INDUSTRY.”

(14)

14

yang disebutkan dalam buku di mana lebih dari 200.000 kunjungan nasional Arab setiap tahun karena ini adalah grosir terbesar pasar barang konsumsi di Cina. Menyadari ruang lingkup industri halal, beberapa inisiatif telah telah diambil di zona perdagangan mis. ketersediaan produk yang menarik bagi konsumen muslim, perdagangan yang nyaman, ruang sholat untuk hampir 10.000 Muslim untuk berdoa, dan akses mudah ke halal makanan.47

Amerika Serikat adalah pasar berkembang potensial lainnya dalam industri halal. Data, baru-baru ini menunjukkan bahwa 16% konsumen untuk pasar Kosher AS adalah Muslim. Untuk setiap 1 produk halal di rak supermarket ada 86 produk halal. Juga menyatakan bahwa, Muslim AS menghabiskan lebih dari $16 miliar per tahun untuk produk Kosher karena produk halal tidak tersedia disana. Skenario serupa dapat diamati di Inggrismpasar halal yang tumbuh 15% dengan rata-rata nasional 1% per tahun. Apalagi negara-negara di dunia bermunculan sebagai pelaku pasar yang saling bersaing dalam industri halal.48

Laporan terbaru oleh HDC, dipresentasikan di Bio Malaysia & ASEAN Konferensi Bioekonomi, 2015, menyatakan beberapa pasar negara berkembang secara global.49 Sebagai contoh, Visi UEA untuk menjadi pusat ekonomi Islam, ekonomi halal domestik di Cina adalah meningkat 10% per tahun, Thailand sebagai produsen makanan olahan halal terbesar visioning menjadi dapur dunia50, Jepang melihat Halal sebagai sumber utama penyumbang ekonominya pada tahun 2020, Korea Selatan bercita-cita menjadi tujuan utama pariwisata halal, dan Brunei memiliki visi untuk menjadi Google untuk Halal (HDC, Bio Malaysia & Konferensi Bioekonomi Asean, 2015)51

4. Gaya Hidup Muslim

Jumlah Populasi muslim yang semakin berkembang di seluruh dunia, membawa dampak signifikan terhadap perkembangan industri halal. Industri halal dengan beragam sektornya telah

47 Arif Billah, Md Ahbabur Rahman, and Md Tareq Bin Hossain, “Factors Influencing Muslim and Non- Muslim Consumers’ Consumption Behavior: A Case Study on Halal Food,” Journal of Foodservice Business Research 23, no. 4 (July 3, 2020): 324–49, https://doi.org/10.1080/15378020.2020.1768040.

48 Azam and Abdullah, “GLOBAL HALAL INDUSTRY.”

49 Moha Asri Abdullah and Md Siddique E Azam, “Halal Industry in ASEAN: Issues and Challenges,” in Advances in Finance, Accounting, and Economics, ed. Patricia Ordoñez de Pablos, Mohammad Nabil Almunawar, and Muhamad Abduh (IGI Global, 2020), 77–104, https://doi.org/10.4018/978-1-7998-2257-8.ch005.

50 Mohd Saiful Anwar Mohd Nawawi et al., “The Emergence of Halal Food Industry in Non-Muslim Countries: A Case Study of Thailand,” Journal of Islamic Marketing 11, no. 4 (July 19, 2019): 917–31, https://doi.org/10.1108/JIMA-05-2018-0082.

51 Azam and Abdullah, “GLOBAL HALAL INDUSTRY.”

(15)

15

memperluas jangkauan penawaran ke bidang gaya hidup yang mencakup makan halal, ramah Muslim jasa pariwisata dan perhotelan, farmasi dan kosmetik halal serta industri fesyen dan hiburan. Pilihan makanan Halal yang juga berkualitas dan sehat adalah salah satu gaya hidup terbaik penawaran oleh industri halal untuk Muslim serta konsumen non-Muslim. Permintaan makanan halal meningkat karena konsumen menjadi sadar akan integritas halal dalam persyaratan sertifikasi halal, standar halal, dan bahan baku halal.

Makanan dan minumannya Sektor food and baverage (F&B) merupakan sektor terbesar di industri halal dari muslim global menghabiskan belanja di seluruh sektor gaya hidup.52 Total pembelanjaan Muslim di F&B adalah USD 1,27 Triliun sepanjang tahun 2022. Dimana 20 persen dari nilai belanja tersebut merupakan belanja import dengan nilai USD 200 miliar. Sanagt disayangkan bahwa dalam sektor makanan halal tersebut negara-negara non-muslim mendominasi eksport. Seperti halnya Brazil, India, Amerika Serikat, Rusia dan China. Negara-negara tersebut mendominasi semua ekspor industri makanan halal dengan total nilai eksport sebesar USD 67,3 miliar atau sebesar 5,3 persen dari total belanja makanan halal muslim dunia.53

Wisata halal dan wisata ramah Muslim merupakan segmen baru dalam industri jasa halal mendapatkan momennya yang tepat. Hasil penelitian Wingett dan Turnbull (2017) menunjukkan bahwa perkembangan halal tourism telah menjadi sangat fenomenal secara global. Dimana muslim treveler tidak hanya menghabiskan masa liburannya untuk melaksanakan religious travelling/spiritual travelling seperti halnya haji dan umrah, akan tetapi liburan mereka banyak juga diisi dengan rekreasi dan wisata-wisata yang menyenangkan.54

Fenomena industri halal khususnya terkait dengan halal tourism mendapat apresiasi sangat baik dari turis non-muslim sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Battour et.al (2018) terhadap 60 wisatawan non-muslim di Malaysia dan Turkey. Penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi wisatawan non-muslim terhadap konsep halal tourism mayoritas berpandangan baik.

Sejumlah fasilitas hotel yang muslim-friendly seperti adanya fasilitas ibadah, halal food, dan informasi panggilan shalat direspon secara baik sebagai bentuk pengalaman baru tentang halal

52 Report Team, “State of The Global Islamic Economy Report 2022; Unlocking Opportunity.”

53 Report Team, P. 47.

54 Fiona Wingett and Sarah Turnbull, “Halal Holidays: Exploring Expectations of Muslim-Friendly Holidays,” Journal of Islamic Marketing 8, no. 4 (November 13, 2017): 642–55, https://doi.org/10.1108/JIMA-01- 2016-0002.

(16)

16

tourism, namun beberapa memberikan respon kurang baik karena mereka beranggapan halal tourism pasti berhubungan dengan sejumlah larangan-larangan yang ada dalam agama.55

Laporan Muslim Travel Index (GMTI) 2017 menunjukkan pengeluaran wisatawan halal pada 2017 adalah US$155 miliar dan perkiraan nilai pada tahun 2020 telah disebutkan sebesar US$300 miliar. Sebagian besar umat Islam sangat memperhatikan makanan halal dalam penerbangan saat bepergian untuk lama. Layanan penerbangan timur tengah cukup sadar dalam konteks ini untuk menyajikan makanan halal onboard berangkat dari semua bandara utama di dunia yang menyimpang dari global kecenderungan.

Hal ini terus dilaporkan oleh Center for Aviation (CAPA) yang menyaksikan tingkat pertumbuhan dan ekspansi industri halal yang tidak terlihat di pasar global lainnya Resor pantai adalah pasar yang sedang berkembang dan peluang potensial dalam perjalanan halal. Pribadi dkk.

2009 mengulas laporan “Salaam Gateway Januari 2016” dan menekankan pentingnya pasar ini.

Menurut laporan itu, pasar diperkirakan mencapai $250 miliar dengan pengeluaran Muslim sebesar $28 miliar pada tahun 2014.

Resor pantai ini menargetkan Muslim wisatawan dengan menawarkan makanan halal, menginap tanpa alkohol, musala khusus, kolam renang terpisah dan pusat kebugaran dan layanan ramah Muslim lainnya yang ditujukan untuk Muslim kebutuhan gaya hidup. Laporan tersebut menyebutkan 32 resor pantai di berbagai negara seperti Turki, Thailand, Maladewa, Mesir, Yordania, Kuwait, dan UEA yang menawarkan berbagai tingkat harga, dari anggaran hingga kemewahan.

Salah satu pengeluaran yang jelas terlihat oleh para musafir Muslim adalah untuk haji atau umrah yang merupakan kewajiban suci dilakukan oleh jutaan umat Islam setiap tahun. Peluang potensial berlaku di pasar haji dan umroh. Misalnya, peluncuran maskapai berbiaya rendah oleh Malaysia Airlines pada 2018, solusi digital untuk melakukan Umrah al badal, pengenalan gelang hi-tech dalam keselamatan haji didorong oleh Arab Saudi, dan banyak pelaku pasar lainnya.

Integritas seluruh rantai pasokan Halal merupakan komponen yang sangat penting bagi industri halal untuk menjaga kontrol efektif rantai pasokan halal lebih kompleks daripada logistik tradisionaloperasi. Pasar Muslim tertentu di seluruh dunia membutuhkan rasa, kemasan, distribusi,

55 Mohamed Battour et al., “The Perception of Non-Muslim Tourists towards Halal Tourism: Evidence from Turkey and Malaysia,” Journal of Islamic Marketing 9, no. 4 (October 18, 2018): 823–40, https://doi.org/10.1108/JIMA-07-2017-0072.

(17)

17

dan sertifikasi. Jadi, mengadopsi persyaratan agama dalam semua aspek ini rantai pasok ekosistem halal menjadi lebih menguntungkan. Misalnya, Daging & Livestock Australia (MLA) telah meluncurkan merek halal untuk daging Australia di Timur Tengah dan Asia.

Beberapa Middle East Airlines dan perusahaan ekspedisi lokal sedang mempertimbangkan memperkenalkan layanan logistik ekspor Halal khusus dengan penanganan dan penyimpanan terpisah fasilitas. Nippon Express Jepang menawarkan layanan logistik makanan halal untuk memenuhi pertumbuhan permintaan Asia. Lebih banyak bukti tentang prospek potensial logistik halal termasuk halal Thailand program logistik. Kosol Surinandha (kepala Logistik dan Pariwisata Halal di Chulaongkorn Universitas) memimpin program logistik, Inkubasi Bisnis Produk Halal (Bihap), yang mencakup R&D ke dalam teknik manufaktur baru dan prosedur logistik untuk memenuhi Halal persyaratan ekspor.56

Karena permintaan global produk halal meningkat secara eksponensial, badan sertifikasi adalah memperluas cakupan mereka termasuk pengujian, inspeksi, dan layanan sertifikasi.

Malaysia JAKIM telah memperpanjang sertifikasi Halal untuk obat resep pada tahun 2017. Lebih dari 100 perusahaan yang didorong ekspor disertifikasi pada tahun 2017 secara global. Secara global ada lebih dari 350 pembuat sertifikasi dengan pengawasan terbatas dan ada 27.000 operasi organik bersertifikat secara global di 2015. Forum Akreditasi Halal Internasional (IHAF) UEA, Pusat Pengembangan Ekonomi Islam Dubai (DIEDC), Otoritas Emirates untuk Standardisasi dan Metrologi (ESMA), dan Standards and Metrology Institute for Islamic Countries (SMIIC) adalah beberapa di antaranya badan internasional untuk sertifikasi dan pengembangan standar.

Tantangan Industri Halal Global

Sementara di satu sisi, konsumen Muslim di seluruh dunia merupakan peluang besar untuk industri halal, di sisi lain juga merupakan tantangan besar untuk menghadapi keragaman populasi yang sama. Meskipun keyakinan agama umat Islam adalah sama di seluruh dunia, mereka memiliki budaya, corak regional atau lokal, preferensi, dan praktik mereka sendiri. Hal ini karena Muslim tinggal di setiap negara di dunia yang mewakili sebagian besar ras dan berasal dari setiap strata sosial dan ekonomi.57

56 Azam and Abdullah, “GLOBAL HALAL INDUSTRY.”

57 Siti Khadijah Ab. Manan, Fadilah Abd Rahman, and Mardhiyyah Sahri, eds., Contemporary Issues and Development in the Global Halal Industry (Singapore: Springer Singapore, 2017), https://doi.org/10.1007/978-981- 10-1452-9.

(18)

18

Pertumbuhan populasi Muslim dan pertumbuhan industri halal dapat terancam oleh juga penduduk non muslim. Produsen non-Muslim, terutama di bidang makanan dan industri minuman.

Tindakan tidak ramah dan memfitnah memasukkan unsur-unsur non-halal ke dalam makanan, pakaian, dan jasa lainnya yang diklaim halal oleh pelaku industri non-Muslim merupakan tantangan besar bagi pertumbuhan industri halal secara global. Itu bisa berubah menjadi destruktif ancaman karena niat perbuatan jahat oleh non-Muslim ini akan menurunkan integritas halal dari produk dan jasa serta mengikis kepercayaan konsumen.

Salah satu tantangan terbesar bagi industri Halal adalah membangun yang diakui secara internasional standar dan sertifikasi halal, khususnya di bidang pangan. Tindakan baru-baru ini melarang Halal dan penyembelihan halal di Denmark bersama dengan berita negatif tentang makanan halal di media merupakan peringatan bagi industri halal global. Hal ini untuk merenungkan tentang sikap negatif yang lazim di Eropa dan Amerika Serikat menuju Halal dan mengambil tantangan untuk menghilangkan persepsi seperti itu penting untuk kesuksesan masa depan sektor makanan halal (Thomson Reuters dan Dinar Standard, 2016).

Tantangan untuk menetapkan standar dan akreditasi Halal juga penting untuk dihilangkan kebingungan seputar standar halal baik di tingkat konsumen maupun produsen. Tidak ada skema internasional untuk mengakreditasi Badan Sertifikasi Halal (HCBs) di masing-masing negara.

Selain itu, standar sedang diproduksi oleh organisasi terkait pemerintah yang berbeda, lembaga swasta dan HCB, badan nasional, badan regional, dan juga internasional badan-badan seperti SMIIC (Lembaga Standar dan Metrologi untuk Negara-negara Islam) atau. Terlalu banyak badan pengembangan standar membuat kebingungan untuk memutuskan yang mana akan memberikan akses pasar, dan dalam banyak kasus diperlukan beberapa sertifikat untuk eksportir.58

Fashion, sebagai segmen pasar berkembang di industri halal, dengan banyak peluang juga menghadapi tantangan. Peraturan yang diberlakukan oleh pemerintah tertentu lembaga-lembaga yang menentang pakaian keagamaan memberikan tantangan besar bagi industri untuk menjangkau non-Muslim negara. tantangan lain di sektor ini termasuk kurangnya kecanggihan pemasaran, kurangnya inovasi produk, dan keengganan investor untuk membiayai karena keberhasilan global yang terbatas cerita.

58 Angerlique M. Thomas et al., “Challenges and Practices in Halal Meat Preparation: A Case Study Investigation of a UK Slaughterhouse,” Total Quality Management & Business Excellence 28, no. 1–2 (January 2, 2017): 12–31, https://doi.org/10.1080/14783363.2015.1044892.

(19)

19

Media dan rekreasi halal, segmen pasar berkembang lainnya di industri ini, yang dapat mengalami pertumbuhan substansial melalui ekspansi multi-saluran, juga menahan risiko dan tantangan sekaligus untuk diatasi. Tidak seperti sektor lain, mendapatkan pembiayaan dan dukungan pemerintah merupakan tantangan yang lebih menjanjikan untuk sektor ini.

Pertumbuhannya juga bisa terhambat karena buruknya hak kekayaan intelektual (HAKI) yang membatasi inovasi serta sektor untuk pertunjukan keagamaan saja. Diversifikasi dalam pertunjukan bertema budaya dan agama dan menjawab kebutuhan generasi muda juga menambah tantangan di sektor ini.

Ketika umat Islam menjadi semakin peduli tentang apa yang mereka konsumsi, sejumlah perusahaan menawarkan produk farmasi dan kosmetik yang bebas dari hewan bahan-bahan yang bersumber. Namun, segmen tersebut juga tidak lepas dari tantangan. Kurang halalnya ketersediaan bahan, calon investor, standarisasi terbatas, dan ketakutan menjadi terbatas pada konsumen Muslim saja adalah beberapa tantangan yang harus dihadapi pasar untuk memastikannya pertumbuhannya secara global.59

Konsep halal sebagai konsep yang terkait dengan 'toyyib', artinya baik, dan berlaku untuk semua aktivitas kehidupan manusia, telah diamati dari literatur dan data dari berbagai sumber bahwa Industri halal menyebar di setiap aspek bisnis dan menjadi potensi pertumbuhan sektor secara global. Menurut Expo Halal ke-6 2018, baru-baru ini diadakan di Turki, Halal global pasar memiliki volume saat ini sebesar $ 4 triliun (termasuk keuangan Islam) dan diharapkan untuk mencapai $7 triliun dalam tiga tahun.60 Pertumbuhan industri halal didorong oleh kekuatan- kekuatan tertentu yang adalah pertumbuhan ukuran populasi Muslim, pertumbuhan PDB negara- negara Muslim, muncul halal pasar dan pemain, penawaran gaya hidup Muslim, dan ekosistem Halal. Sambil meningkatkan ekspansi industri halal secara global, faktor-faktor ini juga menciptakan peluang di setiap segmen pasar ekonomi.

Sektor makanan halal telah menunjukkan pencapaian yang signifikan dan pengeluaran Muslim terus meningkat meningkat dengan pertumbuhan 6 persen dari tahun 2015. Potensi peluang makanan halal dan sektor minuman bahkan ditangani oleh negara-negara non OKI.

Perusahaan makanan halal bisa jadi multi-miliar dolar, perusahaan publik melalui pembiayaan perdagangan, modal kerja dan ekspansi modal. Perusahaan makanan halal juga bisa menjadi

59 Bashir, “Applying the Institutional Theory at the Level of Halal Consumers.”

60 Azam and Abdullah, “GLOBAL HALAL INDUSTRY.”

(20)

20

konglomerat gaya hidup halal melalui pengembangan kategori dan lini produk, dan munculnya zona bebas halal khusus. Investasi penting oleh berbagai perusahaan di seluruh dunia seperti Nestle, Janan Halal Meat, Kingsley, dll. menyiratkan bahwa Halal menjadi area fokus bagi perusahaan ekuitas swasta.

Secara umum, industri menghadapi tantangan dalam hal standar yang diakui dan diadopsi global, penelitian dan pengembangan, inovasi, bahan alternatif, dan pengawetan Integritas halal di seluruh manajemen rantai pasokan dari peternakan ke garpu. Yang didukung oleh laporan yang diterbitkan oleh Bio Malaysia & Asean Bioeconomy Conference, 2015. Masalah yang dihadapi oleh industri halal sejak awal adalah tidak adanya skema internasional yang layak untuk mengakreditasi badan sertifikasi Halal (HCB). Ini adalah negara-negara non-Muslim yang memproduksi sebagian besar makanan halal secara global. Untuk memperkuat akreditasi HCB independen di negara-negara ini, inisiatif sedang dikembangkan oleh SMIIC (Lembaga Standar dan Metrologi untuk Negara-negara Islam), GSO (G.C.C.Standardization Organization), dan ESMA (Emirates Standards and Metrology Authority).

C. KESIMPULAN

Temuan dalam makalah ini menunjukkan bahwa ada empat faktor utama yang mendorong pesatnya pertumbuhan pasar halal global. Pertama, jumlah populasi Muslim yang cukup besar dan berkembang populasi sebesar 1,8 persen per tahun, Kedua, pertumbuhan ekonomi yang berkembang dan dengan demikian meningkatkan pembelian kekuasaan di kalangan umat Islam.

Ketiga, adalah munculnya potensi pasar halal di negara non muslim dan halal pemain industri.

Dan, keempat adalah munculnya gaya hidup muslim yang tidak hanya terjadi dinegara-negara mayoritas mulim tetapi juga sudah menjadi kesadaran di negera non-muslim.

Sebagai langkah ke depan, para pelaku industri perlu memperdalam pengetahuan dan pemahaman tentang Pasar Muslim (pola dan perilaku), memperbarui data secara teratur, dan memanfaatkan ceruk pasar yang belum dimanfaatkan serta penjualan dan promosi produk.

Temuan dan rekomendasi dari pekerjaan ini akan menjadi sumber yang bagus untuk masa depan peneliti dan cendekiawan di bidang yang relevan serta pembuat kebijakan untuk membuat keputusan strategis mereka di lapangan Industri Halal.

(21)

21

DAFTAR PUSTAKA

Ab. Manan, Siti Khadijah, Fadilah Abd Rahman, and Mardhiyyah Sahri, eds. Contemporary Issues and Development in the Global Halal Industry. Singapore: Springer Singapore, 2017.

https://doi.org/10.1007/978-981-10-1452-9.

Abdullah, Moha Asri, and Md Siddique E Azam. “Halal Industry in ASEAN: Issues and Challenges.” In Advances in Finance, Accounting, and Economics, edited by Patricia Ordoñez de Pablos, Mohammad Nabil Almunawar, and Muhamad Abduh, 77–104. IGI Global, 2020. https://doi.org/10.4018/978-1-7998-2257-8.ch005.

Aditya, Iip M. “Lampaui Arab Dab Turki, Ekonomi RI Jadi Yang Terbesar Diantara Negara OKI.”

Goodnews (blog), March 2021. https://www.goodnewsfromindonesia.id/.

Ardiani Aniqoh, Nur Aini Fitriya, and Metta Renatie Hanastiana. “Halal Food Industry:

Challenges and Opportunities in Europe.” Journal of Digital Marketing and Halal Industry 2, no. 1 (July 10, 2020): 43. https://doi.org/10.21580/jdmhi.2020.2.1.5799.

Armanios, Febe, and Boğaç A. Ergene. Halal Food: A History. New York, NY: Oxford University Press, 2020.

Azam, Md Siddique E, and Moha Asri Abdullah. “Global Halal Industries: Realities and Opportunities.” International Journal of Islamic Business Ethics 5, no. 1 (March 31, 2020):

47. https://doi.org/10.30659/ijibe.5.1.47-59.

Aziz, Norazlina Abdul, Noriah Ramli, and Naemah Amin. “Request for Halal Pharmaceutical Information: Duty of Physician and Pharmacist.” In Proceedings of the 3rd International Halal Conference (INHAC 2016), edited by Nurhidayah Muhammad Hashim, Nur Nafhatun Md Shariff, Siti Fatahiah Mahamood, Hanifah Musa Fathullah Harun, Mohd Solahuddin Shahruddin, and Azri Bhari, 201–10. Singapore: Springer Singapore, 2018.

https://doi.org/10.1007/978-981-10-7257-4_19.

Bashir, Abdalla Mohamed. “Applying the Institutional Theory at the Level of Halal Consumers:

The Case of Cape Town in South Africa.” Journal of Food Products Marketing 25, no. 5 (June 13, 2019): 527–48. https://doi.org/10.1080/10454446.2019.1607645.

Battour, Mohamed, Fatemeh Hakimian, Mohd Ismail, and Erhan Boğan. “The Perception of Non- Muslim Tourists towards Halal Tourism: Evidence from Turkey and Malaysia.” Journal of Islamic Marketing 9, no. 4 (October 18, 2018): 823–40. https://doi.org/10.1108/JIMA- 07-2017-0072.

Bergeaud-Blackler, Florence, John Lever, and Johan Fischer, eds. Halal Matters: Islam, Politics and Markets in Global Perspective. First Edition. London ; New York: Routledge, Taylor

& Francis Group, 2016.

Billah, Arif, Md Ahbabur Rahman, and Md Tareq Bin Hossain. “Factors Influencing Muslim and Non-Muslim Consumers’ Consumption Behavior: A Case Study on Halal Food.” Journal

(22)

22

of Foodservice Business Research 23, no. 4 (July 3, 2020): 324–49.

https://doi.org/10.1080/15378020.2020.1768040.

Bogoviz, Aleksei Valentinovich, and Yulia Vyacheslavovna Ragulina, eds. Industry Competitiveness: Digitalization, Management, and Integration. Volume 1. Lecture Notes in Networks and Systems 115. Cham: Springer, 2020. https://doi.org/10.1007/978-3-030- 40749-0.

Destiana, Riska, Kismartini Kismartini, and Tri Yuningsih. “Analisis Peran Stakeholders Dalam Pengembangan Destinasi Pariwisata Halal Di Pulau Penyengat Provinsi Kepulauan Riau.”

Jurnal Ilmu Administrasi Negara ASIAN (Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara) 8, no. 2 (September 7, 2020): 132–53. https://doi.org/10.47828/jianaasian.v8i2.18.

Djakfar, Muhammad. Pariwisata Halal: Perspektif Multidimensi: Peta Jalan Menuju Pengembangan Akademik & Industri Halal Di Indonesia. Cetakan I. Malang: UIN-Maliki Press, 2017.

Hong, Meenchee, Sizhong Sun, Rabiul Beg, and Zhang-Yue Zhou. “Chinese Muslim’s Choice of Halal Products: Evidence from Stated Preference Data.” Journal of the Asia Pacific

Economy 25, no. 4 (October 1, 2020): 696–717.

https://doi.org/10.1080/13547860.2019.1701827.

Idris, Siti Hafsyah, Abu Bakar Abdul Majeed, and Lee Wei Chang. “Beyond Halal: Maqasid al- Shari’ah to Assess Bioethical Issues Arising from Genetically Modified Crops.” Science and Engineering Ethics 26, no. 3 (June 2020): 1463–76. https://doi.org/10.1007/s11948- 020-00177-6.

Ismail, Ismalaili, Nik Azlina Nik Abdullah, Zulaiha Ahmad, and Noor Laila Sidek. “Halal Principles and Halal Purchase Intention Among Muslim Consumers.” In Proceedings of the 3rd International Halal Conference (INHAC 2016), edited by Nurhidayah Muhammad Hashim, Nur Nafhatun Md Shariff, Siti Fatahiah Mahamood, Hanifah Musa Fathullah Harun, Mohd Solahuddin Shahruddin, and Azri Bhari, 131–38. Singapore: Springer Singapore, 2018. https://doi.org/10.1007/978-981-10-7257-4_12.

Kalimullina, Madina. “Islamic Finance in Russia: A Market Review and the Legal Environment.”

Global Finance Journal 46 (November 2020): 100534.

https://doi.org/10.1016/j.gfj.2020.100534.

KNKS. “Indonesia’s Halal Industry Thriving Domestic Halal Economy.” Komisi Nasional Keuangan Syariah, November 2019. www.knks.go.id.

Kusnandar, Viva Budy. “India Negara Berpenduduk Muslim Terbesar Dunia Mulai 2030, Indonesia Kedua. 5 Negara Berpenduduk Muslim Terbesar Dunia (2020-2050),”

November 10, 2021. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/10/11.

Miles, Matthew B., A. M. Huberman, and Johnny Saldaña. Qualitative Data Analysis: A Methods Sourcebook. Third edition. Thousand Oaks, Califorinia: SAGE Publications, Inc, 2014.

(23)

23

Mohd Nawawi, Mohd Saiful Anwar, Mohd Fauzi Abu-Hussin, Muhamad Syazwan Faid, Norhidayah Pauzi, Saadan Man, and Noratiqah Mohd Sabri. “The Emergence of Halal Food Industry in Non-Muslim Countries: A Case Study of Thailand.” Journal of Islamic Marketing 11, no. 4 (July 19, 2019): 917–31. https://doi.org/10.1108/JIMA-05-2018-0082.

Muhamed, Nurul Aini, and Nathasa Mazna Ramli. “Towards Integrated Halal Sectors and Islamic Financing: The Academia Perspectives.” In Proceedings of the 3rd International Halal Conference (INHAC 2016), edited by Nurhidayah Muhammad Hashim, Nur Nafhatun Md Shariff, Siti Fatahiah Mahamood, Hanifah Musa Fathullah Harun, Mohd Solahuddin Shahruddin, and Azri Bhari, 159–68. Singapore: Springer Singapore, 2018.

https://doi.org/10.1007/978-981-10-7257-4_15.

Rejeb, Abderahman, Karim Rejeb, and Suhaiza Zailani. “Are Halal Food Supply Chains Sustainable: A Review And Bibliometric Analysis.” Journal of Foodservice Business Research, February 4, 2021, 1–42. https://doi.org/10.1080/15378020.2021.1883214.

Report Team. “State of The Global Islamic Economy Report 2020.” The Global Islamic Economy Report. Dubai: Dinar Standart, 2021 2020. www.salaamgateway.com.

———. “State of The Global Islamic Economy Report 2022; Unlocking Opportunity.” Global Islamic Economy Report. Dubai: Dinar Standart, 2022. www.salaamgateway.com.

Rodet, Diane. “La Question Halal. Sociologie d’une Consommation Controversée, C. Rodier:

Presses Universitaires de France, Paris (2014). 210 p.” Sociologie Du Travail 58, no. 1 (March 1, 2016): 109–11. https://doi.org/10.4000/sdt.380.

Sherwani, Mehkar, Afzaal Ali, Adnan Ali, Sikandar Hussain, and Habib Gul Zadran.

“Determinants of Muslim Consumers’ Halal Meat Consumption: Applying and Extending the Theory of Planned Behavior.” Journal of Food Products Marketing 24, no. 8 (November 17, 2018): 960–81. https://doi.org/10.1080/10454446.2018.1450173.

“The History of the Halal Market in the West,” 2022.

https://www.alimentarium.org/en/knowledge/history-halal-market-west.

Thomas, Angerlique M., Gareth R.T. White, Eoin Plant, and Peng Zhou. “Challenges and Practices in Halal Meat Preparation: A Case Study Investigation of a UK Slaughterhouse.” Total Quality Management & Business Excellence 28, no. 1–2 (January 2, 2017): 12–31.

https://doi.org/10.1080/14783363.2015.1044892.

Ur Raheema, Syed Fazal. “Assuring Tayyib from a Food Safety Perspective in Halal Food Sector:

A Conceptual Framework.” MOJ Food Processing & Technology 6, no. 2 (March 13, 2018). https://doi.org/10.15406/mojfpt.2018.06.00161.

Voloder, Lejla. “The ‘Mainstreaming’ of Halal: Muslim Consumer-Citizenship in Australia.”

Journal of Muslim Minority Affairs 35, no. 2 (April 3, 2015): 230–44.

https://doi.org/10.1080/13602004.2015.1051753.

(24)

24

Wingett, Fiona, and Sarah Turnbull. “Halal Holidays: Exploring Expectations of Muslim-Friendly Holidays.” Journal of Islamic Marketing 8, no. 4 (November 13, 2017): 642–55.

https://doi.org/10.1108/JIMA-01-2016-0002.

Yamaguchi, Hiroko Kurosaki. “THE POTENTIAL AND CHALLENGE OF HALAL FOODS IN JAPAN.” Journal of Asian Rural Studies 3, no. 1 (January 28, 2019): 1.

https://doi.org/10.20956/jars.v3i1.1712.

Yazid, Fadhil, Tan Kamello, Yasir Nasution, and Edy Ikhsan. “Strengthening Sharia Economy Through Halal Industry Development in Indonesia.” In Proceedings of the International Conference on Law, Governance and Islamic Society (ICOLGIS 2019). Banda Aceh, Indonesia: Atlantis Press, 2020. https://doi.org/10.2991/assehr.k.200306.187.

Referensi

Dokumen terkait

Having identified poverty incomes by defining an appropri- ate poverty line Sen: 1981:21, the numerical weight of poor persons Q in the total population N is expressed by the