KONFLIK BATIN TOKOH GADIS PANTAI
DALAM NOVEL
GADIS PANTAI
KARYA
PRAMOEDYA ANANTA TOER : TINJAUAN
PSIKOLOGI SASTRA
SKRIPSI
OLEH :
NORTON SITANGGANG 090701020
DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN
Konflik Batin Tokoh Gadis Pantai dalam Novel Gadis Pantai Karya Pramodya Ananta Toer: Tinjauan Psikologi Sastra
Oleh
Norton Sigop Pandapotan Sitanggang
NIM 090701020
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis
atau diterbitkan orang lain, kecuali yanng tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Januari 2014
Penulis,
Norton Sigop Pandapotan Sitanggang
ABSTRAK
Konflik Batin Tokoh Gadis Pantai dalam Novel Gadis Pantai Karya Pramodya Ananta Toer: Tinjauan Psikologi Sastra
Oleh Norton Sigop NIM 090701020
Novel Gadis Pantai merupakan novel di dalamnya terdapat objek kajian
psikosastra karena puncak cerita dalam novel yang bertumpu pada konflik batin yang dihadapi oleh si tokoh. Selain itu, sikap tokoh dalam menghadapi konflik batin juga menarik untuk diteliti. Tujuan Penelitian dalam skripsi ini adalah memaparkan dan mendeskripsikan konflik batin Gadis Pantai dalam novel Gadis Pantai dan sikap Gadis Pantai dalam menghadapi konflik batin yang dihadapinya.
Novel Gadis Pantai adalah novel yang berisi rangkaiancerita hingga membentuk
klimaks cerita berupa konflik batin yang dihadapi tokoh Gadis Pantai.Metode yang digunakan dalam menganalisi data adalah analisis deskriptif dan pengklasifikasian data. Penelitian ini menggunakan teori Psikologi Sastra. Hasil penelitian menunjukkan beberapa hasil analisis.Konflik batin tokoh Gadis Pantai dipaparkan dan digambarkan serta diklasifikasikan berdasarkan jenis konflik tipe 1, 2, dan 3 dan hasilnya tokoh Gadis Pantai mengalami ketiga jenis konflik tersebut di dalam cerita. Ada enam faktor penybab munculnya konflik di dalam batin tokoh Gadis Pantai, yaitu enam faktor, yaitu teori agresi, teori kehilangan, teori kepribadian, teori kognitif, teori ketidakberdayaan, dan teori perilaku. Sikap tokoh dalam menghadapi konflik batin yang dihadapi tokoh secara umum hanya berdiam diri dan menangis.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa yang telah melimpahkan
rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini
yang berjudul:
Konflik Batin Tokoh Gadis Pantai dalam Novel Gadis Pantai Karya Pramodya
Ananta Toer : Tinjauan Psikologi Sastra
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis
tidak lupa mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua
penulis kepada Ayahanda M. Sitanggang dan Ibunda R. Simanjuntak terima kasih
telah membesarkan, mendidik, memberikan doa, dan dukungan serta telah banyak
berjuang secara moral ataupun moril untuk penulis.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini secara khusus dengan
tulus dan, rasa hormat penulis mengucap terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU beserta
pembantu dekan I, II, dan III.
2. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.S. selaku Ketua Departemen Bahasa dan
Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU beserta Bapak Drs. Haris Sutan Lubis,
M.Hum selaku Sekretaris Departemen Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu
Budaya USU.
3. Bapak Drs. Isma Tantawi, M. A. selaku Dosen Pembimbing I Skripsi yang telah
banyak memberikan bimbingan serta arahan kepada penulis dalam menyusun
turut memberikan pemikiran serta membagi ilmu kepada penulis dalam menyusun
skripsi.
4. Ibu Dr. Gustianingsih, M.Hum. sebagai dosen Pembimbing Akademik.
5. Bapak/ Ibu Dosen beserta staf pegawai Departemen Departemen Bahasa dan Sastra
Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU.
6. Kepada saudara-saudaraku yang tersayang Mikael, Ranto Nius, Santi dan Tiur serta
keluarga besar penulis mengucapkan terima kasih telah senantiasa memberi
dukungan, kepada Linda Nursanti, S.Pd. yang selalu membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi penulis dan memberikan semangat dalam penyelesaian
skripsi ini, seluruh teman-teman seperjuangan Sastra Indonesia Khususnya
stambuk/angkatan 2009 yang telah banyak memberi penghiburan, kepada abangda
dan kakanda senior stambuk 2008, 2007 dan 2005 yang dekat dengan penulis, dan
kepada adik-adik penulis stambuk 2010 hingga 2012.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa
masih banyak kekurangan baik isi, bahasa maupun tata bahasa untuk itu dengan
segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan
skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Januari 2014
Penulis
DAFTAR ISI
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 5 2.1 Konsep ... 5
BAB III METODE PENELITIAN ... 18
3.1 Sumber Data ... 18
3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 19
3.3 Teknik Analisis Data ... 19
3.4. Sinopsis ... 20
BAB IV KONFLIK BATIN TOKOH GADIS PANTAI DALAM NOVEL GADIS PANTAI ... 22
4.2 Sikap Tokoh Gadis Pantai dalam Menghadapi Konflik ... 45
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 48
5.1 Simpulan ... 48
5.2 Saran ... 50
ABSTRAK
Konflik Batin Tokoh Gadis Pantai dalam Novel Gadis Pantai Karya Pramodya Ananta Toer: Tinjauan Psikologi Sastra
Oleh Norton Sigop NIM 090701020
Novel Gadis Pantai merupakan novel di dalamnya terdapat objek kajian
psikosastra karena puncak cerita dalam novel yang bertumpu pada konflik batin yang dihadapi oleh si tokoh. Selain itu, sikap tokoh dalam menghadapi konflik batin juga menarik untuk diteliti. Tujuan Penelitian dalam skripsi ini adalah memaparkan dan mendeskripsikan konflik batin Gadis Pantai dalam novel Gadis Pantai dan sikap Gadis Pantai dalam menghadapi konflik batin yang dihadapinya.
Novel Gadis Pantai adalah novel yang berisi rangkaiancerita hingga membentuk
klimaks cerita berupa konflik batin yang dihadapi tokoh Gadis Pantai.Metode yang digunakan dalam menganalisi data adalah analisis deskriptif dan pengklasifikasian data. Penelitian ini menggunakan teori Psikologi Sastra. Hasil penelitian menunjukkan beberapa hasil analisis.Konflik batin tokoh Gadis Pantai dipaparkan dan digambarkan serta diklasifikasikan berdasarkan jenis konflik tipe 1, 2, dan 3 dan hasilnya tokoh Gadis Pantai mengalami ketiga jenis konflik tersebut di dalam cerita. Ada enam faktor penybab munculnya konflik di dalam batin tokoh Gadis Pantai, yaitu enam faktor, yaitu teori agresi, teori kehilangan, teori kepribadian, teori kognitif, teori ketidakberdayaan, dan teori perilaku. Sikap tokoh dalam menghadapi konflik batin yang dihadapi tokoh secara umum hanya berdiam diri dan menangis.
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang MasalahKarya sastra merupakan produk dari suatu kejiwaan dan pemikiran
pengarang yang berada pada situasi setengah sadar (subconcious) yang setelah jelas
baru dituangkan ke dalam bentuk secara sadar (conscious). Situasi sadar ataupun
setengah sadar akan selalu mewarnai proses imajinasi pengarang. Kekuatan karya
sastra dapat dilihat seberapa besar kemampuan pengarang dalam mengungkapkan
ekspresi kejiwaan yang tak sadar itu ke dalam bentuk karya sastra (Endaswara,
2011: 96).
Manusia mempunyai watak, temperamen, pengalaman, pandangan, dan
perasaan sendiri yang berbeda dengan yang lainnya. Namun demikian, manusia
sebagai makhluk pribadi tidak dapat terlepas dengan individu lainnya. Interaksi
antarindividu ini tidak jarang menimbulkan suatu konflik, baik konflik dalam diri
sendiri, antarindividu, maupun antarkelompok masyarakat. Dengan kata lain,
manusia selalu dihadapkan pada persoalan-persoalan hidup. Manusia dalam
menghadapi persoalan dalam kehidupan tidak terlepas dari jiwa manusia itu sendiri.
Jiwa di sini meliputi pemikiran, pengetahuan, tanggapan, khalayak, dan jiwa itu
sendiri (Walgito, 1996: 7).
Karya sastra yang diciptakan oleh pengarang selalu menampilkan tokoh
yang memiliki karakter sehingga karya sastra juga menggambarkan kejiwaan
manusia walaupun pengarang itu menggambarkan tokoh hanya dalam bentuk fiksi.
Dalam kenyataan itu, karya sastra tidak dapat dipisahkan dari segala aspek
kehidupan termasuk di dalamnya ilmu kejiwaan atau psikologi. Hal ini tidak
jiwa dan raga. Oleh karena itu, penelitian karya sastra melalui pendekatan psikologi
sastra merupakan bentuk pemaknaan dan penafsiran sastra dari sisi psikologi. Hal
ini didukung oleh tokoh-tokoh dalam karya sastra yang dimanusiakan, mereka
semua diberi jiwa, raga, bahkan untuk manusia yang disebut pengarang mungkin
memiliki penjiwaan yang lebih bila dibandingkan dengan manusia lainnya terutama
penghayatan mengenai hidup dan kehidupan.
Dalam novel Gadis Pantai terdapat objek kajian psikosastra dengan
puncak-puncak cerita bertumpu pada konflik batin yang dihadapi oleh si Gadis Pantai.
Konflik- konflik yang digambarkan membentuk suatu klimaks cerita yang menjadi
menarik untuk diteliti berdasarkan kajian psikologi sastra.
Novel Gadis Pantai merupakan novel trilogi karangan Pramodya Ananta
Toer yang tidak terselesaikan (Unfinishied) karena dua bagian akhir hilang oleh
keganasan penguasa pada masa buku ini terbit. Novel ini diselamatkan oleh
Universitas Nasional Australia hingga akhirnya kembali ke tangan pengarang
melalui P. Scherer yang menulis thesis mengenai kepengarangan Pramodya Ananta
Toer.
Novel Gadis Pantai menceritakan kehidupan seorang anak seorang nelayan
di sebuah desa nelayan. Banyak cobaan yang dihadapi oleh si Gadis Pantai dalam
melakoni perannya di dunia ini. Percobaan yang dihadapinya menimbulkan banyak
konflik yang menimpanya. Adapun konflik yang disebabkan oleh diri sendiri atau
oleh tokoh lain inilah yang akan menimbulkan munculnya konflik batin dalam diri
si tokoh. Konflik batin inilah yang akhirnya mengganggu kejiwaan si Gadis Pantai.
Melalui penggambaran tokoh dengan pergolakan batin, pembaca novel ini
diajak untuk menyelami sedalam mungkin apa yang dirasakan oleh tokoh dalam
dirasakan oleh pembaca. Permasalahan yang dibicarakan dalam berbicara tentang
psikologi tidak terlepas dari ranah pengarang, karya, dan tokoh dalam karya.
1. 2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah, yaitu sebagai
berikut:
1. Apa sajakah konflik batin yang dialami tokoh Gadis Pantai dalam novel
Gadis Pantai?
2. Bagaimanakah sikap tokoh Gadis Pantai dalam menghadapi konflik
tersebut?
1. 3 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam suatu penelitian sangatlah penting agar penelitian
lebih terarah sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Apabila dilihat dari berbagai
segi, novel Gadis Pantai karya Pramudya Ananta Toer mencakup segala unsur,
tetapi dalam hal ini penulis hanya memfokuskan penelitian pada konflik batin yang
dialami oleh tokoh Gadis Pantai dalam novel dan bagaimana tokoh tersebut dalam
menghadapi konflik yang dialaminya itu.
I. 4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, tujuan dari penyusunan skripsi
ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan dan memaparkan konflik batin yang dihadapi tokoh Gadis
Pantai dalam novel Gadis Pantai karya Pramudya Ananta Toer
I.4.2 Manfaat
Adapun manfaat penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut
1.4.2.1Manfaat Teoretis
Manfaat analisis ini Manfaat teoretis adalah sebagai sumbangan pemikiran
bagi teori yang relevan serta menambah wawasan masyarakat dalam memahami
novel.
1.4.2.2 Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis analisis ini adalah menambah wawasan pembaca
dan menjadi sumber masukan bagi penelitian dengan objek kajian bernaung dalam
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Konsep adalah ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret
(Alwi, dkk, 2003: 588). Dengan kata lain, konsep merupakan suatu unsur penelitian
yang dipergunakan untuk mengarahkan suatu penelitian. Konsep digunakan sebagai
dasar untuk menjelaskan, menggambarkan, ataupun mendeskripsikan suatu topik
pembahasan. Konsep yang dimaksud adalah analisis objek dalam novel Gadis
Pantai yang berupa konflik batin yang dialami tokoh dalam cerita. Berdasarkan
uraian di atas, penelitian ini akan mempergunakan beberapa konsep sebagai dasar
penelitan, sebagai berikut
2.1.1 Pengertian Novel
Novel berasal dari bahasa Italia, yaitu Novela dalam bahasa Jerman disebut
Novelle dan dalam Bahasa Yunani Novelus yang berarti sebuah karya prosa fiksi
yang panjang cakupannya tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek. Novel
merupakan karya fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih
mendalam dan disajikan dengan halus. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1995:694) novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian
cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang sekelilingnya dan menonjolkan
watak dan sifat si pelaku.
H. B. Jassin (1997: 64) menyebutkan bahwa “Novel sebagai karangan prosa
yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari
dalamnya konflik yang dialami para tokoh merupakan unsur terpenting dalam
membangun cerita dalam sebuah novel.
Novel merupakan karya satra berjenis prosa dengan kumpulan realita yang
di dalamnya pasti terkandung perilaku manusia atau tokoh. Realita pisikologis
adalah salah satu realita yang paling sering muncul dalam sebuah karya satra
terutama pada sebuah novel. Di dalam novel, terkandung realita pisikologis berupa
kehadiran suatu fenomena kejadian tertentu yang dialami tokoh utama ketika
bereaksi dengan lingkungannya dan mungkin juga terhadap dirinya sendiri.
Sebuah novel memiliki banyak unsur pendukung salah satunya adalah tokoh
dan konflik yang dialami pada tokoh. Tokoh adalah unsur terpenting yang dapat
kita temukan dalam karya satra yang berbentuk novel. Tokoh memiliki karakter
yang berbeda-beda sehingga melahirkan bermacam-macam tingkah laku dan
ceritanya masing-masing
2.1.2 Konflik Batin 2.1.2.1 Konflik
Konflik berasal dari kata kerja latin configere yang berarti saling memukul.
Konflik adalah adanya pertentangan yang timbul di dalam seseorang (masalah
intern) maupun dengan orang lain (masalah ekstern) yang ada di sekitarnya.
Konflik dapat berupa perselisihan (disagreement), adanya ketegangan (the presence
of tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih.
Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antar kedua belah pihak, sampai kepada
mana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai penghalang dan
Pada dasarnya konflik timbul ketika manusia merasakan kenyataan yang
dihadapinya tidak sesuai dengan harapan sehingga berpengaruh pada kepribadian
sesorang. Menurut Walgito kepribadian dapat dibentuk oleh beberapa faktor, yaitu
1. Faktor Endogen
Faktor yang merupakan sifat bawaan sejak dari kandungan. Faktor endogen
erupakan faktor keturunan atau bawaan yang bersifat kejiwaan baik keadaan
jasmani maupun rohani.
2. Faktor Eksogen
Faktor yang berasal dari luar diri individu. Faktor ini meliputi pengalaman
pendidikan, dan alam sekitar.
Konflik adalah percekcokan, perselisihan, atau pertentangan. Konflik dalam
karya sastra sangat memengaruhi pembaca. Sebuah karya sastra akan menarik jika
menghadirkan konflik yang dapat membuat pembaca ikut terhanyut dalam konflik
yang dihadapi oleh tokoh cerita. Pernyataan ini didukung oleh pendapat-pendapat
Irwanto (1997) dan Nurgiyantoro (2000). Berdasarkan pendapat para ahli di atas,
dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan pertentangan dua keinginan untuk
memenuhi kebutuhan dalam waktu bersamaan dalam diri seseorang sehingga
mempengaruhi tingkah laku. Berdasarkan bentuknya konflik dapat dibedakan
menjadi konflik internal dan konflik eksternal.
Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel jenis-jenis konflik terbagi
atas :
1. Konflik Intrapersonal.
Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri.
Konflik ini terjadi pada saat yang bersamaan memiliki dua keinginan yang tidak
2. Konflik interpersonal.
Konflik interpersonal terbagi atas.
a. Konflik ini adalah konflik seseorang dengan orang lainnya karena
memiliki perbedaan keinginan dan tujuan.
b. Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok,
Hal ini sering kali berhubungan dengan cara individu menghadapi
tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas yang ditekankan pada kelompok kerja
mereka. Sebagai contoh seorang individu dapat dikenai hukuman karena tidak
memenuhi norma-norma yang ada.Konflik interorganisasi.
3. Konflik Antargrup
Konflik dalam suatu organisasi adalah suatu yang biasa terjadi, yang tentu
menimbulkan kesulitan dalam koordinasi dan integrasi dalam kegiatan yang
menyangkut tugas-tugas dan pekerjaan. Karena hal ini tak selalu bisa dihindari
maka perlu adanya pengaturan agar kolaborasi tetap terjaga dan menghindari
disfungsional.
Mengingat objek penelitian di dalam penelitian ini mengarah ke arah
pergolakan batin, penelitian ini lebih condong ke arah jenis konflik intrapersonal.
2.1.2.2Batin
Batin adalah sesuatu yang terdapat di dalam hati; sesuatu yang menyangkut
jiwa (perasaan hati dsb), sesuatu yang tersembunyi (gaib, tidak kelihatan), dan
semangat; hakikat (Alwi, dkk, 2003: 588). Batin merupakan salah satu unsur
pembentuk cerita di mana batin akan melekat pada diri tokoh. Batin, sebagai bagian
dari tokoh, sering dipermainkan oleh pengarang untuk membentuk seri cerita yang
membawa kita sebagai pembaca ke dalam cerita seakan-akan kita merasakan apa
yang dirasakan oleh tokoh dalam cerita.
2.1.2.3Konflik Batin
Konflik internal (atau:konflik kejiwaan), di pihak lain adalah konflik yang
terjadi dalam hati, jiwa seorang tokoh (atau: tokoh-tokoh) cerita. Jadi, ia merupakan
konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri, ia lebih merupakan perasaan
intern seorang manusia (Nurgiyantoro, 2010: 124).
Konflik sangat berhubungan dengan kepribadian seseorang dalam
hakikatnya sebagai manusia. Kepribadian tidak hanya menyangkut pada pikiran,
perasaan, dan sebagainya, melainkan secara keseluruhan sebagai panduan antara
kehidupan seseorang sebagai anggota masyarakat atau di dalam interaksi sosial.
Konflik dapat terjadi karena ketidakseimbang antara ego, kompleks, dan arsetip.
Konflik batin merupakan konflik yang terjadi di dalam diri tokoh itu sendiri
(internal). Tujuan-tujuan yang saling bertentangan berada dalam diri seorang tokoh
itu sendiri. Keinginan untuk mendapatkan keduanya melahirkan suatu konflik batin
tersebut.
Kurt Lewin ( dalam Alwisol, 2009: 305- 309 membagi Konflik atas tiga
tipe, yaitu
1. Konflik Tipe 1
Konflik yang sederhana terjadi kalau hanya ada dua kekuatan berlawanan
yang mengenai individu. Ada tiga macam konflik tipe ini, antara lain
a. Konflik mendekat- mendekat, dua kekuatan yang mendorong ke arah
yang berlawanan, misalnya sesorang yang dihadapkan pada dua pilihan
b. Konflik menjauh- menjauh, dua kekuatan yang mendorong ke arah yang
berlawanan, misalnya seseorang dihadapkan pada dua kekuatan yang
sama- sama tidak disenanginya.
c. Konflik mendekat – menjauh, dua kekuatan mendorong dan
menghambat muncul dari satu tujuan, misalnya seseorang yang
dihadapkan pada pilihan sekaligus mengandung unsur yang disenangi
dan tidak disenanginya.
2. Konflik Tipe 2
Konflik yang kompleks bisa melibatkan lebih dari dua kekuatan.
Konflik yang kompleks dapat membuat orang menjadi diam, terpaku, atau
terperangkap oleh berbagai kekuatan dan kepentingan sehingga tidak dapat
menentukan pilihan.
3. Konflik Tipe 3
Orang berusaha untuk mengatasi kekuatan- kekuatan yang
menghambat sehingga konflik menjadi terbuka, ditandai sikap kemarahan,
agresi, pemberontakan, atau sebaliknya penyerahan diri yang neurotik.
Pertentangan antara kebutuhan pribadi dalam, konflik antarpengaruh, dan
pertentangan antara kebutuhan dan pengaruh menimbulkan pelampiasan
2.2 Teori Psikologi Sastra 2.2.1 Psikologi Sastra
Walgito (2004: l) menjelaskan bahwa, ditinjau dari segi bahasa, psikologi
berasal dari kata psyche yang berati ‘Jiwa' dan logos berarti 'ilmu' atau 'ilmu
pengetahuan', karena itu psikologis sering diartikan dengan ilmu pengetahuan
tentang jiwa. psikologi merupakan ilmu yang mempelajari dan menyelidiki
aktivitas dan tingkah laku manusia. Aktivitas dan tingkah laku tersebut merupakan
manifestasi kehidupan jiwanya. Jadi, jiwa manusia terdiri dari dua alam, yaitu
alam sadar (kesadaran) dan alam tak sadar (ketidaksadaran). Kedua alam tidak
hanya saling menyesuaikan, alam sadar menyesuaikan terhadap dunia luar,
sedangkan alam tak sadar penyesuaiannya terhadap dunia dalam. Jadi psikologi
dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa yang mencakup segala
aktivitas dan tingkah laku manusia.
Psikologi sangat erat kaitannya dengan kepribadian, sama halnya dengan
kaitan antara kepribadian dengan konflik batin. Penelitian ini menggunakan teori
Kepribadian dari Carl Gustav Zung. Zung berpendapat bahwa kepribadian
mencakup keseluruhan pikiran, perasaan, kesadaran, dan ketidaksadaran.
Kepribadian membimbing seseorang untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
Kepribadian disusun oleh sejumlah sistem yang tersusun dalam tiga tingkat
kesadaran: ego beroperasi pada tingkat kesadaran, Kompleks beroperasi pada
tingkat ketidaksadaran pribadi, dan arsetip pada tingkat kolektif. Di samping sistem
yang terikat pada daerah operasinya masing-masing, terdapat sikap
(introvert-ekstrovert) dan fungsi (perasaan-persepsi-intuisi) yang beroperasi pada semua
Begitu pula halnya tokoh fiktif dalam suatu cerita, dapat dianalisis
kepribadian dan konflik yang dialami sebagai tokoh di dalam novel. Ada dua tipe
kepribadian yang dikemukakan oleh Carl Gustav Zung, yaitu
1. Tipe Kepribadian Introfert
Tipe ini merupaka tipe pada manusia yang dipengaruhi oleh dunia subjektif,
yaitu dunia dalam diri sendiri. Orientasinya hanya tertuju ke dalam pikiran,
perasaan, dan tindakannya. Penyesuaian terhadap dunia luar kurang baik, jiwa
tertutup, sukar bergaul, kurang menarik perhatian orang lain, tetapi penyesuaian
terhadap hatinya sendiri sangat baik.
2. Tipe Kepribadian Ekstrofert
Tipe yang dipengaruhi oleh dunia objektif yaitu dunia dari luar dirinya.
Orientasi ke luar dari pikirannya, perasaan dan tindakan yang ditentukan oleh
lingkungannya baik lingkungan sosial maupun nonsosial.
Psikologi sastra merupakan disiplin ilmu yang ditopang oleh tiga
pendekatan studi. Menurut Roekhan (dalam Endraswara, 2003: 9), pendekatan
tersebut antara lain
a. Pendekatan tekstual, yaitu mengkaji aspek psikologi sang tokoh dalam sebuah
karya sastra.
b. Pendekatan representatif pragmatik, yaitu mengkaji aspek psikologi pembaca
sebagai penikmat karya sastra yang terbentuk dari pengaruh karya sastra yang
dibacanya, serta proses resepsi pembaca dalam menikmati karya sastra.
c. Pendekatan ekspresif, yaitu aspek psikologi sang penulis ketika melakukan
proses kreatif yang terproyeksi melalui karyanya, baik penulis sebagai pribadi
maupun wali masyarakat. Psikologi dan sastra memiliki hubungan fungsional,
lain. Perbedaannya adalah bahwa gejala kejiwaan yang terdapat dalam sastra
adalah gejala kejiwaan dari manusia-manusia imajiner, sedangkan dalam
psikologi adalah manusia-manusia riil.
Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai
aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta rasa, dan karsa dalam
berkarya. Pembaca dalam menanggapi karya tidak lepas dari kejiwaan
masing-masing. Psikologi sastra juga mengenal karya sastra sebagai pantulan kejiwaan.
Pengarang akan menangkap gejala jiwa, kemudian diolah ke dalam teks dan
dilengkapi dengan kejiwaannya. Proyeksi pengalaman sendiri dan pengalaman
hidup di sekitar pengarang akan terproyeksi secara imajiner ke dalam teks sastra
(Endraswara, 2008: 96).
Ada empat model dalam psikologi sastra, yaitu meliputi pengarang, proses
kreatif, karya sastra, dan pembaca. Dengan demikian, psikologi sastra memiliki tiga
gejala utama yaitu pengarang, karya sastra, dan pembaca. Psikologi pada
psikosastra fokus pada pengarang dan karya sastra dibandingkan pembaca. Untuk
memahaminya harus dilihat bahwa pendekatan terhadap pengarang merupakan
pemahaman terhadap ekspresi kesenimannya, pada karya sastra mengacu pada
objektivitas karya dan pada pembaca mengacu pada pragmatisme. Psikosastra
mengacu pada karya sastra termasuk di dalamnya gambaran konflik yang
digambarkan si pengarang melalui proses kreatif untuk membentuk suatu karya
sastra.
2.2.2 Psikologi dan Sastra
Sastra dan psikologi mempunyai hubungan langsung, artinya hubungan itu
yakni kejiwaan manusia (Damono, 2002: 11). Psikologi jelas terlibat erat karena
psikologi mempelajari perilaku. Perilaku manusia tidak terlepas dari aspek
kehidupan yang mewarnai makna, pada umumnya aspek-aspek kemanusiaan inilah
yang merupakan objek utama psikologi sastra.
Pada awalnya, ada keraguan bahwa aspek psikologi dapat masuk ke dalam
teks sastra. Keraguan ini cukup menggoda karena dalam meneliti, peneliti harus
mencermati aspek-aspek psikologis yang terdapa dalam teks. Sementara, aspek
psikologi yang terdapat dalam teks sastra bersifat abstrak. Oleh karena itu,
Psikologi dan sastra selain memiliki hubungan fungsional karena sama-sama
memiliki objek berupa kehidupan manusia juga memiliki perbedaan, yaitu
psikologi dalam mempelajari kejiwaan bersifat riil, sedangkan dalam sastra bersifat
imajinatif.
2.3 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka bertujuan untuk mengetahui keaslian karya ilmiah karena
pada dasarnya suatu penelitian berasal dari acuan yang mendasarinya. Tinjauan
pustaka dilakukan sebagai titik tolak untuk mengadakan suatu penelitian. Untuk
mengetahui keaslian penelitian ini, dipaparkan beberapa tinjauan pustaka yang telah
dimuat dalam bentuk skripsi.
Adapun penelitian yang pernah dilakukan dengan objek kajian novel Gadis
Pantai, antara lain
Penelitian dengan objek kajian novel Gadis Pantai pernah dilakukan oleh
Azis Prasetyo dengan judul Ketidakadilan Gender dalam Novel Gadis Pantai
Karya Pramodya Ananta Toer dalam Tinjauan Gender, FIS-UNS Jur Sosiologi dan
berlatar belakang konstruksi budaya Jawa yang cenderung berpatriarkhi yang
berakibat pada timbulnya ketidakadilan gender. Penelitian ini bertujuan untuk (1)
Mengungkap setting masyarakat feodal dalam novel Gadis Pantai Karya Pramodya
Ananta Toer, (2) Mengungkap fenomena ketidakadilan gender dalam novel Gadis
Pantai Karya Pramodya Ananta Toer.
Sehubungan dengan tujuan penelitian, penelitian ini menggunakan teknik
analisis wacana karena data yang ada berupa muatan makna yang terdapat dalam
rangkaian kalimat bukan dalam bentuk angka. Hasil penelitian ini bukan
memfokuskan pada muatan teks yang nyata, melainkan pada analisis terhadap
makna yang tersembunyi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setting masyarakat feodal yang
berlaku budaya berpatriarkhi dalam masyarakat yang mencerminkan suatu
gambaran masyarakat dengan keterkaitan stratifikasi sosial, pola kekuasaan, dan
inferiotas terhadap perempuan yang menyebabkan ketidakadilan gender. Hal
tersebut sudah tertanam kuat dalam pola pikir masyarakat yang dilanggengkan
melalui proses warisan kebudayaan dengan cara sosialisasi.
Simpulan yang dihasilkan adalah konstruksi kebudayaan masyarakat feodal
yang berlaku menyebabkan munculnya bentuk ketidakadilan terhadap perempuan
seperti yang terkandung dalam karya sastra. Penelitian ini juga menghasilkan
temuan yang unik yang terdapat dalam novel Gadis Pantai. Dalam novel ditemukan
bahwa tokoh utama, yaitu Gadis Pantai dinikahkan dengan sebilah kerislambang
kekuasaan seorang priayi Jawa serta adanya sikap yang tabu yaitu menaikkan
derajat dengan menikahkan putri yang masih muda dengan penguasa setempat
Penelitian selanjutnya dengan objek kajian novel Gadis Pantai juga
dilakukan oleh Suminto dengan judul Novel “Gadis Pantai” Karya Pramodya
Ananta Toer Analisis Struktural Levi Strauss, STAIN-Palangkaraya Jurnal Studi
Agama dan Masyarakat 2008
Penelitian yang dilakukan Suminto berlatar belakang pada novel Gadis
Pantai yang merupakan novel berupa trilogi dan tidak selesai (Unfinished).
Mengapa demikian? karena dua buku lanjutan novel Gadis Pantai telah raib ditelan
keganasan penguasa kala buku ini terbit. Gadis Pantai berhasil diselamatkan dan
didokumentasikan oleh pihak Univesitas Nasional Australia. Novel ini akhimya
sampai kembali kepada sang pengarang, Pramoedya Ananta Toer, rnelalui Savitri
P. Scherer yang sedang menulis tesis tentang kepengarangan Pramoedya Ananta
Toer. Penelitian ini bertujuan untuk membuka satu sisi budaya feodal Jawa yang
memberikan ketidakadilan transgender.Selain itu, tradisi ini menunjukaan
kehidupan sosial antara kasta satu dengan lainnya.
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode analisis isi atau
Analisis Content . Dalam menganalisis, digunakan teori struktural Levi-Strauss.
Pramoedya Ananta Toer bercerita dalam novel Gadis Pantai ini menggunakan
alur maju atau lurus, sehingga bisa dilakukan analisis struktural Levi-Strauss
atasnya. Alur maju atau lurus ini sesuai dengan kaidah sintagmatis dan
paradigmatis yang dipersyaratkan Levi-striuss ketika melakukan analisis struktural.
Alur cerita novel ini saya bagi atas empat episode: Kehidupan remaja: pernikahan.
tahun pertama-pernikahan; kunjungan ke kampung halaman.
Untuk menjalankan episode-episode tersebut dibutuhkan ceriteme- ceriteme
dikuatkan dengan penggambaran latar atar setting. Tokoh utama novel ini tidak
bemama. Pengarang hanya menyebutnya Cadis pantai dan Bendoro saja.
Berdasarkan kedua tinjauan pustaka di atas, belum ada penelitian yang
relevan atau sama dengan penelitian dalam penelitian ini. Penelitian yang akan
diteliti dalam penelitian ini adalah konflik batin tokoh Gadis Pantai dalam novel
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode merupakan cara mendekati, menganalisis, mengamati, dan
menjelaskan suatu fenomena dari objek yang diteliti.
3.1 Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa kata-kata atau
kalimat-kalimat dan bukan angka-angka. Dalam penelitian kualitatif, data formal adalah
kata-kata, kalimat, dan wacana (Ratna, 2004: 47). Data yang dimaksud adalah
kata-kata, kalimat, dan wacana yang terdapat pada kumpulan cerpen LS karya Ratih
Kumala.
Adapun yang menjadi sumber data yang akan dianalisis adalah:
Judul : Gadis Pantai
Ukuran buku : 13 x 20 cm
Pengarang : Pramodya Ananta Toer
Penerbit : Lentera dipantara
Tebal Buku : 272 halaman
Cetakan : Pertama
Tahun Terbit : 2003
Sumber data di atas merupakan data primer yang akan dianalisis sebagai
data utama. Selain data primer terdapat juga data sekunder yang juga diperlukan
seorang peneliti. Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku
sastra, artikel dari internet, dan sebagainya yang relevan dengan penelitian.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Metode dalam penelitian ini merupakan metode kualitatif. Metode kualitatif
menitikberatkan pada segi alamiah dan mendasarkan pada karakter yang terdapat
pada data. Dalam karya sastra, sumber data yang degunakan adalah naskah, karya,
data penelitian yang digunakan sebagai data formal adalah kata- kata, kalimat, dan
wacana
Dalam mengumpulkan data, penelitian ini menggunakan metode
kepustakaan, library research, yaitu mengumpulkan data-data dari buku-buku,
majalah, dan sumber data lainnya yang berhubungan dengan penelitian. Sebelum
dianalisis, data akan diolah dengan menggunakan teknik pengamatan, yaitu metode
simak dan catat.
3.3 Teknik Analisis Data.
Penelitian ini menggunakan teknik kualitatif, yaitu penelitian yang sangat
erat kaitannya dengan konseptual ( Moleong, dalam Jabrohim ed, 2001 : 42).
Data-data yang telah dikumpulkan akan diuraikan dengan menggunakan metode
deskriptif, yaitu menguraikan hasil penelitian secara sistematis.
Teknik analisis dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan
pengklasifikasian data. Data yang diperoleh berupa data primer dan sekuder akan
disusun secara sistematika. Pemerolehan data dilakukan dengan cara pembacaan
secara berulang, mencatat, dan memilih. Setelah itu, dilakukan tahap penyusunan
data yang dianalisis. Dalam penelitian ini, analisis tersebut didukung oleh teori
penerapan psikologi dan kejiwaan menurut Carl Gustav Zung dan dilanjutkan
dengan teori Kurt Lewin.
Penelitian ini berangkat dari pendekatan tekstual, yaitu dengan mengkaji
batin yang dialami tokoh Gadis Pantai. Melalui pendekatan terhadap konteks ini
juga akan dianalisis sikap tokoh dalam menghadapi konflik batin yang dialaminya.
3.4 Sinopsis Novel Gadis Pantai Karya Pramodya Ananta Toer
Gadis Pantai adalah seorang gadis yang cukup manis, sehingga berhasil
memikat hati seorang pembesar santri setempat, seorang Jawa yang bekerja pada
bidang administrasi Belanda. Gadis Pantai baru berusia empat belas tahun dan
belum menstruasi ketika seorang priyayi Jawa pembesar santri setempat,
mengambilnya sebagai istri percobaan. Ya, istri percobaan sebelum ia mengambil
istri "sebenarnya" yang datang dari kalangan yang sederajat. Dan Gadis Pantai
bukanlah yang pertama yang mengalaminya. Di rumah si Bendoro (priyayi itu),
Gadis Pantai diajari sholat dan banyak hal lainnya yang terkait dengan gaya hidup
para bangsawan. Kehidupan si Gadis Pantai seketika berubah.
Hari- hari Gadis Pantai selanjutnya berjalan sangat lambat. Dia mendapat
emas permata dan pakaian yang indah. Tak ada lagi beban kerja berat yang mesti
dilakukan. Untuk mengisi hari, beberapa kali dalam seminggu seorang guru datang
untuk mengajarinya membatik, menjahit, merenda, dan membuat kue. Selebihnya
dia hanya akan berada di dalam kamar menanti sang bendoro datang dan
selanjutnya Gadis Pantai akan menjalankan tugasnya : melayani nafsu seks sang
Bendoro.
Gadis Pantai hanya melayani. Dia tidak akan pernah berani bertanya
ataupun meminta. Sekadar duduk bersama Bendoro dan bercerita berbagai hal pun
tak bisa dilakukan. Karena dia bukanlah istri, tetapi seorang abdi yang dinikahi
resmi dan bertugas memenuhi nafsu sang Bendoro. Dia seorang abdi yang
emas dan tinggal di istana megah. Perkawinan tersebut memberikan prestise bagi
Gadis Pantai di kampung halamannya karena dipandang telah berhasil menaikkan
derajat setelah menikah dengan pembesar santri, seorang priyayi. Sejatinya
perkawinan tersebut hanya upaya untuk melegalkan si pembesar santri yang hendak
memuaskan kebutuhan seksnya melalui si Gadis Pantai, sebelum ia
melangsungkan pernikahan yang sesungguhnya dengan wanita yang berkelas dan
sederajat dengannya.
Gadis Pantai dalam perkawinannya tak lebih sebagai pemuas kebutuhan
seks saja. Ia tidur dengan si pembesar santri. Prestise yang ia dapatkan dari
perkawinannya tidak berlangsung lama. Ia kembali terperosok ke tanah, setelah si
pembesar yang orang Jawa tega membuangnya setelah melahirkan seorang bayi
perempuan.
Dalam usia yang muda belia, Gadis Pantai telah kehilangan segalanya. Ia
telah kehilangan suami, tidak punya rumah, tidak ada anak (anaknya diambil oleh
mantan suaminya), dan tidak punya pekerjaan. Ia pun terlalu malu untuk kembali
ke kampung halamannya. Akhirya, ia pun memutuskan untuk berputar haluan
BAB IV
KONFLIK BATIN TOKOH GADIS PANTAI DALAM NOVEL GADIS PANTAI
4.1 Konflik Batin yang Dialami Tokoh Gadis Pantai
Dalam pembahasan terhadap objek penelitian, yaitu novel Gadis Pantai
ditemukan beberapa bentuk konflik dan pergolakan batin yang dihadapi tokoh
Gadis Pantai dalam menjalani kehidupannya. Dalam bab ini akan dipaparkan
identifikasi berbagai data yang menggambarkan konflik batin tokoh tersebut.
Deskripsi konflik batin si Gadis Pantai akan dipaparkan dalam setiap pembabakan
kehidupan Gadis Pantai. Mulai dari awal dinikahkan, memulai kehidupan di istana
suami, menjalani kehidupan di istana, melihat orang tuanya yang berada di
kampung hingga harus meninggalkan anak beserta suaminya karena harus kembali
ke Kampung Nelayan.
Kurt Lewin ( dalam Alwisol, 2009: 305- 309) membagi Konflik atas tiga
tipe, yaitu
1. Konflik Tipe 1
Konflik yang sederhana terjadi kalau hanya ada dua kekuatan berlawanan
yang mengenai individu. Ada tiga macam konflik tipe ini, antara lain
a. Konflik mendekat- mendekat, dua kekuatan yang mendorong ke arah
yang berlawanan, misalnya sesorang yang dihadapkan pada dua
b. Konflik menjauh- menjauh, dua kekuatan yang mendorong ke arah
yang berlawanan, misalnya seseorang dihadapkan pada dua kekuatan
yang sama- sama tidak disenanginya.
c. Konflik mendekat – menjauh, dua kekuatan mendorong dan
menghambat muncul dari satu tujuan, misalnya seseorang yang
dihadapkan pada pilihan sekaligus mengandung unsur yang
disenangi dan tidak disenanginya.
2. Konflik Tipe 2
Konflik yang kompleks bisa melibatkan lebih dari dua kekuatan.
Konflik yang kompleks dapat membuat orang menjadi diam, terpaku, atau
terperangkap oleh berbagai kekuatan dan kepentingan sehingga tidak dapat
menentukan pilihan.
3. Konflik Tipe 3
Orang berusaha untuk mengatasi kekuatan- kekuatan yang
menghambat sehingga konflik menjadi terbuka, ditandai sikap kemarahan,
agresi, pemberontakan, atau sebaliknya penyerahan diri yang neurotik.
Pertentangan antara kebutuhan pribadi dalam, konflik antarpengaruh, dan
pertentangan antara kebutuhan dan pengaruh menimbulkan pelampiasan
usaha untuk mengalahkan kekuatan penghambat.
Selanjutnya dalam bab ini, akan digambarkan secara sistematika konflik-
A. Konflik Tipe 1
Konflik batin tokoh Gadis Pantai dalam novel Gadis Pantai diawali dengan
kutipan novel di bawah ini.
Bujang kali ini tanpa bayi dalam gendongan kini kembali masuk. Gadis Pantai berdiri dari kursi . Bujang itu membungkuk padanya, begitu rendah. Mengapa ia membungkuk? Sebentar tadi ia masih sesamanya. Mengapa ia begitu merendahkan dirinya sekarang? Gadis Pantai jadi bimbang , takut, curiga. Apakah semua ini? (halaman: 26)
Dalam mengawali kehidupannya di istana suami yang tidak dikenalinya,
Gadis Pantai penuh dengan rasa kebingungan. Perubahan yang mencolok dari
sekitarnya membuatnya hanya bisa bertanya-tanya dalam hatinya. Dia melihat
perbedaan itu diawali oleh perubahan tingkah seorang bujang terhadap dirinya saat
pertama bertemu dengan ketika dia sudah diterima di rumah suaminya.
Konflik tipe 1 ini muncul ketika si tokoh dihadapkan pada dua kekuatan,
yaitu mendekat- menjauh. Satu kondisi yang mengakibatkan satu kekuatan yang
lebih besar mengakibatkan si tokoh harus mengikuti pilihan yang tidak disukainya
sehingga muncul rasa bingung di dalam hatinya.
Pergolakan batin juga dirasai dalam bentuk kebingungan lain. Kebingungan
ini dapat dilihat dari kutipan di bawah ini
Matanya tak juga terpejam. Dan ia sudah lupa, apakah ia senang atau tidak. Malam kian larut. Dari ruang tengah mulai terdengar sekencang tenagaseorang mengaji. (halaman: 30-31)
Ketika pertama kali mendapat pelayanan dari para bujang yang
memanggilnya dengan sebutan Mas Nganten, Gadis Pantai semakin berkecambuk
Tokoh Gadis Pantai saat berada dalam babak ini dihadapkan pada dua
kekuatan mendekat- menjauh, yaitu dia berhadapan pada kekuatan yang di satu sisi
dia sudah mulai menyenangi kehidupan barunya. Sementara di sisi lain, dia masih
memendam perasaan yang sangat takut karena tidak tahu sama sekali apa yang akan
dihadapinya. Gadis Pantai sama sekali belum bertemu dengan suami yang
dinikahinya karena dia hanya menikah dengan wali sang suami,
Semakin lama menjalani kehidupannya di istana suami, Gadis Pantai
semakin tidak bisa menikmati kehidupannya di sana. Dia semakin sadar bahwa
yang dia alami sekarang bukanlah kehidupan yang dia inginkan. Ada keinginan
yang kuat dari dalam dirinya untuk pergi dari tempat itu. Namun, ada kekuatan
yang sangat besar yang menahannya untuk melakukan keinginannya itu. Kekuatan
Mendekat-menjauh ini semakin bentrok dalam batinnya mengakibatkan Gadis
Pantai hanya bisa menangis dan merenung.
Gadis Pantai berhenti makan. Ia bangkit. Tanpa menengok masuk ke dalam kamar, langsung ke kasur kesayangannya dan mengucurkan air mata. Ia rasai bagaimana dirinya seperti seekor ayam yang direnggut dari rumpunnya. Harus hidup seorang diri, di tengah orang yang begitu banyak. Tak boleh punya sahabat, Cuma boleh menunggu perintah, Cuma boleh memrintahkan. Betapa sunyi! Betapa dingin. Dan iklim sedingin ini tak pernah dirasainya di pantai, betapapun cuaca pagi telah membekukan seluruh minyak kelapa di dalam botol. Ia puaskan tangisnya sampai tertidur.(halaman: 46).
Seiring berjalannya waktu Gadis Pantai menjalani kehidupannya di istana
suaminya, Gadis Pantai semakin matang dalam pemikiran. Ini merupakan akibat
yang positif dari konflik demi konflik batin yang dialaminya. Namun, rasa takut
yang besar terhadap suaminya masih mengganggunya walaupun dia bingung
kenapa dia harus takut kepada suaminya. Pemikiran yang mulai matang tersebut
Kembali Gadis Pantai tertegun. Lambat-lambat dengan pikiran yang tertindas beban, ia mulai bingung: Di sini semua takut terkecuali Bendoro. Mengapa semua takut padanya. Juga diriku sendiri? Dia tidaklah nampak garang, tidak ganas, malahan halus dan sopan.(hlm 52).
Konflik batin yang dialami Gadis Pantai kebanyakan diakibatkan oleh
kepolosan dalam hal pengetahuan dan ketakutan yang besar atas apa yang tidak
diketahuinya. Gadis Pantai sebagai seorang gadis yang sangat belia harus
menghadapi berbagai permasalahan kehidupan. Sewajarnya gadis seusia Gadis
Pantai berada dalam proses belajar, tetapi Gadis Pantai tanpa melewati proses
belajar harus berhadapan dengan permasalahan, yaitu menjadi seorang istri
pembesar yang kehidupannya sangat bertolak belakang dengan apa yang
diketahuinya.
Konflik batin yang dialami tokoh Gadis Pantai juga dapat bertambah ketika
pemikiran si Gadis Pantai semakin bertambah. Saat Gadis Pantai mengetahui
sesuatu, Gadis Pantai mulai mampu membandingkan baik buruk berkenaan dengan
kehidupan. Bahkan, dia mulai membandingkan pernikahan yang dia alami dengan
pesta pernikahan yang dilihatnya ketika bupati setempat mengadakan pesta
pernikahan. Perbandingan resepsi pernikahan memberikan pergolakan tersendiri di
dalam batin tokoh Gadis Pantai. Sebagai seorang istri pembesar, dia merasa tidak
berharga sama sekali.
Malam itu ia kembali ke ranjang dengan banyak pikiran. Perkawinannya tak dirayakan seperti itu. Bupati yang kawin jauh lebih tua dari Bendoro. Dan putri keraton itu jauh lebih tua dari dirinya. Tapi ia tidak disambut dengan perayaan. Dan jam tiga pagi ia terbangun. Bujang tak ada di bawah ranjangnya lagi. Tapi Bendoro telah tergolek disampingnya.(hlm 72).
Dalam pergolakan batin tokoh Gadis Pantai yang digambarkan di kutipan di
tanpa harus tahu berbagi dengan siapa. Gadis Pantai hanya bisa merenungkan
konflik batin yang dialaminya tanpa bisa berbuat apa-apa.
Semakin lama Gadis Pantai semakin terbiasa dengan kehidupan yang
dialaminya sekarang. Dia mulai beradaptasi dengan kehidupan di dalam istana
sebagai istri seorang pembesar. Lama- kelamaan di dalam perasaan si Gadis Pantai
mulai tumbuh rasa cinta kepada suaminya. Dia mulai menginginkan untuk selalu
bersama dengan suaminya. Namun, suaminya yang lebih sering berada di luar
rumah membuat si Gadis Pantai merasa kesepian dan inilah yang kembali memicu
pergolakan batin tokoh Gadis Pantai.
Kini Gadis Pantai merasa sunyi bila semalam saja Bendoro tak datang berkunjung ke kamarnya. Bujang itu tak perlu membantunya lebih banyak lagi. Di luar dugaan ia telah dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya. Namun wanita tua itu tetap menjadi sahabat dan tempat bertanya yang bijaksana.(halaman: 75)
Konflik batin yang dialami tokoh Gadis Pantai berlanjut ketika dia mulai
merasa kesepian dan tak bisa berbuat apa-apa ketika sering ditinggal sang suami
berhari-hari lamanya. Keadaan ini terus berlanjut hingga dia merasa dirinya sebagai
seekor keledai walaupun hatinya berusaha menolaknya. Namun, ketika dia kembali
mengingat keadaannya yang sering ditinggal suami dia kembali merasa sebagai
seekor keledai. Konflik batin tokoh Gadis Pantai dalam hal ini diakibatkan
kecemburuan terhadap suami yang jarang tinggal bersamanya.
Gadis Pantai sangat menginginkan kehidupan yang normal bersama sang
suaminya. Bahkan, dia berusaha untuk mengungkapkannya kepada suaminya ketika
suatu saat suaminya pulang. Namun, hal itu hanya sekadar rencana karena sang
diakibatkan oleh rasa rindu terhadap suami serta kecemburuan dan rasa takut akan
bagaimana kehidupan suaminya saat di luar rumah.
Ditutupnya kembali pintu. Satu-satunya pelindungnya yang setia selama ini adalah kasur dan bantal ranjang. Kalau saja pelayan wanita itu begitu menyenangkan seperti itu! Tapi bertambah meningkat pengetahuan dan kecerdasannya, pelayan itu makin kurang kemampuan dalam menghibur batinya. (halaman: 89)
Dari kutipan dia atas, digambarkan bagaimana tokoh Gadis Pantai sudah
sangat merindukan kehadiran sang suami. Dia mulai merasa pembantu yang selama
ini bisa menghiburnya dari rasa sepi sudah tidak bisa lagi menghiburnya. Walaupun
sebenarnya pembantu itu lebih semakin pintar dan semakin menyenangkan, tetapi
itu tidak cukup untuk menghilangkan rasa rindu kepada suaminya.
Dalam proses melahirkan, juga muncul pergolakan batin di dalam batin
tokoh Gadis Pantai yang disebabkan oleh rasa cinta kepada anak dan rasa takut
kehilangan anak.
Suatu serangan ketakutan menyebabkan jantung Gadis Pantai berdebaran. Ia ingin bangkit dan meniupkan hidup ke dalam dada bayinya.(halaman: 250)
Sesaat setelah sang bayi Gadis Pantai lahir, Anak itu seperti tidak lahir
dengan sempurna, yaitu tidak ada tangis dari bayinya. Hal ini membuat Gadis
Pantai sangat takut. Dia takut akan terjadi suatu hal yang tidak diinginkan terhadap
si bayi.
Berdasarkan tipe konflik 1, Gadis Pantai mengalami konflik batin di mana
dia dihadapkan pada dua kekuatan yang kuat sehingga dia hanya bisa berdiam diri
untuk memenuhi keinginan kekuatan yang kuat tersebut. Keinginan kuat tersebut
terhadap dirinya berakibat pada si Gadis Pantai hanya berkutat pada ketakutannya
Freud (dalam Kusumawati, 2003: 33) Menyatakan bahwa faktor-faktor yang
memegang peranan penting dalam beberapa gangguan batin, antara lain: 1) teori
agresi, 2) teori kehilangan, 3) teori kepribadian, 4) teori kognitif, 5) teori
ketidakberdayaan, dan 6) teori perilaku. Dalam konflik tipe 1 ini ada beberapa
faktor yang memengaruhi timbulnya konflik dalam batin tokoh.
1. Teori Kehilangan
Pada awalnya, Gadis Pantai sudah menikmati masa remajanya di kampung
halamannya. Hingga pada suatu ketika dia harus meninggalkan rasa nyamannya itu
dan masuk ke dalam bentuk kehidupan baru hingga menimbulkan rasa takut dari
dalam dirinya. Rasa predisposisi juga muncul, yaitu rasa untuk menolak atau
menerima kehidupan yang akan dijalaninya.
Teori kehilangan merujuk pada perpisahan traumatik individu dengan benda atau seseorang yang sebelumnya dapat memberikan rasa aman dan nyaman. Hal penting dalam teori ini adalah kehilangan dan perpisahan sebagai faktor predisposisi terjadinya depresi dalam kehidupan yang menjadi faktor pencetus terjadinya stress.Freud (dalam Kusumawati 2003 : 33)
2. Teori Kepribadian
Konflik batin juga dipengaruhi oleh kepribadian tokoh Gadis Pantai.
Sebagaimana diungkapkan oleh freud bahwa Teori kepribadian merupakan konsep
diri yang negatif dan harga diri rendah memengaruhi sistem keyakinan dan
penilaian seseorang terhadap stressor. Pandangan ini memfokuskan pada varibel
utama dari psikososial yaitu harga diri rendah. Gadis Pantai memandang diri
sebagai orang kampung yang setara dengan obudak sehingga dia hanya bisa
3. Teori Ketidakberdayaan
Ketidakberdayaan tokoh Gadis Pantai untuk mencegah pergolakan yang
dialaminya mengharuskan tokoh Gadis Pantai untuk menjalani kehidupannya yang
baru. Hal ini mengakibatkan tokoh Gadis Pantai menjadi seorang yang adaptif
sehingga mampu menambah pengetahuannya. Hal ini didukung oleh pendapat
Freud dalam Kusumawati(2003:33) mengunkapkan bahwa
Teori ketidakberdayaan menunjukkan bahwa konflik batin dapat menyebabkan depresi dan keyakinan bahwa seseorang tidak mempunyai kendali terhadap hasil yang penting dalam kehidupannya, oleh karena itu, ia mengulang respon yang adaptif.
4. Teori Perilaku
Perilaku Gadis Pantai yang masih dipengaruhi oleh keluguan dan kebutaan
akan pengetahuan meyebabkan konflik tersendiri di dalam batin si tokoh. Perilaku
tokoh yang tidak berdaya hanya bisa menerima segala pergolakannya.
Teori perilaku menunjukkan bahwa penyebab depresi terletak pada kurangnya keinginan positif dalam berinteraksi dengan lingkungan. Depresi berkaitan dengan interaksi antara perilaku individu dengan lingkungan Freud (dalam Kusumawati 2003:33)
B. Konflik Tipe 2
Konflik batin yang dialami tokoh Gadis Pantai yang berjenis tipe 2
merupakan tipe konflik batin yang paling banyak dialami oleh Gadis Pantai.
Konflik yang dapat membuat Gadis Pantai hanya bisa berdiam diri dapat
Kemarin malam ia telah dinikahkan. Dinikahkan dengan sebuah keris. Detik ia tahu: kini ia bukan anak bapakya lagi. Ia bukan anak emaknya lagi. Kini ia istri dari sebilah keris, wakil seseorang yang tak pernah dilihatnya seumur hidup.(halaman: 12)
Dari kutipan novel di atas dapat dilihat gambaran bagaimana hancurnya hati
seorang gadis yang lugu dan tak tahu apa- apa. Seorang gadis yang dinikahkan
dengan seseorang yang tidak sama sekali dikenalnya bahkan seseorang itu
memberikan sebilah keris sebagai wakilnya untuk dinikahkan dengannya. Mungkin
Pada umumnya seorang gadis memiliki impian untuk menikah dengan pria
pujaannya bukan dengan orang yang sama sekali tidak dikenalnya.
Pergolakan batin tokoh dalam novel juga diperlihatkan dalam kutipan di
bawah ini:
“sst jangan nangis. Jangan nangis. Hari ini kau menjadi istri pembesar.” Ia tak tahu apa yang ada di hadapannya. Ia hanya tahu: Ia kehilangan seluruh hidupnya. Kadanga dalam ketakutannya ia bertanya: mengapa ia tidak boleh tinggal di mana ia suka, di antara orang-orang yang tersayang dan tercinta, di bumi dengan pantai dan ombanknya yang amis (hlm 12)
Kutipan di atas menggambarkan bahwa tokoh terkurung dalam
keluguannya. Gadis Pantai benar- benar buta terhadap segala pengetahuan sehingga
dia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya saat itu. Dia hanya menyadari bahwa
dia dihadapkan pada satu pilihan dan harus memilih pilihan itu padahal yang dia
inginkan hanya tinggal bersama orang yang dia cintai. Kutipan di atas juga
menggambarkan si Gadis Pantai sedang mengalami ketakutan yang sangat besar
karena dia tidak tahu apa yang akan dihadapinya. Dia tidak merasa apa yang
dipahami orang banyak bahwa menikah dengan orang pembesar merupakan suatu
kebanggaan di antara orang kampung. Dalam keluguannya Gadis Pantai hanya
Pantai hanya mengetahui tempat terindah yang dia ingin tinggal adalah
kampungnya sekarang.
Empat belas tahun umurnya. Dan tak pernah ia merasa keberatan buang air din pantai, terkecuali di waktu bulan purnama -ia takut ular (halaman: 13)
Gadis Pantai adalah seorang gadis yang tumbuh berkembang di kampung
miskin yang kurang terbuka dengan dunia luar. Bahkan kebanyakan di antara warga
kampung tidak tahu membaca. Oleh karena itu, Gadis Pantai sebagai gadis yang
baru tumbuh sangat buta akan dunia luar sehingga ketika dia dihadapkan pada
dunia luar dia sangat ketakutan.
Ketika akan berangkat menuju kota, Gadis Pantai yang masih dalam
ketakutan berusaha untuk menolak mempertahankan dirinya untuk tinggal dan tidak
berangkat. Namun, kenginan hatinya ditentang oleh ayahnya yang diketahuinya
sebagai seorang bapak yang suka memukul. Seakan tanpa daya Gadis Pantai hanya
bisa meratapi diri yang tidak mampu berbuat apa- apa. Hal ini dapat dilihat dari
kutipan di bawah ini.
Tubuh yang kecil itu meriut seperti keong, ketakutan, Ia tahu bapaknya pelaut, kasar berotot perkasa. Ia tahu sering kena pukul dan tampar tangannya. Tapi sekarang buat apakah penderitaan ini? Disembunyikannya muka di balim pangkuan emaknya. (halaman: 13).
Ketakutan tokoh Gadis Pantai semakin bertambah saat pertama kali bertemu
dengan sang suami yang dipanggil dengan sebutan Bendoro.
Itu adalah pengalaman pertama yang dialami oleh Gadis Pantai bertemu
dengan sang suami. Gadis Pantai hanya berdiam diri dan berkecambuk pada
pikirannya sendiri tanpa tahu harus berbuat apa. Dia hanya membayangkan
ketakutan dalam setiap belaian sang suami. Bayangan ketakutan inilah yang
menambah rasa takut dalam diri Gadis Pantai sehingga dia benar-benar takut
kepada suaminya melebihi apa pun.
Ia takut berjalan seorang diri menuju kamar mandi. Tapi Bendoro lebih menakutkan lagi. Ia turuni jenjang ruang belakang berjalan menuju ke arah dapur( halaman 34).
Setiap pergolakan batin yang dialami tokoh Gadis Pantai akan sedikt banyak
mengubah pola pemikiran si tokoh. Gadis Pantai mulai berani melakukan
pemberotakan yang berhubungan dengan kepentingan yang menentang
keinginnanya. Pada awalnya si Gadis Pantai hanya bisa menangis ketika dipaksa
untuk pergi ke tempat suaminya kini dia mulai berani mengungkapkan isi hatinya.
Hal ini dapat dilihat dari kutipan yang menggambarkan tokoh Gadis Pantai
mengungkapkan keinginannya untuk pergi dari istana suaminya kepada
pelayannya.
“Oh, Mak...Bapak,” panggilnya berbisik “Mas Nganten, Mas Nganten,”
“Bawa aku pada emak. Aku mau pulang, pulang ke kampung,”(halaman 38)
Gadis Pantai sudah mulai belajar untuk mengungkapkan apa yang ada di
dalam isi hatinya. Namun, ketika berhadapan dengan sang suami keberanian yang
dimilikinya dalam mengungkapkan isi hatinya masih dikalahkan oleh rasa takut
yang sangat besar terhadap suaminya.
Gadis Pantai ingin mengutarakan isi hatinya yang ingin pulang ke kampung
nelayan, tetapi ketika berhadapan dengan sang suami Gadis Pantai tidak mampu
untuk mengutarakannya. Ketakutan masih melekat dalam hatinya.Segala
pergolakan batin tetap dia hadapi sendiri hingga terkadang dia merasa sangat
menderita.
Entah berapa kali ia yakinkan diri bukan keledai. Tapi hatinya begitu keruh. Ia tak mengerti sampai waktu itu, bahwa ia merasa sangat, sangat cemburu.(halaman 77)
Dalam kutipan di atas digambarkan bagaimana perasaan tokoh Gadis Pantai
yang memiliki rasa cemburu karena pekerjaan sang suami mengharuskan dirinya
tinggal hanya beberapa waktu saja bersama istrinya. Kecemburuan ini
mengakibatkan Gadis Pantai menjadi penasaran berkenaan dengan yang dilakukan
suaminya ketika bepergian ke luar.
Gadis Pantai mulai menduga-duga apa yang dilakukan suaminya di luar
karena untuk bertanya secara langsung dia tidak memiliki keberanian yang cukup.
Kembali tokoh Gadis Pantai dihadapkan pada rasa takut terhadap sang suami
berkaitan dengan kegiatan sang suami.
Sebenarnya Gadis Pantai ingin mengetahui pasti, kemana saja Bendoro pergi bila meninggalkan rumah berhari-hari lamanya. Siapa-siapa yang ditemuinya. Apa yang dibicarakannya. Bagaimana pendapat Bendoro tentang dirinya. (halaman 87)
Gadis Pantai sebagai seorang istri hanya bisa menduga-duga jawaban atas
pertanyaan yang ada di dalam hatinya. Cara berpikir tokoh Gadis Pantai bertambah
matang. Dia sudah mengetahui bagaimana kehidupan suami istri pada umumnya.
Hal inilah yang menambah pergolakan batin tokoh Gadis Pantai, yaitu ketika dia
Konflik Batin tokoh Gadis Pantai berlanjut saat tokoh utama berencana
melihat orang tuanya di desa nelayan. Segala perubahan yang terjadi
mengakibatkan pergolakan tersendiri bagi tokoh. Dia merasa seperti orang lain di
mata para penduduk. Bahkan sejak awal sampai di desa nelayan dia sudah
merasakan hal itu. Perubahan yang sangat besar dibandingkan ketika dia pertama
kali meninggalkan desanya untuk tinggal bersama tokoh suami. Sambutan yang
sangat berbeda dari apa yang dibayangkannya membuat kerisauan di dalam hati
tokoh utama. Dia merasa risih dengan apa yang dilakukan oleh para penduduk
terhadap dirinya.
Gadis Pantai terbangun dari sendunya. Ia rasai sesuatu menggerumuti bulu tengkuknya. Dahulu tak pernah orang menyambutnya seperti sekarang. Ia merasa begitu asing. Dari kejauhan ia lihat bapak berjalan paling depan membawa obor kelapa kering. Ia bertelanjang dada. Dan otot-ototnya yang perkasa berkilat-kilat setiap bergerak kena cahaya obor. Gadis Pantai lari, lari, lari. Pasir dibawah kakinya berhamburan. Gadis Pantai hanya melihat satu sosok tubuh saja diantara sekian banyak.(halaman 164)
Konflik batin tokoh Gadis Pantai muncul ketika apa yang dirindukannya
dari Desa Nelayan tempat dia lahir dan tumbuh seakan sirna seiring perubahan
sikap para penduduk terhadap dirinya. Pergolakan batin tokoh bertambah saat sang
ayah ternyata sama dengan penduduk lainnya, yaitu bersikap sebagai seorang budak
di depannya. Perubahan status tokoh Gadis Pantai menjadi seorang istri seorang
pembesar membuat para penduduk menjadi takut kepadanya walaupun Gadis
Pantai tidak mengharapkan hal itu.
Ia pandangi bapak dengan mata ragu- ragu bapak menghindarkan matanya. Bapak? Mengapa bapak pun segan menatap aku? Anaknya sendiri. Dan bumi di bawah kakinya terasa goyah. Kampung Nelayan ini telah kehilangan perlindungan yang meyakinkan baginya.(halaman 165)
Kutipan di atas menggambarkan bagaimana perasaan tokoh Gadis Pantai
karena kesalahannya berubaha 180 derajat menjadi takut kepada Gadis Pantai.
Bahkan, untuk melihat Gadis Pantai saja sang ayah tidak berani. Sebagai seorang
anak yang merindukan kasih sayang seorang ayah, hati Gadis Pantai menjadi sangat
sedih karena dia merasa seperti orang lain bukan sebagai anak kandung. Rasa
bimbang dan penyesalan mulai tumbuh di dalam benaknya. Dia mulai menyesali
kehidupannya selama ini, yaitu sebagai seorang istri pembesar. Dia menyesalinya
karena hal itu membuat dia semakin jauh dengan kedua orang tuanya.
Hal ini berlanjut saat Gadis Pantai tiba di rumah yang sudah dua tahun tidak
didatanginya. Dia berharap akan bertemu dengan ibunya yang selama dia masih
kecil selalu melindungi dan selalu ramah di stiap kesalahan yang dilakukannya.
Namun, yang dia jumpa di dalam rumahnya tidak jauh berbeda dengan saat dia
bertemu dengan ayahnya. Ibunya yang selama ini melindunginya juga
menunjukkan rasa yang takut terhadap dirinya. Tindakan yang tidak sepatutnya ada
pada seorang ibu terhadap anaknya. Tindakan sang ibu menunjukkan rasa hormat
yang berlebihan terhadap dirinya. Padahal, sewajarnya Gadis Pantailah yang harus
memuliki rasa itu terhadap ibunya.
Bila ia masuk ke dalam rumah bukan lagi emak yang ramah dan selalu melindunginya yang didapatkan, tapi tetangganya yang dengan sukarela bekerja buat menyenangkannya. Sekarang bapaknya hampir-hampir tak berani masuk ke dalam bila ia tidak diluar rumah. Berapa kali sudah dalam sepagi itu ia panggil bapak. Tapi ia muncul hanya sampai di pintu mendengarkan suaranya, mengangguk dalam, dan kemudian pergi lagi.(halaman: 174)
Sikap sang ayah yang tidak berani bertemu langsung dengan tokoh Gadis
Pantai menimbulkan rasa bersalah yang sangat besar kepada dirinya dan kedua
berkunjung ke tempat orang tuanya adalah ingin merasakan kehidupannya kembali
seperti pada saat dia mulai tumbuh remajha di desa nelayan.
Dalam babak kehidupan ketika Gadis Pantai melih orang tuanya yang
berada di kampung, konflik batin yang dialami tokoh Gadis Pantai secara umum
diakibatkan oleh perubahan tingkah laku orang tuanya yang menjadi terlalu takut
kepada dirinya karena merupakan seorang istri pembesar. Tokoh Gadis Pantai sedih
karena dia mengharapkan tidak ada perubahan di desanya, tetapi perubahan
statusnya otomatis mengubah segalanya. Statusnya juga berubah dalam pendangan
masyarakat desa.
Konflik batin Gadis Pantai selanjutnya akan digambarkan dalam babak
kehidupan yang selanjutnya. Babak kehidupan ini adalah saat Gadis Pantai harus
meninggalkan anak beserta suaminya dan harus pergi kembali ke kampung nelayan.
Setelah kembali dari kampung melihat orang tuanya, tokoh Gadis Pantai
terkadang menyesali kehidupan yang dia alami saat itu. Timpul penyesalan
berkaitan dengan dirinya sekarang. Hal ini dikarenakan tokoh Gadis Pantai sudah
mengetahui tentang kehidupan. Dia tahu bahwa kehidupannya tidak harus diikuti
oleh anaknya kelak.
Kadang-kadang ia menangis seorang diri tanpa suatu sebab. Ah, seperti anak dibawah jantungnya bukan anaknya, tapi calon musuhnya. Ia ingin berdoa pada Tuhan, mengadu tentang ketidakadilan yang dirasai, tetapi ia tak mampu melakukannya. Ia tak tahu doa mana yang tepat buat itu. Ia tak pernah teruskan ngaji dan pelajarannya dengan baik. Dan ia menyesal. Ia serahkan segalanya pada nasibnya.(halaman:249)
Pergolakan batin yang dialami tokoh Gadis Pantai yang dideskripsikan
dalam kutipan di atas menggambarkan tokoh Gadis Pantai yang rindu akan
Tokoh Gadis Pantai berharap dengan datangnya bayi itu kesunyian yang selama ini
membuat batinnya gelisah akan segera berakhir, tetapi ternyata itu tidak mengubah
semuanya. Yang terjadi adalah sebaliknya. Bayi di dalam kandungan seolah-olah
menjauhkan dirinya dengan sang suami yang menjadi tinggal di masjid.
Dalam konflik tipe 2 ini, ada beberapa faktor yang menyebabkan munculnya
konflik batin dalam diri tokoh utama, antara lain
1. Teori Agresi
Teori Agresi adalah faktor penyebab konflik yang berasal dari perasaan
tertentu terhadap tokoh lain maupun diri sendiri. Kemarahan ini bisa disebabkan
oleh perasaan takut, cemburu bahkan rasa cinta kepada tokoh lain. Tokoh Gadis
Pantai memiliki. Perasaan ini bisa mengakibatkan tokoh hanya bisa berdiam diri
dalam menghadapi pergolakan itu. Dalam beberapa kutipan di atas digambarkan
bagaimana tokoh Gadis Pantai hanya bisa berdiam diri, bertanya di dalam hati
bahkan menangis.
Teori agresi menunjukan bahwa depresi terjadi karena perasaan marah yang ditujukan kepada diri sendiri. Agresi yang diarahkan pada diri sendiri sebagai bagian dari nafsu bawaan yang bersifat merusak.Freud ( dalam Kusumawati 2003:33)
2. Teori Kepribadian
Kepribadian yang introver sangat rentan dalam mengalami konflik tipe 2.
Tindakan berdiam diri atau menangis adalah gambaran tokoh yang introver. Gadis
Pantai dalam menjalani kehidupannya talah berkembang menjadi seorang yang
berkepribadian introfert sehingga pergolakan batin yang dialami tidak selalu
3. Teori Kognitif
Freud (dalam Kusumawati 2003:33) mengatakan bahwa
Teori kognitif menyatakan bahwa depresi merupakan masalah kognitif yang didominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap dirinya sendiri, dunia seseorang dan masa depannya. Individu dapat berpikir tentang dirinya secara negatif dan tidak mencoba memahami kemampuannya.
Kecenderungan tokoh Gadis Pantai yang introfert mengakibatkan dia
bertindak kognitif. Secara otomatis hal ini membuat Gadis Pantai harus
menghadapi konflik batin yang baru di mana semua hal akan dipikirkan sendiri
melalui pengalaman pribadi. Konflik batin akan muncul disebabkan pengalaman
hidup Gadis Pantai yang belum cukup.
C. Konflik Tipe 3
Konflik tipe ini adalah konflik batin yang muncul ketika adanya tindakan
yang dilakukan si tokoh untuk mengatasi konflik- konflik yang dialaminya.
Tindakan inilah yang akhirnya akan membuka kembali konflik yang baru. Konflik
ini dapat diketahui dengan adanya tindakan si tokoh yang dapat digambarkan dalam
beberapa kutipan di bawah ini
Konflik batin dapat muncul saat sang tokoh berhadapan pada situasi yang
bertentangan dengan perasaannya. Dalam hal ini dapat berbentuk penghinaan
terhadap tokoh. Dalam satu pembicaraan dengan sang suami, tokoh Gadis Pantai
merasa sakit hati dengan ucapan sang suami yang seakan-akan melecehkan atau
merendahkan ayahnya. Sang suami mengatakan ayah Gadis Pantai tidak cukup
berani untuk mencari mutiara ke dasar laut. Gadis Pantai yang merasa terhina mulai
berani melawan perkataan sang suami dengan kata-kata merendahkan diri dengan
Gadis Pantai merasa jantungnya berhenti berdetak, dan sebilah sembilu mengiris ujung hatinya. “Bapak sahaya, Bendoro, mungkin kurang berani, mungkin juga tidak menyelam,” katanya hati-hati. “kasihan bapak sahaya, Bendoro. Kasihan memang. Tapi dia memang bukan cari mutiara, tapi cari nasi, jagung buat anak bininya.(hal. 104)
Konflik Gadis pantai dalam novel Gadis Pantai juga dapat berupa perasaan
sakit hati. Sakit hati karena merasa terhina sehingga memiliki keberanian untuk
melawan rasa sakit hatinya. Kutipan di atas merupakan kutipan dialog antartokoh
Gadis Pantai dengan sang suami di mana ditampilkan sang tokoh utama melawan
perkataan suami secara halus untuk pertama kalinya. Keberanian tokoh utama
dalam membalas perkataan tokoh suami bisa saja merupakan akibat dari berbagai
pergolakan batin yang dihadapi sendiri oleh Gadis Pantai.
Waktu Bendoro telah berbaring di sampingnya dan memeluknya, dirasainya airmata hangat telah membasahi wajahnya. Dan waktu Bendoro mengusap-usap wajahnya yang basah itu, Bondoro berhenti sejenak, duduk menatap wajahnya yang tenang-tenang dalam cahaya listrik yang telah dipatahkan oleh kelambu, bertanya, “Engkau menangis kenapa?
“Bendoro” “Ya”
“Aku tak mengerti.” “Bendoro”
“Ya”
“Ampuni sahaya. Bolehkah sahaya... tapi jangan murkai sahaya.” “tidak, tentu saja tidak. Bicaralah.”
Sahaya ingin...ingin... melihat orang tua sahaya.” “Tapi mengapa kamu menangis?”
“Sahaya hanya mohon diperkenankan melihat orang tua sahaya di kampung. Bendoro. Sahaya takut dimurkai Bendoro.”
“Kau boleh pergi- kapan kau pergi?” Jika dizinkan besok Bendoro.”
“Baik besok kau boleh l;ihat keluargamu. Mardinah akan temani kau.”
Konflik batin tokoh utama novel sangat dipengaruhi oleh rasa takut yang
berlebihan terhadap tokoh suami. Keadaan ini mengakibankan sang tokoh
berpikiran segala yang ada akan berakibat yang tidak baik bagi dirinya sehingga dia
hanya bisa menangis untuk memendamnya. Bahkan, untuk meminta izin melihat