• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konflik Batin Tokoh Gadis Pantai dalam Novel Gadis Pantai Karya Pramodya Ananta Toer: Tinjauan Psikologi Sastra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Konflik Batin Tokoh Gadis Pantai dalam Novel Gadis Pantai Karya Pramodya Ananta Toer: Tinjauan Psikologi Sastra"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

KONFLIK BATIN TOKOH GADIS PANTAI

DALAM NOVEL

GADIS PANTAI

KARYA

PRAMOEDYA ANANTA TOER : TINJAUAN

PSIKOLOGI SASTRA

SKRIPSI

OLEH :

NORTON SITANGGANG 090701020

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERNYATAAN

Konflik Batin Tokoh Gadis Pantai dalam Novel Gadis Pantai Karya Pramodya Ananta Toer: Tinjauan Psikologi Sastra

Oleh

Norton Sigop Pandapotan Sitanggang

NIM 090701020

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis

atau diterbitkan orang lain, kecuali yanng tertulis diacu dalam naskah ini dan

disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2014

Penulis,

Norton Sigop Pandapotan Sitanggang

(3)

ABSTRAK

Konflik Batin Tokoh Gadis Pantai dalam Novel Gadis Pantai Karya Pramodya Ananta Toer: Tinjauan Psikologi Sastra

Oleh Norton Sigop NIM 090701020

Novel Gadis Pantai merupakan novel di dalamnya terdapat objek kajian

psikosastra karena puncak cerita dalam novel yang bertumpu pada konflik batin yang dihadapi oleh si tokoh. Selain itu, sikap tokoh dalam menghadapi konflik batin juga menarik untuk diteliti. Tujuan Penelitian dalam skripsi ini adalah memaparkan dan mendeskripsikan konflik batin Gadis Pantai dalam novel Gadis Pantai dan sikap Gadis Pantai dalam menghadapi konflik batin yang dihadapinya.

Novel Gadis Pantai adalah novel yang berisi rangkaiancerita hingga membentuk

klimaks cerita berupa konflik batin yang dihadapi tokoh Gadis Pantai.Metode yang digunakan dalam menganalisi data adalah analisis deskriptif dan pengklasifikasian data. Penelitian ini menggunakan teori Psikologi Sastra. Hasil penelitian menunjukkan beberapa hasil analisis.Konflik batin tokoh Gadis Pantai dipaparkan dan digambarkan serta diklasifikasikan berdasarkan jenis konflik tipe 1, 2, dan 3 dan hasilnya tokoh Gadis Pantai mengalami ketiga jenis konflik tersebut di dalam cerita. Ada enam faktor penybab munculnya konflik di dalam batin tokoh Gadis Pantai, yaitu enam faktor, yaitu teori agresi, teori kehilangan, teori kepribadian, teori kognitif, teori ketidakberdayaan, dan teori perilaku. Sikap tokoh dalam menghadapi konflik batin yang dihadapi tokoh secara umum hanya berdiam diri dan menangis.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa yang telah melimpahkan

rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini

yang berjudul:

Konflik Batin Tokoh Gadis Pantai dalam Novel Gadis Pantai Karya Pramodya

Ananta Toer : Tinjauan Psikologi Sastra

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis

tidak lupa mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua

penulis kepada Ayahanda M. Sitanggang dan Ibunda R. Simanjuntak terima kasih

telah membesarkan, mendidik, memberikan doa, dan dukungan serta telah banyak

berjuang secara moral ataupun moril untuk penulis.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini secara khusus dengan

tulus dan, rasa hormat penulis mengucap terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU beserta

pembantu dekan I, II, dan III.

2. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.S. selaku Ketua Departemen Bahasa dan

Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU beserta Bapak Drs. Haris Sutan Lubis,

M.Hum selaku Sekretaris Departemen Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu

Budaya USU.

3. Bapak Drs. Isma Tantawi, M. A. selaku Dosen Pembimbing I Skripsi yang telah

banyak memberikan bimbingan serta arahan kepada penulis dalam menyusun

(5)

turut memberikan pemikiran serta membagi ilmu kepada penulis dalam menyusun

skripsi.

4. Ibu Dr. Gustianingsih, M.Hum. sebagai dosen Pembimbing Akademik.

5. Bapak/ Ibu Dosen beserta staf pegawai Departemen Departemen Bahasa dan Sastra

Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU.

6. Kepada saudara-saudaraku yang tersayang Mikael, Ranto Nius, Santi dan Tiur serta

keluarga besar penulis mengucapkan terima kasih telah senantiasa memberi

dukungan, kepada Linda Nursanti, S.Pd. yang selalu membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi penulis dan memberikan semangat dalam penyelesaian

skripsi ini, seluruh teman-teman seperjuangan Sastra Indonesia Khususnya

stambuk/angkatan 2009 yang telah banyak memberi penghiburan, kepada abangda

dan kakanda senior stambuk 2008, 2007 dan 2005 yang dekat dengan penulis, dan

kepada adik-adik penulis stambuk 2010 hingga 2012.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa

masih banyak kekurangan baik isi, bahasa maupun tata bahasa untuk itu dengan

segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan

skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Januari 2014

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 5 2.1 Konsep ... 5

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Sumber Data ... 18

3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 19

3.3 Teknik Analisis Data ... 19

3.4. Sinopsis ... 20

BAB IV KONFLIK BATIN TOKOH GADIS PANTAI DALAM NOVEL GADIS PANTAI ... 22

(7)

4.2 Sikap Tokoh Gadis Pantai dalam Menghadapi Konflik ... 45

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 48

5.1 Simpulan ... 48

5.2 Saran ... 50

(8)

ABSTRAK

Konflik Batin Tokoh Gadis Pantai dalam Novel Gadis Pantai Karya Pramodya Ananta Toer: Tinjauan Psikologi Sastra

Oleh Norton Sigop NIM 090701020

Novel Gadis Pantai merupakan novel di dalamnya terdapat objek kajian

psikosastra karena puncak cerita dalam novel yang bertumpu pada konflik batin yang dihadapi oleh si tokoh. Selain itu, sikap tokoh dalam menghadapi konflik batin juga menarik untuk diteliti. Tujuan Penelitian dalam skripsi ini adalah memaparkan dan mendeskripsikan konflik batin Gadis Pantai dalam novel Gadis Pantai dan sikap Gadis Pantai dalam menghadapi konflik batin yang dihadapinya.

Novel Gadis Pantai adalah novel yang berisi rangkaiancerita hingga membentuk

klimaks cerita berupa konflik batin yang dihadapi tokoh Gadis Pantai.Metode yang digunakan dalam menganalisi data adalah analisis deskriptif dan pengklasifikasian data. Penelitian ini menggunakan teori Psikologi Sastra. Hasil penelitian menunjukkan beberapa hasil analisis.Konflik batin tokoh Gadis Pantai dipaparkan dan digambarkan serta diklasifikasikan berdasarkan jenis konflik tipe 1, 2, dan 3 dan hasilnya tokoh Gadis Pantai mengalami ketiga jenis konflik tersebut di dalam cerita. Ada enam faktor penybab munculnya konflik di dalam batin tokoh Gadis Pantai, yaitu enam faktor, yaitu teori agresi, teori kehilangan, teori kepribadian, teori kognitif, teori ketidakberdayaan, dan teori perilaku. Sikap tokoh dalam menghadapi konflik batin yang dihadapi tokoh secara umum hanya berdiam diri dan menangis.

(9)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan produk dari suatu kejiwaan dan pemikiran

pengarang yang berada pada situasi setengah sadar (subconcious) yang setelah jelas

baru dituangkan ke dalam bentuk secara sadar (conscious). Situasi sadar ataupun

setengah sadar akan selalu mewarnai proses imajinasi pengarang. Kekuatan karya

sastra dapat dilihat seberapa besar kemampuan pengarang dalam mengungkapkan

ekspresi kejiwaan yang tak sadar itu ke dalam bentuk karya sastra (Endaswara,

2011: 96).

Manusia mempunyai watak, temperamen, pengalaman, pandangan, dan

perasaan sendiri yang berbeda dengan yang lainnya. Namun demikian, manusia

sebagai makhluk pribadi tidak dapat terlepas dengan individu lainnya. Interaksi

antarindividu ini tidak jarang menimbulkan suatu konflik, baik konflik dalam diri

sendiri, antarindividu, maupun antarkelompok masyarakat. Dengan kata lain,

manusia selalu dihadapkan pada persoalan-persoalan hidup. Manusia dalam

menghadapi persoalan dalam kehidupan tidak terlepas dari jiwa manusia itu sendiri.

Jiwa di sini meliputi pemikiran, pengetahuan, tanggapan, khalayak, dan jiwa itu

sendiri (Walgito, 1996: 7).

Karya sastra yang diciptakan oleh pengarang selalu menampilkan tokoh

yang memiliki karakter sehingga karya sastra juga menggambarkan kejiwaan

manusia walaupun pengarang itu menggambarkan tokoh hanya dalam bentuk fiksi.

Dalam kenyataan itu, karya sastra tidak dapat dipisahkan dari segala aspek

kehidupan termasuk di dalamnya ilmu kejiwaan atau psikologi. Hal ini tidak

(10)

jiwa dan raga. Oleh karena itu, penelitian karya sastra melalui pendekatan psikologi

sastra merupakan bentuk pemaknaan dan penafsiran sastra dari sisi psikologi. Hal

ini didukung oleh tokoh-tokoh dalam karya sastra yang dimanusiakan, mereka

semua diberi jiwa, raga, bahkan untuk manusia yang disebut pengarang mungkin

memiliki penjiwaan yang lebih bila dibandingkan dengan manusia lainnya terutama

penghayatan mengenai hidup dan kehidupan.

Dalam novel Gadis Pantai terdapat objek kajian psikosastra dengan

puncak-puncak cerita bertumpu pada konflik batin yang dihadapi oleh si Gadis Pantai.

Konflik- konflik yang digambarkan membentuk suatu klimaks cerita yang menjadi

menarik untuk diteliti berdasarkan kajian psikologi sastra.

Novel Gadis Pantai merupakan novel trilogi karangan Pramodya Ananta

Toer yang tidak terselesaikan (Unfinishied) karena dua bagian akhir hilang oleh

keganasan penguasa pada masa buku ini terbit. Novel ini diselamatkan oleh

Universitas Nasional Australia hingga akhirnya kembali ke tangan pengarang

melalui P. Scherer yang menulis thesis mengenai kepengarangan Pramodya Ananta

Toer.

Novel Gadis Pantai menceritakan kehidupan seorang anak seorang nelayan

di sebuah desa nelayan. Banyak cobaan yang dihadapi oleh si Gadis Pantai dalam

melakoni perannya di dunia ini. Percobaan yang dihadapinya menimbulkan banyak

konflik yang menimpanya. Adapun konflik yang disebabkan oleh diri sendiri atau

oleh tokoh lain inilah yang akan menimbulkan munculnya konflik batin dalam diri

si tokoh. Konflik batin inilah yang akhirnya mengganggu kejiwaan si Gadis Pantai.

Melalui penggambaran tokoh dengan pergolakan batin, pembaca novel ini

diajak untuk menyelami sedalam mungkin apa yang dirasakan oleh tokoh dalam

(11)

dirasakan oleh pembaca. Permasalahan yang dibicarakan dalam berbicara tentang

psikologi tidak terlepas dari ranah pengarang, karya, dan tokoh dalam karya.

1. 2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah, yaitu sebagai

berikut:

1. Apa sajakah konflik batin yang dialami tokoh Gadis Pantai dalam novel

Gadis Pantai?

2. Bagaimanakah sikap tokoh Gadis Pantai dalam menghadapi konflik

tersebut?

1. 3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam suatu penelitian sangatlah penting agar penelitian

lebih terarah sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Apabila dilihat dari berbagai

segi, novel Gadis Pantai karya Pramudya Ananta Toer mencakup segala unsur,

tetapi dalam hal ini penulis hanya memfokuskan penelitian pada konflik batin yang

dialami oleh tokoh Gadis Pantai dalam novel dan bagaimana tokoh tersebut dalam

menghadapi konflik yang dialaminya itu.

I. 4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan

Sesuai dengan perumusan masalah di atas, tujuan dari penyusunan skripsi

ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan dan memaparkan konflik batin yang dihadapi tokoh Gadis

Pantai dalam novel Gadis Pantai karya Pramudya Ananta Toer

(12)

I.4.2 Manfaat

Adapun manfaat penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut

1.4.2.1Manfaat Teoretis

Manfaat analisis ini Manfaat teoretis adalah sebagai sumbangan pemikiran

bagi teori yang relevan serta menambah wawasan masyarakat dalam memahami

novel.

1.4.2.2 Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis analisis ini adalah menambah wawasan pembaca

dan menjadi sumber masukan bagi penelitian dengan objek kajian bernaung dalam

(13)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret

(Alwi, dkk, 2003: 588). Dengan kata lain, konsep merupakan suatu unsur penelitian

yang dipergunakan untuk mengarahkan suatu penelitian. Konsep digunakan sebagai

dasar untuk menjelaskan, menggambarkan, ataupun mendeskripsikan suatu topik

pembahasan. Konsep yang dimaksud adalah analisis objek dalam novel Gadis

Pantai yang berupa konflik batin yang dialami tokoh dalam cerita. Berdasarkan

uraian di atas, penelitian ini akan mempergunakan beberapa konsep sebagai dasar

penelitan, sebagai berikut

2.1.1 Pengertian Novel

Novel berasal dari bahasa Italia, yaitu Novela dalam bahasa Jerman disebut

Novelle dan dalam Bahasa Yunani Novelus yang berarti sebuah karya prosa fiksi

yang panjang cakupannya tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek. Novel

merupakan karya fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih

mendalam dan disajikan dengan halus. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(1995:694) novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian

cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang sekelilingnya dan menonjolkan

watak dan sifat si pelaku.

H. B. Jassin (1997: 64) menyebutkan bahwa “Novel sebagai karangan prosa

yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari

(14)

dalamnya konflik yang dialami para tokoh merupakan unsur terpenting dalam

membangun cerita dalam sebuah novel.

Novel merupakan karya satra berjenis prosa dengan kumpulan realita yang

di dalamnya pasti terkandung perilaku manusia atau tokoh. Realita pisikologis

adalah salah satu realita yang paling sering muncul dalam sebuah karya satra

terutama pada sebuah novel. Di dalam novel, terkandung realita pisikologis berupa

kehadiran suatu fenomena kejadian tertentu yang dialami tokoh utama ketika

bereaksi dengan lingkungannya dan mungkin juga terhadap dirinya sendiri.

Sebuah novel memiliki banyak unsur pendukung salah satunya adalah tokoh

dan konflik yang dialami pada tokoh. Tokoh adalah unsur terpenting yang dapat

kita temukan dalam karya satra yang berbentuk novel. Tokoh memiliki karakter

yang berbeda-beda sehingga melahirkan bermacam-macam tingkah laku dan

ceritanya masing-masing

2.1.2 Konflik Batin 2.1.2.1 Konflik

Konflik berasal dari kata kerja latin configere yang berarti saling memukul.

Konflik adalah adanya pertentangan yang timbul di dalam seseorang (masalah

intern) maupun dengan orang lain (masalah ekstern) yang ada di sekitarnya.

Konflik dapat berupa perselisihan (disagreement), adanya ketegangan (the presence

of tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih.

Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antar kedua belah pihak, sampai kepada

mana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai penghalang dan

(15)

Pada dasarnya konflik timbul ketika manusia merasakan kenyataan yang

dihadapinya tidak sesuai dengan harapan sehingga berpengaruh pada kepribadian

sesorang. Menurut Walgito kepribadian dapat dibentuk oleh beberapa faktor, yaitu

1. Faktor Endogen

Faktor yang merupakan sifat bawaan sejak dari kandungan. Faktor endogen

erupakan faktor keturunan atau bawaan yang bersifat kejiwaan baik keadaan

jasmani maupun rohani.

2. Faktor Eksogen

Faktor yang berasal dari luar diri individu. Faktor ini meliputi pengalaman

pendidikan, dan alam sekitar.

Konflik adalah percekcokan, perselisihan, atau pertentangan. Konflik dalam

karya sastra sangat memengaruhi pembaca. Sebuah karya sastra akan menarik jika

menghadirkan konflik yang dapat membuat pembaca ikut terhanyut dalam konflik

yang dihadapi oleh tokoh cerita. Pernyataan ini didukung oleh pendapat-pendapat

Irwanto (1997) dan Nurgiyantoro (2000). Berdasarkan pendapat para ahli di atas,

dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan pertentangan dua keinginan untuk

memenuhi kebutuhan dalam waktu bersamaan dalam diri seseorang sehingga

mempengaruhi tingkah laku. Berdasarkan bentuknya konflik dapat dibedakan

menjadi konflik internal dan konflik eksternal.

Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel jenis-jenis konflik terbagi

atas :

1. Konflik Intrapersonal.

Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri.

Konflik ini terjadi pada saat yang bersamaan memiliki dua keinginan yang tidak

(16)

2. Konflik interpersonal.

Konflik interpersonal terbagi atas.

a. Konflik ini adalah konflik seseorang dengan orang lainnya karena

memiliki perbedaan keinginan dan tujuan.

b. Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok,

Hal ini sering kali berhubungan dengan cara individu menghadapi

tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas yang ditekankan pada kelompok kerja

mereka. Sebagai contoh seorang individu dapat dikenai hukuman karena tidak

memenuhi norma-norma yang ada.Konflik interorganisasi.

3. Konflik Antargrup

Konflik dalam suatu organisasi adalah suatu yang biasa terjadi, yang tentu

menimbulkan kesulitan dalam koordinasi dan integrasi dalam kegiatan yang

menyangkut tugas-tugas dan pekerjaan. Karena hal ini tak selalu bisa dihindari

maka perlu adanya pengaturan agar kolaborasi tetap terjaga dan menghindari

disfungsional.

Mengingat objek penelitian di dalam penelitian ini mengarah ke arah

pergolakan batin, penelitian ini lebih condong ke arah jenis konflik intrapersonal.

2.1.2.2Batin

Batin adalah sesuatu yang terdapat di dalam hati; sesuatu yang menyangkut

jiwa (perasaan hati dsb), sesuatu yang tersembunyi (gaib, tidak kelihatan), dan

semangat; hakikat (Alwi, dkk, 2003: 588). Batin merupakan salah satu unsur

pembentuk cerita di mana batin akan melekat pada diri tokoh. Batin, sebagai bagian

dari tokoh, sering dipermainkan oleh pengarang untuk membentuk seri cerita yang

(17)

membawa kita sebagai pembaca ke dalam cerita seakan-akan kita merasakan apa

yang dirasakan oleh tokoh dalam cerita.

2.1.2.3Konflik Batin

Konflik internal (atau:konflik kejiwaan), di pihak lain adalah konflik yang

terjadi dalam hati, jiwa seorang tokoh (atau: tokoh-tokoh) cerita. Jadi, ia merupakan

konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri, ia lebih merupakan perasaan

intern seorang manusia (Nurgiyantoro, 2010: 124).

Konflik sangat berhubungan dengan kepribadian seseorang dalam

hakikatnya sebagai manusia. Kepribadian tidak hanya menyangkut pada pikiran,

perasaan, dan sebagainya, melainkan secara keseluruhan sebagai panduan antara

kehidupan seseorang sebagai anggota masyarakat atau di dalam interaksi sosial.

Konflik dapat terjadi karena ketidakseimbang antara ego, kompleks, dan arsetip.

Konflik batin merupakan konflik yang terjadi di dalam diri tokoh itu sendiri

(internal). Tujuan-tujuan yang saling bertentangan berada dalam diri seorang tokoh

itu sendiri. Keinginan untuk mendapatkan keduanya melahirkan suatu konflik batin

tersebut.

Kurt Lewin ( dalam Alwisol, 2009: 305- 309 membagi Konflik atas tiga

tipe, yaitu

1. Konflik Tipe 1

Konflik yang sederhana terjadi kalau hanya ada dua kekuatan berlawanan

yang mengenai individu. Ada tiga macam konflik tipe ini, antara lain

a. Konflik mendekat- mendekat, dua kekuatan yang mendorong ke arah

yang berlawanan, misalnya sesorang yang dihadapkan pada dua pilihan

(18)

b. Konflik menjauh- menjauh, dua kekuatan yang mendorong ke arah yang

berlawanan, misalnya seseorang dihadapkan pada dua kekuatan yang

sama- sama tidak disenanginya.

c. Konflik mendekat – menjauh, dua kekuatan mendorong dan

menghambat muncul dari satu tujuan, misalnya seseorang yang

dihadapkan pada pilihan sekaligus mengandung unsur yang disenangi

dan tidak disenanginya.

2. Konflik Tipe 2

Konflik yang kompleks bisa melibatkan lebih dari dua kekuatan.

Konflik yang kompleks dapat membuat orang menjadi diam, terpaku, atau

terperangkap oleh berbagai kekuatan dan kepentingan sehingga tidak dapat

menentukan pilihan.

3. Konflik Tipe 3

Orang berusaha untuk mengatasi kekuatan- kekuatan yang

menghambat sehingga konflik menjadi terbuka, ditandai sikap kemarahan,

agresi, pemberontakan, atau sebaliknya penyerahan diri yang neurotik.

Pertentangan antara kebutuhan pribadi dalam, konflik antarpengaruh, dan

pertentangan antara kebutuhan dan pengaruh menimbulkan pelampiasan

(19)

2.2 Teori Psikologi Sastra 2.2.1 Psikologi Sastra

Walgito (2004: l) menjelaskan bahwa, ditinjau dari segi bahasa, psikologi

berasal dari kata psyche yang berati ‘Jiwa' dan logos berarti 'ilmu' atau 'ilmu

pengetahuan', karena itu psikologis sering diartikan dengan ilmu pengetahuan

tentang jiwa. psikologi merupakan ilmu yang mempelajari dan menyelidiki

aktivitas dan tingkah laku manusia. Aktivitas dan tingkah laku tersebut merupakan

manifestasi kehidupan jiwanya. Jadi, jiwa manusia terdiri dari dua alam, yaitu

alam sadar (kesadaran) dan alam tak sadar (ketidaksadaran). Kedua alam tidak

hanya saling menyesuaikan, alam sadar menyesuaikan terhadap dunia luar,

sedangkan alam tak sadar penyesuaiannya terhadap dunia dalam. Jadi psikologi

dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa yang mencakup segala

aktivitas dan tingkah laku manusia.

Psikologi sangat erat kaitannya dengan kepribadian, sama halnya dengan

kaitan antara kepribadian dengan konflik batin. Penelitian ini menggunakan teori

Kepribadian dari Carl Gustav Zung. Zung berpendapat bahwa kepribadian

mencakup keseluruhan pikiran, perasaan, kesadaran, dan ketidaksadaran.

Kepribadian membimbing seseorang untuk menyesuaikan diri dengan

lingkungannya.

Kepribadian disusun oleh sejumlah sistem yang tersusun dalam tiga tingkat

kesadaran: ego beroperasi pada tingkat kesadaran, Kompleks beroperasi pada

tingkat ketidaksadaran pribadi, dan arsetip pada tingkat kolektif. Di samping sistem

yang terikat pada daerah operasinya masing-masing, terdapat sikap

(introvert-ekstrovert) dan fungsi (perasaan-persepsi-intuisi) yang beroperasi pada semua

(20)

Begitu pula halnya tokoh fiktif dalam suatu cerita, dapat dianalisis

kepribadian dan konflik yang dialami sebagai tokoh di dalam novel. Ada dua tipe

kepribadian yang dikemukakan oleh Carl Gustav Zung, yaitu

1. Tipe Kepribadian Introfert

Tipe ini merupaka tipe pada manusia yang dipengaruhi oleh dunia subjektif,

yaitu dunia dalam diri sendiri. Orientasinya hanya tertuju ke dalam pikiran,

perasaan, dan tindakannya. Penyesuaian terhadap dunia luar kurang baik, jiwa

tertutup, sukar bergaul, kurang menarik perhatian orang lain, tetapi penyesuaian

terhadap hatinya sendiri sangat baik.

2. Tipe Kepribadian Ekstrofert

Tipe yang dipengaruhi oleh dunia objektif yaitu dunia dari luar dirinya.

Orientasi ke luar dari pikirannya, perasaan dan tindakan yang ditentukan oleh

lingkungannya baik lingkungan sosial maupun nonsosial.

Psikologi sastra merupakan disiplin ilmu yang ditopang oleh tiga

pendekatan studi. Menurut Roekhan (dalam Endraswara, 2003: 9), pendekatan

tersebut antara lain

a. Pendekatan tekstual, yaitu mengkaji aspek psikologi sang tokoh dalam sebuah

karya sastra.

b. Pendekatan representatif pragmatik, yaitu mengkaji aspek psikologi pembaca

sebagai penikmat karya sastra yang terbentuk dari pengaruh karya sastra yang

dibacanya, serta proses resepsi pembaca dalam menikmati karya sastra.

c. Pendekatan ekspresif, yaitu aspek psikologi sang penulis ketika melakukan

proses kreatif yang terproyeksi melalui karyanya, baik penulis sebagai pribadi

maupun wali masyarakat. Psikologi dan sastra memiliki hubungan fungsional,

(21)

lain. Perbedaannya adalah bahwa gejala kejiwaan yang terdapat dalam sastra

adalah gejala kejiwaan dari manusia-manusia imajiner, sedangkan dalam

psikologi adalah manusia-manusia riil.

Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai

aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta rasa, dan karsa dalam

berkarya. Pembaca dalam menanggapi karya tidak lepas dari kejiwaan

masing-masing. Psikologi sastra juga mengenal karya sastra sebagai pantulan kejiwaan.

Pengarang akan menangkap gejala jiwa, kemudian diolah ke dalam teks dan

dilengkapi dengan kejiwaannya. Proyeksi pengalaman sendiri dan pengalaman

hidup di sekitar pengarang akan terproyeksi secara imajiner ke dalam teks sastra

(Endraswara, 2008: 96).

Ada empat model dalam psikologi sastra, yaitu meliputi pengarang, proses

kreatif, karya sastra, dan pembaca. Dengan demikian, psikologi sastra memiliki tiga

gejala utama yaitu pengarang, karya sastra, dan pembaca. Psikologi pada

psikosastra fokus pada pengarang dan karya sastra dibandingkan pembaca. Untuk

memahaminya harus dilihat bahwa pendekatan terhadap pengarang merupakan

pemahaman terhadap ekspresi kesenimannya, pada karya sastra mengacu pada

objektivitas karya dan pada pembaca mengacu pada pragmatisme. Psikosastra

mengacu pada karya sastra termasuk di dalamnya gambaran konflik yang

digambarkan si pengarang melalui proses kreatif untuk membentuk suatu karya

sastra.

2.2.2 Psikologi dan Sastra

Sastra dan psikologi mempunyai hubungan langsung, artinya hubungan itu

(22)

yakni kejiwaan manusia (Damono, 2002: 11). Psikologi jelas terlibat erat karena

psikologi mempelajari perilaku. Perilaku manusia tidak terlepas dari aspek

kehidupan yang mewarnai makna, pada umumnya aspek-aspek kemanusiaan inilah

yang merupakan objek utama psikologi sastra.

Pada awalnya, ada keraguan bahwa aspek psikologi dapat masuk ke dalam

teks sastra. Keraguan ini cukup menggoda karena dalam meneliti, peneliti harus

mencermati aspek-aspek psikologis yang terdapa dalam teks. Sementara, aspek

psikologi yang terdapat dalam teks sastra bersifat abstrak. Oleh karena itu,

Psikologi dan sastra selain memiliki hubungan fungsional karena sama-sama

memiliki objek berupa kehidupan manusia juga memiliki perbedaan, yaitu

psikologi dalam mempelajari kejiwaan bersifat riil, sedangkan dalam sastra bersifat

imajinatif.

2.3 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka bertujuan untuk mengetahui keaslian karya ilmiah karena

pada dasarnya suatu penelitian berasal dari acuan yang mendasarinya. Tinjauan

pustaka dilakukan sebagai titik tolak untuk mengadakan suatu penelitian. Untuk

mengetahui keaslian penelitian ini, dipaparkan beberapa tinjauan pustaka yang telah

dimuat dalam bentuk skripsi.

Adapun penelitian yang pernah dilakukan dengan objek kajian novel Gadis

Pantai, antara lain

Penelitian dengan objek kajian novel Gadis Pantai pernah dilakukan oleh

Azis Prasetyo dengan judul Ketidakadilan Gender dalam Novel Gadis Pantai

Karya Pramodya Ananta Toer dalam Tinjauan Gender, FIS-UNS Jur Sosiologi dan

(23)

berlatar belakang konstruksi budaya Jawa yang cenderung berpatriarkhi yang

berakibat pada timbulnya ketidakadilan gender. Penelitian ini bertujuan untuk (1)

Mengungkap setting masyarakat feodal dalam novel Gadis Pantai Karya Pramodya

Ananta Toer, (2) Mengungkap fenomena ketidakadilan gender dalam novel Gadis

Pantai Karya Pramodya Ananta Toer.

Sehubungan dengan tujuan penelitian, penelitian ini menggunakan teknik

analisis wacana karena data yang ada berupa muatan makna yang terdapat dalam

rangkaian kalimat bukan dalam bentuk angka. Hasil penelitian ini bukan

memfokuskan pada muatan teks yang nyata, melainkan pada analisis terhadap

makna yang tersembunyi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setting masyarakat feodal yang

berlaku budaya berpatriarkhi dalam masyarakat yang mencerminkan suatu

gambaran masyarakat dengan keterkaitan stratifikasi sosial, pola kekuasaan, dan

inferiotas terhadap perempuan yang menyebabkan ketidakadilan gender. Hal

tersebut sudah tertanam kuat dalam pola pikir masyarakat yang dilanggengkan

melalui proses warisan kebudayaan dengan cara sosialisasi.

Simpulan yang dihasilkan adalah konstruksi kebudayaan masyarakat feodal

yang berlaku menyebabkan munculnya bentuk ketidakadilan terhadap perempuan

seperti yang terkandung dalam karya sastra. Penelitian ini juga menghasilkan

temuan yang unik yang terdapat dalam novel Gadis Pantai. Dalam novel ditemukan

bahwa tokoh utama, yaitu Gadis Pantai dinikahkan dengan sebilah kerislambang

kekuasaan seorang priayi Jawa serta adanya sikap yang tabu yaitu menaikkan

derajat dengan menikahkan putri yang masih muda dengan penguasa setempat

(24)

Penelitian selanjutnya dengan objek kajian novel Gadis Pantai juga

dilakukan oleh Suminto dengan judul Novel “Gadis Pantai” Karya Pramodya

Ananta Toer Analisis Struktural Levi Strauss, STAIN-Palangkaraya Jurnal Studi

Agama dan Masyarakat 2008

Penelitian yang dilakukan Suminto berlatar belakang pada novel Gadis

Pantai yang merupakan novel berupa trilogi dan tidak selesai (Unfinished).

Mengapa demikian? karena dua buku lanjutan novel Gadis Pantai telah raib ditelan

keganasan penguasa kala buku ini terbit. Gadis Pantai berhasil diselamatkan dan

didokumentasikan oleh pihak Univesitas Nasional Australia. Novel ini akhimya

sampai kembali kepada sang pengarang, Pramoedya Ananta Toer, rnelalui Savitri

P. Scherer yang sedang menulis tesis tentang kepengarangan Pramoedya Ananta

Toer. Penelitian ini bertujuan untuk membuka satu sisi budaya feodal Jawa yang

memberikan ketidakadilan transgender.Selain itu, tradisi ini menunjukaan

kehidupan sosial antara kasta satu dengan lainnya.

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode analisis isi atau

Analisis Content . Dalam menganalisis, digunakan teori struktural Levi-Strauss.

Pramoedya Ananta Toer bercerita dalam novel Gadis Pantai ini menggunakan

alur maju atau lurus, sehingga bisa dilakukan analisis struktural Levi-Strauss

atasnya. Alur maju atau lurus ini sesuai dengan kaidah sintagmatis dan

paradigmatis yang dipersyaratkan Levi-striuss ketika melakukan analisis struktural.

Alur cerita novel ini saya bagi atas empat episode: Kehidupan remaja: pernikahan.

tahun pertama-pernikahan; kunjungan ke kampung halaman.

Untuk menjalankan episode-episode tersebut dibutuhkan ceriteme- ceriteme

(25)

dikuatkan dengan penggambaran latar atar setting. Tokoh utama novel ini tidak

bemama. Pengarang hanya menyebutnya Cadis pantai dan Bendoro saja.

Berdasarkan kedua tinjauan pustaka di atas, belum ada penelitian yang

relevan atau sama dengan penelitian dalam penelitian ini. Penelitian yang akan

diteliti dalam penelitian ini adalah konflik batin tokoh Gadis Pantai dalam novel

(26)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode merupakan cara mendekati, menganalisis, mengamati, dan

menjelaskan suatu fenomena dari objek yang diteliti.

3.1 Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa kata-kata atau

kalimat-kalimat dan bukan angka-angka. Dalam penelitian kualitatif, data formal adalah

kata-kata, kalimat, dan wacana (Ratna, 2004: 47). Data yang dimaksud adalah

kata-kata, kalimat, dan wacana yang terdapat pada kumpulan cerpen LS karya Ratih

Kumala.

Adapun yang menjadi sumber data yang akan dianalisis adalah:

Judul : Gadis Pantai

Ukuran buku : 13 x 20 cm

Pengarang : Pramodya Ananta Toer

Penerbit : Lentera dipantara

Tebal Buku : 272 halaman

Cetakan : Pertama

Tahun Terbit : 2003

Sumber data di atas merupakan data primer yang akan dianalisis sebagai

data utama. Selain data primer terdapat juga data sekunder yang juga diperlukan

seorang peneliti. Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku

sastra, artikel dari internet, dan sebagainya yang relevan dengan penelitian.

(27)

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Metode dalam penelitian ini merupakan metode kualitatif. Metode kualitatif

menitikberatkan pada segi alamiah dan mendasarkan pada karakter yang terdapat

pada data. Dalam karya sastra, sumber data yang degunakan adalah naskah, karya,

data penelitian yang digunakan sebagai data formal adalah kata- kata, kalimat, dan

wacana

Dalam mengumpulkan data, penelitian ini menggunakan metode

kepustakaan, library research, yaitu mengumpulkan data-data dari buku-buku,

majalah, dan sumber data lainnya yang berhubungan dengan penelitian. Sebelum

dianalisis, data akan diolah dengan menggunakan teknik pengamatan, yaitu metode

simak dan catat.

3.3 Teknik Analisis Data.

Penelitian ini menggunakan teknik kualitatif, yaitu penelitian yang sangat

erat kaitannya dengan konseptual ( Moleong, dalam Jabrohim ed, 2001 : 42).

Data-data yang telah dikumpulkan akan diuraikan dengan menggunakan metode

deskriptif, yaitu menguraikan hasil penelitian secara sistematis.

Teknik analisis dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan

pengklasifikasian data. Data yang diperoleh berupa data primer dan sekuder akan

disusun secara sistematika. Pemerolehan data dilakukan dengan cara pembacaan

secara berulang, mencatat, dan memilih. Setelah itu, dilakukan tahap penyusunan

data yang dianalisis. Dalam penelitian ini, analisis tersebut didukung oleh teori

penerapan psikologi dan kejiwaan menurut Carl Gustav Zung dan dilanjutkan

dengan teori Kurt Lewin.

Penelitian ini berangkat dari pendekatan tekstual, yaitu dengan mengkaji

(28)

batin yang dialami tokoh Gadis Pantai. Melalui pendekatan terhadap konteks ini

juga akan dianalisis sikap tokoh dalam menghadapi konflik batin yang dialaminya.

3.4 Sinopsis Novel Gadis Pantai Karya Pramodya Ananta Toer

Gadis Pantai adalah seorang gadis yang cukup manis, sehingga berhasil

memikat hati seorang pembesar santri setempat, seorang Jawa yang bekerja pada

bidang administrasi Belanda. Gadis Pantai baru berusia empat belas tahun dan

belum menstruasi ketika seorang priyayi Jawa pembesar santri setempat,

mengambilnya sebagai istri percobaan. Ya, istri percobaan sebelum ia mengambil

istri "sebenarnya" yang datang dari kalangan yang sederajat. Dan Gadis Pantai

bukanlah yang pertama yang mengalaminya. Di rumah si Bendoro (priyayi itu),

Gadis Pantai diajari sholat dan banyak hal lainnya yang terkait dengan gaya hidup

para bangsawan. Kehidupan si Gadis Pantai seketika berubah.

Hari- hari Gadis Pantai selanjutnya berjalan sangat lambat. Dia mendapat

emas permata dan pakaian yang indah. Tak ada lagi beban kerja berat yang mesti

dilakukan. Untuk mengisi hari, beberapa kali dalam seminggu seorang guru datang

untuk mengajarinya membatik, menjahit, merenda, dan membuat kue. Selebihnya

dia hanya akan berada di dalam kamar menanti sang bendoro datang dan

selanjutnya Gadis Pantai akan menjalankan tugasnya : melayani nafsu seks sang

Bendoro.

Gadis Pantai hanya melayani. Dia tidak akan pernah berani bertanya

ataupun meminta. Sekadar duduk bersama Bendoro dan bercerita berbagai hal pun

tak bisa dilakukan. Karena dia bukanlah istri, tetapi seorang abdi yang dinikahi

resmi dan bertugas memenuhi nafsu sang Bendoro. Dia seorang abdi yang

(29)

emas dan tinggal di istana megah. Perkawinan tersebut memberikan prestise bagi

Gadis Pantai di kampung halamannya karena dipandang telah berhasil menaikkan

derajat setelah menikah dengan pembesar santri, seorang priyayi. Sejatinya

perkawinan tersebut hanya upaya untuk melegalkan si pembesar santri yang hendak

memuaskan kebutuhan seksnya melalui si Gadis Pantai, sebelum ia

melangsungkan pernikahan yang sesungguhnya dengan wanita yang berkelas dan

sederajat dengannya.

Gadis Pantai dalam perkawinannya tak lebih sebagai pemuas kebutuhan

seks saja. Ia tidur dengan si pembesar santri. Prestise yang ia dapatkan dari

perkawinannya tidak berlangsung lama. Ia kembali terperosok ke tanah, setelah si

pembesar yang orang Jawa tega membuangnya setelah melahirkan seorang bayi

perempuan.

Dalam usia yang muda belia, Gadis Pantai telah kehilangan segalanya. Ia

telah kehilangan suami, tidak punya rumah, tidak ada anak (anaknya diambil oleh

mantan suaminya), dan tidak punya pekerjaan. Ia pun terlalu malu untuk kembali

ke kampung halamannya. Akhirya, ia pun memutuskan untuk berputar haluan

(30)

BAB IV

KONFLIK BATIN TOKOH GADIS PANTAI DALAM NOVEL GADIS PANTAI

4.1 Konflik Batin yang Dialami Tokoh Gadis Pantai

Dalam pembahasan terhadap objek penelitian, yaitu novel Gadis Pantai

ditemukan beberapa bentuk konflik dan pergolakan batin yang dihadapi tokoh

Gadis Pantai dalam menjalani kehidupannya. Dalam bab ini akan dipaparkan

identifikasi berbagai data yang menggambarkan konflik batin tokoh tersebut.

Deskripsi konflik batin si Gadis Pantai akan dipaparkan dalam setiap pembabakan

kehidupan Gadis Pantai. Mulai dari awal dinikahkan, memulai kehidupan di istana

suami, menjalani kehidupan di istana, melihat orang tuanya yang berada di

kampung hingga harus meninggalkan anak beserta suaminya karena harus kembali

ke Kampung Nelayan.

Kurt Lewin ( dalam Alwisol, 2009: 305- 309) membagi Konflik atas tiga

tipe, yaitu

1. Konflik Tipe 1

Konflik yang sederhana terjadi kalau hanya ada dua kekuatan berlawanan

yang mengenai individu. Ada tiga macam konflik tipe ini, antara lain

a. Konflik mendekat- mendekat, dua kekuatan yang mendorong ke arah

yang berlawanan, misalnya sesorang yang dihadapkan pada dua

(31)

b. Konflik menjauh- menjauh, dua kekuatan yang mendorong ke arah

yang berlawanan, misalnya seseorang dihadapkan pada dua kekuatan

yang sama- sama tidak disenanginya.

c. Konflik mendekat – menjauh, dua kekuatan mendorong dan

menghambat muncul dari satu tujuan, misalnya seseorang yang

dihadapkan pada pilihan sekaligus mengandung unsur yang

disenangi dan tidak disenanginya.

2. Konflik Tipe 2

Konflik yang kompleks bisa melibatkan lebih dari dua kekuatan.

Konflik yang kompleks dapat membuat orang menjadi diam, terpaku, atau

terperangkap oleh berbagai kekuatan dan kepentingan sehingga tidak dapat

menentukan pilihan.

3. Konflik Tipe 3

Orang berusaha untuk mengatasi kekuatan- kekuatan yang

menghambat sehingga konflik menjadi terbuka, ditandai sikap kemarahan,

agresi, pemberontakan, atau sebaliknya penyerahan diri yang neurotik.

Pertentangan antara kebutuhan pribadi dalam, konflik antarpengaruh, dan

pertentangan antara kebutuhan dan pengaruh menimbulkan pelampiasan

usaha untuk mengalahkan kekuatan penghambat.

Selanjutnya dalam bab ini, akan digambarkan secara sistematika konflik-

(32)

A. Konflik Tipe 1

Konflik batin tokoh Gadis Pantai dalam novel Gadis Pantai diawali dengan

kutipan novel di bawah ini.

Bujang kali ini tanpa bayi dalam gendongan kini kembali masuk. Gadis Pantai berdiri dari kursi . Bujang itu membungkuk padanya, begitu rendah. Mengapa ia membungkuk? Sebentar tadi ia masih sesamanya. Mengapa ia begitu merendahkan dirinya sekarang? Gadis Pantai jadi bimbang , takut, curiga. Apakah semua ini? (halaman: 26)

Dalam mengawali kehidupannya di istana suami yang tidak dikenalinya,

Gadis Pantai penuh dengan rasa kebingungan. Perubahan yang mencolok dari

sekitarnya membuatnya hanya bisa bertanya-tanya dalam hatinya. Dia melihat

perbedaan itu diawali oleh perubahan tingkah seorang bujang terhadap dirinya saat

pertama bertemu dengan ketika dia sudah diterima di rumah suaminya.

Konflik tipe 1 ini muncul ketika si tokoh dihadapkan pada dua kekuatan,

yaitu mendekat- menjauh. Satu kondisi yang mengakibatkan satu kekuatan yang

lebih besar mengakibatkan si tokoh harus mengikuti pilihan yang tidak disukainya

sehingga muncul rasa bingung di dalam hatinya.

Pergolakan batin juga dirasai dalam bentuk kebingungan lain. Kebingungan

ini dapat dilihat dari kutipan di bawah ini

Matanya tak juga terpejam. Dan ia sudah lupa, apakah ia senang atau tidak. Malam kian larut. Dari ruang tengah mulai terdengar sekencang tenagaseorang mengaji. (halaman: 30-31)

Ketika pertama kali mendapat pelayanan dari para bujang yang

memanggilnya dengan sebutan Mas Nganten, Gadis Pantai semakin berkecambuk

(33)

Tokoh Gadis Pantai saat berada dalam babak ini dihadapkan pada dua

kekuatan mendekat- menjauh, yaitu dia berhadapan pada kekuatan yang di satu sisi

dia sudah mulai menyenangi kehidupan barunya. Sementara di sisi lain, dia masih

memendam perasaan yang sangat takut karena tidak tahu sama sekali apa yang akan

dihadapinya. Gadis Pantai sama sekali belum bertemu dengan suami yang

dinikahinya karena dia hanya menikah dengan wali sang suami,

Semakin lama menjalani kehidupannya di istana suami, Gadis Pantai

semakin tidak bisa menikmati kehidupannya di sana. Dia semakin sadar bahwa

yang dia alami sekarang bukanlah kehidupan yang dia inginkan. Ada keinginan

yang kuat dari dalam dirinya untuk pergi dari tempat itu. Namun, ada kekuatan

yang sangat besar yang menahannya untuk melakukan keinginannya itu. Kekuatan

Mendekat-menjauh ini semakin bentrok dalam batinnya mengakibatkan Gadis

Pantai hanya bisa menangis dan merenung.

Gadis Pantai berhenti makan. Ia bangkit. Tanpa menengok masuk ke dalam kamar, langsung ke kasur kesayangannya dan mengucurkan air mata. Ia rasai bagaimana dirinya seperti seekor ayam yang direnggut dari rumpunnya. Harus hidup seorang diri, di tengah orang yang begitu banyak. Tak boleh punya sahabat, Cuma boleh menunggu perintah, Cuma boleh memrintahkan. Betapa sunyi! Betapa dingin. Dan iklim sedingin ini tak pernah dirasainya di pantai, betapapun cuaca pagi telah membekukan seluruh minyak kelapa di dalam botol. Ia puaskan tangisnya sampai tertidur.(halaman: 46).

Seiring berjalannya waktu Gadis Pantai menjalani kehidupannya di istana

suaminya, Gadis Pantai semakin matang dalam pemikiran. Ini merupakan akibat

yang positif dari konflik demi konflik batin yang dialaminya. Namun, rasa takut

yang besar terhadap suaminya masih mengganggunya walaupun dia bingung

kenapa dia harus takut kepada suaminya. Pemikiran yang mulai matang tersebut

(34)

Kembali Gadis Pantai tertegun. Lambat-lambat dengan pikiran yang tertindas beban, ia mulai bingung: Di sini semua takut terkecuali Bendoro. Mengapa semua takut padanya. Juga diriku sendiri? Dia tidaklah nampak garang, tidak ganas, malahan halus dan sopan.(hlm 52).

Konflik batin yang dialami Gadis Pantai kebanyakan diakibatkan oleh

kepolosan dalam hal pengetahuan dan ketakutan yang besar atas apa yang tidak

diketahuinya. Gadis Pantai sebagai seorang gadis yang sangat belia harus

menghadapi berbagai permasalahan kehidupan. Sewajarnya gadis seusia Gadis

Pantai berada dalam proses belajar, tetapi Gadis Pantai tanpa melewati proses

belajar harus berhadapan dengan permasalahan, yaitu menjadi seorang istri

pembesar yang kehidupannya sangat bertolak belakang dengan apa yang

diketahuinya.

Konflik batin yang dialami tokoh Gadis Pantai juga dapat bertambah ketika

pemikiran si Gadis Pantai semakin bertambah. Saat Gadis Pantai mengetahui

sesuatu, Gadis Pantai mulai mampu membandingkan baik buruk berkenaan dengan

kehidupan. Bahkan, dia mulai membandingkan pernikahan yang dia alami dengan

pesta pernikahan yang dilihatnya ketika bupati setempat mengadakan pesta

pernikahan. Perbandingan resepsi pernikahan memberikan pergolakan tersendiri di

dalam batin tokoh Gadis Pantai. Sebagai seorang istri pembesar, dia merasa tidak

berharga sama sekali.

Malam itu ia kembali ke ranjang dengan banyak pikiran. Perkawinannya tak dirayakan seperti itu. Bupati yang kawin jauh lebih tua dari Bendoro. Dan putri keraton itu jauh lebih tua dari dirinya. Tapi ia tidak disambut dengan perayaan. Dan jam tiga pagi ia terbangun. Bujang tak ada di bawah ranjangnya lagi. Tapi Bendoro telah tergolek disampingnya.(hlm 72).

Dalam pergolakan batin tokoh Gadis Pantai yang digambarkan di kutipan di

(35)

tanpa harus tahu berbagi dengan siapa. Gadis Pantai hanya bisa merenungkan

konflik batin yang dialaminya tanpa bisa berbuat apa-apa.

Semakin lama Gadis Pantai semakin terbiasa dengan kehidupan yang

dialaminya sekarang. Dia mulai beradaptasi dengan kehidupan di dalam istana

sebagai istri seorang pembesar. Lama- kelamaan di dalam perasaan si Gadis Pantai

mulai tumbuh rasa cinta kepada suaminya. Dia mulai menginginkan untuk selalu

bersama dengan suaminya. Namun, suaminya yang lebih sering berada di luar

rumah membuat si Gadis Pantai merasa kesepian dan inilah yang kembali memicu

pergolakan batin tokoh Gadis Pantai.

Kini Gadis Pantai merasa sunyi bila semalam saja Bendoro tak datang berkunjung ke kamarnya. Bujang itu tak perlu membantunya lebih banyak lagi. Di luar dugaan ia telah dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya. Namun wanita tua itu tetap menjadi sahabat dan tempat bertanya yang bijaksana.(halaman: 75)

Konflik batin yang dialami tokoh Gadis Pantai berlanjut ketika dia mulai

merasa kesepian dan tak bisa berbuat apa-apa ketika sering ditinggal sang suami

berhari-hari lamanya. Keadaan ini terus berlanjut hingga dia merasa dirinya sebagai

seekor keledai walaupun hatinya berusaha menolaknya. Namun, ketika dia kembali

mengingat keadaannya yang sering ditinggal suami dia kembali merasa sebagai

seekor keledai. Konflik batin tokoh Gadis Pantai dalam hal ini diakibatkan

kecemburuan terhadap suami yang jarang tinggal bersamanya.

Gadis Pantai sangat menginginkan kehidupan yang normal bersama sang

suaminya. Bahkan, dia berusaha untuk mengungkapkannya kepada suaminya ketika

suatu saat suaminya pulang. Namun, hal itu hanya sekadar rencana karena sang

(36)

diakibatkan oleh rasa rindu terhadap suami serta kecemburuan dan rasa takut akan

bagaimana kehidupan suaminya saat di luar rumah.

Ditutupnya kembali pintu. Satu-satunya pelindungnya yang setia selama ini adalah kasur dan bantal ranjang. Kalau saja pelayan wanita itu begitu menyenangkan seperti itu! Tapi bertambah meningkat pengetahuan dan kecerdasannya, pelayan itu makin kurang kemampuan dalam menghibur batinya. (halaman: 89)

Dari kutipan dia atas, digambarkan bagaimana tokoh Gadis Pantai sudah

sangat merindukan kehadiran sang suami. Dia mulai merasa pembantu yang selama

ini bisa menghiburnya dari rasa sepi sudah tidak bisa lagi menghiburnya. Walaupun

sebenarnya pembantu itu lebih semakin pintar dan semakin menyenangkan, tetapi

itu tidak cukup untuk menghilangkan rasa rindu kepada suaminya.

Dalam proses melahirkan, juga muncul pergolakan batin di dalam batin

tokoh Gadis Pantai yang disebabkan oleh rasa cinta kepada anak dan rasa takut

kehilangan anak.

Suatu serangan ketakutan menyebabkan jantung Gadis Pantai berdebaran. Ia ingin bangkit dan meniupkan hidup ke dalam dada bayinya.(halaman: 250)

Sesaat setelah sang bayi Gadis Pantai lahir, Anak itu seperti tidak lahir

dengan sempurna, yaitu tidak ada tangis dari bayinya. Hal ini membuat Gadis

Pantai sangat takut. Dia takut akan terjadi suatu hal yang tidak diinginkan terhadap

si bayi.

Berdasarkan tipe konflik 1, Gadis Pantai mengalami konflik batin di mana

dia dihadapkan pada dua kekuatan yang kuat sehingga dia hanya bisa berdiam diri

untuk memenuhi keinginan kekuatan yang kuat tersebut. Keinginan kuat tersebut

terhadap dirinya berakibat pada si Gadis Pantai hanya berkutat pada ketakutannya

(37)

Freud (dalam Kusumawati, 2003: 33) Menyatakan bahwa faktor-faktor yang

memegang peranan penting dalam beberapa gangguan batin, antara lain: 1) teori

agresi, 2) teori kehilangan, 3) teori kepribadian, 4) teori kognitif, 5) teori

ketidakberdayaan, dan 6) teori perilaku. Dalam konflik tipe 1 ini ada beberapa

faktor yang memengaruhi timbulnya konflik dalam batin tokoh.

1. Teori Kehilangan

Pada awalnya, Gadis Pantai sudah menikmati masa remajanya di kampung

halamannya. Hingga pada suatu ketika dia harus meninggalkan rasa nyamannya itu

dan masuk ke dalam bentuk kehidupan baru hingga menimbulkan rasa takut dari

dalam dirinya. Rasa predisposisi juga muncul, yaitu rasa untuk menolak atau

menerima kehidupan yang akan dijalaninya.

Teori kehilangan merujuk pada perpisahan traumatik individu dengan benda atau seseorang yang sebelumnya dapat memberikan rasa aman dan nyaman. Hal penting dalam teori ini adalah kehilangan dan perpisahan sebagai faktor predisposisi terjadinya depresi dalam kehidupan yang menjadi faktor pencetus terjadinya stress.Freud (dalam Kusumawati 2003 : 33)

2. Teori Kepribadian

Konflik batin juga dipengaruhi oleh kepribadian tokoh Gadis Pantai.

Sebagaimana diungkapkan oleh freud bahwa Teori kepribadian merupakan konsep

diri yang negatif dan harga diri rendah memengaruhi sistem keyakinan dan

penilaian seseorang terhadap stressor. Pandangan ini memfokuskan pada varibel

utama dari psikososial yaitu harga diri rendah. Gadis Pantai memandang diri

sebagai orang kampung yang setara dengan obudak sehingga dia hanya bisa

(38)

3. Teori Ketidakberdayaan

Ketidakberdayaan tokoh Gadis Pantai untuk mencegah pergolakan yang

dialaminya mengharuskan tokoh Gadis Pantai untuk menjalani kehidupannya yang

baru. Hal ini mengakibatkan tokoh Gadis Pantai menjadi seorang yang adaptif

sehingga mampu menambah pengetahuannya. Hal ini didukung oleh pendapat

Freud dalam Kusumawati(2003:33) mengunkapkan bahwa

Teori ketidakberdayaan menunjukkan bahwa konflik batin dapat menyebabkan depresi dan keyakinan bahwa seseorang tidak mempunyai kendali terhadap hasil yang penting dalam kehidupannya, oleh karena itu, ia mengulang respon yang adaptif.

4. Teori Perilaku

Perilaku Gadis Pantai yang masih dipengaruhi oleh keluguan dan kebutaan

akan pengetahuan meyebabkan konflik tersendiri di dalam batin si tokoh. Perilaku

tokoh yang tidak berdaya hanya bisa menerima segala pergolakannya.

Teori perilaku menunjukkan bahwa penyebab depresi terletak pada kurangnya keinginan positif dalam berinteraksi dengan lingkungan. Depresi berkaitan dengan interaksi antara perilaku individu dengan lingkungan Freud (dalam Kusumawati 2003:33)

B. Konflik Tipe 2

Konflik batin yang dialami tokoh Gadis Pantai yang berjenis tipe 2

merupakan tipe konflik batin yang paling banyak dialami oleh Gadis Pantai.

Konflik yang dapat membuat Gadis Pantai hanya bisa berdiam diri dapat

(39)

Kemarin malam ia telah dinikahkan. Dinikahkan dengan sebuah keris. Detik ia tahu: kini ia bukan anak bapakya lagi. Ia bukan anak emaknya lagi. Kini ia istri dari sebilah keris, wakil seseorang yang tak pernah dilihatnya seumur hidup.(halaman: 12)

Dari kutipan novel di atas dapat dilihat gambaran bagaimana hancurnya hati

seorang gadis yang lugu dan tak tahu apa- apa. Seorang gadis yang dinikahkan

dengan seseorang yang tidak sama sekali dikenalnya bahkan seseorang itu

memberikan sebilah keris sebagai wakilnya untuk dinikahkan dengannya. Mungkin

Pada umumnya seorang gadis memiliki impian untuk menikah dengan pria

pujaannya bukan dengan orang yang sama sekali tidak dikenalnya.

Pergolakan batin tokoh dalam novel juga diperlihatkan dalam kutipan di

bawah ini:

“sst jangan nangis. Jangan nangis. Hari ini kau menjadi istri pembesar.” Ia tak tahu apa yang ada di hadapannya. Ia hanya tahu: Ia kehilangan seluruh hidupnya. Kadanga dalam ketakutannya ia bertanya: mengapa ia tidak boleh tinggal di mana ia suka, di antara orang-orang yang tersayang dan tercinta, di bumi dengan pantai dan ombanknya yang amis (hlm 12)

Kutipan di atas menggambarkan bahwa tokoh terkurung dalam

keluguannya. Gadis Pantai benar- benar buta terhadap segala pengetahuan sehingga

dia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya saat itu. Dia hanya menyadari bahwa

dia dihadapkan pada satu pilihan dan harus memilih pilihan itu padahal yang dia

inginkan hanya tinggal bersama orang yang dia cintai. Kutipan di atas juga

menggambarkan si Gadis Pantai sedang mengalami ketakutan yang sangat besar

karena dia tidak tahu apa yang akan dihadapinya. Dia tidak merasa apa yang

dipahami orang banyak bahwa menikah dengan orang pembesar merupakan suatu

kebanggaan di antara orang kampung. Dalam keluguannya Gadis Pantai hanya

(40)

Pantai hanya mengetahui tempat terindah yang dia ingin tinggal adalah

kampungnya sekarang.

Empat belas tahun umurnya. Dan tak pernah ia merasa keberatan buang air din pantai, terkecuali di waktu bulan purnama -ia takut ular (halaman: 13)

Gadis Pantai adalah seorang gadis yang tumbuh berkembang di kampung

miskin yang kurang terbuka dengan dunia luar. Bahkan kebanyakan di antara warga

kampung tidak tahu membaca. Oleh karena itu, Gadis Pantai sebagai gadis yang

baru tumbuh sangat buta akan dunia luar sehingga ketika dia dihadapkan pada

dunia luar dia sangat ketakutan.

Ketika akan berangkat menuju kota, Gadis Pantai yang masih dalam

ketakutan berusaha untuk menolak mempertahankan dirinya untuk tinggal dan tidak

berangkat. Namun, kenginan hatinya ditentang oleh ayahnya yang diketahuinya

sebagai seorang bapak yang suka memukul. Seakan tanpa daya Gadis Pantai hanya

bisa meratapi diri yang tidak mampu berbuat apa- apa. Hal ini dapat dilihat dari

kutipan di bawah ini.

Tubuh yang kecil itu meriut seperti keong, ketakutan, Ia tahu bapaknya pelaut, kasar berotot perkasa. Ia tahu sering kena pukul dan tampar tangannya. Tapi sekarang buat apakah penderitaan ini? Disembunyikannya muka di balim pangkuan emaknya. (halaman: 13).

Ketakutan tokoh Gadis Pantai semakin bertambah saat pertama kali bertemu

dengan sang suami yang dipanggil dengan sebutan Bendoro.

(41)

Itu adalah pengalaman pertama yang dialami oleh Gadis Pantai bertemu

dengan sang suami. Gadis Pantai hanya berdiam diri dan berkecambuk pada

pikirannya sendiri tanpa tahu harus berbuat apa. Dia hanya membayangkan

ketakutan dalam setiap belaian sang suami. Bayangan ketakutan inilah yang

menambah rasa takut dalam diri Gadis Pantai sehingga dia benar-benar takut

kepada suaminya melebihi apa pun.

Ia takut berjalan seorang diri menuju kamar mandi. Tapi Bendoro lebih menakutkan lagi. Ia turuni jenjang ruang belakang berjalan menuju ke arah dapur( halaman 34).

Setiap pergolakan batin yang dialami tokoh Gadis Pantai akan sedikt banyak

mengubah pola pemikiran si tokoh. Gadis Pantai mulai berani melakukan

pemberotakan yang berhubungan dengan kepentingan yang menentang

keinginnanya. Pada awalnya si Gadis Pantai hanya bisa menangis ketika dipaksa

untuk pergi ke tempat suaminya kini dia mulai berani mengungkapkan isi hatinya.

Hal ini dapat dilihat dari kutipan yang menggambarkan tokoh Gadis Pantai

mengungkapkan keinginannya untuk pergi dari istana suaminya kepada

pelayannya.

“Oh, Mak...Bapak,” panggilnya berbisik “Mas Nganten, Mas Nganten,”

“Bawa aku pada emak. Aku mau pulang, pulang ke kampung,”(halaman 38)

Gadis Pantai sudah mulai belajar untuk mengungkapkan apa yang ada di

dalam isi hatinya. Namun, ketika berhadapan dengan sang suami keberanian yang

dimilikinya dalam mengungkapkan isi hatinya masih dikalahkan oleh rasa takut

yang sangat besar terhadap suaminya.

(42)

Gadis Pantai ingin mengutarakan isi hatinya yang ingin pulang ke kampung

nelayan, tetapi ketika berhadapan dengan sang suami Gadis Pantai tidak mampu

untuk mengutarakannya. Ketakutan masih melekat dalam hatinya.Segala

pergolakan batin tetap dia hadapi sendiri hingga terkadang dia merasa sangat

menderita.

Entah berapa kali ia yakinkan diri bukan keledai. Tapi hatinya begitu keruh. Ia tak mengerti sampai waktu itu, bahwa ia merasa sangat, sangat cemburu.(halaman 77)

Dalam kutipan di atas digambarkan bagaimana perasaan tokoh Gadis Pantai

yang memiliki rasa cemburu karena pekerjaan sang suami mengharuskan dirinya

tinggal hanya beberapa waktu saja bersama istrinya. Kecemburuan ini

mengakibatkan Gadis Pantai menjadi penasaran berkenaan dengan yang dilakukan

suaminya ketika bepergian ke luar.

Gadis Pantai mulai menduga-duga apa yang dilakukan suaminya di luar

karena untuk bertanya secara langsung dia tidak memiliki keberanian yang cukup.

Kembali tokoh Gadis Pantai dihadapkan pada rasa takut terhadap sang suami

berkaitan dengan kegiatan sang suami.

Sebenarnya Gadis Pantai ingin mengetahui pasti, kemana saja Bendoro pergi bila meninggalkan rumah berhari-hari lamanya. Siapa-siapa yang ditemuinya. Apa yang dibicarakannya. Bagaimana pendapat Bendoro tentang dirinya. (halaman 87)

Gadis Pantai sebagai seorang istri hanya bisa menduga-duga jawaban atas

pertanyaan yang ada di dalam hatinya. Cara berpikir tokoh Gadis Pantai bertambah

matang. Dia sudah mengetahui bagaimana kehidupan suami istri pada umumnya.

Hal inilah yang menambah pergolakan batin tokoh Gadis Pantai, yaitu ketika dia

(43)

Konflik Batin tokoh Gadis Pantai berlanjut saat tokoh utama berencana

melihat orang tuanya di desa nelayan. Segala perubahan yang terjadi

mengakibatkan pergolakan tersendiri bagi tokoh. Dia merasa seperti orang lain di

mata para penduduk. Bahkan sejak awal sampai di desa nelayan dia sudah

merasakan hal itu. Perubahan yang sangat besar dibandingkan ketika dia pertama

kali meninggalkan desanya untuk tinggal bersama tokoh suami. Sambutan yang

sangat berbeda dari apa yang dibayangkannya membuat kerisauan di dalam hati

tokoh utama. Dia merasa risih dengan apa yang dilakukan oleh para penduduk

terhadap dirinya.

Gadis Pantai terbangun dari sendunya. Ia rasai sesuatu menggerumuti bulu tengkuknya. Dahulu tak pernah orang menyambutnya seperti sekarang. Ia merasa begitu asing. Dari kejauhan ia lihat bapak berjalan paling depan membawa obor kelapa kering. Ia bertelanjang dada. Dan otot-ototnya yang perkasa berkilat-kilat setiap bergerak kena cahaya obor. Gadis Pantai lari, lari, lari. Pasir dibawah kakinya berhamburan. Gadis Pantai hanya melihat satu sosok tubuh saja diantara sekian banyak.(halaman 164)

Konflik batin tokoh Gadis Pantai muncul ketika apa yang dirindukannya

dari Desa Nelayan tempat dia lahir dan tumbuh seakan sirna seiring perubahan

sikap para penduduk terhadap dirinya. Pergolakan batin tokoh bertambah saat sang

ayah ternyata sama dengan penduduk lainnya, yaitu bersikap sebagai seorang budak

di depannya. Perubahan status tokoh Gadis Pantai menjadi seorang istri seorang

pembesar membuat para penduduk menjadi takut kepadanya walaupun Gadis

Pantai tidak mengharapkan hal itu.

Ia pandangi bapak dengan mata ragu- ragu bapak menghindarkan matanya. Bapak? Mengapa bapak pun segan menatap aku? Anaknya sendiri. Dan bumi di bawah kakinya terasa goyah. Kampung Nelayan ini telah kehilangan perlindungan yang meyakinkan baginya.(halaman 165)

Kutipan di atas menggambarkan bagaimana perasaan tokoh Gadis Pantai

(44)

karena kesalahannya berubaha 180 derajat menjadi takut kepada Gadis Pantai.

Bahkan, untuk melihat Gadis Pantai saja sang ayah tidak berani. Sebagai seorang

anak yang merindukan kasih sayang seorang ayah, hati Gadis Pantai menjadi sangat

sedih karena dia merasa seperti orang lain bukan sebagai anak kandung. Rasa

bimbang dan penyesalan mulai tumbuh di dalam benaknya. Dia mulai menyesali

kehidupannya selama ini, yaitu sebagai seorang istri pembesar. Dia menyesalinya

karena hal itu membuat dia semakin jauh dengan kedua orang tuanya.

Hal ini berlanjut saat Gadis Pantai tiba di rumah yang sudah dua tahun tidak

didatanginya. Dia berharap akan bertemu dengan ibunya yang selama dia masih

kecil selalu melindungi dan selalu ramah di stiap kesalahan yang dilakukannya.

Namun, yang dia jumpa di dalam rumahnya tidak jauh berbeda dengan saat dia

bertemu dengan ayahnya. Ibunya yang selama ini melindunginya juga

menunjukkan rasa yang takut terhadap dirinya. Tindakan yang tidak sepatutnya ada

pada seorang ibu terhadap anaknya. Tindakan sang ibu menunjukkan rasa hormat

yang berlebihan terhadap dirinya. Padahal, sewajarnya Gadis Pantailah yang harus

memuliki rasa itu terhadap ibunya.

Bila ia masuk ke dalam rumah bukan lagi emak yang ramah dan selalu melindunginya yang didapatkan, tapi tetangganya yang dengan sukarela bekerja buat menyenangkannya. Sekarang bapaknya hampir-hampir tak berani masuk ke dalam bila ia tidak diluar rumah. Berapa kali sudah dalam sepagi itu ia panggil bapak. Tapi ia muncul hanya sampai di pintu mendengarkan suaranya, mengangguk dalam, dan kemudian pergi lagi.(halaman: 174)

Sikap sang ayah yang tidak berani bertemu langsung dengan tokoh Gadis

Pantai menimbulkan rasa bersalah yang sangat besar kepada dirinya dan kedua

(45)

berkunjung ke tempat orang tuanya adalah ingin merasakan kehidupannya kembali

seperti pada saat dia mulai tumbuh remajha di desa nelayan.

Dalam babak kehidupan ketika Gadis Pantai melih orang tuanya yang

berada di kampung, konflik batin yang dialami tokoh Gadis Pantai secara umum

diakibatkan oleh perubahan tingkah laku orang tuanya yang menjadi terlalu takut

kepada dirinya karena merupakan seorang istri pembesar. Tokoh Gadis Pantai sedih

karena dia mengharapkan tidak ada perubahan di desanya, tetapi perubahan

statusnya otomatis mengubah segalanya. Statusnya juga berubah dalam pendangan

masyarakat desa.

Konflik batin Gadis Pantai selanjutnya akan digambarkan dalam babak

kehidupan yang selanjutnya. Babak kehidupan ini adalah saat Gadis Pantai harus

meninggalkan anak beserta suaminya dan harus pergi kembali ke kampung nelayan.

Setelah kembali dari kampung melihat orang tuanya, tokoh Gadis Pantai

terkadang menyesali kehidupan yang dia alami saat itu. Timpul penyesalan

berkaitan dengan dirinya sekarang. Hal ini dikarenakan tokoh Gadis Pantai sudah

mengetahui tentang kehidupan. Dia tahu bahwa kehidupannya tidak harus diikuti

oleh anaknya kelak.

Kadang-kadang ia menangis seorang diri tanpa suatu sebab. Ah, seperti anak dibawah jantungnya bukan anaknya, tapi calon musuhnya. Ia ingin berdoa pada Tuhan, mengadu tentang ketidakadilan yang dirasai, tetapi ia tak mampu melakukannya. Ia tak tahu doa mana yang tepat buat itu. Ia tak pernah teruskan ngaji dan pelajarannya dengan baik. Dan ia menyesal. Ia serahkan segalanya pada nasibnya.(halaman:249)

Pergolakan batin yang dialami tokoh Gadis Pantai yang dideskripsikan

dalam kutipan di atas menggambarkan tokoh Gadis Pantai yang rindu akan

(46)

Tokoh Gadis Pantai berharap dengan datangnya bayi itu kesunyian yang selama ini

membuat batinnya gelisah akan segera berakhir, tetapi ternyata itu tidak mengubah

semuanya. Yang terjadi adalah sebaliknya. Bayi di dalam kandungan seolah-olah

menjauhkan dirinya dengan sang suami yang menjadi tinggal di masjid.

Dalam konflik tipe 2 ini, ada beberapa faktor yang menyebabkan munculnya

konflik batin dalam diri tokoh utama, antara lain

1. Teori Agresi

Teori Agresi adalah faktor penyebab konflik yang berasal dari perasaan

tertentu terhadap tokoh lain maupun diri sendiri. Kemarahan ini bisa disebabkan

oleh perasaan takut, cemburu bahkan rasa cinta kepada tokoh lain. Tokoh Gadis

Pantai memiliki. Perasaan ini bisa mengakibatkan tokoh hanya bisa berdiam diri

dalam menghadapi pergolakan itu. Dalam beberapa kutipan di atas digambarkan

bagaimana tokoh Gadis Pantai hanya bisa berdiam diri, bertanya di dalam hati

bahkan menangis.

Teori agresi menunjukan bahwa depresi terjadi karena perasaan marah yang ditujukan kepada diri sendiri. Agresi yang diarahkan pada diri sendiri sebagai bagian dari nafsu bawaan yang bersifat merusak.Freud ( dalam Kusumawati 2003:33)

2. Teori Kepribadian

Kepribadian yang introver sangat rentan dalam mengalami konflik tipe 2.

Tindakan berdiam diri atau menangis adalah gambaran tokoh yang introver. Gadis

Pantai dalam menjalani kehidupannya talah berkembang menjadi seorang yang

berkepribadian introfert sehingga pergolakan batin yang dialami tidak selalu

(47)

3. Teori Kognitif

Freud (dalam Kusumawati 2003:33) mengatakan bahwa

Teori kognitif menyatakan bahwa depresi merupakan masalah kognitif yang didominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap dirinya sendiri, dunia seseorang dan masa depannya. Individu dapat berpikir tentang dirinya secara negatif dan tidak mencoba memahami kemampuannya.

Kecenderungan tokoh Gadis Pantai yang introfert mengakibatkan dia

bertindak kognitif. Secara otomatis hal ini membuat Gadis Pantai harus

menghadapi konflik batin yang baru di mana semua hal akan dipikirkan sendiri

melalui pengalaman pribadi. Konflik batin akan muncul disebabkan pengalaman

hidup Gadis Pantai yang belum cukup.

C. Konflik Tipe 3

Konflik tipe ini adalah konflik batin yang muncul ketika adanya tindakan

yang dilakukan si tokoh untuk mengatasi konflik- konflik yang dialaminya.

Tindakan inilah yang akhirnya akan membuka kembali konflik yang baru. Konflik

ini dapat diketahui dengan adanya tindakan si tokoh yang dapat digambarkan dalam

beberapa kutipan di bawah ini

Konflik batin dapat muncul saat sang tokoh berhadapan pada situasi yang

bertentangan dengan perasaannya. Dalam hal ini dapat berbentuk penghinaan

terhadap tokoh. Dalam satu pembicaraan dengan sang suami, tokoh Gadis Pantai

merasa sakit hati dengan ucapan sang suami yang seakan-akan melecehkan atau

merendahkan ayahnya. Sang suami mengatakan ayah Gadis Pantai tidak cukup

berani untuk mencari mutiara ke dasar laut. Gadis Pantai yang merasa terhina mulai

berani melawan perkataan sang suami dengan kata-kata merendahkan diri dengan

(48)

Gadis Pantai merasa jantungnya berhenti berdetak, dan sebilah sembilu mengiris ujung hatinya. “Bapak sahaya, Bendoro, mungkin kurang berani, mungkin juga tidak menyelam,” katanya hati-hati. “kasihan bapak sahaya, Bendoro. Kasihan memang. Tapi dia memang bukan cari mutiara, tapi cari nasi, jagung buat anak bininya.(hal. 104)

Konflik Gadis pantai dalam novel Gadis Pantai juga dapat berupa perasaan

sakit hati. Sakit hati karena merasa terhina sehingga memiliki keberanian untuk

melawan rasa sakit hatinya. Kutipan di atas merupakan kutipan dialog antartokoh

Gadis Pantai dengan sang suami di mana ditampilkan sang tokoh utama melawan

perkataan suami secara halus untuk pertama kalinya. Keberanian tokoh utama

dalam membalas perkataan tokoh suami bisa saja merupakan akibat dari berbagai

pergolakan batin yang dihadapi sendiri oleh Gadis Pantai.

Waktu Bendoro telah berbaring di sampingnya dan memeluknya, dirasainya airmata hangat telah membasahi wajahnya. Dan waktu Bendoro mengusap-usap wajahnya yang basah itu, Bondoro berhenti sejenak, duduk menatap wajahnya yang tenang-tenang dalam cahaya listrik yang telah dipatahkan oleh kelambu, bertanya, “Engkau menangis kenapa?

“Bendoro” “Ya”

“Aku tak mengerti.” “Bendoro”

“Ya”

“Ampuni sahaya. Bolehkah sahaya... tapi jangan murkai sahaya.” “tidak, tentu saja tidak. Bicaralah.”

Sahaya ingin...ingin... melihat orang tua sahaya.” “Tapi mengapa kamu menangis?”

“Sahaya hanya mohon diperkenankan melihat orang tua sahaya di kampung. Bendoro. Sahaya takut dimurkai Bendoro.”

“Kau boleh pergi- kapan kau pergi?” Jika dizinkan besok Bendoro.”

“Baik besok kau boleh l;ihat keluargamu. Mardinah akan temani kau.”

Konflik batin tokoh utama novel sangat dipengaruhi oleh rasa takut yang

berlebihan terhadap tokoh suami. Keadaan ini mengakibankan sang tokoh

berpikiran segala yang ada akan berakibat yang tidak baik bagi dirinya sehingga dia

hanya bisa menangis untuk memendamnya. Bahkan, untuk meminta izin melihat

Referensi

Dokumen terkait

Adapun perbedaannya adalah dalam novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer, penelitian yang akan dilakukan adalah mengenai kehidupan pada zaman penjajahan

Penelitian ini bertujuan (1) mendeskripsikan latar sosial budaya Kirana Kejora, (2) mendeskripsikan struktur novel, (3) mendeskripsikan konflik batin tokoh utama

Penelitian ini bertujuan (1) mendeskripsikan unsur-unsur yang membangun novel Rintihan dari Lembah Lebanon, dan (2) mendeskripsikan konflik batin tokoh utama

BAB IV Konflik Batin Tokoh Utama Novel Pusparatri karya Nurul Ibad Tinjauan Psikologi Sastra, merupakan bab inti dari penelitian yang meliputi konflik batin

“Citra Perempuan dalam Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta Toer (Kajian Feminisme)”.. Jurnal DEIKSIS Vol

Tujuan penelitian ini yaitu: (1) mendeskripsikan struktur yang membangun novel Sang Maharani karya Agnes Jessica, dan (2) mendeskripsikan konflik batin tokoh utama dalam novel

Skripsi ini berjudul Konflik Batin Tokoh Wanita dalam Novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy (Tinjauan Psikologi Sastra). Skripsi ini dilakukan dengan tujuan untuk

Berdasarkan kelas sosial yang terdapat dalam novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer, penulis menyarankan berikut ini: Pertama, bagi pembaca, dapat menambah