• Tidak ada hasil yang ditemukan

Furnace

N/A
N/A
Ulo Gawok

Academic year: 2025

Membagikan "Furnace"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Furnace

Furnace (fired heater) adalah suatu peralatan yang digunakan untuk memanaskan fluida kerja di dalam tube hingga mencapai suhu yang dibutuhkan pada proses berikutnya dengan menggunakan sumber panas yang berasal dari pembakaran bahan bakar gas, bahan bakar minyak atau keduanya secara terkendali oleh burner di dalam fire box. Konstruksi dasar furnace biasanya terdiri dari ruang baja yang berbentuk persegi panjang atau silinder yang dilapisi dengan bata tahan api, sedangkan pipa-pipa pembuluh yang digunakan merupakan baja tahan karat atau baja paduan khusus untuk suhu tinggi dengan konfigurasi penyusunan tube dapat dil akukan secara vertikal maupun horizontal pada dinding furnace.

Furnace terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian yang menerima panas secara konveksi (convection section) dari panas yang terbawa oleh aliran flue gas da n bagian yang menerima panas langsung secara radiasi (radiation section atau combustion chamber) dari panas reaksi pembakaran bahan bakar. Perpindahan panas yang terjadi di dalam furnace menggunakan panas radiasi dan panas konveksi dengan sekitar 70% beban proses diserap di daerah radiasi dan 30% diserap di daerah konveksi. Fluida yang akan dipanaskan terlebih dahulu masuk ke dalam convection section untuk menghindari terjadinya termally shock karena pertambahan suhu yang tiba-tiba kemudian fluida akan dialirkan ke radiation section hingga mencapai suhu yang diinginkan. (Pertamina, 2010)

Furnace 15-F-102 merupakan furnace dengan tipe silinder tegak dengan konfigurasi tube pada seksi konveksi dipasang secara horizontal dan tube pada seksi radiasi dipasang secara vertikal dengan burner sebanyak enam buah terletak pada lantai bagian bawah furnace. Furnace tipe ini umum digunakan untuk pemanasan f luida dengan perbedaan suhu fluida masuk dan keluar tidak lebih dari 90℃. Furnace 15-F-102 digunakan untuk meningkatkan suhu saturated steam menjadi superheated steam dengan perbedaan suhu steam masuk dan keluar sekitar 80℃. Il ustrasi furnace dengan tipe silinder tegak dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(2)

Gambar 2.1 Furnace tipe silinder tegak (Trambouze, 1999)

Keuntungan menggunakan furnace dengan tipe silinder tegak adalah konstruksi yang sederhana sehingga harga relatif murah, kebutuhan tempat lebih sedikit, luas permukaan besar sehingga efisiensi termalnya besar, jenis silinder vertikal ini memiliki bagian radiasi yang lebih tinggi dan cocok untuk burner yang menghasilkan nyala api tinggi dan rendah NOx. sedangkan kekurangannya adalah kapasitas yang kecil sehingga tidak efisien pada batas tertentu dan jarak antara tube dengan burner terlalu dekat sehingga rentan membuat tube terkena sentuhan api.

. Pasokan udara untuk keperluan pembakaran bahan bakar di combustion chamber pada furnace 15-F-102 didapatkan dengan memanfaatkan perbedaan

(3)

tekanan yang diakibatkan oleh perbedaan densitas udara panas di dalam furnace dan chimney stack dibandingkan dengan udara ambien, sehingga perbedaan ini menyebabkan udara mengalir tanpa memerlukan bantuan fan/blower. Furnace dengan prinsip air draft seperti ini disebut dengan natural draft furnace.

Keuntungan menggunakan furnace dengan natural draft adalah tidak dibutuhkannya perlatan tambahan seperti fan/blower untuk menghasilkan draft sehingga biaya investasi dan maintenance cenderung lebih murah, namun pemaanfaatan panas pada furnace dengan natural draft tidak maksimal terlihat pada nilai temperature stack yang cukup tinggi.

Spesifikasi lain furnace 15-F-102 selain memiliki tipe silinder tegak dan natural draft dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Spesifikasi Furnace 15-F-102

Heater Section Radiant and Convection

Type of Fuel Fuel Gas

Design Efficiency 84,8%

Fluid Steam

Function Catalyst Cooler Superheated

Steam

Tubes Radiant

Section Convection Section

- Position Vertical Horizontal

- Material A335-P22 A335-P22

- Outside diameter (in) 5,563 6,625

Temperature stack design () 305 ℃ Temperature steam out steam design () 380 ℃ Steam flow rate design (kg/h) 112.712 Tolerance temperature of superheated

steam () Low : 330 ℃

High : 360 ℃ 2.2 Bagian-Bagian Furnace

Furnace 15-F-102 di PT Pertamina (Persero) RU VI Balongan dilengkapi dengan beberapa peralatan utama dan pendukung diantaranya adalah sebagai berikut.

1) Burner, merupakan tempat untuk memasukkan udara pembakaran dan bahan bakar secara terkendali dengan mengatur kecepatan alir dan rasio antara bahan bakar dan udara pembakaran yang sesuai agar pembakaran yang terjadi stabil. Burner juga merupakan tempat terjadinya reaksi pembakaran.

(4)

Gambar 2.2 Nyala api furnace 15-F-102

Gambar 2.3 Tampak luar burner furnace 15-F-102

2) Pilot Burner, merupakan burner kecil yang harus selalu menyala selama furnace sedang beroperasi, hal ini bertujuan untuk mengantisipasi apabila diperlukan tambahan nyala api untuk meningkatkan suhu maka cukup mengatur katup bahan bakar saja tanpa perlu melakukan penyalaan ulang dari awal.

3) Tube bundler (header), merupakan rangkaian tube yang berisi fluida yang akan dipanaskan. Umumnya rangkaian tube terdiri dari pipa-pipa lurus yang dihubungkan menggunakan U bend dengan pengelasan. Pemilihan bahan untuk tube bundler perlu mempertimbangkan resistansi bahan tersebut terhadap kondisi operasi seperti suhu dan tekanan serta kemungkinan korosi akibat fluida yang dipanaskan.

4) Tube Support, merupakan penyangga tube yang digunakan untuk mencegah p embengkokkan yang mungkin terjadi akibat pemanasan. Bahan yang digunakan mesti tahan terhadap panas, kandungan flue gas dan korosi.

Umumnya menggunakan logam yang dilapisi oleh batu tahan api (refractory lining).

5) Dinding Furnace, dinding furnace terdiri dari empat lapisan yakni lapisan refraktori (bagian paling dalam) yang berfungsi sebagai penahan sekaligus pemantul panas api yang keluar dari burner, lapisan kedua adalah susunan batu tahan api sebagai tempat melekatnya refraktori sekaligus yang berfungsi

(5)

sebagai isolator panas, lapisan ketiga adalah glass wool sebagai isolator panas dan yang terakhir yakni pelat baja yang berfungsi sebagai pemberi struktur da n bentuk pada furnace.

Gambar 2.4 Dinding furnace 15-F-102

6) Air Register, merupakan pelat berlubang yang berfungsi sebagai jalur masuknya udara pembakaran pada burner.

Gambar 2.5 Air register furnace 15-F-102

7) Peep Hole, merupakan lubang kecil yang terbuat dari kaca transparan yang berfungsi untuk mengamati bagian dalam burner seperti warna nyala api, bentuk flame, warna pipa dan lainnya.

Gambar 2.6 Peep Hole furnace 15-F-102

8) Snuffing steam, merupakan tempat untuk injeksi steam yang dimanfaatkan ketika start up maupun shut down peralatan untuk purging gas-gas sisa yang terdapat dalam ruang pembakaran, selain itu dapat dimanfaatkan pula untuk memadamkan api apabila terjadi kebakaran.

(6)

9) Explotion Door, merupakan peralatan safety pada radiation section sebagai pengaman terhadap kemungkinan kelebihan tekanan di dalam furnace.

10) Stack Damper, merupakan katup yang berfungsi untuk mengatur tekanan dan kecepatan alir flue gas yang keluar melalui stack.

Gambar 2.7 Alat untuk Mengatur Bukaan Katup Stack Damper

Gambar 2.8 Indikator Bukaan Stack Damper

11) Soot Blower, merupakan peralatan yang berfungsi untuk membersihkan hasil pembakaran (jelaga) dari flue gas yang menempel pada bagian luar tube. Alat ini umumnya dilengkapi dengan nozzle yang berfungsi untuk spray steam maupun udara untuk membersihkan pipa pada bagian convention section.

Gambar 2.9 Soot Blower di furnace 15-F-102

12) Platform, merupakan tempat yang dapat digunakan oleh operator untuk berlalu-lalang di sekitar furnace selama pemeriksaan kondisi furnace.

13) Access Door, merupakan pintu berukuran cukup besar yang dapat digunakan untuk masuk ke dalam furnace ketika akan dilakukan pemeriksaan maupun maintenance pada furnace.

(7)

2.3 Neraca Massa dan Neraca Energi Furnace

Perhitungan neraca umum digunakan sebagai prinsip konservasi massa dan energi untuk mengetahui dan menganalisis input dan output dari suatu sistem sehingga dapat diketahui jumlah bahan yang terkonversi menjadi produk utama atau produk lainnya serta yang terakumulasi di dalam sistem. Hal ini penting diketahui dalam proses perancangan maupun pembuatan model matematika.

Neraca massa dan neraca energi furnace disusun dengan mengidentifikasi seluruh aliran masuk dan keluar sistem, kemudian sistem perlu dikenali lebih lanjut seperti adanya reaksi atau akumulasi yang mungkin terjadi. Pada furnace 15-F-102 skema aliran masuk dan keluar sistem dapat dilihat pada Gambar 2.10. Umpan berupa saturated steam berasal dari catalyst cooler yang terdapat pada regenerator, kemudian umpan dikontakkan dengan panas yang terbawa flue gas di convection s ection dan dialirkan menuju radiation section untuk menyerap panas dari reaksi pembakaran, output furnace 15-F-102 berupa superheated steam yang akan digunakan untuk menggerakan turbin Main Air Blower (MAB).

Gambar 2.10 Skema Aliran pada Furnace 15-F-102 1) Neraca Massa

Neraca massa merupakan proses perhitungan massa secara keseluruhan yakni massa yang masuk, keluar, dan terakumulasi di dalam sistem. Neraca massa didasarkan pada Hukum Kekekalan Massa, yang pada prinsipnya di dalam suatu

(ma) Ta

%ea Tf

(mf) (msteam out)

Tsout

(msteam in) Tsin

(mst) Tst

(8)

sistem apapun massa yang masuk akan selalu sama dengan massa yang keluar ditambah dengan akumulasi di dalam sistem apabila ada.

Persamaan neraca massa furnace 15-F-102 dapat dibedakan menjadi sistem ta npa reaksi dan sistem dengan reaksi. Untuk sistem tanpa reaksi neraca massa yang terbentuk adalah sebagai berikut.

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 + 𝑎𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑚𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 𝑖𝑛 = 𝑚𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 𝑜𝑢𝑡 +

𝑎𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖

(2.1) Sedangkan persamaan neraca massa total untuk sistem dengan reaksi yang terbentuk adalah sebagai berikut.

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 + 𝑎𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖

2) Neraca Energi

∑ 𝐹𝑠 𝑖𝑛 = ∑(𝐹𝑠 𝑜𝑢𝑡 + 𝑀𝑠 𝜎𝑠 𝑟)

𝑚𝑓 + 𝑚𝑎 = 𝑚𝑠𝑡 + 𝑎𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖

(2.2) (2.3)

Neraca energi adalah suatu perhitungan total energi masuk, keluar dan terakumulasi yang didasarkan pada Hukum Kekekalan Energi. Pada furnace, neraca energi yang digunakan adalah neraca yang menghitung seluruh energi panas yang masuk dan ke luar dari furnace. Energi panas yang masuk adalah panas pembakaran, panas sensibel pembakaran, dan panas sensibel udara pembakaran. Sedangkan energi panas yang keluar adalah panas diserap oleh saturated steam untuk berubah menjadi superheated steam, kehilangan panas yang terbawa aliran flue gas, dan radiant losses (diasumsikan untuk furnace sebesar 2%). Persamaan neraca energi yang terbentuk adalah sebagai berikut:

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟

dengan, 𝑄𝑐 =

𝑚𝑓𝐿𝐻𝑉60℉

𝑄𝑐 + 𝑄𝑓 + 𝑄𝑎 = 𝑄𝑠 + 𝑄𝑠𝑡 + 𝑄𝑟

𝑄𝑠 = 𝑚𝑠𝐶𝑝𝑠 (𝑇𝑠𝑜𝑢𝑡 − 𝑇𝑠𝑖𝑛)

(2.4)

𝑄𝑓 = 𝑚𝑓𝐶𝑝𝑓 (𝑇𝑓 − 𝑇𝑟𝑒𝑓)

𝑄𝑎 = 𝑚𝑎𝐶𝑝𝑎 (𝑇𝑎 − 𝑇𝑟𝑒𝑓)

𝑄𝑠𝑡 = 𝑚𝑠𝑡𝐶𝑝𝑠𝑡 (𝑇𝑠𝑡 − 𝑇𝑟𝑒𝑓) 𝑄𝑟 = 2% 𝑚𝑓𝐿𝐻𝑉60℉

Persamaan neraca panas tersebut dibentuk menjadi suatu fungsi dari suhu

(9)

steam keluar (Tsout) yang menyatakan hubungannya dengan faktor-faktor yang ditetapkan sebagai variabel bebas. Faktor-faktor tersebut adalah laju alir bahan

(10)

(

bakar (X1), suhu bahan bakar (X2), persentase excess air (X3), suhu udara pembakaran (X4), suhu stack (X5), dan laju alir steam (X6). Fungsi suhu steam keluar yang terbentuk adalah sebagai berikut.

𝑻𝒔 = 𝑨 + 𝑩 𝑿𝟑𝑿𝟒 − 𝑭 𝑿𝟏 𝟏 + 𝑪 𝑿𝟏𝑿𝟐 + 𝑫 𝑿𝟒 + 𝑬 − 𝑮𝑿𝟑 − 𝑯𝑿𝟓 (2.5)

𝒐𝒖𝒕 𝑿𝟔 𝑿𝟔 𝑿𝟔 𝑿𝟔 𝑿𝟔 𝑿

𝟔 𝑿𝟔

Dengan keterangan sebagai berikut.

A = 𝑇𝑠𝑖𝑛

H = 𝑚 𝑠𝑡𝐶 𝑝𝑠 𝑝𝑠𝑡𝐶

B = (𝐶𝑝𝑓𝑇𝑟𝑒𝑓+𝐿𝐻𝑉−2%𝐿𝐻𝑉 𝐶𝑝𝑓C =

𝐶𝑝𝑠)

𝐶𝑝𝑠 ) I = 𝑚 𝑠𝑡 𝐶𝐶 𝑝𝑠𝑡𝑝𝑠 𝑇 𝑟𝑒𝑓 X1 = 𝑚𝑓

D = (𝑚𝑎𝑡×𝐶𝑝𝑎)

𝐶𝑝𝑠

E = (𝑚𝑎𝑡×𝐶𝑝𝑎)

𝐶𝑝𝑠

X2 = 𝑇𝑓

X3 = %𝑒𝑎 (persentase excess air) X4 = 𝑇𝑎

F = (𝑚𝑎𝑡𝐶𝑝𝑎𝑇𝑟𝑒𝑓

𝑚 𝑠𝑡 𝐶 𝑝𝑠𝑡 𝑇𝑟𝑒𝑓) X =

𝐶𝑝𝑠 𝒎𝒔𝐶

𝑝𝑠

5 𝑇𝑠𝑡 G = (𝑚𝑎𝑡𝐶𝑝𝑎𝑇𝑟𝑒𝑓)

𝐶𝑝𝑠

X6 = 𝑚𝑠

2.4

Efisiensi Termal Furnace

Efisiensi termal furnace dapat dihitung dengan membandingkan panas yang berguna dengan total panas yang tersedia. Efisiensi termal aktual pada suatu peralatan bukan sesuatu yang tetap, melainkan bergantung pada kondisi operasi.

Beberapa faktor yang memengaruhi nilai efisiensi aktual dalah sebagai berikut.

1) Excess Air

Udara pembakaran yang digunakan selalu lebih dari kebutuhan udara teoritisnya, hal ini diperlukan untuk menyempurnakan reaksi pembakaran sehingga tidak terbentuk karbon monoksida yang mengindikasikan ketidakefisienan pembakaran.

Apabila excess air yang digunakan pada proses pembakaran kurang maka proses pembakaran akan kurang sempurna, sedangkan bila terlalu banyak akan menyebabkan semakin banyak panas yang terbawa ke aliran gas buang (flue gas).

2) Heat Loss

Kerugian panas akan menyebabkan efisiensi turun karena berkurangnya jumlah

(11)

panas yang dapat dimanfaatkan untuk menaikkan suhu fluida kerja, kerugian panas dapat disebabkan karena bermacam hal seperti kehilangan panas melalui casing furnace, radiasi, atau terbawa ke aliran flue gas.

(12)

3) Peralatan furnace

Efisiensi pada furnace juga dipengaruhi oleh pengoperasian peralatan furnace dan alat-alat yang mendukung kinerja furnace seperti jenis isolasi, jenis burner, bentuk furnace, dan draft yang digunakan. Kinerja peralatan furnace juga bergantung pada perawatan dan penanganan masalah pada furnace.

4) Kondisi Operasional Lain

Kinerja furnace juga dipengaruhi oleh kondisi operasional lain di lapangan seperti burner mati, gas buang (flue gas) berasap, suhu stack tinggi, nyala api flashback, nyala api pendek, panas tidak tercapai, suhu permukaan tube naik, nyala api miring, nyala api bergelombang, dan lidah api menyentuh tube.

Beberapa permasalahan di atas dapat diketahui secara visual maupun dengan menggunakan alat ukur yang tersedia. Pengecekan kondisi operasional baik melalui panel di control room maupun secara langsung di lapangan perlu dilakukan untuk mencegah keterlambatan penanganan apabila terjadi permasalahan yang berkaitan dengan kinerja furnace. Perhitungan efisiensi pembakaran dapat menggunakan metode langsung dan metode tidak langsung. Pada perhitungan metode langsung, panas yang berguna dihitung berdasarkan pada kondisi awal dan akhir furnace, sedangkan pada metode tidak langsung panas yang diserap fluida proses (panas yang berguna) dihitung berdasarkan selisih antara panas masuk dengan panas yang hilang melalui dinding furnace dan gas asap keluar cerobong.

Metode Langsung

Perhitungan metode langsung dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut.

Metode Tidak Langsung

𝗌 = 𝒎𝒔( 𝑯𝒔 𝒐𝒖𝒕 𝑯𝒔 𝒊𝒏)

𝟏𝟎𝟎% ×

𝒎𝒇.𝑯𝑯𝑽

(2.6)

Metode tidak langsung berdasarkan API Standard 560, dapat dijabarkan menggunakan rumus-rumus berikut.

1) Perhitungan Faktor Koreksi

a) Faktor koreksi untuk Relative Humidity 𝑀𝑜𝑖𝑠𝑡𝑢𝑟𝑒 𝑖𝑛

𝑎𝑖𝑟 =

𝑃𝑣𝑎𝑝𝑜

𝑢𝑟

𝑃𝑎𝑖

𝑟

× 𝑅𝐻 100×

𝑀𝑊𝑤𝑎

𝑡𝑒𝑟𝑀𝑊𝑎

𝑖𝑟

(2.7)

𝑙𝑏 𝑤𝑒𝑡 𝑎𝑖𝑟

=

𝑙𝑏𝑓𝑢𝑒𝑙 𝑙𝑏 𝑎𝑖𝑟

𝑟𝑒𝑞𝑢𝑖𝑟𝑒𝑑 𝑙𝑏 𝑓𝑢𝑒𝑙

(13)

1−𝑚𝑜𝑖𝑠𝑡𝑢𝑟𝑒 𝑖𝑛 𝑎𝑖𝑟

(2.8)

(14)

𝑒𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 [(1.6028 × ) + 1]

𝑙𝑏 𝑚𝑜𝑖𝑠𝑡𝑢𝑟𝑒 = 𝑙𝑏 𝑤𝑒𝑡 𝑎𝑖𝑟 − 𝑎𝑖𝑟

𝑟𝑒𝑞𝑢𝑖𝑟𝑒𝑑 (2.9)

𝑙𝑏𝑓𝑢𝑒𝑙 𝑙𝑏𝑓𝑢𝑒𝑙

𝑙𝑏 𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 = 𝐻 𝑂 𝑓𝑜𝑟𝑚𝑒𝑑 + 𝑤𝑒𝑡 𝑎𝑖𝑟𝑙𝑏

+ 𝑎𝑡𝑜𝑚𝑖𝑧𝑖𝑛𝑔

𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 (2.10)

𝑙𝑏𝑓𝑢𝑒𝑙 2 𝑙𝑏𝑓𝑢𝑒𝑙

b) Faktor koreksi untuk Excess Air

𝑙𝑏 (28.85 𝑥𝑂 𝑒𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 )(𝑁2 𝑓𝑜𝑟𝑚𝑒𝑑 + 𝐶𝑂2 𝑓𝑜𝑟𝑚𝑒𝑑 + 𝐻2𝑂 𝑓𝑜𝑟𝑚𝑒𝑑 )

𝑒𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑎𝑖𝑟

= 2 28 44 18 (2.11)

𝑙𝑏𝑓𝑢

𝑒𝑙 20.95 −

𝑂2

𝑝𝑜𝑢𝑛𝑑𝑠 𝑜𝑓 𝐻 2𝑂 𝑝𝑜𝑢𝑛𝑑𝑠 𝑜𝑓 𝑎𝑖𝑟 𝑟𝑒𝑞𝑢𝑖𝑟𝑒𝑑

𝐸𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 𝐴𝑖𝑟 =

𝑙𝑏 𝑒𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠

𝑙𝑏𝑎𝑖𝑟𝑓𝑢𝑒𝑙

𝑟𝑒𝑞𝑢𝑖𝑟𝑒𝑑𝑎𝑖𝑟

× 100%

(2.12)

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑙𝑏 𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 %𝑒𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑎𝑖𝑟 𝑙𝑏𝑚𝑜𝑖𝑠𝑡𝑢𝑟𝑒

𝑙𝑏𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟

= ( × ) +

(2.13)

𝑙𝑏𝑓𝑢 𝑒𝑙

100 𝑙𝑏𝑓𝑢

𝑒𝑙

𝑙𝑏𝑓𝑢𝑒𝑙

2) Perhitungan Heat Loss a) Radiant Loss (hr)

Radiant Loss pada fired heater sekitar 1,2-2,5% dari nilai total heating value.

Diasumsikan dalam perhitungan panas yang hilang karena radiasi sebesar 2%, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

𝑟 = 2% × 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑁𝑒𝑡 𝐻𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒

b) Stack Loss (hs)

(2.14)

Stack loss dihitung dengan menggunakan entalpi dari tiap komponen flue gas dan m enjumlahkannya, penjumlahan dari entalpi tiap komponen merupakan total kehilangan panas yang terbawa ke aliran gas buang (hs).

3) Perhitungan Efisiensi

Perhitungan efisiensi termal metode tidak langsung dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :

𝗌 = (𝒉𝑳 + ∆𝒉 𝒂+ ∆𝒉 𝒇+∆𝒉𝒎)−

(𝒉𝒓+𝒉𝒔) (𝒉𝑳 + ∆𝒉𝒂+

∆𝒉𝒇+∆𝒉𝒎)

dengan keterangan sebagai berikut,

× 𝟏𝟎𝟎% (2.15)

𝐿 = ∑(𝑁𝐻𝑉×%𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 ×𝑀𝑜𝑙𝑒𝑐𝑢𝑙𝑎𝑟 𝑊𝑒𝑖𝑔ℎ𝑡)

∑(%𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 ×𝑀𝑜𝑙𝑒𝑐𝑢𝑙𝑎𝑟 𝑊𝑒𝑖𝑔ℎ𝑡)

∆ℎ

𝑎

= 𝐶𝑝𝑎 × (𝑇𝑎

𝑇𝑟𝑒𝑓 ) × 𝑚𝑎

𝑚𝑓

(15)

∆ℎ𝑓 = 𝐶𝑝𝑓 × (𝑇𝑓 – 𝑇𝑟𝑒𝑓)

∆ℎ

𝑚

= ∆𝐸 × 𝑚𝑚

𝑚𝑓

Persamaan efisiensi metode tidak langsung dapat digunakan untuk membuat pemodelan matematika sehingga dapat diketahui pengaruh dari perubahan variabel-

(16)

variabel proses terhadap nilai efisiensi. Faktor yang ditentukan sebagai variabel bebas adalah laju alir bahan bakar (X1), suhu bahan bakar (X2), persentase excess air (X3), suhu udara pembakaran (X4), dan suhu stack (X5).

(𝒉𝑳 + ∆𝒉𝒂 + ∆𝒉𝒇 + ∆𝒉𝒎) − (𝒉𝒓 + 𝒉𝒔) 𝗌 = (𝒉𝑳 + ∆𝒉𝒂 + ∆𝒉𝒇 +

∆𝒉𝒎) (2.16)

Pemodelan matematika untuk model efisiensi yang terbentuk dari persamaan diatas adalah sebagai berikut.

𝑨𝑿𝟓 + 𝑩 𝗌 = 𝟏 −

𝑪𝑿𝟏 + 𝑫𝑿𝟏𝑿𝟐 + 𝑬𝑿𝟒 + 𝑭𝑿𝟑𝑿𝟒

− 𝑮𝑿𝟑 − 𝑯

Dengan keterangan sebagai berikut.

A = 𝑚𝑠𝑡𝐶𝑝𝑠𝑡 H = ∆𝐸𝑚𝑚 − 𝑚𝑎𝑡𝐶𝑝𝑎𝑇𝑟𝑒𝑓

B = 2%LHV − 𝑚𝑠𝑡𝐶𝑝𝑠𝑡𝑇𝑟𝑒𝑓 X1 = 𝑚𝑓 C = (𝐿𝐻𝑉 − 𝐶𝑝𝑓𝑇𝑟𝑒𝑓) X2 = 𝑇𝑓

D = 𝐶𝑝𝑓 X3 = %𝑒𝑎

E = 𝑚𝑎𝑡𝐶𝑝𝑎 X4 = 𝑇𝑎

F = 𝑚𝑎𝑡𝐶𝑝𝑎 X5 = 𝑇𝑠𝑡

G = 𝑚𝑎𝑡𝐶𝑝𝑎𝑇𝑟𝑒𝑓

2.5 Pemodelan Matematika

(2.17)

Pemodelan matematika merupakan suatu konstruksi matematis yang di desain untuk mempelajari suatu fenomena tertentu di dunia nyata. Untuk menghasilkan sebuah model matematika dalam prosesnya diterapkan prinsip-prinsip yang relevan. Model matematika yang dihasilkan, baik dalam bentuk persamaan, pertidaksamaan, sistem persamaan atau lainnya terdiri atas sekumpulan lambang yang disebut variabel yang kemudian di dalamnya digunakan operasi matematika se perti tambah, kali, kurang, atau bagi.

Dengan prinsip-prinsip matematika tersebut dapat dilihat apakah model yang dihasilkan telah sesuai dengan rumusan sebagaimana formulasi masalah nyata yang dihadapi. Hubungan antara komponen-komponen dalam suatu masalah yang dirumuskan dalam suatu persamaan matematika dinamakan model matematika. Dan proses untuk memperoleh model matematika disebut pemodelan matematika. Penyelesaian model matematika dapat diselesaikan secara matematis atau menggunakan bantuan aplikasi. Penyelesaian ini dimaksudkan untuk

(17)

menyesuaikan

(18)

persamaan regresi. Analisis regresi merupakan analisis statistika yang memanfaatkan hubungan antara dua atau lebih peubah kuantitatif sehingga salah satu perubahan dapat diperkirakan dari perubahan lainnya. Untuk menentukan kesesuaian model dapat dilihat nilai dari nilai koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan. Koefisien determinasi adalah persen keragaman variabel terikat yang mampu dijelaskan oleh variabel bebas. Semakin besar nilai R2, maka model akan semakin representatif.

Faktor lain yang dapat digunakan untuk menentukan akurasi hasil forecasting yang didapat dari pemodelan matematika yang terbentuk adalah nilai Mean Absolute Percentage Error (MAPE) dan Root Mean Square Error (RMSE). MAPE merupakan besarnya galat absolut antara nilai forecasting dengan nilai aktualnya, semakin kecil nilai MAPE berarti hasil forecasting semakin akurat, sedangkan RMSE merupakan besarnya tingkat kesalahan hasil forecasting, dimana semakin mendekati nilai nol maka hasil prediksi akan semakin akurat. Perhitungan nilai MAPE dapat dilakukan menggunakan persamaan berikut.

MAPE = |𝑌 𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙

𝑌 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙|

𝑌𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙

× 100% (2.18)

Perhitungan nilai RMSE dapat dilakukan menggunakan persamaan berikut.

RMSE = √∑(𝑌 𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙 𝑌 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙) 2

𝑛

(2.19) Penyelesaian persamaan model matematika dapat dilakukan dengan menggunakan regresi linear, regresi linear ganda, regresi linear polinomial kuadratik maupun regresi non linear. Berdasarkan pada pemodelan matematika yang terbentuk pada Persamaan 2.5 dan Persamaan 2.17, maka penyelesaian pemodelan akan dilakukan menggunakan regresi non linear menggunakan aplikasi Polymath. Persamaan regresi non linear dapat memiliki berbagai macam bentuk persamaan yakni sebagai berikut.

1) Model kuadratik Persamaan regresi dugaan:

2) Model kubik Persamaan regresi dugaan:

𝑌̂ = 𝑏0 + 𝑏1𝑋 +

𝑏2𝑋2 (2.20)

𝑌̂ = 𝑏0 + 𝑏1𝑋 + 𝑏2𝑋2 +

(19)

𝑏𝑖𝑋3 (2.21)

(20)

1

3) Model eksponensial

Persamaan regresi dugaan:

Mencari 𝑏0 dan 𝑏1:

𝑌̅ = 𝑏0𝑏𝑥 𝑙𝑛𝑌̅ = 𝑙𝑛𝑏0 +

(𝑙𝑛𝑏1)𝑋

(2.22) (2.23)

ln 𝑏 ∑ ln 𝑌𝑖 ∑

= 𝑋𝑖 − (ln 𝑏 ) (2.24)

0 𝑛 1 𝑛

ln 𝑏1

𝑛(∑ 𝑋𝑖 ln 𝑌𝑖) − (∑ 𝑋𝑖) (∑ ln 𝑌𝑖)

= 𝑛 ∑ 𝑋𝑖2 − (∑ 𝑋𝑖)2

(2.25) 4) Model geometrik

(power) Persamaan regresi dugaan:

𝑌̂ = 𝑏0𝑋𝑏1

(2.26)

Mencari 𝑏0 dan 𝑏1:

ln 𝑌̂ = ln 𝑏0 + 𝑏1ln 𝑋

(2.27)

ln 𝑏 = ∑ ln 𝑋𝑖∑ ln𝑌𝑖 − 𝑏1 (2.28)

0 𝑛 𝑛

5) Model logistik ln 𝑏1

𝑛(∑ ln 𝑋𝑖 ln 𝑌𝑖)−(∑ ln𝑋𝑖) (∑ ln 𝑌𝑖)

𝑛 ∑ 𝑙𝑛2𝑋𝑖−(∑ ln𝑋𝑖)2

(2.29)

Persamaan regresi dugaan:

𝑌̂ = 1 𝑏0𝑏1𝑋

(2.30) ln = ln 𝑏 + (ln 𝑏1 )𝑋

(2.31)

𝑌̂ 0 1

Mencari 𝑏0 dan 𝑏1:

ln 𝑏0 = ∑ ln(1/ 𝑌𝑖) 𝑛 − (ln 𝑏1)

∑ 𝑋𝑖

𝑛 (2.32)

ln 𝑏1 𝑛(∑ 𝑋𝑖 (ln 1/𝑌𝑖)) − (∑ 𝑋𝑖)

(∑(ln 1/𝑌𝑖)) =

𝑛

= )

(21)

∑ 𝑋𝑖2 − (∑ 𝑋𝑖)2 (2.33) 6) Model hiperbola

Persamaan regresi dugaan:

𝑌̂ = 1 𝑏0 + 𝑏1𝑋

(2.34) (2.35)

(22)

1= 𝑏 + 𝑏 𝑋, 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑌̂ ≠ 0 Mencari 𝑏0 dan

𝑏1:

𝑌̂ 0 1

∑ 1 ∑ 2 ∑ ∑ 𝑏 = ((𝑌𝑖)( 𝑋𝑖 ) − ( 𝑋𝑖) 𝑋𝑖/

𝑌𝑖) (2.36)

0 𝑛 ∑ 𝑋𝑖2 − (∑ 𝑋𝑖)2 𝑛(∑ 𝑋𝑖/𝑌𝑖) −

(∑ 𝑋𝑖)

=𝑏

1

(𝑌𝑖) (2.37)

1 𝑛 ∑ 𝑋𝑖2 − (∑ 𝑋𝑖)2

2.6 Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas merupakan suatu metode analisis yang digunakan untuk menjelaskan seberapa signifikan suatu faktor memengaruhi output. Hasil yang didapat dari analisis sensitivitas berupa rentang nilai dari suatu faktor yang diperkenankan agar nilai output tetap sesuai dengan batas yang diinginkan. Analisis sensitivitas secara umum dapat dilakukan menggunakan metode berikut:

1) Metode Grafik

Metode grafik dilakukan dengan menggunakan program linear, dimana kendala- kendala yang ada dibuat menjadi suatu persamaan maupun pertidaksamaan kemudian digambar dalam grafik kartesius sehingga didapatkan perpotongan dari beberapa kendala tersebut. Kemudian variabel-variabel yang ada diubah kondisinya sehingga diketahui seberapa signifikan pergeseran nilai output yang dihasilkan apabila dibandingkan dengan kondisi basisnya.

2) Metode Simpleks

Metode simpleks dilakukan dengan menggunakan bantuan tabel simpleks. Metode ini dilakukan dengan mengamati perubahan yang ditimbulkan karena pengubahan fungsi tujuan, koefisien, perubahan variabel, atau penambahan pembatas baru.

Pengamatan dilakukan dengan cara melakukan iterasi sehingga diketahui pengaruh dari perubahan-perubahan tersebut. Setelah dilakukan iterasi terhadap faktor-faktor yang telah ditentukan, dapat ditemukan rentang nilai yang diperbolehkan faktor- faktor tersebut agar nilai output yang diinginkan tercapai.

Referensi

Dokumen terkait

Furnace adalah alat yang berfungsi untuk memindahkan panas yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar dalam suatu ruangan ke fluida yang dipanaskan melalui

Efisiensi dari sebuah  furnace   dapat ditingkatkan melalui pemanfaatan gas buang untuk memanaskan udara pembakaran. Heat exchanger yang digunakan untuk menukarkan panas dari

Gambar 6. Rancang Bangun Sistem Pemanas Sistem pemanas yang fungsinya untuk memanaskan fluida didalam tangki dengan menggunakan heater, kemudian dikendalikan oleh

Pemanas tenaga surya atau solar heater adalah alat pengumpul panas dari energi matahari yang digunakan untuk memanaskan fluida.. Pemanas ini menggunakan kolektor surya

Exchanger adalah peralatan kilang yang digunakan untuk memanaskan suatu fluida dingin dengan suatu fluida panas sehingga fluida dingin menjadi panas dan sebaliknya

ke dalam blast furnace, maka akan menurunkan kehilangan tekanan di dalam blast furnace [25]. Sehingga dapat menurunkan kebutuhan tekanan blower utama blast furnace. Dengan

Heater mesin bermasalah suhu terlalu panas Heater merupakan mesin yang berfungsi untuk memanaskan bahan baku, apabila panas yang dihasilkan dari heater terlalu panas atau tidak sesuai

Terdapat beberapa jenis macam box heater berdasarkan letak susunannya, antara lain: Two-cell box; terdapat tube yang tersusun horizontal pada seksi radiasi dan konveksi dengan jumlah