• Tidak ada hasil yang ditemukan

128600245_file5.pdf - Repository UMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "128600245_file5.pdf - Repository UMA"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

Menurut Hurlock (1999), masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan masa sebelum dan sesudahnya. Perkembangan fisik yang pesat dan signifikan diiringi dengan perkembangan mental yang pesat, terutama pada masa remaja awal. Permasalahan remaja seringkali sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun perempuan.

Cita-cita yang tidak realistis ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-temannya, menyebabkan meningkatnya emosi yang menjadi ciri khas masa remaja awal. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri masa remaja adalah: masa remaja sebagai masa penting, masa remaja sebagai masa peralihan, masa remaja sebagai masa perubahan, masa remaja sebagai masa problematis, masa remaja sebagai masa pencarian jati diri. masa muda sebagai masa yang menimbulkan ketakutan, masa muda sebagai masa yang tidak realistis, masa muda sebagai masa di ambang kedewasaan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tugas perkembangan remaja adalah: menerima citra tubuh, menerima identitas seksual, mengembangkan sistem nilai pribadi, mempersiapkan kemandirian, menjadi mandiri atau bebas dari orang tua, mengembangkan keterampilan mengambil keputusan, mengembangkan kemampuan mengambil keputusan, mengembangkan kemampuan mengambil keputusan, dan mengembangkan kemampuan mengambil keputusan. identitas orang dewasa.

Masa remaja merupakan salah satu dari dua masa penuh tantangan dalam kehidupan individu, dimana terjadi pertumbuhan fisik yang sangat pesat (Yusuf, 2001). Menurut Piaget, masa remaja telah mencapai tahap operasional formal (beroperasinya aktivitas mental mengenai berbagai gagasan). Masa remaja merupakan puncak emosi, yaitu perkembangan emosi yang tinggi pada masa remaja awal, perkembangan emosi menunjukkan sifat sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial, emosi bersifat negatif dan temperamental (jengkel, kecewa, marah, sedih, depresi), sedangkan pada masa remaja akhir mereka sudah mampu mengendalikan emosinya (Yusuf, 2001).

Pada masa ini timbul keinginan untuk melakukan perubahan yang dapat dianggap baik oleh orang lain. Perkembangan identitas merupakan isu sentral pada masa remaja yang memberikan landasan bagi masa dewasa (Yusuf, 2001). Kemandirian merupakan komponen kepribadian yang mendorong seseorang untuk mampu mengarahkan dan mengatur perilakunya sendiri serta menyelesaikan permasalahan tanpa bantuan orang lain.

Menjadi pribadi yang mandiri yaitu menguasai diri sendiri merupakan salah satu tugas perkembangan pada masa remaja (Steinberg, dalam Lewis, 2009). Kemandirian juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk bebas mengambil keputusan dan mengatur hidup tanpa terlalu bergantung pada orang lain (Rider, dkk, 2003). Sedangkan pada masa remaja akhir, mereka diharapkan menunjukkan kedewasaan yang lebih, seperti penerimaan terhadap kondisi fisik dan tanggung jawab.

Kemandirian kembali menjadi perhatian utama pada masa remaja, dimana terjadi perubahan sosial, fisik dan kognitif pada remaja (Santrock, 2008). Jika kemandirian anak pada masa balita lebih menekankan pada perilakunya, maka kemandirian pada masa remaja melibatkan kognisi yang dapat dijadikan landasan berpikir mengenai masalah sosial, moral, dan etika. Menjadi individu yang mandiri merupakan salah satu tugas perkembangan mendasar pada masa perkembangan remaja.

Dikatakan mendasar karena pencapaian kemandirian pada masa remaja sangat penting sebagai kerangka untuk menjadi individu yang matang.

Orangtua Tunggal

  • Dampak Negatif Pengasuhan Orangtua Tunggal
  • Jenis-jenis Orangtua Tunggal
  • Perbedaan Orangtua Tunggal Laki-Laki dengan Orangtua Tunggal Perempuan
  • Problematika Orangtua Tunggal

Keluarga dengan orang tua tunggal terdiri dari satu orang tua dengan anak-anak yang menjadi tanggungan dalam sebuah rumah tangga (Hummer & Turner, 1990). Sejalan dengan pandangan Sager dkk, Perlmutter dan Hall (1985) menyatakan bahwa orang tua tunggal adalah “orang tua tanpa pasangan yang terus membesarkan anak-anaknya”. DeGenova (2008) menyatakan bahwa orang tua tunggal adalah keluarga yang terdiri dari satu orang tua, baik menikah maupun belum menikah, dengan anak.

Orang tua tunggal adalah keluarga yang hanya terdiri dari satu orang ayah atau ibu yang bertanggung jawab mengasuh anak setelah perceraian, kematian atau kelahiran di luar nikah (Yusuf, 2004). Berdasarkan pemikiran di atas, maka dapat dikatakan bahwa orang tua tunggal adalah orang tua yang membesarkan seorang anak tanpa adanya pasangan, baik ayah maupun ibu, dalam pengasuhan, pengasuhan, dan pendidikan anak tersebut sehingga memenuhi segala kebutuhan anak tersebut. . sendiri. Dalam hal ini orang tua tunggal mempunyai peran ganda yaitu sebagai ayah dan ibu.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penyebab menjadi orang tua tunggal adalah perceraian, meninggalkan keluarga atau rumah dan meninggalnya salah satu pasangan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa beban kerja orang tua tunggal adalah: penuh dengan konflik waktu, tanggung jawab ganda untuk bertahan hidup dan mengurus rumah tangga, tidak ada istirahat atau berkurangnya waktu istirahat, kebutuhan emosi khusus terhadap anak yang sudah tidak utuh lagi. orang tua, menanggung beban keuangan dan mengelolanya sendiri. Berdasarkan uraian di atas, dampak negatif pola asuh sebagai orang tua tunggal adalah: menurunnya kecerdasan, berkembangnya perasaan cemas, takut, depresi, dan hilangnya rasa kasih sayang.

Jika setiap orang tua mampu menghadapi permasalahan yang dihadapinya, maka kehidupan single parent bagi anaknya tidak menjadi masalah untuk dibicarakan karena akan tercipta generasi yang berkembang dengan baik menjadi keluarga yang utuh dan harmonis (Surya, 2003). . Berdasarkan uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa ada tiga jenis orang tua tunggal, yaitu: orang tua tunggal mandiri, orang tua tunggal tanggungan, dan orang tua tunggal tidak berdaya. Menurut Downey (dalam Noed, dkk, 1997), orang tua tunggal lebih mementingkan pemenuhan kebutuhan ekonominya, sehingga kedudukan ekonominya biasanya lebih baik dibandingkan dengan orang tua tunggal.

Bagi orang tua tunggal, perempuan lebih mementingkan urusan interpersonal, seperti bagaimana anaknya bersekolah, dengan siapa berteman, dan lain sebagainya. Shapire (2003) menyoroti bahwa ada beberapa perbedaan antara orang tua tunggal laki-laki dan orang tua tunggal perempuan yang menghabiskan lebih banyak waktu dengan anak-anaknya; ini berlaku untuk negara maju dan berkembang. Sementara itu, terdapat permasalahan khusus yang muncul dalam keluarga dengan orang tua tunggal perempuan: permasalahan dalam memperoleh pendapatan yang cukup, permasalahan dalam mendapatkan pekerjaan yang layak, permasalahan dalam membayar biaya penitipan anak dan permasalahan dalam memenuhi kebutuhan lainnya.

Sedangkan pada keluarga dengan orang tua tunggal, permasalahan khusus yang timbul hanya pada pemberian perlindungan dan perhatian terhadap anak (Kimmel, 1980). Dalam kasus keluarga single parent akibat perceraian, Duvall & Miller (1985) menyatakan baik perempuan maupun laki-laki.

Paradigma Penelitian

Orangtua Tunggal

Anak Remaja

Kemandirian

Referensi

Dokumen terkait