• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAJARI TENTANG GENDER DALAM SASTRA

N/A
N/A
tayo kun

Academic year: 2023

Membagikan "PELAJARI TENTANG GENDER DALAM SASTRA"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

Buku ini diberi judul Gender dalam Sastra karena buku ini hanya memaparkan kajian gender dalam sastra, khususnya sastra Indonesia dan sastra pesantren Jawa. Berdasarkan temuan penelitian yang tersebar dan terbatasnya jumlah buku yang khusus membahas gender dalam bidang sastra, hal inilah yang menjadi tujuan utama penulis menerbitkan buku ini. Penulis berharap buku ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa dan sarjana sastra yang menggunakan perspektif atau pendekatan gender dalam penelitiannya.

Di akhir kata pengantar ini izinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dosen dan mahasiswa yang telah berkontribusi dalam penelitian gender dalam sastra bersama penulis, khususnya Dr.

AGAMA, DAN SASTRA

Namun gender hanya memuat perbedaan fungsi dan peran sosial antara laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh lingkungannya. Dengan kata lain gender adalah fungsi dan peran sosial laki-laki dan perempuan dalam masyarakat (Harejah, hal ini tentu saja tidak bertentangan atau bertentangan dengan kodratnya sebagai laki-laki dan perempuan.

Sebab, fungsi dan peran sosial laki-laki dan perempuan telah dibentuk oleh budaya masyarakat yang membesarkannya.

PERSOALAN GENDER DALAM NOVEL-NOVEL INDONESIA

Selain tulisan Muzakka (2012) di atas juga ditemukan. Makalah Siminto berjudul “Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta Toer: Analisis Struktural Levi-Strauss”. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, perjuangan gender (perempuan) dalam karya sastra dilakukan oleh pengarang perempuan dan laki-laki, seperti terlihat pada novel PBS dan GP. Buku-buku tersebut memiliki nuansa bias gender yang menempatkan laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan.

Sebab menurutnya, perempuan yang cerdas, cerdas, dan terampil akan mampu menyetarakan kedudukannya dengan laki-laki. Gadis pantai sebagai istri sementara (garwa ampilan) tidak mampu menghadapi hegemoni patriarki Bendor. Perjuangan ini tidak hanya dilakukan oleh penulis perempuan saja, namun juga penulis laki-laki.

PERSOALAN GENDER DALAM SASTRA PESANTREN

Kondisi ini tidak lepas dari para penafsir kitab suci dan hadis yaitu para ulama (ulama) yang umumnya laki-laki. Meski banyak karya sastra Indonesia dan daerah yang bercerita tentang dunia perempuan, namun sebagian besar karya tersebut menempatkan perempuan sebagai subordinat dari laki-laki. Dua contoh penelitian terkait perjuangan perempuan melawan hegemoni laki-laki dapat dilihat pada penelitian Mussaif pada novel Perempuan Berkalung Turban karya Abiedah el-Khalieqie (2010) dan Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer (2014).

Kedua kitab tersebut mengacu pada ayat Al-Quran dan hadis Nabi untuk memperkuat dominasi laki-laki atas perempuan. Walaupun puisi ini berkisah tentang kehidupan rumah tangga antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, namun pandangan penulis lebih mengarah pada persoalan kesetaraan gender. Sesuai dengan judulnya, SLR merupakan lagu tentang laki-laki yang akan atau sudah menikah.

Meski sasaran utamanya adalah laki-laki (suami), namun dalam seluruh ayat nasehatnya ditujukan kepada pasangan suami istri. Sebab, jenis nasehat untuk laki-laki (suami) yang berbeda-beda muncul hampir bersamaan dengan nasehat untuk perempuan (istri) di seluruh ayat syi'ir ini. Meski pengarangnya laki-laki, namun tidak ada hegemoni laki-laki (suami) terhadap perempuan (istri) dalam sy’ir yang ditulisnya.

Pasalnya, dalam SLR tidak ada isu bias gender yang diangkat pengarangnya, padahal puisi tersebut mengungkap hubungan antara laki-laki dan perempuan. Padahal jika dibandingkan dengan kitab-kitab pesantren lainnya seperti kitab Uqudullujain dan Qurratul 'Uyun, terlihat jelas bahwa laki-laki (suami) mempunyai kekuasaan yang besar terhadap perempuan (istri).

LIRIK LAGU

Objek formalnya adalah pandangan Rhoma Irama tentang semakin meningkatnya daya tawar perempuan di sektor publik. Metode ini digunakan untuk menganalisis data yang fokus utamanya adalah pandangan penulis terhadap meningkatnya posisi perempuan di sektor publik dalam lirik lagu “Emansipasi Wanita”. Lagu tersebut diciptakan oleh Rhoma sebagai respons terhadap peran perempuan di sektor publik yang semakin menguat setelah Presiden Soeharto memilih wakil menteri yang bertanggung jawab atas peran perempuan pada dan periode setelahnya.

Sejak ditunjuknya menteri yang membidangi peran perempuan saat itu, posisi tawar perempuan di sektor publik semakin menguat. Dilihat dari strukturnya, lirik lagu “Emansipasi Wanita” tergolong karya estetis, puitis, ekspresif, dan pragmatis. Jika disimak secara utuh lirik lagu "Emansipasi Wanita" terlihat bahwa sebagai pencipta, Rhoma sangat memperhatikan peran penting perempuan dalam kehidupan.

Rhoma memperkirakan jika peran perempuan di sektor publik menguat, maka akan muncul berbagai persoalan dalam tata kelola masyarakat. Jika berpijak pada teori gender, ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam lirik lagu “Emansipasi Wanita” yaitu munculnya isu bias gender dan kerancuan antara hakikat perempuan dan gender. Ia memandang penting peran perempuan dalam pembangunan, namun peran perempuan tidak boleh melampaui batas-batas fungsinya.

Emansipasi Perempuan” merupakan ungkapan Roma sebagai bentuk respon terhadap peran perempuan di sektor publik yang semakin diperkuat setelah Presiden Soeharto menunjuk menteri khusus yang menangani pemberdayaan. Melalui lirik lagunya, Rhoma tidak menentang kebijakan tersebut, namun mengingatkan pemerintah atau masyarakat untuk membatasi peran perempuan di sektor publik.

IDEOLOGI GENDER DALAM IDEOLOGI REALISME SOSIALIS

Dalam novel-novel yang dibuatnya, Pramoedya Ananta Toer selalu menampilkan fenomena dan kasus yang muncul serta memahami bahwa realisme sosialis lebih baik dibandingkan ideologi lain seperti ideologi feodal, kapitalis, dan berbasis agama. Bekal ideologi yang diperjuangkan pengarang biasanya dilatarbelakangi oleh benturan ideologi sisa dengan ideologi hegemonik yang dominan. Berangkat dari pemikiran tersebut, penulis dalam artikel ini akan mencoba mendeskripsikan pertarungan ideologi yang terjadi dalam novel Midah Simanis Bergigi Emas.

Dari kajian hegemoni ini akan terungkap ideologi apa yang diperjuangkan Pramoedya Ananta Toer di Midah Simanis Bergigi Emas untuk melawan ideologi dominan atau ideologi yang sedang berkuasa. Berdasarkan teori hegemoni Gramsciian ini, konflik yang diciptakan oleh Pramoedya Ananta Toer dalam Midah Simanis Bergigi Emas juga bermula dari pertarungan tiga ideologi, yaitu ideologi primitif, yaitu ideologi yang pernah mendominasi masyarakat secara keseluruhan. Dalam esai singkat ini, penulis mencoba mengidentifikasi ketiga ideologi yang muncul dalam novel dan memetakan ideologi tersebut beserta perjuangannya dalam struktur sosial yang dibangun penulis.

Ideologi primitif atau sisa yang muncul dalam Midah Simanis Bergigi Emas merupakan ideologi kulturalisme santri Jawa, yaitu ideologi yang sudah berlangsung lama dan bersifat turun-temurun. Melalui novel karya Midah Simanis Bergigi Emas ini, penulis dengan jelas memperjuangkan ideologi realisme sosialis dan melihatnya sebagai ideologi yang paling ideal. Dari analisis hegemonik Gramscian terhadap novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer, dapat disimpulkan bahwa novel tersebut mengungkapkan tiga ideologi yang kontras, yaitu ideologi sisa yaitu ideologi budaya, feodalisme budaya, ideologi dominan yang mendominasi (feodalisme agama), dan ideologi diperjuangkan (realisme sosialis).

Karena kedua ideologi yaitu feodalisme budaya dan feodalisme agama digambarkan dalam novel ini sebagai budaya yang tidak ideal, maka penulis menawarkan ideologi terbaik yaitu ideologi realisme sosialis. Dalam perjuangan ideologi inilah penulis menunjukkan dan memaparkan bahwa ideologi realisme sosialis merupakan ideologi yang terbaik dan ideal karena mengedepankan kebebasan dan keadilan.

PERJUANGAN IDEOLOGI REALISME SOSIALIS TERHADAP GENDER

Mengingat pada bab sebelumnya novel Midah Simanis Bergigi Emas telah disuguhkan tersendiri, maka pada bagian ini novel tersebut dijadikan sebagai novel perbandingan dengan novel Pantai Gadis. Romana Pantai Girl dan Midah Simanis Bergigi Emas, meski tidak termasuk dalam kategori novel utama, namun kedua novel ini merupakan best seller. Objek material penelitian ini adalah novel Beach Girl dan Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer, dan objek formalnya adalah pergulatan ideologi dalam kedua novel tersebut.

Karena penelitian ini hanya berfokus pada dua karya sastra yaitu novel Pantai Gadis dan novel Midah Simanis Bergigi Emas, maka tidak melakukan penelitian langsung terhadap penulis dan pembaca, sehingga penelitian ini tergolong penelitian kepustakaan. Terkait kajian aspek perjuangan ideologi dalam novel Pantai Gadis dan Midah Simanis Bergigi Emas, penulis mencoba menggunakan perspektif hegemonik Gramsciian. Seperti yang telah kami singgung pada bagian sebelumnya, konflik yang dibangun Pramoedya Ananta Toer berdasarkan teori hegemoni Gramsci dalam novel Pantai Gadis dan Midah Si Manis Bergigi Emas diawali dengan pertarungan tiga ideologi, yakni ideologi primitif budaya (pesisir). Jawa), ideologi dominan (yang berkuasa). ) yaitu ideologi santri priyayi (feodalisme) dan ideologi.

Ideologi primitif atau sisa yang muncul dalam novel Pantai Gadis merupakan ideologi kulturalisme Jawa pesisir, yaitu ideologi yang sudah berlangsung lama dan bersifat turun-temurun. Dalam upaya membangkitkan ideologi realisme sosialis, Pramoedya Ananta Toer mengungkapkannya melalui sosok marginal, seorang nelayan miskin, tidak terpelajar, dan/atau tidak berpendidikan, yaitu Gadis Pantai. Gadis pesisir itu menilai dunia priyayi sangat memihak, tidak adil dan memandang rendah rakyat biasa.

Meski tidak berhasil melawan feodalisme dan otoritarianisme priyayi, perjuangan gadis Pantai menandai ideologi baru yang diperkenalkan pengarang dalam novel, yakni paham realisme sosialis. Dari analisis hegemonistik Gramscian terhadap novel Pantai Girl dan novel Midah Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer, dapat disimpulkan bahwa novel Pantai Girl dan novel Midah Si Manis Bergigi Emas mengungkapkan tiga ideologi yang kontras, yaitu ideologi.

TENTANG PENULIS

Di tengah kesibukannya sebagai dosen dengan jabatan fungsional (Dosen Utama/IV B), ia juga mendapat kepercayaan dari kampusnya untuk menjadi Sekretaris Jurusan dan Ketua Jurusan Sastra Indonesia, Ketua BIPA dan Sekretaris . dari program Magister Sastra Fakultas Seni dan Budaya UNDIP. Sejak masa kuliah, suami Afifah dan ayah Barda Rajaza Mussaif, Ikrar Billahika Mussaif, Zhaviera Aidata Mussaif, telah menerbitkan esai dan/atau artikel populernya di berbagai media cetak, khususnya Suara Merdeka, Jawa Pos, dan Harian Talenta. Karya ilmiahnya banyak dimuat di berbagai jurnal ilmiah, terutama Jurnal Kajian Sastra, Jurnal Alayasastra, Poetika dan Jurnal NUSA.

Selain aktif menjadi pembicara di berbagai seminar nasional dan internasional serta Kongres Bahasa Indonesia dan Kongres Bahasa Jawa, makalahnya juga telah diterbitkan dalam berbagai prosiding seminar. Buku ini merupakan sebagian kecil dari karya ilmiah hasil penelitian yang sebagian besar telah diterbitkan di berbagai jurnal dan dipresentasikan dalam seminar. Sebagai dosen yang mengajar di bidang Filologi dan Sastra, ia juga aktif meneliti kedua bidang tersebut dengan pendanaan internal dari kampusnya serta dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi.

Selain itu beliau juga aktif dalam pengabdian kepada masyarakat dan/atau penguatan masyarakat di wilayah pesisir Jawa Tengah khususnya di Kota Tegal, Kabupaten Kendal dan Kabupaten Rembang. Selain mengemban tridharma perguruan tinggi, ia juga sesekali mengikuti program pengembangan bahasa dan sastra Indonesia serta program pengembangan bahasa Jawa di TVRI.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Penelitian dalam skripsi ini adalah memaparkan dan mendeskripsikan konflik batin Gadis Pantai dalam novel Gadis Pantai dan sikap Gadis Pantai dalam menghadapi konflik

Adapun perbedaannya adalah dalam novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer, penelitian yang akan dilakukan adalah mengenai kehidupan pada zaman penjajahan

Objek penelitian ini adalah unsur struktur novel Midah Simanis Bergigi Emas menurut Robert Stanton yang meliputi fakta cerita dibatasi pada alur, karakter,

Fokus penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ada 2, yaitu: (1) Nilai moral yang terdapat dalam tokoh utama novel Midah Si Manis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer,

Peneliti melihat bahwa Analisis Wanaca Kritis Model Mills sangat tepat digunakan untuk menganalisis ideologi gender kebahasaan yang terdapat pada novel- novel karya

Abstrak: Penelitian ini mendeskripsikan sikap hidup wanita Jawa dalam novel Bekisar Merah karya Ahmad Tohari dan Midah Si Manis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer

Setelah penulis membaca dan mengidentifikasikan bagian-bagian novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer, penulis menemukan berbagai data berupa cuplikan novel

Adapun perbedaannya adalah dalam novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer, penelitian yang akan dilakukan adalah mengenai kehidupan pada zaman penjajahan