• Tidak ada hasil yang ditemukan

gambaran pewarna rhodamin b pada kerupuk

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "gambaran pewarna rhodamin b pada kerupuk"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Menambah pengetahuan tentang bahan tambahan pangan khususnya pewarna Rhodamine B pada makanan biskuit basah di Pangkalan Bun. Pada pemeriksaan Rhodamin B pada biskuit basah merah, metode yang digunakan adalah Kromatografi Lapis Tipis (KLT), karena hanya menunjukkan ada tidaknya Rhodamin B pada biskuit. Deskripsi zat warna Rhodamin B pada biskuit basah di Pangkalan Bun dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) di Laboratorium Analis Kimia STIKES Borneo Cendekia Medika Pangkalan Bun.

Populasi yang termasuk dalam penelitian ini adalah berbagai jenis kerupuk basah yang mengandung Rhodamine B di Pangkalan Bun sebanyak 20. Dalam penelitian tentang deskripsi zat warna Rhodamine B pada kerupuk basah di Pangkalan Bun menggunakan metode KLT di laboratorium analisis kimia menggunakan bahan kimia dan alat alat untuk penelitian. Uji kualitatif ada tidaknya zat warna Rhodamin B pada kerupuk basah dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis.

Dari hasil penelitian tentang deskripsi zat warna Rhodamine B pada biskuit basah di Pangkalan Bun diperoleh hasil sebagai berikut. Berdasarkan hasil penelitian tentang gambaran zat warna Rhodamine B pada kerupuk basah di Pangklan Bun dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis, dapat disimpulkan bahwa penjualan kerupuk basah aman dari penggunaan zat warna Rhodamine B.

Manfaat Penelitian

  • Manfaat Teoritis
  • Manfaat Praktis

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Kerupuk

Kerupuk merupakan makanan yang disukai oleh banyak orang dari segala usia, baik orang tua maupun anak kecil. Kerupuk merupakan salah satu makanan ringan yang digunakan setiap hari selain nasi, selain itu banyak juga yang dijadikan sebagai cemilan atau selingan. Pengertian lain dari kerupuk adalah makanan ringan dan kering, kerupuk adalah makanan pendamping yang sederhana karena rasanya yang enak dan dapat menambah nafsu makan (Widaryanto, 2018).

Kerupuk digemari karena harganya yang terjangkau, rasanya yang enak dan mudah ditemukan di berbagai daerah, bahkan di pedesaan sekalipun. Adapun bentuk, ukuran dan warna kerupuk ada yang berbentuk persegi, persegi panjang, lonjong, setengah lingkaran, berbentuk bintang, berbentuk usus, menyerupai kerang, kerang dan bunga mawar. Perbedaan ini mungkin karena pengaruh budaya daerah penghasil kerupuk, bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan serta alat dan cara pengolahannya.

Ada dua jenis bahan yang digunakan dalam pembuatan kerupuk, yaitu bahan baku dan bahan tambahan. Bahan baku utama pembuatan kerupuk adalah tepung tapioka atau pati yang berasal dari singkong yang rendah kandungan gizinya namun tetap memiliki kandungan gizi (Gardjito, 2013).

Jenis-jenis Zat Pewarna

  • Pewarna Alami
  • Pewarna Buatan
  • Dampak Pewarna Buatan Bagi Kesehatan

Adalah senyawa yang larut dalam air yang menghasilkan warna merah hingga biru pada buah dan sayuran. Banyak tumbuhan menghasilkan zat warna antara lain anggur, tomat, stroberi, raspberry, wortel, apel, ceri, kubis merah dan daun pandan (Hardiman dan Yudho, 2014). Kurkumin sebagai zat pewarna utama disertai dengan sejumlah kecil senyawa terkait dan semuanya tidak larut dalam air (Hardiman dan Yudho, 2014).

Pewarna buatan adalah pewarna buatan yang diperoleh melalui proses kimia yang mengandalkan bahan kimia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Pangan membagi pewarna buatan menjadi 2 yaitu yang diperbolehkan dan yang dilarang untuk bahan makanan (Hidayat, 2014). Pewarna yang diizinkan seperti Amaranth, Diamond Blue, Erythrosine, FCF Green, Carmoisine dan Yellow (Ningrum, 2015).

Sedangkan pewarna Alkanet, Citrus Red 2, Menil Yellow, Orange G, Violet 6 B dan Rhodamin B dilarang (Arisman, 2009). Penggunaan pewarna buatan pada makanan dapat membuat makanan menjadi lebih menarik, dapat menyamakan warna makanan dan mengembalikan warna dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, yang juga dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan bahkan berdampak negatif bagi kesehatan manusia. .

Gambar 2.2 Anatto (Hardiman dan Yudho, 2014).
Gambar 2.2 Anatto (Hardiman dan Yudho, 2014).

Rhodamin B

  • Definisi Rhodamin B
  • Ciri-ciri Makanan yang Mengandung Rhodamin B
  • Metode Analisa Laboratorium Rhodamin B

Serbuk Rhodamine B dapat menyebabkan iritasi pada mata jika terkena dan jika serbuk tersebut terhirup dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan (Sidabutar et al., 2019). TLC adalah salah satu analisis kualitatif dari sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen sampel berdasarkan perbedaan polaritas. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam berupa pelat silika dan fase gerak disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan.

Gambar 2.5 Struktur kimia Rhodamin B (Praja, 2015)
Gambar 2.5 Struktur kimia Rhodamin B (Praja, 2015)

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

Hipotesis

Penelitian ini hanya menggambarkan ada atau tidaknya Rhodamin B pada kerupuk basah dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis, dan data hasilnya akan digambarkan dalam bentuk diagram persentase. Deskripsi kandungan Rhodamin B pada sampel kerupuk basah yang dilakukan peneliti diperoleh di daerah Pangkalan Bun Kabupaten Kotawarimgin Barat. Di daerah Kotawaringin Barat khususnya di Pangkalan Bun merupakan salah satu daerah yang masyarakatnya sangat menyukai kerupuk basah, sehingga banyak pedagang yang melakukan produksi dan pendistribusian kerupuk basah karena tingkat permintaan yang sangat tinggi.

Kerupuk dengan campuran tepung dan ikan atau ayam memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan kerupuk tanpa campuran kerupuk basah (Laiya et al., 2014). Pada penelitian ini, hasil uji kromatografi lapis tipis Rhodamin B kerupuk basah di bun Pangkalan sebanyak 20 sampel didapatkan hasil negatif yang ditunjukkan dengan adanya ketidaksesuaian jarak bercak sampel dengan jarak elusi standar pereaksi Rhodamin b pada pelat kromatografi lapis tipis. . Menurut uraian peneliti, berdasarkan hasil penelitian kerupuk basah dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis menunjukkan bahwa produsen kerupuk basah di Pangkalan Bun tidak menggunakan Rhodamine B.

Berdasarkan Gambar 5.2 terlihat bahwa hasil uji kromatografi lapis tipis pada kerupuk basah adalah sampel tidak mengandung Rhodamin B, dilihat dari warna yang diperoleh dan hasil perhitungan Rf jika nilai Rf besar. artinya kelarutan zat-zat yang dilakukan oleh pelarut maksimum, sedangkan bila nilai Rf kecil berarti pelarut yang digunakan untuk memisahkan zat (eluen) minimum. Pengaruh penggunaan edible coating berbahan dasar pati talas dan kitosan terhadap kualitas Kerupuk Basah Khas Hulu Kapuas selama penyimpanan.

METODE PENELITIAN

Waktu Penelitian

Tempat Penelitian

Desain Penelitian

Kerangka Kerja

Populasi, Sampel, dan Sampling

  • Populasi
  • Sampel
  • Sampling

Instrumen Penelitian dan Prosedur Kerja

  • Instrumen Penelitian
  • Prosedur Kerja

Kandungan Rhodamin B pada jenis kerupuk yang dijual di pasar Pangkalan Bun dan dari masing-masing hasil yang diperoleh akan dihitung dengan rumus sebagai berikut. Kuning Orange Kemerahan Orange Kemerahan Orange Kemerahan Orange Kemerahan Orange Kemerahan Orange Kemerahan Orange Kemerahan Orange Kemerahan Orange Kemerahan Orange Kemerahan Orange Kemerahan Orange Kemerahan Orange Kemerahan Orange Kemerahan Oranye Sample O. Biskuit basah diproduksi dengan berbagai jenis rasa sesuai campuran olahannya termasuk olahan daging ayam , ikan bandeng, ikan tenggiri dan ikan perang-perang.

Penelitian dilakukan dari survey lokasi untuk mengetahui jumlah produsen atau penjual kerupuk basah, beberapa penjual kerupuk basah mengolah sendiri tanpa bantuan pabrik sehingga cita rasanya sangat kental dengan cita rasa lokal atau tradisional. Sedangkan warna merah-oranye pada sampel biasanya disebabkan oleh adanya campuran zat warna yang diizinkan (Nyoman, 2019). Analisis Pewarna Rhodamine B Pada Saus Cabe Yang Beredar Di Kampus UIN Raden Fatah Palembang.

Analisis Kandungan Pewarna Sintetik Rhodamine B Pada Sambal Botol Yang Diperdagangkan Di Pasar Modern Kota Kenari. Identifikasi zat warna Rhodamin B pada kerupuk berwarna yang dijual di Pasar Tanjung Anyar Kota Mojokerto Skripsi Ilmiah.

Pengolahan dan Analisa Data

  • Analisa Data

Etika Penelitian

Prinsip penelitian ini adalah menggunakan bahan dalam jumlah yang normal namun dapat memberikan hasil yang akurat atau valid, sedangkan penelitian ini dilakukan sesuai SOP yang telah ditentukan oleh laboratorium kimia, salah satunya adalah menggunakan alat pelindung diri di lingkungan berupa masker, sarung tangan, jas lab dan sepatu.

Keterbatasan

Gambar 5.1 menunjukkan hasil perhitungan nilai Rf pada sampel A sebesar 0,8 hampir mendekati nilai standar Rhodamin B sebesar 0,84. Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah metode pemisahan campuran analit dengan elusi analit melalui pelat kromatografi. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.1 dimana diperoleh nilai Rf untuk 19 sampel yang jauh di bawah nilai standar Rhodamine B (0,84).

Banyak produsen yang berpikir jangka panjang dan tidak ingin merugikan konsumen jika menggunakan cat Rhodamine B yang dapat membahayakan kesehatan konsumen. Secara umum, risiko akibat Rhodamine B akan terjadi jika pewarna Rhodamine B dikonsumsi dalam waktu lama dan dapat menimbulkan efek akut jika tertelan hingga 500 mg/kg BB yang merupakan dosis toksik. Prinsip kerja metode kromatografi lapis tipis adalah memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dan pelarut yang digunakan, serta teknik fase diam dan fase gerak dari sampel yang akan dipisahkan.

Setelah inkubasi, sampel dilanjutkan ke tahap identifikasi menggunakan standar Rhodamin B berupa larutan untuk membandingkan nilai Rf pada sampel. Analisis Pewarna Rhodamin B dan Kadar Natrium Benzoat pada Saus Tomat yang Dijual di Pasar Badung.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Pembahasan`

Ciri-ciri makanan yang menggunakan pewarna alami adalah menghasilkan sifat warna yang mudah pudar dan kurang stabil serta tidak dapat bertahan lama, sedangkan pewarna sintetik dapat bertahan lama dan warna terlihat lebih menarik, dan pada umumnya alami. pewarna memiliki kelemahan yaitu warnanya tidak homogen dan harganya relatif mahal (Tama et al, 2016). Baik pewarna sintetik maupun alami yang digunakan dalam industri pangan atau produksi pangan harus memenuhi standar yang telah ditetapkan. Penyalahgunaan zat warna yang melebihi batas maksimal atau penggunaan zat warna yang dilarang secara liar dapat berdampak pada kesehatan konsumen, seperti timbulnya keracunan akut yang ditandai dengan urin berwarna merah atau merah muda bahkan dapat menyebabkan kematian.

Menurut Widaryanto, 2018 Penggunaan pewarna sintetik oleh produsen makanan dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang bahaya pewarna sintetis termasuk Rhodamin B, selain pertimbangan harga yang relatif murah sehingga produsen makanan menggunakan pewarna sintetis yang dilarang. Untuk menjenuhkan eluen dalam suatu chamber, eluen dihomogenkan terlebih dahulu, kemudian ditutup dan diinkubasi selama 60 menit, dengan tujuan agar proses eluen di atas fase diam dan fase gerak berlangsung secara optimal. Kemudian diberi garis batas untuk sampel dan standar Rhodamin B pada plat KLT, dilanjutkan dengan bercak sampel diinkubasi selama 10 menit dan standar Rhodamin B dengan cotton buds.

Pelat KLT yang telah diambil sampelnya dan standar Rhodamin B dimasukkan ke dalam bejana yang berisi eluen jenuh. Proses pembacaan hasil dilakukan dengan mengukur jarak elusi dari fase gerak dan jarak naik larutan dari eluen menggunakan penggaris. Nilai Rf dihitung dari jarak tempuh sampel dibagi dengan jarak tempuh eluen.

Kajian pembuatan pupuk dengan pewarna alami dari daun Suji (Pleomele angustifolia) Kajian konsentrasi Maltodekstrin dan MGCO.

Gambar 5.2 Hasil Kromatografi Lapis Tipis
Gambar 5.2 Hasil Kromatografi Lapis Tipis

KESIMPULAN DAN SARAN

Saran

Gambar

Gambar 2.1 Kerupuk Bawang (Widaryanto, 2018)
Tabel  2.1  Kandungan  Gizi  Kerupuk,  Direktorat  Gizi  Depkes  RI  (1981)  dalam      (Suprapti, 2009)
Gambar 2.2 Anatto (Hardiman dan Yudho, 2014).
Gambar 2.4 Kurkumin (Hardiman dan Yudho, 2014 ).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Yang diberi pengetahuan sbb: Seseorang berkonsultasi pada sistem pakar untuk mengetahui apakah terkena penyakit jantung koroner atau tidak.. Sistem pakar mempunyai basis pengetahuan