• Tidak ada hasil yang ditemukan

GANESHA CIVIC EDUCATION JOURNAL - Ejournal2 Undiksha

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "GANESHA CIVIC EDUCATION JOURNAL - Ejournal2 Undiksha"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

208

GANESHA CIVIC EDUCATION JOURNAL

Volume 4 Issue 2 Oktober 2022 P-ISSN : 2714-7967 E-ISSN : 2722-8304

Universitas Pendidikan Ganesha https://ejournal2.undiksha.ac.id/index.php/GANCEJ

-

PELAKSANAAN PEMENUHAN HAK PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH BERDASARKAN KETENTUAN THE INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS DI KAWASAN PERBATASANNEGARA DI PROVINSI KALIMANTAN BARATKALIMANTAN BARAT

Endah Rantau Itasari Universitas Tanjungpura

*Korespondensi Penulis

Info Artikel ________________

Sejarah Artikel:

Disubmit: 1 Agustus 2022 Direvisi: 3 September 2022 Diterima: 1 Oktober 2022 ________________

Keywords: indicators, jurisdiction, state compliance, and human rights

____________________

Abstrak

___________________________________________________________________

Penelitian Disertasi dengan judul “Pelaksanaan Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Dasar dan Menengah Di Kawasan Perbatasan Berdasarkan Ketentuan the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) di Provinsi Kalimantan Barat”, bertujuan untuk menganalisis kepatuhan hukum Indonesia terhadap pemenuhan kewajiban yang diatur dalam Kovenan khususnya di kawasan perbatasan negara Indonesia dan Malaysia karena munculnya wilayah-wilayah yang tak berkeinginan untuk sekolah. Tujuan penelitian memiliki kebaharuan studi baik dalam khasanah praktis dan akademis, yaitu: pertama, mengetahui apakah indikator pemenuhan hak pendidikan dasar dan menegah dalam ICESCR telah diimplementasikan dalam pembuatan dan pelaksanaan hukum, kebijakan, program, kegiatan dan pendanaan baik dilevel pusat dan daerah (Provinsi dan Kabupaten). Kedua, mengetahui faktor penentu pelaksanaan pemenuhan hak atas pendidikan dasar dan menengah menurut ICESCR dari tahun 2005- 2017. Penelitian Disertasi ini merupakan penelitian hukum normatif empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari nara sumber dan responden penelitian, sedangkan data sekunder digunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Analisis dilakukan dengan mengunakan identifikasi dan sistematisasi peran dan fungsi hukum, kebijakan, program, kegiatan dan pendanaan di sekolah dasar dan menengah di lima Kabupaten di kawasan perbatasan dengan Malaysia di Provinsi Kalimantan Barat. Eksplikasi atau kritisasi terhadap data penelitian dilakukan sehingga diperoleh kajian mendalam terkait dengan jawaban atas permasalahan. Penelitian Disertasi ini menyimpulkan dua (2) kesimpulan.

Pertama, pelaksanaan pemenuhan hak atas pendidikan dasar dan menengah di kawasan perbatasan di Provinsi Kalimantan Barat dari tahun 2005 sampai 2017 telah secara bertahap dipenuhi oleh pemerintah pusat dan daerah. Faktor kesesuaian telah diusahakan untuk dapat dilaksanakan menurut ketentuan atau standar internasional seperti dalam Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Namun, regulasi, kebijakan dan program yang telah dibuat banyak yang belum harmonis dilevel vertikal dan horizontal sehingga memperlambat proses tersebut. Kedua, faktor teknis dan faktor geografis menjadi faktor penentu utama rendahnya pemenuhan hak pendidikan dasar dan menengah. Faktorfaktor tersebut memunculkan status quo “daerah tak kerkeinginan sekolah” di kawasan perbatasan di lima kabupaten, khususmya di wilayah Kabupaten Kapuas Hulu. Kedua faktor penentu tersebut telah mereduksi secara sistematis

(2)

Ganesha Civic Education Journal, Volume 4 Issue 2 Oktober 2022, p. 208-217

209

pelaksanaan hukum, kebijakan, program dan pendanaan pendidikan dasar dan menengah baik di level vertikal dan horizontal.

Abstract

___________________________________________________________________

This doctoral reseach on “The Implementation of the fulfilment of Elementary School According to the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) in the State Border Areas Between Indonesia and Malaysia in West Kalimantan Province” aims to find out relevance of state compliance toward international obligations contained therein in terms of law, policy, program, action and funds to overcome or to minimize emergence of “areas of unwilling to school” since Indonesia ratified the ICESCR in 2005. Furthermore, it also aims to reveal determinant factors for its effective fulfilment carried out by central as well as local governments. This research is a empirical normative legal research conducted through an extensive and in-depth analysis of relevance legal data, i.e. primary and secondary data. Primary data were obtained through interviews and delivering in- depth list of questions directed to those who have authority in terms of planning, making and executing law, policy, programs, actions and funds for fulfilment of elementary school in the area. Secondary data were obtained through literature reviews on education as fundamental rights, state obligations under international human rights laws and other relevant international law. Analysis was conducted by identification and systematization of the data justifying their relevance roles, functions and contribution. While at the end, they were completed through in depth analysis of legal logic to sustain their correlation and attribution to the said indicators of availibility, accessibility, adaptability and acceptability enshrined in the ICESCR based on localities’ contexts and perspectives. This research reveals two conclusions. First, since 2005, the fulfilment of the primary education has been progressively fulfilled by introducing new laws, approaches and new concepts of increasing accessibility to basic or primary education’s infrastructures and incentives. However, these initiatives is still far more to go in accordance to the ICESCR objectively verified indicators of availibility, accessibility, adaptability and acceptability. Second, technical and geographical factors has played as determinant roles of reducing fulfilment of right to primary education on border areas of Sambas, Sintang, Sanggau, Kapuas Hulu, and Bengkayang. They formed areas of unwillingness to go to school even though government has introduced new legislations, policies, programs, actions and appropriate funds vertically and horizontally as realization of sovereignty as responsibility taken by central and local governments.

© 2022 Universitas Pendidikan Ganesha

Alamat korespondensi:

Universitas Tangjungpura

*Korespondensi Penulis

P-ISSN : 2714-7967 E-ISSN : 2722-8304

PENDAHULUAN

Kawasan perbatasan negara adalah area di dalam wilayah suatu negara yang berbatasan dengan wilayah negara lain. Kawasan perbatasan negara di Provinsi Kalimantan Barat yang berbatasan dengan wilayah negara lain, yaitu Malaysia. Kawasan perbatasan negara adalah wilayah kedaulatan negara Indonesia yang terletak di sepanjang garis demarkasi wilayah Malaysia yang meliputi lima wilayah Kabupaten, yaitu Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang dan Kabupaten Kapuas Hulu. Pemenuhan pendidikan dasar dan menegah adalah usaha pemerintah dalam menyusun dan melaksanakan hukum, kebijakan, program, kegiatan dan pendanaan proses belajar mengajar bagi pendidikan formal di tingkat Taman Kanak-kanak, SD, SMP dan SMA di wilayah perbatasan negara Indonesia di Provinsi Kalimantan Barat. Disertasi ini membatasi pendidikan dasar hanya pada jenjang pendidikan formal. Eksistensi hak atas pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah sudah tidak diragukan lagi keberadaannya baik di tingkat nasional maupun internasional.

1 Khusus di Indonesia, dinamika politik hukum nasional mempengaruhi pelaksanaan hak atas pendidikan yang berasal dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

(3)

Ganesha Civic Education Journal, Volume 4 Issue 2 Oktober 2022, p. 208-217

210

1945). Ketentuan-ketentuan pokok hukum hak asasi manusia internasional seperti dalam the Universal Declaration on Human Rights (UDHR)1949, the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR)1966 dan dalam the Convention on The Rights of The Child 1989 telah mempengaruhi kebijakan pemenuhan hak tersebut.

Pembukaan UUD 1945 menegaskan bahwa salah satu tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia adalah “untuk mencerdaskan kehidupan bangsa”. Tujuan ini kemudian dirumuskan lagi melalui Pasal 28C ayat (1) dan Pasal 31 UUD 1945. Mandat konstitusional tersebut telah dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai peraturan perundang-undangan nasional Indonesia.

Ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dibuat sebagai lex specialis dari ketentuan Pasal-Pasal dalam Konstitusi Negara Indonesia. Berkaitan dengan ICESCR, Indonesia telah meratifikasi kovenan tersebut pada tanggal 30 September 2005 melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights. 2 ICESCR mengatur sendiri hak atas pendidikan pada Pasal 13 dan Pasal 14. Berdasarkan ketentuan tersebut, Indonesia wajib memenuhi hak atas pendidikan, khususnya hak atas pendidikan dasar dan menengah semaksimal mungkin berdasarkan sumber daya maksimal yang ada. Sejak diratifikasi pada tahun 2005, rentang waktu 12 tahun telah banyak hukum, kebijakan, program, kebijakan dan pendanaan yang telah dibuat dan diimplementasikan. Namun demikian, kriteria pemenuhan hak atas pendidikan dalam ICESCR belum diimplementasikan secara nyata di lapangan. Stagnasi perubahan sangat minim dalam pembentukan dan implementasi hukum, kebijakan, program, kegiatan dan pendanaan pendidikan khususnya di kawasan perbatasan tersebut.

Data dari Dinas Pendidikan Kabupaten Sambas menguatkan indikasi permasalahan tersebut di atas. Sarana dan prasarana pendidikan di kelima Kabupaten tersebut masih terbilang rendah dengan rasio perbandingan yang tidak ideal. Sebagai contoh, jumlah sekolah di Kabupaten Sambas dari SD, SMP, SMA dan SMK adalah 1.358 buah dengan jumlah penduduk 513.100 orang sehingga rasionya adalah 1:375. Rasio ideal secara umum adalah 1:100. Perbandingan rasio pendidikan dasar atau SD ke SMP juga menunjukkan ketimpangan yaitu 922:306 buah sekolah atau 3:1 yang iedalnya adalah 1:2. Rasio jumlah SMP dan SMA juga kurang ideal, yaitu 306: 86 atau 4:1 yang idealnya adalah 2:1. Kenyataan tersebut tidak berbeda jauh dengan rasio perbandingan di Kabupaten Bengkayang dan Sanggau. Selain itu, dinamika politik lokal dengan dilaksanakannya kebijakan desentralisasi yang berupa pelimpahan kewenangan penyelenggaraan pendidikan dari Pemerintah Pusat ke Pemda sebagai jawaban pemerataan dan efektivitas pelaksanaan pendidikan juga tidak dengan sendirinya membuat pemenuhan hak atas pendidikan dasar dan menegah di kawasan perbatasan tersebut meningkat. Sebaliknya, pelimpahan kewenangan ini justru berakibat pada pemunduran kualitas pendidikan sebab tidak semua pemerintahan daerah kabupaten memiliki kemampuan yang sama, baik dari sisi kapasitas personel dan anggaran yang merata, khususnya di antara kelima Kabupaten di kawasan perbatasan tersebut. Akibatnya disparitas antar kabupaten menjadi kelihatan nyata dan menjadi pemandangan sehari-hari. Lebih khusus lagi banyak sekali laporan tentang robohnya gedung sekolah dan fasilitas sekolah yang jauh dari kebutuhan menunjang proses belajar mengajar, termasuk juga minimnya jumlah guru tetap yang mesti dimiliki oleh setiap institusi pendidikan di kelima kabupaten di wilayah perbatasan tersebut.

Pada tataran legislasi, meskipun telah ada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional (UU Sisdiknas), belum terdapat peraturan daerah yang mengatur khusus mengenai masalah pendidikan dasar dan menegah di kawasan perbatasan tersebut. Hal ini merupakan konsekuensi dari pelaksanaan Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 23 Tahun 2014.

Undang-undang tersebut menegaskan bahwa urusan pendidikan masih merupakan urusan pemerintah pusat. Dengan demikian daerah tidak mengatur hal tersebut lebih lanjut pada tataran legislasi daerah. Dengan kebijakan pemerintahan saat ini semestinya kondisi pemenuhan hak atas pendidikan bagi masyarakat di kawassan perbatasan menjadi salah satu prioritas. Dengan demikian diperlukan sebuah kajian untuk mendapatkan gambaran mengenai pelaksanaan pemenuhan hak atas pendidikan dasar dan menengah bagi masyarakat di kawasan perbatasan. Analisis situasi dan

(4)

Ganesha Civic Education Journal, Volume 4 Issue 2 Oktober 2022, p. 208-217

211

kebutuhan di kawasan perbatasan perlu dilakukan secara menyeluruh terhadap kebijakan, program, kegiatan dan pendanaan di kelima Kabupaten tersebut.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris untuk memperoleh keunggulan dan kebenaran akademik terhadap pemenuhan kewajiban internasional HAM yang diterima Indonesia, khususnya di bidang pendidikan berdasarkan ketentuan ICESCR. Penelitian disertasi ini bertujuan mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten terhadap pemenuhan hak pendidikan oleh negara Indonesia pasca meratifikasi ketentuan internasional sejak tahun 2005 sampai dengan 2018. Analisis dan konstruksi terhadap data primer dan bahan hukum sekunder menentukan jenis normatif empiris dari Disertasi ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola penalaran hukum dari kondisi faktual (bottom up) kearah kesesuaian dengan norma yang disepakati dilevel internasional (top down) merupakan relasi antara hukum dengan ruang dan waktu (konteks dan perspektif). Relasi dalam penalaran hukum bab ini terletak pada analisis munculnya gap atau ketimpangan antara apa yang terjadi di lapangan dengan ketentuan normatif sehingga dinamisasi hukum merupakan cerminan konsistensi dan afirmasi terhadap pengimbangan antara yang terjadi dengan yang seharusnya terjadi.Konteks dan perspektif Provinsi Kalimantan Barat dan di kawasan perbatasan negara merupakan ciri atau pendekatan partikularisme dalam analisis pemenuhan dan perlindungan HAM yang berbasis pada nilai-nilai universal berbasis pada kesamaan, kemerdekaan dan kebebasan. Redefinisi konsep kedaulatan negara sebagai bentuk tanggung jawab atas pemenuhan nilai-nilai universal dalam masyarakat global adalah esensi pembahasan dalam bab ini. Negara, yang dalam hal ini adalah pemerintah pusat dan pemerintah provinsi serta pemerintah kabupaten memiliki kewajiban untuk menyusun legislasi vertikal dan horizontal serta kebijakan yang relevan dan program yang nyata di wilayah perbatasan negara.

Kehadiran negara dalam bentuk hukum, kebijakan, program dan pendanaan merupakan eksistensi negara bersandarkan pada kedaulatannya.

Dengan demikian, eksistensi tersebut membuktikan komitmen dan kepatuhan negara pada standar internasional utamanya pada pemenuhan hak atas pendidikan dasar dan menengah Provinsi Kalimantan Barat mempunyai luas wilayah sekitar 146.807 km2 atau 7,53 persen dari luas Indonesia atau 1,13 kali luas Pulau Jawa. Wilayah Provinsi ini membentang lurus dari Utara ke Selatan sepanjang lebih dari 600 km dan sekitar 850 km dari Barat ke Timur. Ciri-ciri spesifik lainnya adalah wilayah Provinsi Kalimantan Barat termasuk salah satu propivsi di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, yaitu dengan Negara Bagian Serawak, Malaysia Timur. Garis perbatasan darat di Provinsi Kalimantan Barat sepanjang 966 kilometer memisahkan wilayah Indonesia dengan wilayah Sarawak, Malaysia. Garis batas tersebut melintasi lima kabupaten, yaitu Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu. Kelima Kabupaten tersebut membentuk wilayah yang disebut sebagai kawasan perbatasan dalam Disertasi ini. Secara administratif kelima Kabupaten tersebut terbagi lagi menjadi 15 kecamatan, 176 desa, 478 dusun yang terdapat di wilayah perbatasan dengan Sarawak, Malaysia. Dengan luas wilayah 26.280,24 kilometer persegi, wilayah perbatasan tersebut memiliki jumlah penduduk sebesar 225.771 jiwa. Kabupaten Kapuas Hulu memiliki luas wilayah paling luas dengan jumlah penduduk paling banyak dibandingkan dengan empat Kabupaten yang lainnya.

Membandingkan antara kualitas sarana dan prasarana yang dimiliki antara gedung sekolah yang berada di wilayah perbatasan Indonesia (Kalimantan Barat) dengan gedung sekolah yang berada di wilayah perbatasan Malaysia (Serawak) menjadi hal yang menarik untuk memperlihatkan aspek kualitas dari pemenuhan hak atas pendidikan. Salah satu contoh perbandingan adalah SD Negeri 4 yang terletak di Dusun Tapang, Desa Kaliau, Kecamatan Sajingan Besar dengan Sekolah Kebangsaan (SK)246 Biawak yang terletak di Kampong Biawak, Distrik Lundu, Sarawak yang berjarak kurang lebih 700 meter dari perbatasan. Bila SD Negeri 4 Kecamatan Sajingan Besar merupakan bangunan

(5)

Ganesha Civic Education Journal, Volume 4 Issue 2 Oktober 2022, p. 208-217

212

semi permanen satu lantai dengan fasilitas sekedarnya, maka SK Biawak merupakan bangunan dua lantai dengan fasilitas yang terbilang cukup lengkap, termasuk lapangan yang luas. SK Biawak juga memiliki fasilitas kendaraan antar jemput (Bas Sekolah) bagi murid-murid yang berdomisili di desa- desa (kampong-kampong) yang letaknya cukup jauh dari sekolah.

Membandingkan antara kualitas sarana dan prasarana yang dimiliki antara gedung sekolah yang berada di wilayah perbatasan Indonesia (Kalimantan Barat) dengan gedung sekolah yang berada di wilayah perbatasan Malaysia (Serawak) menjadi hal yang menarik untuk memperlihatkan aspek kualitas dari pemenuhan hak atas pendidikan. Salah satu contoh perbandingan adalah SD Negeri 4 yang terletak di Dusun Tapang, Desa Kaliau, Kecamatan Sajingan Besar dengan Sekolah Kebangsaan (SK)246 Biawak yang terletak di Kampong Biawak, Distrik Lundu, Sarawak yang berjarak kurang lebih 700 meter dari perbatasan. Bila SD Negeri 4 Kecamatan Sajingan Besar merupakan bangunan semi permanen satu lantai dengan fasilitas sekedarnya, maka SK Biawak merupakan bangunan dua lantai dengan fasilitas yang terbilang cukup lengkap, termasuk lapangan yang luas. SK Biawak juga memiliki fasilitas kendaraan antar jemput (Bas Sekolah) bagi murid-murid yang berdomisili di desa- desa (kampong-kampong) yang letaknya cukup jauh dari sekolah. Keterbatasan fasilitas juga dihadapi oleh para guru dan siswa di wilayah perbatasan terkait dengan penggunaan teknologi informasi.

Jaringan internet yang tidak selalu lancar bahkan ketiadaan jaringan internet di desa-desa tertentu dan juga minimnya jumlah computer menyebabkan kesulitan bagi beberapa sekolah di wilayah perbatasan seperti di Kecamatan Entikong dalam melaksanakan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK).248

Ditinjau dari segi aspek akses terhadap hak atas pendidikan dasar dan menengah di kawasan perbatasan Kalimantan Barat, kualitas akses dapat dilihat dari Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) pada setiap tingkat atau jejang pendidikan. APK adalah adalah proporsi siswa sekolah aktif pada suatu jenjang pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk pada kelompok usia tertentu, sedangkan APM adalah proporsi penduduk pada kelompok usia jenjang pendidikan tertentu yang masih bersekolah terhadap penduduk pada kelompok umur tersebut.

Selanjutnya untuk memperjelas apa yang dimaksud sebagai kelompok usia jenjang pendidikan tertentu, dapat dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu: (1). Usia 7-12 tahun merupakan kelompok usia pendidikan dasar; (2). Usia 13-15 tahun merupakan kelompok usia pendidikan menengah pertama;

dan (3). Usia 16-18 tahun merupakan kelompok usia pendidikan menengah atas.

Daerah tak berkeinginan sekolah adalah salah satu kelompok permasalahan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia. Daerah tak berkeinginan untuk sekolah adalah salah satu dari 11 permasalahan pemenuhan hak atas pendidikan dasar dan menengah yang dihadapi oleh Indonesia. Ia merupakan salah satu isu besar pendidkan dasar dan menengah seperti isu pemenuhan hak atas pendidikan bagi penyandang 160 disabilitas, anak suku pedalaman, anak jermal, anak negara, tawuran antar pelajar, seks bebas, narkotika, bencana dan kelompok rentan dan marjinal seperti anak pinggir jalan dan gelandangan dan pengemis. Pengelompokan tersebut merupakan akibat dari pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2004-2009. Keppres mewajibkan kementerian dan lembaga wajib membuat peta permasalahan pemenuhan hak asasi manusia dan wajib melakukan advokasi dan adjudikasi atas masalah-masalah tersebut secara nasional dan regional, berkesinambungan dan memiliki pentahapan yang jelas.

Pendekatan berbasis hak yang melahirkan hak dan kewajiban hukum tertentu di bidang pendidikan dasar menjadi kerangka inisiasi perubahan kebijakan, program dan kegiatan di bidang pendidikan dasar oleh Kemdikbud sejak saat itu berbasis pencapaian pada indikator struktural, proses dan hasil pendidikan. Daerah tersebut adalah suatu wilayah di mana terdapat kondisi fisik dan non fisik yang menyebabkan ketidakmauan anak didik, orang tua, masyarakat dan bahkan negara untuk melaksanakan dan memenuhi pendidikan anak. Faktor budaya, faktor perilaku yang sudah menjadi kebiasaan dan diterima sebagai sebuah keumuman, dan perilaku acuh terhadap pendidikan menjadi penyebab utamanya. Pemetaan permasalahan pendidikan tersebut didasarkan pada pendekatan hak asasi dalam pemenuhan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia bahwa setiap anak didik wajib memperoleh pendidikan dasar dan menengah yang harus disediakan oleh negara. Keumuman dan

(6)

Ganesha Civic Education Journal, Volume 4 Issue 2 Oktober 2022, p. 208-217

213

kejamakan atas perilaku yang mengesampingkan arti penting pendidikan menjadi indikator utama munculnya daerah tak berkeinginan untuk sekolah.

Diskriminasi menjadi isu utama terkait dengan pemenuhan hak atas pendidikan dasar dan menengah di wilayah tak berkeinginan sekolah. Kendala geografis dengan disparitas dan kontur alam berupa hutan dan perbukitan menyebabkan akses terhadap pendidikan dasar menjadi kurang dan bahkan menjadi alasan utama mencuatnya daerah tak berkeinginan sekolah. Dampak dari disparitas tersebut membuat daerah-daerah tertentu menjadi kantong-kantong daerah “tak berkeinginan untuk bersekolah”. Kantong-kantong tersebut berasimilasi dengan budaya pemiskinan berdasarkan kultur dan keyakinan adat istiadat di daerah terutama dalam hal akses perempuan dalam memperoleh pendidikan dasar Kendala-kendala tersebut juga mewarnai corak dan ragam pendidikan dasar di Provinsi Kalimantan Barat, wilayah pegunungan Bromo dan Tengger di Provinsi Jawa Timur dan di Kabupaten Alor dan Solor Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kendala-kendala tersebut telah menjadi hambatan serius dalam konteks vertikal dan horisontal dalam perumusan kebijakan, perogram, kegiatan dan pendanaan.

Pembuatan Laporan Indonesia kepada Komite Hak Ekosob didasari oleh ketentuan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Mnusia. Ketentuan tersebut memperluas dan menentukan indikator-indikator kepatuhan negara Indonesia terhadap pemenuhan kewajiban HAM internasionalnya. Pasal ini secara implisit mengharuskan bahwa negara Indonesia berperan dan wajib menyediakan akses keadilan perlindungan HAM bagi semua orang. Ketentuan ini menginsipirasi seluruh isi laporan. Dalam pemenuhan kewajiban tersebut, Indonesia telah melaporkan upaya-upaya untuk menjamin bahwa setiap orang memiliki akses hukum yang sama dalam perlindungan HAM tanpa ada diskriminasi dan segregasi sosial yang melatarbelakanginya, termasuk dalam bidang pendidikan. Dalam laporannya, Indonesia telah memenuhi kewajiban-kewwjiban hukum dalam pemenuhan pendidikan yaitu menghilangkan hambatan-hambatan baik dalam bidang legislatif dan dalam bidang lainnya. Hambatan-hambatan tersebut muncul dalam hal ketidakmauan dan ketidakmampuan yang mengarah pada pembiaran dan keenganan terhadap pelaksanaan kewajiban tersebut dalam setiap legislasi, kebijakan, program, kegiatan dan pendanaan perlindungan dan pemenuhan di bidang pendidikan. Dalam laporan, pemenuhan hak atas pendidikan di kawasan perbatasan, peluang dan tantangan memang belum dijadikan bahan laporan sehingga kedepan semua produk legislasi, kebijakan, program, kegiatan serta pendanaan pendidikan kawasan perbatasan menjadi isu unggulan yang perlu diangkat sebagai salah satu bentuk kepatuhan pemenuhan hak atas pendidikan di Indonesia.

Dengan memberikan laporan, Indonesia memperoleh justifikasi dan alasan pembenar dalam melakukan upaya advokasi dan adjudikasi terhadap pemenuhan kewajiban internasional di bidang pendidikan. Salah satu isu tematik yang disoroti oleh Komite adalah masih tingginya pungutan dan kemungkinan korupsi di dunia pendidikan di Indonesia. Sorotan tersebut dikuatkan oleh laporan bayangan yang dibuat oleh beberapa lembaga swadaya masyarakat. Mereka dapat membuat laporan bayangan, pernyataan resmi, kajian, rekomendasi dan kampanye perubahan yang masif dan sistematis sebagai bentuk kontrol dan koreksi pemenuhan kewajiban hak ekosob oleh Indonesia.Mekanisme hak komunikasi dengan Komisi Ekosob di PBB yang dimiliki oleh lembaga-lembaga HAM di suatu negara anggota PBB merepresentasikan kuatnya kontrol dan koreksi dalam sistem perlindungan HAM melalui sistem PBB.

KESIMPULAN

Mencermati pokok permasalahan yang ditetapkan dalam penelitian ini serta berdasarkan variabel yang relevan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Pertama, pelaksanaan pemenuhan hak atas pendidikan dasar dan menengah di kawasan perbatasan di Provinsi Kalimantan Barat dari tahun 2005 sampai 2017 telah secara bertahap dipenuhi oleh pemerintah. Pemenuhan hak atas pendidikan dasar dan menengah di kawasan perbatasan tersebut tersebut telah menjadi bukti kepatuhan Indonesia terhadap ICESCR dan norma HAM internasional yang telah diterima oleh

(7)

Ganesha Civic Education Journal, Volume 4 Issue 2 Oktober 2022, p. 208-217

214

Indonesia. Faktor kesesuaian telah diusahakan untuk dapat dipenuhi menurut ketentuan atau standar internasional dalam Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Pentahapan pemenuhan tersebut terlihat aspek kesesuaian aturan dan pelaksanaan aturan dengan ketentuan Kovenan, yaitu peningkatan ketersediaan, dapat diaksesnya, dapat diterimanya dan kesesuaian hukum, kebijakan, program, kegiatan dan pendanaan pendidikan dasar dan menengah. Enam indikator yang telah dilaksanakan dalam menentukan relevansi aspek kesesuaian tersebut di atas berdasarkan kondisi senyatanya di kawasan perbatasan negara. Keenam indikator tersebut merupakan ciri khas atau elemen kontestasi yang sah terhadap upaya pemenuhan hak pendidikan dasar dan menengah di kawasan perbatasan di lima kabupaten: Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang dan Kabupaten Kapuas Hulu. Mereka adalah (1). peningkatan sumber daya manusia, (2). peningkatan sarana prasarana, (3). transparansi dan akuntabilitas manajemen keuangan, (4). pelayanan akademik, (5). penyusunan program pendidikan, dan (6). hubungan lembaga sekolah dengan masyarakat.

Keenam indikator tersebut menempatkan kontestasi standar HAM dalam realitas sesungguhnya atas ketentuan normatif yang ada dalam Konvensi

SARAN

untuk para akademisi dalam mengembangkan penelitian ilmu hukum selanjutnya, inisiasi dan kontestasi standar pemenuhan hak atas pendidikan dasar dan menengah di kawasan perbatasan perlu dikaji sebagai sebuah tolok ukur pemenuhan kewajiban berdasarkan pentahapan dan pencapaian hasil.

Realitas dilapangan sangat menentukan akuntabilitas indikator tersebut sesuai dengan keadaan dan situasi di lapangan yang tentu berbeda satu dengan lainnya, seperti wilayah perkotaan tentu akan berbeda dengan wilayah pedesaan. Kajian tersebut diarahkan pada fungsi hukum dari indikatorindikator pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya dalam konteks dan perspektif negara berkembang. Kontekstualitas tersebut akan mengahsilkan pola dan kecenderungan yang berbeda dari kriteria negara maju dan negara miskin. Penciptaan situasi dari kajian-kajian empiris ini perlu dikomunikasikan kepada semua pihak, khususnya pemangku kepentingan, khususnya kepada negara sebagai pemenuh hak bagi warga negaranya. Kajian atau penelitian dari para akademisi merupakan bentuk pelibatan aktif dalam proses kontestasi dan inisasi norma dan institusi perlindungan HAM internasional yang telah diratifikasi kedalam sistem hukum nasional. Kajian tersebut merupakan aktualitas advokasi dan adjudikasi pemenuhan hak atas pendidikan dasar dan menengah ke depan.

Temuan empiris melalui kajian-kajian memang sebaiknya diubah dari proses top down ke arah bottom up sehingga tercipta kondisi penerimaan (acceptability) dan pengkondisian (adaptability) yang riil dan mengakar kuat dalam proses kontestasi dan inisiasi tersebut ke depan sebagai basis laporan kepatuhan hukum Indonesia ke forum-forum internasional

DAFTAR PUSTAKA

Itasari, E. R. (2021). Kepatuhan Hukum Negara Indonesia Terhadap Icescr. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 9(2), 414-422.

Itasari, E. R. (2020). Pengelolaan Perbatasan Darat Antara Indonesia Dan Malaysia Dalam Pemenuhan Hak Pendidikan Dalam Konstitusi Republik Indonesia. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 8(2), 168-176.

Itasari, E. R. (2020). COVID-19 HANDLING IN THE BORDER AREAS OF INDONESIA. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 8(3), 42-50.

Itasari, E. R. (2021). PROTECTING CITIZENS IN BORDER TERRITORY BASED ON HUMAN RIGHTS. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 9(1), 27-32.

Itasari, E. R. (2022). KONSEP PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH MENURUT

KETENTUAN THE INTERNASIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL,

AND CULTURAL RIGHTS. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 10(2),

488-503.

(8)

Ganesha Civic Education Journal, Volume 4 Issue 2 Oktober 2022, p. 208-217

215

Itasari, E. R., & Mangku, D. G. S. (2021). Legal Protection Againts Violations of Human Rights That Abuse Uighur Ethnic Women in China. Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender Dan Anak, 33-48.

Itasari, E. R. (2022). TANTANGAN DAN KESEMPATAN PEMENUHAN HAK PENDIDIKAN DASAR DAN MENEGAH DI KAWASAN PERBATASAN NEGARA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 8(1), 493-508.

Itasari, E. R. (2021). Legal Protection of Uighur Muslim Ethnics in China from Perspective Human Rights. Lambung Mangkurat Law Journal, 6(1), 26-40.

Itasari, E. R. (2022). PELAKSANAAN KESESUAIAN PEMENUHAN HAK ATAS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DI KAWASAN PERBATASAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT BERDASARKAN ICESCR. Jurnal Komunitas Yustisia, 5(1), 415-434.

Itasari, E. R., & Karyawan, K. A. P. (2021). Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Indonesia Yang Mengalami Kekerasan: Hukum Diplomatik Dan Konsuler. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 7(2), 843-850.

Itasari, E. R. (2021). Kewajiban Negara Indonesia Setelah Meratifikasi International Covenant on Economic Social and Cultural Rights (ICESCR). Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 7(1), 1-9.

Hartana, H. (2020). Existence And Development Group Companies In The Mining Sector (PT.

Bumi Resources Tbk). Ganesha Law Review, 2(1), 54-69.

Hartana, H. (2019). Initial Public Offering (Ipo) Of Capital Market And Capital Market Companies In Indonesia. Ganesha Law Review, 1(1), 41-54.

Hartana, H. (2016). Hukum Perjanjian (Dalam Perspektif Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara). Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 2(2).

Hartana, H. (2017). Hukum Pertambangan (Kepastian Hukum Terhadap Investasi Sektor Pertambangan Batubara di Daerah). Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 3(1), 50-81.

Hartana, H. (2022). PENGATURAN PEMBATASAN EKSPANSI PERUSAHAAN GROUP DI SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 8(1), 233-243.

Hartana, H. (2021). Regulation of Group Company Expansion Restrictions in the Coal Mining Sector Viewed from Indonesian Laws and Regulations. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 7(2), 520-526.

Hartana, H. (2020). IMPLICATION OF GROUP COMPANY EXPANSION TO MONOPOLY PRCTICE AND UNFAIR BUSINESS COMPETITION (Study Case: Coal Mining Industry). Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 6(1), 161-175.

Hartana, H. (2017). PELAKSANAAN AKUISISI DI SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA DALAM PELAKSANAAN EKSPANSI PERUSAHAAN GROUP. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 3(2), 18-32.

Hartana, H. (2018). EKSPANSI PERUSAHAAN GROUP DALAM BIDANG BATUBARA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 4(1), 27-45.

Hartana, H. (2019). SEJARAH HUKUM PERTAMBANGAN DI INDONESIA. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 5(1), 145-154.

Hartana, H. (2022). PENGEMBANGAN UMKM DI MASA PANDEMI MELALUI OPTIMALISASI TEKNOLOGI. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Media Ganesha FHIS, 3(2), 50-64.

Hartana, H. (2022). IMPLIKASI EKSPANSI PERUSAHAAN GROUP PADA SEKTOR

PERTAMBANGAN BATUBARA DI INDONESIA. Jurnal Pendidikan

Kewarganegaraan Undiksha, 10(1), 251-260.

(9)

Ganesha Civic Education Journal, Volume 4 Issue 2 Oktober 2022, p. 208-217

216

Hartana, H. (2021). EKSISTENSI DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN GROUP DI SEKTOR PERTAMBANGAN. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 9(3), 669-681.

Hartana, H. (2018). EKSPANSI PERUSAHAAN GROUP DALAM BIDANG BATUBARA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 4(1), 27-45

Nurhayati, B. R. (2019). Harmonisasi Norma Hukum Bagi Perlindungan Hak Keperdataan Anak Luar Kawin Dalam Sistem Hukum Indonesia. Ganesha Law Review, 1(1), 55-67.

Mangku, D. G. S., Purwendah, E. K., Itasari, E. R., & Nurhayati, B. R. (2020). Compensation for Oil Pollution Due to Tanker Accidents in the Indonesian Legal System in a Justice Value Perspective. International Journal of Criminology and Sociology, 9, 662-669.

Nurhayati, B. R. (2019). Penyalahgunaan Keadaan Sebagai Dasar Pembatalan Perjanjian. Jurnal Komunikasi Hukum, 5(1).

Nurhayati, B. R. (2017). Constitutional Basis for the Civil Rights of Illegitimate Children. Pattimura Law Journal, 1(2), 118-130.

Nurhayati, B. R. (2017). Status Anak Luar Kawin dalam Hukum Adat Indonesia. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 3(2), 92-100

Kristhy, M. E., Hakim, A. L., Widyawan, E., Claudia, C., Limbong, M. R., Sarvon, W., ... &

Mahendra, W. (2021). MENINGKATKAN KESADARAN MASYARAKAT UNTUK MEMATUHI PROTOKOL KESEHATAN DI ERA PPKM DENGAN MEDIA POSTER MELALUI WAGRAM (WHATSAPP, INSTAGRAM DAN YOUTUBE). J-ABDI:

Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, 1(4), 601-610.

Kristhy, M. E., & Aprilla, A. P. (2022). Hak Atas Satuan Rumah Susun Bagi Warga Negara Asing Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 7(2), 498-506.

Kristhy, M. E., Kristanto, K., Siswanto, E., Martono, A. B., & Nababan, R. M. (2022). Legal Politics of Regional Quarantine during the Covid-19 Pandemic with the Approach to Implementing Community Activities Restrictions (PPKM) Level 1-4. Budapest International Research and Critics Institute-Journal (BIRCI-Journal), 5(3), 18308- 18317.

Kristhy, M. E., Afrinna, R., & Taka, P. J. (2022). BIJAK BERINVESTASI DALAM MASA PANDEMIK GLOBAL COVID-19. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 10(2), 377-382.

Kristhy, M. E., Andri, A., & Harefa, F. (2022). Legal Politics in Food Estate Program for Community Welfare. Budapest International Research and Critics Institute (BIRCI- Journal): Humanities and Social Sciences, 5(2).

Sugiadnyana, P. R., Mangku, D. G. S., & Yuliartini, N. P. R. (2020). Penyelesaian Sengketa Pulau Batu Puteh Di Selat Johor Antara Singapura Dengan Malaysia Dalam Perspektif Hukum Internasional. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 6(2), 542-559.

Utama, I. G. A. A., Mangku, D. G. S., & Yuliartini, N. P. R. (2021). Yurisdiksi International Criminal Court (ICC) Dalam Penyelesaian Kasus Rohingnya Dalam Perspektif Hukum Internasional. Jurnal Komunitas Yustisia, 3(3), 208-219.

Wahyudi, G. D. T., Mangku, D. G. S., & Yuliartini, N. P. R. (2020). Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Indonesia Ditinjau Dari Perspektif Hukum Internasional (Studi Kasus Penganiayaan Adelina TKW Asal NTT Di Malaysia). Jurnal Komunitas Yustisia, 2(1), 55-65.

Wijayanthi, I. G. A. A. T., Yuliartini, N. P. R., & Mangku, D. G. S. (2020). Penegakan Hukum

Terhadap Pungutan Liar Yang Dilakukan Oleh Oknum Organisasi Masyarakat Di

Wilayah Hukum Polres Buleleng. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 8(3),

155-163.

(10)

Ganesha Civic Education Journal, Volume 4 Issue 2 Oktober 2022, p. 208-217

217

Yulia, N. P. R. Kajian Kriminologis Kenakalan Anak dalam Fenomena Balapan Liar di Wilayah Hukum Polres Buleleng. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 3(3).

Yuliartini, N. P. R. (2010). Anak Tidak Sah Dalam Perkawinan Yang Sah (Studi Kasus Perkawinan Menurut Hukum Adat Bonyoh). Jurnal IKA, 8(2).

Yuliartini, N. P. R. (2021). Legal Protection of Women And Children From Violence In The Perspective Of Regional Regulation of Buleleng Regency Number 5 Year 2019. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 9(1), 89-96.

Mangku, D. G. S. (2017). Penerapan Prinsip Persona Non Grata (Hubungan Diplomatik Antara Malaysia dan Korea Utara). Jurnal Advokasi, 7(2), 135-148.

Mangku, D. G. S. (2017). Peran Border Liasion Committee (BLC) Dalam Pengelolaan Perbatasan Antara Indonesia dan Timor Leste. Perspektif, 22(2), 99-114.

Mangku, D. G. S. (2017). The Efforts of Republica Democratica de Timor-Leste (Timor Leste) to be a member of Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) and take an active role in maintaining and creating the stability of security in Southeast Asia. Southeast Asia Journal of Contemporary Business, Economics and Law, 13(4), 18-24.

Mangku, D. G. S. (2018). Kepemilikan Wilayah Enclave Oecussi Berdasarkan Prinsip Uti Possidetis Juris. Jurnal Advokasi, 8(2), 150-164.

Mangku, D. G. S. (2018). Legal Implementation On Land Border Management Between Indonesia And Papua New Guinea According to Stephen B. Jones Theory. Veteran Law Review, 1(1), 72-86.

Mangku, D. G. S. (2020). Implementation Of Technical Sub Committee Border Demarcation And Regulation (TSC-BDR) Agreement Between Indonesia-Timor Leste In The Resolution Of The Land Border Dispute. Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan, 8(3), 405-419.

Mangku, D. G. S. (2020). Penyelesaian Sengketa Perbatasan Darat di Segmen Bidjael Sunan–

Oben antara Indonesia dan Timor Leste. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 5(2), 252-260.

Mangku, D. G. S. (2021). Pemenuhan Hak Asasi Manusia kepada Etnis Rohingya di Myanmar. Perspektif Hukum, 21(1), 1-15.

Mangku, D. G. S., & Itasari, E. R. (2015). Travel Warning in International Law Perspective. International Journal of Business, Economics and Law, 6(4).

Mangku, D. G. S., & Yuliartini, N. P. R. (2021). Fulfillment of Labor Rights for Persons with

Disabilities in Indonesia. International Journal of Criminology and Sociology, 10,

272-280.

Referensi

Dokumen terkait

Article 7 Chapter III regarding the prohibition referred to above regulates that every person is prohibited from consuming alcoholic drinks of class A, class B, class C, traditional

Hal ini dilakukan atas dasar keyakinan bahwa pendidikan antikorupsi merupakan langkah penting untuk memastikan bahwa siswa memiliki pengetahuan yang akurat dan berpartisipasi aktif